—07—
Clara masuk kembali ke rumah, setelah selesai menjawab panggilan yang membuatnya naik darah.Terlihat dari wajahnya yang memerah dan hilangnya senyuman di wajah yang masih terlihat cantik.
Clara bergabung bersama Dave dan Anggie yang kompak memerhatikan wanita itu. Clara duduk dan langsung mengambil makanan ke atas piring kosong. Lalu melahapnya dengan segera seperti orang kelaparan.
Padahal sebelumnya ia berkata kepada Anggie bawah dia masih kenyang. Dave dan Anggie melongo melihat Clara begitu lahap menyuapkan nasi berkali-kali ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya dalam jumlah banyak hingga kedua pipinya menggelembung menjadi chuby.
"Apa masakanku seenak itu?" tanya Dave.
Seketika Clara baru teringat bahwa makanan yang ia lahap sedemikian rakusnya adalah masakan Dave. Ia hanya sedang kesal dan meluapkannya begitu saja tanpa tahu dirinya sudah menjadi pusat perhatian kedua orang di hadapannya.
Batuk menghampirinya seketika... setelah ia berusaha mengunyah secara perlahan dan menelannya dengan susah payah.
Dave dengan sigap memberikan segelas air ke hadapan Clara. Lalu wanita itu menenggaknya hingga tandas. Menarik dan mengembuskan napasnya secara kasar.
"Bukankah Mom bilang tadi masih kenyang?" tanya Anggie dengan polosnya.
Seketika Dave terkekeh dan menatap heran Clara yang terlihat malu.
"Mungkin Ibumu sangat menyukai masakanku, kau juga, 'kan An?" tanya Dave. Mengalihkan sejenak tatapannya, lalu mengacak rambut Anggie yang mengangguk riang.
"Iya. Brokoli ini bahkan lebih enak dari buatan Mom!"seru Anggie.
Dave mengalihkan tatapannya kepada Clara yang menahan malu, terlihat wajahnya yang semakin tertunduk malu.
"Hah... kau tetaplah Clara yang dulu, sekalipun kau mengatakan semuanya sudah berubah." Dave mendesis, "kau tetaplah selugu itu, Cla." Sudut bibirnya tersungging naik ke atas.
Clara memberikan sorot mata yang tajam terarah kepada Dave yang terkekeh mengejeknya bersama Anggie yang ikut terkekeh.
Apa-apaan mereka? Bagaimana bisa keduanya kompak menertawakanku! keluh Clara dalam hati.
"Tapi setidaknya masakan Mom tidak seasin buatan dad," celetuk Anggie.
Menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan mungilnya, ia terkikik geli. Mengingat saat ayahnya membuatkannya makanan yang sangat asin.
"O ya? Apa ayahmu tak bisa memasak?" tanya Dave.
Anggie menggelengkan kepalanya cukup kuat. Melirik Clara yang terdiam dengan wajah cemberut.
"Anggie jika kau sudah selesai... Cuci tanganmu dan bermainlah di kamarmu. Mom dan Mose ada pembicaraan serius," tutur Clara.
Anggie mengangguk, lalu beranjak dari duduknya, mendekati Dave dan mencium pipinya.
"Terima kasih untuk makan siang yang sangat enak. Bolehkah aku berharap kau akan membuatkannya setiap hari?" Anggie bertanya penuh harap.
Sedikit menoleh kepada Clara, takut jika ibunya marah.
Dave mengusap kepala Anggie dengan sayang. "Tentu... Aku akan ke sini setiap hari dan membuatkan makanan terenak untukmu," ujar Dave. Tersenyum dan mengusap pipi Anggie.
"Really?!" seru Anggie.
Dave kembali mengangguk. "Aku janji, asalkan ibumu mengijinkanku datang ke sini setiap hari." Dave menyahut sambil melirik Clara.
