—06—
Dave menghentikan mobilnya tepat di belakang mobil Clara. Ia keluar dari mobil sambil memakai kacamata hitam karena terik matahari tepat berada di atas kepalanya.
Otaknya terasa mendidih seperti hatinya saat ini. Ketika mendengar pengakuan omong kosong dari Clara yang berkeras bahwa wanita itu merasa telah bahagia tanpanya.
Terlihat Clara yang masuk ke rumah, membawa Anggie yang terus berceloteh menceritakan kegiatannya di sekolah. Sesekali bocah itu menyebut nama Dave yang begitu angkuh tak ingin bermain dengan teman lainnya.
Dave mengikuti dan memilih membiarkan Clara melakukan kegiatannya seperti biasa. Mengurus Anggie, dengan menyuruh bocah itu untuk mengganti pakaian. Sementara Clara hendak memasak makan siang mereka.
"Aku ingin bermain dengan teman perempuan ... tapi Dave dengan angkuhnya berkata, bahwa kami berisik. Dan dia ...."
"Okay, An. Simpan ceritamu untuk nanti. Sekarang, masuklah ke kamar dan ganti pakaianmu. Sementara Mom akan menyiapkan makan siang kita," ujar Clara. Menyela cerita Anggie, atau bocah itu tak akan berhenti sebelum selesai.
Anggie mengangguk patuh dengan cekatan melakukan tugas yang diberikan Clara. Wanita itu tersenyum bangga pada Anggie yang begitu pandai dan bisa mandiri.
Dave mengamati bocah bernama Anggie yang menaiki tangga menuju kamarnya. Lalu tatapannya beralih kepada Clara yang menatapnya.
"Duduklah di sana, aku akan buatkan kau minuman. Setelah itu, aku harus menyiapkan makan siang untuk kita."
Namun Dave bukan-lah Anggie yang dengan mudahnya akan menuruti perkataan Clara. Dave malah terkekeh saat Clara mengatakan dirinya akan memasakan makanan untuk Anggie.
"Apa aku tak salah dengar? Kau ... memasak?" tanya Dave seolah mengejek. Sambil terkekeh geli.
Clara memberikan tatapan sinis dan mengabaikan ejekan Dave. Ia memilih melangkah menuju dapur. Membiarkan Dave melihat sendiri apa yang sudah bisa ia lakukan.
Clara membuka mantelnya, dan mengikat asal rambutnya menjadi satu ikatan di tengah, lalu ia menggulung lengan bajunya dan mulai membuka kulkas untuk mengeluarkan bahan makanan yang ada.
Dave duduk di kursi tinggi dekat mini bar, memerhatikan Clara yang sungguh berbeda dari Clara yang dulu begitu manja. Kini wanita yang dicintainya itu sungguh terlihat keibuan dan begitu cekatan menggunakan pisau dan spatula untuk membuat makanan sederhana.
Clara melirik Dave yang sedikit tercengang menatapnya sedang mencincang bawang putih untuk menumis brokoli kesukaan Anggie.
"Kenapa kau hanya diam memerhatikanku? Kau tak percaya kini aku bisa melakukan semua hal yang dulu tak bisa kulakukan?" tanya Clara sambil menyombongkan kemampuannya saat ini.
Dave menatapnya sambil menyeringai. Turun dari kursi tinggi. Lalu melangkah menghampiri Clara yang terlihat sibuk dengan masakannya.
"Well ... kuakui kau sudah banyak berubah, Cla," kata Dave.
Ia melangkah semakin dekat menghampiri Clara yang terlihat hendak menghindar, tapi Dave menahan pergerakan wanitanya. Ia berdiri tepat di belakang Clara yang sedang mencuci brokoli untuk di rebus terlebih dahulu, sebelum menumisnya.
Dave meletakan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan Clara saat wanita itu berbalik. Dengan menyandarkan kedua telapak tangannya ke wastafel alumunium yang menjadi satu dengan kitchen set lainnya.
"Namun aku yakin, sesuatu yang ada di dalam sini ...." Dave menunjuk bagian tengah dada Clara dengan jari telunjuknya.
