Jumat pagi adalah saatnya olahraga bagi kelas Alena. Hari ini jadwal olahraga bebas. Alena dan Karin sudah membawa raket badminton mereka masing-masing. Mata Alena dari tadi mencari-cari Alva.
Itu dia! Ternyata Alva sedang duduk di bangku taman, dekat lapangan voli. Sepertinya dia sedang asyik dengan pikirannya sendiri. Alena berjalan mendekatinya. Karin sudah asyik bermain badminton dengan teman-teman yang lain. Alva sudah menoleh lebih dulu sebelum Alena menyapa.
"Ayo, ikut main badminton...," ajak Alena. Ia duduk di samping Alva di bangku.
"Aku nggak punya raket..." Suara Alva terdengar pelan.
"Kenapa? Kamu kayaknya kurang semangat hari ini..."
Alva memandangnya. "Karena ini hari Jumat. Besok kamu pulang ke rumah. Aku sendirian lagi."
Alena tidak menyangka Alva akan berkata seperti itu. Sepertinya ini saat yang tepat.
"Kamu nggak perlu sendirian... Kamu mau ng
Om Andre tinggal sendiri di sebuah rumah, yang menurut Alena sangat unik. Om Andre seorang arsitek, jadi dia sendiri yang mendesain rumahnya. Rumahnya berbentuk seperti joglo, rumah adat Jawa, dengan bahan sebagian besar dari kayu. Halaman depannya luas dan terdapat pendopo, di sinilah ia biasanya menerima tamu. Rumahnya sendiri memanjang ke belakang, dan terdapat banyak kamar.Om Andre menyambut mereka dengan ceria. Om Andre adalah adik Papa yang bungsu. Alena selalu tidak mengerti kenapa Om Andre belum menikah, padahal ia sudah mapan, dan menurut Alena, Om Andre juga sangat baik dan menarik.Om Andre mengajak mereka duduk-duduk di taman belakang rumah, di situ ada kolam ikan yang cukup besar. Alena dan Alva asyik memberi makan ikan."Opa dan Oma kamu baik banget ya... Masakan Oma juga enak, aku tadi sampai makan banyak banget, semuanya enak sih...," komentar Alena sambil tertawa.Alva kelihatan ceria, matany
Semua siswa kelas XI SMA Scientia semakin bertambah sibuk di minggu-minggu menjelang pentas seni. Ada yang sibuk berlatih untuk tampil saat pentas seni nanti, ada yang ribut memikirkan kostum, ada pula yang masih bingung mencari pasangan seperti Karin. Lucky, yang diincar Karin untuk jadi pasangan, sepertinya tidak menyadari, walaupun Karin sudah berkali-kali memberi isyarat.Alena sibuk dengan latihan gamelan, yang akan tampil di hari pertama pentas seni. Begitu juga Alva, yang terus berlatih dengan permainan biolanya. Beberapa kali, Alva berlatih dengan Sir Johan, guru seni musik mereka, setelah jam pulang sekolah.Sementara itu, ujian akhir semester pertama juga sudah dekat. Mereka akan menjalani ujian satu minggu sebelum pentas seni. Dan itu berarti lebih banyak latihan soal, ulangan harian mendadak, belajar, dan belajar bagi semua siswa.Alena merasa jadwal sekolah semakin padat. Dia lebih jarang bisa menghabiskan sore b
Hari Jumat, hari pertama pentas seni. Kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Pentas seni adalah acara tahunan bagi seluruh siswa di SMA Scientia, sedangkan Prom Night hanya khusus untuk siswa kelas XI.Acara pentas seni diselenggarakan di aula utama sekolah, yang terletak di lantai lima, lantai paling atas. Seluruh lantai lima khusus dibangun untuk aula dan ruangan penunjangnya, seperti ruang ganti, ruang latihan, ruang transit, gudang peralatan, ruang sound system, dan sebagainya.Hari ini, Alena dan Karin akan tampil. Acara dimulai jam delapan pagi, tapi dari jam lima pagi, mereka sudah bersiap-siap. Bersama teman-teman yang lain, mereka berganti kostum dan berdandan di ruang ganti.Alena memakai pakaian kebaya berwarna merah dan rok kain yang sudah disiapkan dari sekolah, sedangkan Karin memakai pakaian penari berwarna-warni. Ada guru pembimbing yang membantu mereka, tapi karena jumlah siswa yang banyak, tetap saja