Clara merasakan aura persekongkolan dari tatapan Dave, lalu Anggie yang ikut menatapnya dengan sebutan cat eyes, yang membuat siapapun luluh dengan tatapan tersebut.
Helaan napas terdengar, sebelum wanita itu membuka mulutnya. "Apa kau tak memiliki kegiatan lain? Bagaimana bisa kau datang ke sini, sementara kau harus bekerja di Manhattan?!" tukas Clara.
"Benarkah begitu?" tanya Anggie memelas, menatap Dave.
"Tenang saja, An. Aku memiliki banyak waktu untuk berlibur disini," jawab Dave mengelak perkataan Clara.
Tatapannya seolah mengatakan 'kau kalah, Cla!' dengan sunggingan senyum yang teramat mencurigakan ditunjukkan Dave kepada Clara.
Memaksa wanita itu untuk menuruti kemauannya, yang memiliki niat terselubung dengan menggunakan Anggie sebagai senjatanya.
"Huh!" Clara mengalihkan tatapannya, "Baiklah... Tapi jangan menjadi kebiasaan untukmu, An. Karena pria ini orang yang sangat sibuk!" tukas Clara.
Membuat Anggie berjingkrak kegirangan lalu memeluk ibunya sambil berucap terima kasih.
"Thank you, Mom!" serunya.
"You're welcome, dear... Sekarang, lakukan yang Mom minta," ujar Clara. Mencium kening Anggie.
Bocah itu membalasnya dan bergegas mencuci tangan di wastafel, lalu naik ke atas untuk menuju ke kamarnya.
Dave memerhatikan kemandirian Anggie yang begitu menurut terhadap Clara, didikan yang cukup tegas untuk bocah seusianya.
"Kau puas sekarang?!" tukas Clara.
"What?!" tanya Dave seolah mengejek.
Clara hanya mengembuskan napasnya kesal. Lalu beranjak untuk membereskan piring kotor.
Dave terkekeh dan hendak membantu, namun Clara menepis tangan Dave. Ia benci dengan gambar yang ada di tangan Dave —mengingatkannya dengan berita yang ia tonton.
"Tunggulah di ruang tamu. Kau tak perlu membantuku!"
"Aku hanya ingin...."
"Jika kau masih ingin di sini, turuti aku!" Clara menatap tajam Dave yang begitu pembangkang.
Dave terrsenyum dan mengangkat kedua tangannya ke udara.
"Kau seperti singa betina yang galak," celetuk Dave kembali mendapati sorot tajam dari mata indah itu.
"But, you're still my sweet cattie," timpal Dave mendekatkan wajahnya sambil menyeringai.
Mengedipkan sebelah matanya dan mengecup bibir Clara.
Membuat semburat merah tercetak di wajah Clara yang galak.
"Kau!"
"Ya, ya, kau menyukai itu." Dave melangkah dengan santai ke ruang tamu.
Dan mendaratkan bokongnya di sofa empuk tanpa rasa bersalah.
Sementara Clara menatap punggung Dave sambil memegangi bibirnya. Namun sedetik kemudian ia merutuki kebodohannya sambil memukul-mukul pelan bibirnya.
Dave sempat melirik tingkah lucu dan menggemaskan itu, lalu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
-
Setelah membereskan makan siang mereka.... Clara menghampiri Dave yang sudah menunggunya di sofa ruang tamu. Ia membawakan segelas orange jus kepada Dave.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Cla?" tanya Dave.
"Well... sebelum ayah Anggie pulang... aku ingin menanyakan beberapa hal kepadamu," ujar Clara.
Mendaratkan bokongnya di sofa single berwarna creme, sementara Dave duduk di sofa panjang.
"Silahkan." Dave bersandar sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Bagaimana kau bisa menemukanku?"
"Itu rahasia," jawab Dave.
Membuat wajah Clara seketika menjadi sinis namun tetap ditahannya. Ia menarik napas, mengembuskannya dengan kasar lalu kembali melontarkan sebuah pertanyaan.