Menjeda ucapannya untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Clara. Memberikan tatapan intens sambil menurunkan tatapannya ke bibir seksi itu. Membiarkan wanita pendusta itu mencium aroma musk dan mint yang berpadu dari napas serta aroma tubuhnya.
Bibir Dave mendekat ke arah daun telinga Clara lalu berbisik, "Karena aku yakin, hanya ada diriku yang mampu mengisinya," desis Dave.
Meninggalkan sebuah kecupan lembut di tengkuk Clara setelah ia berhasil membuat wanita di hadapannya itu membeku dengan tingkahnya yang terlalu nekat dilakukan.
Namun sedetik kemudian Clara tersadar dan menjauhkan tubuh Dave menggunakan kedua tangannya. Sayangnya Dave begitu gigih untuk menggodanya.
"Jangan terlalu percaya diri, Dave! Aku bahkan telah melupakanmu. Jika tidak untuk apa aku menikah hingga memiliki anak," elak Clara.
Menatap Dave yang mendekatkan wajahnya, bahkan hidung mereka menempel dan napas keduanya saling menerpa wajah lawannya.
"Heh! Ucapan bisa membodohimu, Cla... tapi tidak dengan gestur tubuhmu!" tukas Dave.
Lalu mendaratkan sebuah ciuman ke bibir Clara, dan memagut bibir yang begitu ia rindukan ... menempelkannya dengan lembut lalu melumatnya secara perlahan seolah ia sedang merasai bibir manis yang dulu selalu memanggilnya. Membawa ciumannya semakin dalam dengan membiarkan lidahnya menyapukan bibir ranum Clara, lalu mencoba menerobos masuk untuk mengecap lebih dalam demi menyalurkan rasa rindu yang kian membuncah.
Dave menahan tubuh Clara, dengan memegang pinggang ramping itu dan membawanya menempel dengan tubuhnya.
Hah! Bibir ini ... Akhirnya, aku bisa merasainya lagi. Setelah empat tahun lamanya, my Cattie .... Dave membatin lirih.
Membuka matanya demi melihat wajah Clara yang ikut terlarut akan ciumannya.
Runtuh sudah, Cla ... Kau kalah! Kau memang menginginkan ini. Dan pagutannya terasa bergetar. Sama seperti dirinya... Aku juga merasakan getaran ini. Tubuhku seketika lemas, dan hampir terjatuh jika Dave tak menahan pinggangku. Clara membatin. Seolah menjawab ucapan hati Dave.
Bagaimana aku bisa berpaling darimu, sekalipun kebohongan sudah kukatakan. Jika hanya sebuah ciuman. Dengan mudahnya mampu meruntuhkan pertahananku.... Clara merutuki dirinya.
Kau ... Tak akan bisa berpaling dariku, Cla. Sekalipun kelakuanku dimedia menyakiti hatimu. Kau hanya tak tahu apa yang sebenarnya kulakukan dibalik semua itu, karenamu ... Lagi. Dave seolah membalas keluhan hati Clara.
Berbalut ciuman indah... Mereka terhanyut dalam decapan melalui pagutan yang bersatu saling membalas. Keduanya merasakan gelenyar yang aneh dari aliran darah yang naik ke atas kepala, seakan merespon gerakan bibir yang membuat jantung keduanya berdebar.
Hingga Clara tersadar saat mendengar langkah kaki yang mendekat ke arah dapur. Dengan akal sehat yang masih tersisa sedikit kesadaran ... Clara menarik diri, sehingga pagutan itu terlepas begitu saja.
"Berhenti menggoda Mommy-ku!" hardik suara Anggie.
Seketika Clara mendorong Dave hingga tersingkir dari hadapannya.
Bocah perempuan yang melihat aksi gila Dave itu melangkah sambil menghentakkan kakinya dengan wajah kesal karena melihat sang ibu diganggu oleh pria asing yang baginya begitu menyebalkan.
"Who are you?!" tukas Anggie.