Alena dan Karin sampai di pintu gerbang samping asrama. Di sana, sudah ada beberapa teman cowok, yang sepertinya juga menjemput pasangannya yang tinggal di asrama. Karin sudah bertemu Lucky. Lucky tampak gagah dengan tuksedo berwarna hitam dan kemeja putih.Mendadak Alena tertegun. Ia melihat Alva berjalan ke arahnya. Alva tampak sangat... Alena kehilangan kata-kata. Alva memakai tuksedo berwarna putih dengan pinggiran kerah berwarna gold. Vest yang ia kenakan di dalam tuksedo dan dasi kupu-kupunya juga berwarna gold. Ia seperti pangeran berkuda putih yang sedang menjemput putrinya. Alena tersenyum gugup pada Alva. Mata Alva terus menatapnya dengan lembut."Kamu cantik banget...," puji Alva dengan suara setengah berbisik, saat mereka sudah berdiri berhadapan.Alena semakin berdebar-debar. "Kamu juga gagah banget... Kayak pangeran...," Alena balas memuji.Mata Alva bersinar dan wajahnya terlihat berseri-seri. A
Alena terbangun jam lima esok paginya. Ia merasa tidak bisa tidur lagi, karena ingatan akan apa yang terjadi di Prom Night masih sangat kuat. Biasanya, ia baru bangun dan mandi sekitar jam setengah enam.Alena meraih ponsel di atas meja samping tempat tidurnya. Seingatnya, semalam setelah ia merekam Alva memainkan lagu pertamanya, ia tidak membuka ponselnya lagi, bahkan ia langsung tidur setelah capek mengobrol dengan Karin.Ada chat dari Mama semalam, menanyakan bagaimana acaranya. Alena segera membalas chat Mama, bercerita bahwa semalam sangat luar biasa. Ia tidak leluasa bercerita panjang lebar lewat chat, jadi ia berjanji akan menelepon Mama nanti sore, setelah pulang sekolah.Alena segera bangun dan mandi. Rasanya tidak sabar ingin segera ke sekolah. Saat berganti pakaian di kamar, matanya tertuju ke selempang bertuliskan 'Queen of Prom Night', dan buket bunga yang ia taruh di meja belajarnya di samping
Alena merasa hari-harinya jadi jauh lebih berwarna, dan ia selalu bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Mungkin karena ia tahu akan bertemu dengan Alva. Mereka selalu bersama di kelas dan waktu istirahat. Begitu juga sepulang sekolah, kadang mereka mengerjakan tugas atau PR bersama di perpustakaan, kadang Alva mengajari Alena bermain biola di rooftop, atau sekedar berjalan-jalan di sekitar sekolah dan asrama.Teman-teman sekolah juga sudah tidak menyoraki mereka berdua lagi, sepertinya pasangan 'Alvalena' sudah menjadi lumrah di sekolah mereka. Karin tidak pernah keberatan, jika Alena jadi lebih jarang bersamanya. Sepertinya ia juga mulai dekat dengan Lucky, dan beberapa kali menghabiskan waktu dengan Lucky. Alena merasa Prom Night membawa berkat tersendiri bagi dia dan Karin.Setelah pentas seni berlalu, masih ada agenda selanjutnya yang menunggu, yaitu pentas drama musikal. Latihan diadakan mulai hari Rabu ini. Alva mengantar Al