"Kau tinggal dimana sekarang?" tanya Clara.
Dave merasa semua itu pertanyaan yang tak penting untuk dibahas... Clara malah terlihat sedang mengulur waktu sekaligus menghindarinya jika hendak bertanya-tanya tentang kehidupannya selama ini.
"Sungguh kau ingin tahu? Apa semua itu penting untuk saat ini, Cla?" tanya Dave.
Memajukan tubuhnya dengan menopang kedua sikunya di atas kakinya. Menatap Clara begitu intens, untuk melihat bagaimana ekspresi wanita tersebut.
"Apa kau tak ingin bertanya langsung kepadaku, siapa saja wanita yang diberitakan dekat denganku... kau memilih percaya dengan semua itu dibandingkan bertanya kepadaku?" tanya Dave.
"Itu hakmu... Aku tak ingin mencampurinya," jawab Clara.
"Setidaknya tanyakan, kenapa aku berbuat demikian?!" tandas Dave.
Tanpa sadar telah mengunci Clara yang tercengang menatap sorot tajam yang pria itu tunjukkan kepadanya.
Entah bagaimana Dave lepas kendali dan menunjukkan kemarahannya karena terlalu geram dengan sikap Clara. Ia hanya ingin kembali dan menceritakan semuanya....
Semua yang ia lalui begitu berat. Dan Dave juga yakin. Apa yang lalui Clara pasti lebih berat darinya... ia hanya ingin wanita itu jujur dan menceritakan semua yang terjadi kepada.
Dave tak ingin menelan mentah-mentah informasi apapun tentangnya dari siapapun. Ia hanya percaya dengan apa yang dikatakan Clara. Namun sialnya wanita itu malah membohonginya. Membuatnya harus menambahkan kesabarannya yang hampir habis.
"Aku—" Ucapan Clara tertelan...
Raupan di bibirnya begitu menggebu, tidak seperti sebelumnya... Dave menciumnya begitu lembut, namun saat ini pria itu seakan sedang menunjukkan kemarahannya.
Hingga Clara merontah dan mendorong tubuh Dave dan melayangkan pukulan di pipi pria tersebut hingga tersadar.
Dave memegangi pipinya yang terasa panas. Matanya menatap Clara dengan tajam seolah ia tak menerima perlakuan Clara yang begitu keras kepala.
Mendustainya hanya karena berita yang tak diketahui kebenarannya. Bagi Dave itu seperti tindakan anak kecil yang memercayai ucapan orang dewasa yang membohonginya untuk sebuah kebaikan.
"I know you lying, Cla!" hardik Dave.
"Kau melakukannya untuk terlihat baik-baik saja, setelah kau menganggap aku bahagia dengan kehidupanku selama empat tahun terakhir. Asal kau tahu... aku tak sebaik kelihatannya. Namun aku tak ingin menunjukkan kepadamu," ungkap Dave.
Napasnya memburu terengah sambil berjalan mondar mandir di hadapan Clara. Wanita itu terdiam.... Diakuinya dalam hati... pikirannya salah dengan memercayai sebuah berita secara mentah.
"Dave, aku...." Clara hendak melangkah mendekati Dave untuk menenangkan pria itu.
"Apa yang terjadi disini?" tanya sebuah suara.
Clara dan Dave menoleh secara bersamaan... seorang pria muncul dari arah pintu, melangkah menuju ruangan dimana Dave dan Clara terlihat berargumen.
Dave tak terkejut sama sekali akan sosok yang datang, dia sudah dapat menduganya.
Hanya saja ia tak menerima semua yang terjadi saat ini. Dan baginya semua itu, masih tak masuk akal. Mengingat bahwa Clara dan pria yang sedang mendekat ke arahnya itu, sedarah dari ayah yang sama.
Dave menghela napas mengejek kehadiran pria tersebut.
"Heh! so.. He is your husband?" tanya Dave.