Mendongakkan kepalanya menatap Dave nyalang, dan dengan berani menantang Dave yang terlihat mengerutkan keningnya. Lalu Dave berjongkok untuk menyamakan posisi tubuhnya dengan Anggie.
"Apa dia sungguh Ibumu?" tanya Dave.
Anggie mengangguk walau keningnya mengkerut keheranan.
"Well, kita belum berkenalan dengan benar. Aku Da—hm ... Aku Mose Williams. Panggil saja Mose," ujar Dave.
Mengingat bocah itu menggerutu tentang bocah laki-laki bernama Dave—teman sekolahnya yang menyebalkan. Dave tak ingin disama-samakan dengan bocah kecil itu.
"Siapa namamu?" tanya Dave.
"Aku Marshella Anggie Wesley," jawab Anggie.
Wesley? batin Dave bertanya.
Ia menoleh kepada Clara dengan kening berkerut. Namun Clara berbalik demi menghindari tatapan tanya dari Dave.
"Nama yang bagus," ujar Dave tersenyum tampan. Lalu ia berdiri, "ayo ... kita duduk di sini memerhatikan ibumu memasak sesuatu untuk kita makan bersama."
Dave mengangkat tubuh mungil Anggie untuk duduk di bangku mini bar bersamanya dan duduk di samping bocah tersebut. Membiarkan Clara melanjutkan kegiatan yang sempat diganggunya melalui ciuman lembut yang begitu menggetarkan hatinya.
Tangan Clara bahkan masih bergetar akibat efek dari pagutan yang diberikan Dave. Sangat membuatnya terganggu karena masih merasakan panas di bibir manisnya.
Clara tersenyum mendapati Dave yang mulai bertanya kepada Anggie. Berharap bocah itu tak mengatakan hal yang membuat Dave semakin curiga. Clara yang terbagi fokus mendengarkan celotehan Anggie bersama Dave, tak bisa konsentrasi dan mengangkat panci yang masih panas tanpa menggunakan sarung tangan.
"Ah!" pekik Clara, lalu meringis meniup telapak tangannya.
Sontak hal tersebut membuat Dave secara spontan meraih kedua tangan Clara dan meniupinya dengan perlahan. Clara memerhatikan tatapan panik yang terpancar dari netra mata abu milik Dave.
"Hati-hati ... obati tanganmu dengan krim luka bakar. Aku akan melanjutkan sisanya," ujar Dave.
Clara sedikit bergeming namun sekejap kemudian dia mengangguk. "Thanks," ujar Clara.
Lalu hendak melangkah mengambil kotak obat untuk mengambil krim yang dikatakan Dave.
"Ada bayarannya, Cla." Dave mulai melanjutkan masakan Clara. Dengan senyum mencurigakan tanpa menoleh sedikitpun kepada Clara yang menatapnya sinis.
"Mom, are you okay?" tanya Anggie dengan raut wajah khawatir.
"I'm okay, An. Thank you," jawab Clara dengan senyum menenangkan.
Lalu ia mengobati luka di telapak tangannya, dan bergabung dengan Anggie. Memerhatikan Dave melanjutkan masakannya yang terhenti.
"Mom ... apa Mose sungguh bisa masak?" tanya Anggie dengan polosnya.
Dave melirik ke arah dua wanita tersebut. Tatapannya bertemu dengan Clara yang juga meliriknya sambil terkekeh.
"Hm ... Mom tak yakin. Tapi semoga masakannya enak," jawab Clara.
Keduanya terkekeh geli dan menjadi pemandangan indah bagi Dave yang sudah menuangkan masakannya ke dalam piring.
***
Anggie hendak memasukan sepotong brokoli yang diambil dari atas piringnya.
"Hati-hati, An. Masih panas," ujar Dave memperingati.
Anggie mengangguk dan meniup-niupkan brokolinya terlebih dulu sebelum memasukan ke mulutnya.
"Good girl," puji Dave sambil mengusap-usap rambut bocah tersebut.