Hari Sabtu tiba, hari yang dinanti-nanti Alena dan Alva. Papa dan Mama menjemput mereka di asrama sekitar jam enam pagi, lalu mereka langsung berangkat menuju Magelang.Sepanjang perjalanan, mereka asyik bercerita tentang banyak hal, tentang Prom Night, nilai rapor, rencana pentas drama musikal di sekolah, pentas di Prambanan, dan latihan dengan komunitas musik klasik yang mereka kunjungi semalam. Papa dan Mama saling berpandangan sambil tersenyum, melihat betapa antusiasnya mereka berdua.Mobil Papa tiba di depan rumah Alva sekitar jam sembilan. Opa dan Oma sepertinya juga sudah sangat merindukan kehadiran mereka. Mereka bersalaman dan berpelukan begitu bertemu.Kemudian seperti biasanya, Oma akan menjamu mereka dengan masakan yang lezat. Menu pagi itu adalah nasi megono. Selain itu, ada juga pie apel dan puding kelapa buatan Oma untuk menemani mereka mengobrol.Alena membawa sehelai syal kain tenun
Selama seminggu ke depan, kegiatan di sekolah tidak terlalu padat, karena masih permulaan semester. Tetapi Alena disibukkan dengan latihan untuk pentas drama musikal, yang akan berlangsung kurang lebih tiga minggu lagi. Latihan sekarang diadakan lebih intensif, yaitu tiap hari Senin dan Rabu.Alva dengan setia mengantar dan menjemputnya setiap latihan, kemudian mereka akan menghabiskan waktu berdua. Jika ada tugas atau PR, mereka akan mengerjakannya di perpustakaan, kadang-kadang bersama Karin. Jika tidak ada, mereka menikmati sore di rooftop untuk bermain biola atau sekedar mengobrol.Hari Jumat adalah hari yang dinanti-nanti Alena, karena selain libur akhir pekan sudah tiba, Jumat sore adalah jadwal latihan komunitas musik klasik. Alva sudah setuju untuk ikut latihan lagi, dan Alena akan menemaninya.Alena sudah selesai mandi dan makan siang setelah pulang dari sekolah. Ia janji untuk bertemu Alva di rooftop. Alva tampak be
Semua orang di puncak bukit itu asyik mengabadikan momen matahari terbit. Alva perlahan melepaskan pelukannya, kemudian mereka berdua juga berfoto, dengan latar pemandangan gunung-gunung berselimutkan awan dan bola emas matahari. Mereka berdua duduk mengagumi pemandangan yang sangat luar biasa dari puncak bukit. Hawa dingin menusuk mulai terasa berkurang, karena kehangatan dari sinar matahari.Setelah kurang lebih satu jam di atas Bukit Sikunir, saatnya untuk melanjutkan perjalanan lagi. Alena menoleh ke tempat Karin duduk tadi. Ia tampak sudah bisa berdiri, dengan dibantu Lucky. Alena dan Alva menghampirinya. Karin tersenyum malu-malu pada mereka."Kakiku udah baikan kok, udah bisa gerak lagi nih...," katanya, sambil menggerak-gerakkan kaki kirinya."Bisa jalan nggak?" tanya Alena."Bisa kok..." Karin berjalan pelan-pelan. "Ayo kita turun..."Lucky membantu Karin berjalan perlahan-lahan ke tan
Hari Kamis pagi, seluruh peserta karya wisata kelas XI IPA berkumpul di halaman depan sekolah. Jumlah peserta sekitar 150 siswa dari tiga kelas. Sudah ada tiga bus wisata besar yang menanti di depan gerbang sekolah. Tentunya mereka tetap didampingi oleh guru-guru mereka, ada empat guru pria dan dua guru wanita yang ikut dalam karya wisata tersebut. Sekolah tidak menggunakan jasa event organizer atau pemandu wisata, para siswa sendirilah yang menjadi panitia. Tujuannya untuk melatih kemandirian dan kedisiplinan siswa.Sekitar jam enam, seluruh peserta sudah lengkap didata. Kemudian mereka dibagi ke dalam tiga bus, Alena dan Alva berada dalam satu bus, sedangkan Karin di bus yang lainnya. Alena merasa senang bisa bersama Alva. Mereka duduk bersebelahan di bangku paling belakang, bersama dengan tiga teman lainnya. Setelah briefing singkat dan doa bersama, bus-bus itu meluncur meninggalkan sekolah.Di dalam bus, paniti