Menunjuk pria yang berdiri di sampingnya.
"Dave... how are you?"
"Seperti yang kau dan Clara lihat di media... aku sangat baik!" tukas Dave.
Namun tatapannya tertuju kepada Clara, wanita itu terdiam... menopang sebelah siku tangannya dan memijat kepalanya.
"Oh ya...?" tanya pria yang baru tiba dan meletakan jasnya di sandaran sofa.
Melangkah melewati Dave, dan berdiri di belakang Clara sambil memegang kedua bahu wanita itu.
"Kukira kau hanya berpura-pura terlihat bahagia di depan layar kamera... namun dibalik semua itu kau terlihat hancur! Sama seperti wanita in—"
"Math, please!" Sela Clara.
Dave mengerutkan keningnya, saat pria yang dipanggil Math oleh Clara hendak mengatakan sesuatu yang disela wanita di hadapannya.
"Why, Cla... apa kau juga akan menjadi munafik sepertinya! berpura-pur—"
"Matheus Arthur Wesley! Berhenti bicara dan jangan campuri urusanku!" hardik Clara.
**
-08-"Matheus Arthur Wesley! Berhenti bicara dan jangan campuri urusanku!" hardik Clara.________Lagi-lagi menghentikan ucapan Matheus. Bersamaan dengan itu Clara berbalik, menatapnya dengan sorot mata tajam, begitu juga Dave yang berada tepat di belakang Clara berjarak beberapa langkah sambil mengerutkan keningnya dalam."What happened, Cla? Kenapa kau menghentikan ucapannya?!" tanya Dave.Membuat Clara menoleh dan menatapnya sinis. Tatapan yang diterima dan dibalas oleh Dave tak kalah sinis.Dave melangkah mendekati Clara, tanpa berniat menghilangkan sorot tajam dari manik abunya."Apa yang hendak kau sangkal, Cla? Kenyataan bahwa kalian adalah adik kakak? dan tak dapat terelakkan bahwa darah yang ada di dalam tubuh kalian yakni dari gen yang sama, sebagai keturunan Wesley?!" sergah Dave.Semakin m
—09—Dave terdiam di dalam mobil yang masih diparkirkan di depan rumah Clara, ia memandangi lembaran kertas laminating putih yang bergambar sesosok wanita yang dicintainya. Gambar yang menunjukkan kegiatan Clara setelah perpisahan terjadi antara dirinya dan wanita yang dicintainya.Dave mengusap lembaran demi lembaran dengan perlahan dan membalik lembaran itu satu persatu, seperti sedang membaca agenda perjalanan wanitanya selama berpisah dengannya.Terdapat sebuah tulisan tangan Maggie yang menjelaskan sedang apa Clara di dalam foto tersebut. Dave terkekeh saat cerita yang dijabarkan dalam tulisan itu mengandung unsur keluguan seorang Clara."Kau memang tetap lugu, Cla... sekalipun kini kau berubah menjadi lebih dewasa. Apa tak sedikitpun kau merindukanku? Kau tak adil... kau tahu keberadaanku, namun tidak denganku. Dan yang lebih parahnya, kau bahkan tak pernah mendatangiku," lirih Dave dala
Clara menginjakan kaki di tempat semula ia memulai segala sesuatunya di kota Manhattan. Terletak di pusat kota yang penuh dengan hiruk pikuk germerlapnya dunia malam. Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi begitu angkuh menghiasi kota pada malam di mana kini dirinya telah tiba di apartemen.Tepatnya di dalam kamar yang menghadap langsung keluar, menampilkan cahaya terang dari lampu jalan yang memantul di dinding kaca hingga menyilaukan penglihatannya saat berada dalam gelapnya ruang kamar tersebut.Clara dengan sengaja tak menyalakan lampu, karena menunggu kehadiran Dave dan menjelaskannya langsung. Clara tak ingin Dave melihat air matanya nanti saat berusaha menjelaskan semua. Ia hanya berharap pria itu mengerti dan tidak meninggalkannya, seperti yang ditakutkannya selama ini.Pintu kamarnya terbuka. Ia tahu Dave telah datang. Aroma parfum yang sama tercium dan tak pernah hilang dari ingatannya saat mendekap pria itu."I'mhere