Clara tersenyum menatap kehangatan dari sikap Dave kepada Anggie. Sungguh ia bersyukur untuk itu. Tidak seperti pemikirannya selama ini, bahwa Dave akan membenci anak tersebut karena membuatnya berpisah dengan Clara.
Diluar ekspetasinya selama ini, Dave seolah menerima kehadiran Anggie dikehidupannya saat ini, walau ia belum menjelaskan apapun; siapa Anggie dan bagaimana bisa ia mengingkari janji dan malah membual tentang kehidupannya saat ini.
Clara berpikir selama ini, Dave akan marah dan meninggalkannya langsung tanpa mau mendengar penjelasan sama sekali saat melihat Anggie bersamanya.
Namun Pria itu malah penasaran dan dengan sikap dewasa yang dimiliki Dave sejak dulu. Pria itu rela menunggu dirinya sampai siap menjelaskan semuanya, walau kebohongannya tetap akan terungkap.
Dan mengingat kebohongan itu, ia harus mengabari ayah Anggie untuk membantunya kali ini. Ia rela memohon agar pria menyebalkan itu mau membantunya untuk membuat Dave percaya.
Clara mencoba mengirimkan pesan kepada ayah Anggie, agar bisa diajak kerjasama untuk membohongi Dave.
To : Anggie's Dad
[Dave menemukanku ... bantu aku untuk mengatakan bahwa Anggie anak kita. Dia sudah di rumah.]
Clara mendongak dan terkejut saat Dave menatapnya menyelidik, Clara menyembunyikan ponselnya kembali ke saku celananya dan berdeham, lalu meminum air bening dari gelas miliknya.
"Mom tak makan?" tanya Anggie.
"Hm ... Mom masih kenyang. Kau saja sayang," jawab Clara lalu tersenyum sambil mengusap pipi Anggie yang menyembul penuh dengan brokoli.
"Hati-hati sayang, nanti kau tersedak," tutur Clara menimpali.
Lalu dia kembali menatap Dave yang menatap kagum padanya, tatapan itu masih sama seperti waktu yang lalu. Tatapan teduh yang menyejukkan hatinya setiap kali masalah datang kedalam hidupnya. Seketika rasa hangat menjalar hingga ke hatinya.
"Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Dave memahami tatapan kagum Clara kepadanya.
Seketika Clara tersentak, dia salah tingkah dan disaat yang sama, ponselnya berdering seolah menyelamatkannya dari pertanyaan Dave.
"A-aku akan menjawab teleponku," pamit Clara.
Melangkah ke halaman belakang rumahnya. Lalu menutup pintu kaca yang membatasi ruang makan dan halaman belakang rumah tersebut.
Sementara Dave kembali menatap Anggie yang hampir selesai menghabiskan makanannya, lalu bocah itu menenggak minuman dan mengucap syukur atas makanannya siang itu.
"Kau sudah kenyang?" tanya Dave.
Anggie mengangguk. "Apa kau sungguh teman Mom?" tanya Anggie.
Dave mengangguk pasrah sebelum semuanya jelas. Dia tak ingin membuat anak seusia Anggie harus ikut terseret memikirkan masalahnya dengan Clara.
"Iya ... Bukankah tadi kau sudah bertanya," kata Dave.
Anggie menoleh ke arah ibunya, lalu menunduk sambil bergumam. "Kau terlihat dekat dengan Mom, sementara Mom begitu menjaga jarak dengan Dad. Kau bahkan memeluk ibuku saat baru tiba, lalu tadi ..., kau menciumnya," cicit Anggie.
Terdengar takut jika ia salah bicara.
"Kau melihatnya?" tanya Dave mengernyit.
Anggie mengangguk dengan perlahan. "Sedikit, ketika Mom mendorongmu," ujar Anggie.
"Aku tak pernah melihat Mom dan Dad saling mengecup dan memeluk seperti yang dilakukan orang tua lain pada umumnya. Mom bahkan memilih tidur denganku, dibandingkan dengan Dad," ungkap Anggie berceloteh.
Membuat kerutan di kening Dave semakin dalam, sambil melirik Clara yang terlihat sedang berargumen dengan seseorang yang meneleponnya.