Tiga bulan kemudian.Ujian akhir semester kedua sudah menanti Alena dan Alva. Tugas dan latihan soal, ulangan harian mendadak, jadwal ekstrakurikuler, kursus bahasa Jerman, dan belajar untuk ujian akhir, seperti rutinitas yang sudah menjadi makanan mereka sehari-hari selama tiga bulan terakhir ini.Alena merasa lama-lama ia menjadi terbiasa dengan kesibukan tersebut, hal yang tadinya terasa begitu berat di awal. Alva tidak pernah mengeluh atau terlihat kesulitan menjalani semuanya. Ia juga selalu mendampingi Alena, sehingga Alena merasa mendapat semangat tambahan untuk bisa menyamai Alva.Alena dan Alva sama-sama berhasil naik ke level berikutnya dalam kursus bahasa Jerman mereka. Mereka berniat untuk mengikuti ujian Bahasa Jerman di Goethe Institute setelah Alena menyelesaikan level B1, rencananya dalam waktu enam bulan ke depan.Ujian akhir semester kedua bagi siswa kelas X dan XI SMA Scientia berlangsung se
Alena berjalan tergesa-gesa menuju ruang tunggu pemain. Tadi di lobby, ia melihat sekelompok gadis remaja masih berkerumun, seolah menunggu. Untunglah panitia tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam ruang tunggu, kecuali yang memakai tanda pengenal crew. Apakah mereka menunggu Alva? Alena merasa makin tidak nyaman. Ia bergegas masuk ke dalam ruang tunggu yang tadi ditempati tim Om Bimo.Komunitas musik klasik dari Kampus ISI itu sedang bergembira dan mengobrol satu sama lain, tentunya merayakan keberhasilan penampilan mereka malam ini. Alva berdiri dekat Om Bimo. Om Bimo sedang berbicara sambil memegang pundaknya, seperti sedang memberi selamat atau menyemangatinya.Alva langsung menoleh ke arahnya, ketika Alena berjalan masuk ruang tunggu itu. Alva menatapnya dengan penuh arti. Alena merasa ia mengerti maksud Alva, ia tersenyum dan mengangguk. Lalu ia duduk lagi di kursi yang tadi siang didudukinya, memberi kesempatan Alva dan ti
Alena mengikuti Luis berjalan menuju pintu masuk ruang konser bagi penonton. Di situ, sudah ramai penonton yang mengantri untuk masuk. Alena melihat banyak penonton dari kalangan anak muda dan remaja, mungkin sebagian besar adalah mahasiswa dan pelajar.Setelah menyerahkan tiket ke panitia, Alena dan Luis masuk ke dalam ruang konser. Ruangan itu sangat luas dan megah dengan langit-langit tinggi. Kursi-kursinya tersusun berundak ke atas seperti di bioskop.Alena mengikuti Luis berjalan ke barisan kursi di tengah, tidak terlalu dekat dengan panggung, juga tidak terlalu jauh. Luis sepertinya sudah memilihkan posisi yang nyaman untuk merekam. Di depan kursi mereka, terdapat ruang yang cukup luas untuk menaruh tripod.Alena duduk dan mulai men-setting kamera dan tripodnya. Luis duduk di sebelah kanan Alena. Luis masih berusaha mengajaknya mengobrol, ia berkomentar tentang ramainya penonton dan dekorasi panggung yang megah