Keheningan malam di ruang kamar apartemen Clara semakin terasa merasuk ke jiwa, sunyi meniupkan angin yang melintas melewati jendela kaca, menerpa kulit mereka dan merasakan dingin menghampiri keduanya. Dave semakin mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Clara yang kian masuk dalam dekapan pria itu. Saling menguatkan dan melepaskan kesedihan yang telah berlalu.Getaran di tubuh Clara perlahan mereda, tangisnya kini hanya menyisakan isakan yang mereda. Dave melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi wanitanya dan mengusap sisa air bening di ujung mata. Dave menunjukkan seulas senyum. Ia ingin memberi tahu, semua akan baik-baik saja dan mengikhlaskan yang telah berlalu.Jemari Dave mengusap surai coklat bergelombang milik Clara, mencium kening cantik itu begitu dalam. Menunjukkan betapa ia sangat menyayangi wanitanya, dan turut sedih melihat penderitaan yang teramat berat selama ini."Kau sudah merasa lega?" tanya Dave.Clara mengangguk dan berusaha me
Matheus tersenyum sambil menatap ponselnya, ia tahu tugasnya sudah selesai karena telah menyatukan kembali Clara dengan Dave, walau dirinya juga paham jika mereka tak semudah itu untuk kembali akur seperti dulu.Mengingat bagaimana keduanya terlihat sama-sama keras kepala dan sering bertengkar hanya untuk hal kecil. Matheus hanya menggelengkan kepalanya jika ia mengingat masa itu. Di saat ia masih begitu bodoh karena dimanfaatkan oleh ibu kandungnya hanya untuk kepentingan wanita yang nyatanya seorang kakak dari ibu yang berbeda.Dimanfaatkan dan diperalat oleh ibunya sendiri demi sebuah harta warisan adalah kesalahan terbesarnya. Ia tersadar ketika ibunya menuntut lebih dan bertindak dil uar batas perikemanusiaan.Matheus meminta berhenti dan ia cukup depresi saat menyadari kejahatannya. Ia cukup beruntung kala tersadar dan terpuruk. Seorang Maggie mau menemani dan membantunya kembali pulih, lalu melepaskan semua usaha bisnis yang dibangun kemudian diruntuhkan
"Kalau begitu... maaf, Cla. Aku tak bisa," ucap Dave.Seketika Clara tercengang dengan kalimat Dave yang di luar ekspektasinya. Setelah melihat kedekatan Dave dengan Anggie dua hari yang lalu, ia mengira pria itu akan membuka diri untuk anak perempuannya.Itulah Clara menjelaskan semuanya dan meminta Dave untuk mengerti. Walau ia tahu dirinya akan terlihat begitu egois dengan meminta banyak hal."Be..begitukah?" tanya Clara. Pandangan matanya bergerak gelisah ke kiri dan kanan.Clara tak tahu harus bagaimana merespon ucapan Dave. Hatinya terasa mencelos begitu saja, seperti baru saja mendapat penolakan secara tidak langsung. Kini matanya berkedip gelisah, berusaha menahan panas di pelupuk mata."Ba-baiklah. Kalau begitu aku akan segera kembali dan—""—Aku tak bisa bersaing dengan bocah perempuan semanis Anggie, Cla. Menurutmu apa aku tega membagi kasih sayang seorang ibu dengannya, hanya untuk kepentingan hidupku?" tanya Dave.