"Benarkah begitu?" tanya Dave.
Anggie kembali mengangguk dengan ragu. Wajahnya terlihat murung sambil menatap Clara yang mencoba tersenyum kepadanya.
"Aku ... takut. Grandma mengatakan, aku bukan anak Mom. Tapi, kata Mom dan Grandpa serta Grandma yang berada di Manhattan ... Aku anak Mom dan Dad," ungkap Anggie.
Terlihat gurat kesedihan di wajah polosnya yang murung, mengingat ucapan sang nenek.
Nenek mana yang dengan teganya mengatakan hal menyedihkan seperti itu kepada bocah seusia Anggie. Dampaknya membuat anak itu memikirkan hal yang tidak seharusnya menjadi beban pikiran bocah tersebut.
"Siapa nama Grandma yang mengatakan kau bukan anak ibumu?" tanya Dave semakin penasaran.
"Grandma Victoria," jawab Anggie.
"Victoria?" gumam Dave semakin dalam kerutan di keningnya.
Tatapannya langsung terarah kepada Clara yang masih mondar-mandir sambil memijat kepalanya. Dave menggeleng tak percaya... dia kembali menatap Anggie yang terus menatap Clara.
Ini tak mungkin, apa Victoria yang dimaksud Anggie adalah ibuku? Dan kalau tidak salah dia juga ibu dari ... No! Jangan sampai pemikiranku benar! Dave mengelak dalam hatinya, jika yang dikatakan Anggie benar, dan dugaannya benar. Semuanya sungguh mustahil.
**
—07—Clara masuk kembali ke rumah, setelah selesai menjawab panggilan yang membuatnya naik darah.Terlihat dari wajahnya yang memerah dan hilangnya senyuman di wajah yang masih terlihat cantik.Clara bergabung bersama Dave dan Anggie yang kompak memerhatikan wanita itu. Clara duduk dan langsung mengambil makanan ke atas piring kosong. Lalu melahapnya dengan segera seperti orang kelaparan.Padahal sebelumnya ia berkata kepada Anggie bawah dia masih kenyang. Dave dan Anggie melongo melihat Clara begitu lahap menyuapkan nasi berkali-kali ke dalam mulutnya, lalu mengunyahnya dalam jumlah banyak hingga kedua pipinya menggelembung menjadi chuby."Apa masakanku seenak itu?" tanya Dave.Seketika Clara baru teringat bahwa makanan yang ia lahap sedemikian rakusnya adalah masakan Dave. Ia hanya sedang kesal dan meluapkannya begitu saja tanpa tahu dirinya sudah menjadi pusat perhatian kedua
-08-"Matheus Arthur Wesley! Berhenti bicara dan jangan campuri urusanku!" hardik Clara.________Lagi-lagi menghentikan ucapan Matheus. Bersamaan dengan itu Clara berbalik, menatapnya dengan sorot mata tajam, begitu juga Dave yang berada tepat di belakang Clara berjarak beberapa langkah sambil mengerutkan keningnya dalam."What happened, Cla? Kenapa kau menghentikan ucapannya?!" tanya Dave.Membuat Clara menoleh dan menatapnya sinis. Tatapan yang diterima dan dibalas oleh Dave tak kalah sinis.Dave melangkah mendekati Clara, tanpa berniat menghilangkan sorot tajam dari manik abunya."Apa yang hendak kau sangkal, Cla? Kenyataan bahwa kalian adalah adik kakak? dan tak dapat terelakkan bahwa darah yang ada di dalam tubuh kalian yakni dari gen yang sama, sebagai keturunan Wesley?!" sergah Dave.Semakin m
—09—Dave terdiam di dalam mobil yang masih diparkirkan di depan rumah Clara, ia memandangi lembaran kertas laminating putih yang bergambar sesosok wanita yang dicintainya. Gambar yang menunjukkan kegiatan Clara setelah perpisahan terjadi antara dirinya dan wanita yang dicintainya.Dave mengusap lembaran demi lembaran dengan perlahan dan membalik lembaran itu satu persatu, seperti sedang membaca agenda perjalanan wanitanya selama berpisah dengannya.Terdapat sebuah tulisan tangan Maggie yang menjelaskan sedang apa Clara di dalam foto tersebut. Dave terkekeh saat cerita yang dijabarkan dalam tulisan itu mengandung unsur keluguan seorang Clara."Kau memang tetap lugu, Cla... sekalipun kini kau berubah menjadi lebih dewasa. Apa tak sedikitpun kau merindukanku? Kau tak adil... kau tahu keberadaanku, namun tidak denganku. Dan yang lebih parahnya, kau bahkan tak pernah mendatangiku," lirih Dave dala