Minggu-minggu berikutnya adalah saat yang sibuk bagi Alena dan Alva berdua. Alva terus mempersiapkan diri untuk konser musik klasik, yang akan berlangsung tiga minggu lagi. Selain berlatih di Kampus ISI bersama Om Bimo dan komunitas, ia juga sering berlatih sendiri di gudang alat musik, tentunya ditemani Alena jika sedang tidak ada jadwal ekstrakurikuler.Kesibukan di sekolah juga semakin bertambah, karena ujian tengah semester akan diadakan sekitar dua minggu setelah konser musik klasik. Alena dan Alva harus berusaha membagi waktu untuk belajar, mengerjakan tugas, mengikuti kelas ekstrakurikuler, kursus bahasa Jerman, dan latihan musik.Alena merasa ia seperti sedang berlomba lari, dan nafasnya terengah-engah. Tapi ia merasa mendapatkan kekuatan lagi, setiap kali menatap wajah Alva. Ia teringat janjinya kepada Tante Clara, ia ingat nasihat Papa dan Mama, bahwa ia harus berjuang untuk meraih apa yang menjadi impiannya. Alva selalu berada di
Menjelang jam dua belas, Alena membantu Mama di dapur, menyiapkan makan siang. Papa mengajak Alva untuk belajar menyetir mobil, kebetulan tidak jauh dari rumah, ada lapangan kosong. Alva menyambut ajakan Papa dengan antusias. Katanya, ia memang sudah lama ingin belajar menyetir mobil.Sekitar satu jam kemudian, Papa dan Alva pulang, lalu mereka berempat menikmati makan siang bersama. Papa berkata, Alva bisa belajar menyetir mobil lagi dengannya, kapan pun ada waktu. Alena senang melihat Alva dan Papa sepertinya tambah akrab. Mereka masih membahas tentang pentas drama musikal kemarin."Kayaknya Papa benar deh... Lena jadi tambah pingin ambil jurusan teater...," kata Alena. Ia merasa setiap latihan dan kerja keras yang telah dilaluinya sebelum pentas menjadi sangat manis, setelah melihat keberhasilan pertunjukannya."Tuh benar kan, apa Papa bilang? Kamu punya bakat dan hati di teater," komentar Papa sambil tersenyum.
Alena kembali ke ruang ganti untuk berganti kostum dan menghapus make-up-nya terlebih dulu. Di dalam ruang ganti, masih ramai teman-teman yang saling memuji dan bercerita tentang pentas tadi.Kemudian, Sir Angga mengumpulkan semua pengisi acara di ruang transit, memuji penampilan mereka, dan berterima kasih untuk semua kerja keras mereka. Setelah itu, barulah mereka bubar dan meninggalkan aula.Papa, Mama, dan Alva sudah menunggu Alena di luar aula. Suasana aula sudah tidak ramai lagi, para orang tua dan siswa sudah beranjak pulang. Mereka bersama-sama turun ke lantai satu, dan berjalan menuju tempat parkir di halaman depan sekolah."Ayo, pada mau ke mana nih? Lena? Alva?" tanya Papa, begitu mereka semua sudah berada di dalam mobil.Alena dan Alva duduk berdua di belakang, mereka saling berpandangan."Ke mana ya, Pa? Lena lapar nih, tadi cuma makan sedikit...," jawab Alena."Kalau gitu, kita
Setelah libur akhir pekan berlalu, dan mereka kembali ke sekolah, dimulailah minggu yang terasa sibuk bagi Alena. Ia harus berlatih lebih intensif untuk pentas drama musikal, yang akan berlangsung hari Sabtu ini. Kursus bahasa Jerman juga sudah dimulai dua kali seminggu, dengan tiap pertemuan satu setengah jam. Belum lagi mulai banyak PR dan tugas lain dari guru-guru mereka, juga jadwal ekstrakurikuler Alena yang lainnya.Alena merasa lelah, tapi berusaha tidak mengeluh. Yang membuat dia merasa kuat, adalah karena Alva selalu mendampinginya. Alva selalu mengantar dan menjemputnya di kelas ekstrakurikuler. Mereka mengerjakan tugas dan PR bersama Karin di perpustakaan tiap ada waktu. Mereka juga berangkat dan pulang bersama, tiap kali kursus bahasa Jerman, dengan motor baru Alva yang dihadiahkan oleh Om Hanz.Hari Jumat sore, Alena dan Alva baru saja selesai kursus bahasa Jerman. Alva memutuskan tidak berangkat ke latihan komunitas musik klasi