Matahari semakin tinggi dan teriknya kian memanas menyilaukan pandangan mata. Dave dan Clara harus memakai kaca mata hitam saat keluar dari mobilsportuntuk memasuki sebuah restoran Italia.Dave meraih pinggang Clara dan memasuki restoran dekat apartemennya di Avalon Clinton ke tempat makan di Carmine's Italian Restaurant yang dekat dengan museum Madame Tussauds dan berseberangan dengan Times Square.Setelah membawa Clara untuk mengisi perut, Dave berniat mengajak wanitanya pergi ke Times Square untuk berbelanja beberapa kebutuhan Clara selama bersamanya di Manhattan.Namun kini Dave yakin perut Clara begitu kosong karena ia menghabisi wanita itu hingga lelah tak berujung. Bahkan Clara sempat memilih memakan makanan delivery, sayangnya Dave tak mengindahkannya.Dave tidak ingin menghabiskan waktu berdiam di apartemen, sementara Clara hanya sesaat untuk tinggal di Manhattan. Wanita itu akan kembali lagi ke Sydney
Clara memperhatikan Dave yang bersandar di atas ranjang, melihat pria itu begitu sibuk bergelut di depan laptopnya, dengan alis berkerut dan raut wajah serius tercetak jelas di wajah tampan pria itu."Apa pekerjaanmu serumit itu?" tanya Clara.Wanita itu duduk di samping Dave, memiringkan kepalanya menatap pria yang enggan menoleh padanya itu.Hei! Apa laptopnya kini lebih menarik dibandingkan Clara?Namun Clara tak mungkin cemburu dengan sebuah benda mati bukan? Lagi pula saat ini status Dave adalah seorang CEO. Sudah pasti akan banyak pekerjaan yang membutuhkan keputusannya, setelah beberapa hari ini ia sibuk mengurus masalah pribadinya.Sayangnya Clara tak sepenasaran itu untuk mencari tahu apa yang tengah dikerjakan Dave. Pria itu memintanya untuk beristirahat selama Dave melakukan pekerjaannya.Jadi Clara mencoba menghargai privasi Dave. Lagi pula ia percaya dengan apa yang dikerjakan Dave adalah untuk membangun masa depan cerah pria it
Clara memekik terkejut saat mendengar nama pria yang memperkenalkan dirinya dengan cara menyeramkan itu menerobos masuk melewatinya dengan mudah.Clara menoleh dengan tatapan menyelidik walau terdapat secuil rasa takut dari aura pria yang terasa telah membunuh banyak orang."Who are you?!"tukas Clara berusaha terlihat berani. Walau dalam hatinya merutuki Leonard yang pergi entah kemana.Bukannyamenjawab,pria itu melangkah menghampiri Clara dan berhenti di hadapannya."Apa kau tak mendengar perkenalanku tadi?Aku Bastian Fer—argh!"pekik pria bernama Bastian, memegangimiliknyayangterkena tendangan lutut Clara.Bastian hendak meraih tangan Clara tetapi wanita itu lebih dulu meraih tangannya dan menarik, menambahkan pukulan pada perutnya.Bastian me
Dave menapakkan kakinya di kediaman seorang petinggi mafia yang diduga sebagai bos Diego. Kedatangannya sudah diketahui orang itu hingga saat ia tiba di bandara, Dave sudah mendapat jemputan menggunakan helikopter dan berhenti tepat dihelipadrumah mafia tersebut. Seolah diperlakukan sebagai tamu spesial yang membuat Dave harus semakin waspada.Dave bersama Stein dan Frank diantarkan seorangbodyguarduntuk menemui pemimpin itu. Dengan menaiki sebuah lift agar tiba di atap tertinggi terbuka yang terdapat pria paruh baya sedang memberi makan peliharaannya di tempat terbuka. Terdapat beberapa unggas berbagai macam bentuk yang terlihat cukup besar dimasukan ke dalam kandang."Boss,Mr. Williams sudah di sini," ujarbodyguardberseragam hitam itu menyapa boss besarnya.Pria dengan setelan kemeja putih yang lengannya digulung menampilkan beberapa tato, dipadukan dengan rompi abu yang dan