Clara menginjakan kaki di tempat semula ia memulai segala sesuatunya di kota Manhattan. Terletak di pusat kota yang penuh dengan hiruk pikuk germerlapnya dunia malam. Gedung pencakar langit yang menjulang tinggi begitu angkuh menghiasi kota pada malam di mana kini dirinya telah tiba di apartemen.Tepatnya di dalam kamar yang menghadap langsung keluar, menampilkan cahaya terang dari lampu jalan yang memantul di dinding kaca hingga menyilaukan penglihatannya saat berada dalam gelapnya ruang kamar tersebut.Clara dengan sengaja tak menyalakan lampu, karena menunggu kehadiran Dave dan menjelaskannya langsung. Clara tak ingin Dave melihat air matanya nanti saat berusaha menjelaskan semua. Ia hanya berharap pria itu mengerti dan tidak meninggalkannya, seperti yang ditakutkannya selama ini.Pintu kamarnya terbuka. Ia tahu Dave telah datang. Aroma parfum yang sama tercium dan tak pernah hilang dari ingatannya saat mendekap pria itu."I'mhere
Keheningan malam di ruang kamar apartemen Clara semakin terasa merasuk ke jiwa, sunyi meniupkan angin yang melintas melewati jendela kaca, menerpa kulit mereka dan merasakan dingin menghampiri keduanya. Dave semakin mengeratkan pelukannya, begitu juga dengan Clara yang kian masuk dalam dekapan pria itu. Saling menguatkan dan melepaskan kesedihan yang telah berlalu.Getaran di tubuh Clara perlahan mereda, tangisnya kini hanya menyisakan isakan yang mereda. Dave melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi wanitanya dan mengusap sisa air bening di ujung mata. Dave menunjukkan seulas senyum. Ia ingin memberi tahu, semua akan baik-baik saja dan mengikhlaskan yang telah berlalu.Jemari Dave mengusap surai coklat bergelombang milik Clara, mencium kening cantik itu begitu dalam. Menunjukkan betapa ia sangat menyayangi wanitanya, dan turut sedih melihat penderitaan yang teramat berat selama ini."Kau sudah merasa lega?" tanya Dave.Clara mengangguk dan berusaha me
Matheus tersenyum sambil menatap ponselnya, ia tahu tugasnya sudah selesai karena telah menyatukan kembali Clara dengan Dave, walau dirinya juga paham jika mereka tak semudah itu untuk kembali akur seperti dulu.Mengingat bagaimana keduanya terlihat sama-sama keras kepala dan sering bertengkar hanya untuk hal kecil. Matheus hanya menggelengkan kepalanya jika ia mengingat masa itu. Di saat ia masih begitu bodoh karena dimanfaatkan oleh ibu kandungnya hanya untuk kepentingan wanita yang nyatanya seorang kakak dari ibu yang berbeda.Dimanfaatkan dan diperalat oleh ibunya sendiri demi sebuah harta warisan adalah kesalahan terbesarnya. Ia tersadar ketika ibunya menuntut lebih dan bertindak dil uar batas perikemanusiaan.Matheus meminta berhenti dan ia cukup depresi saat menyadari kejahatannya. Ia cukup beruntung kala tersadar dan terpuruk. Seorang Maggie mau menemani dan membantunya kembali pulih, lalu melepaskan semua usaha bisnis yang dibangun kemudian diruntuhkan
"Kalau begitu... maaf, Cla. Aku tak bisa," ucap Dave.Seketika Clara tercengang dengan kalimat Dave yang di luar ekspektasinya. Setelah melihat kedekatan Dave dengan Anggie dua hari yang lalu, ia mengira pria itu akan membuka diri untuk anak perempuannya.Itulah Clara menjelaskan semuanya dan meminta Dave untuk mengerti. Walau ia tahu dirinya akan terlihat begitu egois dengan meminta banyak hal."Be..begitukah?" tanya Clara. Pandangan matanya bergerak gelisah ke kiri dan kanan.Clara tak tahu harus bagaimana merespon ucapan Dave. Hatinya terasa mencelos begitu saja, seperti baru saja mendapat penolakan secara tidak langsung. Kini matanya berkedip gelisah, berusaha menahan panas di pelupuk mata."Ba-baiklah. Kalau begitu aku akan segera kembali dan—""—Aku tak bisa bersaing dengan bocah perempuan semanis Anggie, Cla. Menurutmu apa aku tega membagi kasih sayang seorang ibu dengannya, hanya untuk kepentingan hidupku?" tanya Dave.