Dave mendengar panggilan telepon yang tersambung pada Celine atau Shello, begitulah Frank dan Stein memanggil wanita itu dengan akrab. Setelah menunggu selama beberapa menit, kini ia harus menerima kenyataan dan benar akan pemikirannya.Pria yang membantu petinggi mafia dari Diego adalah Leonard Dowson yang tak lain adalah suami dari Shello. Dave sempat memaki dan menghujat Shello untuk mengembalikan Clara sesegera mungkin. Akan tetapi setelah mendengar penjelasan Shello yang mengatakan bahwa suaminya terpaksa melakukan itu karena putrinya yang juga menjadi sandera dan sebagai bayarannya, Leonard harus melakukan tiga kali penculikan.Tentu saja, Shello sudah menyusun rencana untuk menyelamatkan keduanya. Bahkan klan Dowson dan Wilfred serta klan Walz yang turut ikut membantu sudah siap menjalankan misi yang dipimpin oleh Shello dan ayahnya—Marshello.Dave hanya diminta untuk mempercayakan semua pada apa yang sudah diatur oleh wanita yang pan
Stein menutup panggilan Dave saat bos kecilnya mengatakan hal yang begitu mencurigakan. Tak biasanya Dave menghubunginya hanya untuk berpamitan dan memintanya untuk tidak mengganggu acaranya. Selama ini baik Stein atau pun Frank selalu profesional melakukan tugas memantau kedua putra Marvin Williams tanpa mengganggu kesibukan mereka."Oh,came on,boss. Kau membuang ponsel modifikasiku ke jalan?!" keluh Stein saat melihat dari layar laptopnya melalui kaca spion mobil Dave yang dipasangi kamera kecil lengkap dengan alat GPS dan penyadapnya.Sebelum mendapat telepon dari Dave. Stein sudah mengetahui bahwa bos kecilnya itu sedang berseteru di telepon. Membuat Stein mulai bersiaga dan bergegas menghubungi Frank untuk menjemputnya dan terbang ke Manhattan. Tentunya mereka memiliki izin menggunakan pesawat jet Williams Corp dalam keadaan mendesak seperti saat ini.Mereka bukan hanya pekerja yang mengurus pekerjaan kantor biasa. Semua itu hanyalah se
Dave menginjakan kaki di Metropolitan Correctional Center yakni pusat pertahanan para narapidana Manhattan, New York. Aura mengerikan terasa saat beberapa kawanan polisi yang sedang bertugas membekuk kriminal terlihat bagai pemandangan biasa yang terjadi disana.Kubikel-kubikel para petugas polisi dan detektif sibuk melakukan tugasnya masing-masing. Beberapa terlihat di satu ruangan berdinding kaca, sedang berdiskusi sambil memperhatikan lembaran-lembaran foto yang diduga Dave sebagaisuspectyang mereka curigai dalam sebuah kasus.Langkah Dave terhenti di depan pintu bertuliskan Chief Of Department, yang diantarkan seorang sersan dan dipersilakan masuk menghadap sang atasan, tentunya setelah meminta izin melalui intercom dengan laporan singkat.Dave mengangguk mengerti dan masuk lalu berjabat tangan sejenak, sampai pintu ruangan tertutup. Mereka mulai melakukan pembicaraan serius.Setengah jam berlalu setelah diskusi yang membuat banya
Wajah Dave kini terlihat memerah padam dengan remasan pada benda pipih di tangannya yang kini masih tertempel di telinganya. Rahangnya mengatup kuat dan aliran darahnya naik ke kepala hingga meluap seiring dengan ucapan dan kekehan menertawakan dirinya di ujung panggilan sana."Jangan pernah mengancamku karena kekuasaanmu yang berbau busuk! Katakan di mana Clara?! Atau aku tak akan segan untuk—""—Untuk apa,Dave?!Melaporkan perusahaanku untuk kedua kalinya?Heh!" Decihan terdengar mengejek.Sekali lagi, Dave memejamkan matanya menelan kembali ucapannya. Posisi ia saat ini tak menguntungkannya untuk meladeni seorang bajingan licik yang berani menculik Clara darinya."Kau tak akan berani menyentuhku lagi,jikaClaramu tak ingin disentuh.Kau tak akan mudah menemukannya,karena kau berurusan de
Setelah puas menyiksa suaminya, kini Clara bergegas ke toilet untuk merapikan dirinya. Bagaimana pun ia tetap terlihat kacau akibat ulahnya yang ingin menggoda Dave. Ia membuat sapuan lipstik merah menyalanya berantakan.Dan kini ... waktu yang telah cukup sore membuat gedung mulai sepi. Beberapa pekerja sudah pulang dan juga ada yang baru bersiap pulang. Sementara Bradley dan tim sukses beserta model seangkatan Clara yang menyiapkan perayaan kembalinya dirinya, sudah menuju restoran tempat mereka merayakan."Mousie sudah mendapat balasan, dia pasti kesulitan menidurkan'si littlemousie'," kekeh Clara.Wanita berkaki jenjang itu menuju baseman dan menekan kunci mobil hingga bunyi kunci pintu mobilnya terdengar. Clara masuk dan mulai menyalakan mobilnya. Tapi, sesaat ia terdiam sebelum sempat menjalankan mobilnya. Sampai yang terlihat dari kamera CCTV beberapa menit kemudian, mobil putih itu berjalan keluar dari area parkir.Da
Satu minggu kemudian proses audisi Clara telah selesai. Karena kemampuan dirinya yang profesional yang miliki aura sebagai seorang model sejati, membuatnya lolos kriteria di luar dari penilaian fisik yang sempurna.Tak dapat disangka bahwa kini Clara kembali ke gedung Mose Entertain dengan status sebagai model yang siap melakukan pemotretan pertama. Clara turun dari mobilnya, tanpa didampingi Dave.Clara sengaja tak ingin pergi bersama, sebagai profesional kerja. Ia sangat tak ingin dinilai istri CEO yang hanya menggunakan kuasa suaminya untuk menjadi terkenal.Walau sesungguhnya dirinya sendiri sudah dikenal. Namun, akan ada saja orang yang menilainya lain. Clara memiliki kesepakatan dengan Dave untuk menghindari berita tersebut."Huh! Ini hari pertamaku kembali. Semoga semuanya lancar!" gumam Clara menyemangati dirinya.Kaki jenjangnya melangkah memasuki lobi utama. Beberapa sapaan dari orang yang mengenal membuatnya merasa diterima kembali denga
Mose Entertain - 11.00 AMKedatangan Dave dan Clara setelah berlibur selama satu minggu lebih lama dari keluarga di pulau, membuat beberapa wartawan penasaran apa yang terjadi. Setelah Dave dikabarkan dekat dengan pengusaha dari Roma, kini malah kembali dengan Clara yang terlihat datang bersamaan ke gedung Mose Entertain.Bahkan kedatangan mereka berdua disambut antusias oleh pekerja di sana. Tentu saja semua itu ulah Bradley yang dibantu oleh Matheus dan Anna untuk hadir di ruangan Dave yang sudah disulap menjadi lebih meriah."Oh... kami tak sabar mendengar kabar gembira dari kalian. Mose kau sudah melakukannya berulang kali bukan? Pastinya akan membuahkan hasil," bisik Bradley yang masih bisa didengar oleh Clara.Wanita itu seketika menegang kaku, tak ada yang mengetahui kondisinya saat ini selain Dave dan Matheus. Bahkan Clara juga tak memberitahukan itu pada kedua orang tuanya, agar mereka tak mengkhawatirkan keadaannya.