Matahari semakin tinggi dan teriknya kian memanas menyilaukan pandangan mata. Dave dan Clara harus memakai kaca mata hitam saat keluar dari mobilsportuntuk memasuki sebuah restoran Italia.Dave meraih pinggang Clara dan memasuki restoran dekat apartemennya di Avalon Clinton ke tempat makan di Carmine's Italian Restaurant yang dekat dengan museum Madame Tussauds dan berseberangan dengan Times Square.Setelah membawa Clara untuk mengisi perut, Dave berniat mengajak wanitanya pergi ke Times Square untuk berbelanja beberapa kebutuhan Clara selama bersamanya di Manhattan.Namun kini Dave yakin perut Clara begitu kosong karena ia menghabisi wanita itu hingga lelah tak berujung. Bahkan Clara sempat memilih memakan makanan delivery, sayangnya Dave tak mengindahkannya.Dave tidak ingin menghabiskan waktu berdiam di apartemen, sementara Clara hanya sesaat untuk tinggal di Manhattan. Wanita itu akan kembali lagi ke Sydney
Clara memekik terkejut saat mendengar nama pria yang memperkenalkan dirinya dengan cara menyeramkan itu menerobos masuk melewatinya dengan mudah.Clara menoleh dengan tatapan menyelidik walau terdapat secuil rasa takut dari aura pria yang terasa telah membunuh banyak orang."Who are you?!"tukas Clara berusaha terlihat berani. Walau dalam hatinya merutuki Leonard yang pergi entah kemana.Bukannyamenjawab,pria itu melangkah menghampiri Clara dan berhenti di hadapannya."Apa kau tak mendengar perkenalanku tadi?Aku Bastian Fer—argh!"pekik pria bernama Bastian, memegangimiliknyayangterkena tendangan lutut Clara.Bastian hendak meraih tangan Clara tetapi wanita itu lebih dulu meraih tangannya dan menarik, menambahkan pukulan pada perutnya.Bastian me
Dave menapakkan kakinya di kediaman seorang petinggi mafia yang diduga sebagai bos Diego. Kedatangannya sudah diketahui orang itu hingga saat ia tiba di bandara, Dave sudah mendapat jemputan menggunakan helikopter dan berhenti tepat dihelipadrumah mafia tersebut. Seolah diperlakukan sebagai tamu spesial yang membuat Dave harus semakin waspada.Dave bersama Stein dan Frank diantarkan seorangbodyguarduntuk menemui pemimpin itu. Dengan menaiki sebuah lift agar tiba di atap tertinggi terbuka yang terdapat pria paruh baya sedang memberi makan peliharaannya di tempat terbuka. Terdapat beberapa unggas berbagai macam bentuk yang terlihat cukup besar dimasukan ke dalam kandang."Boss,Mr. Williams sudah di sini," ujarbodyguardberseragam hitam itu menyapa boss besarnya.Pria dengan setelan kemeja putih yang lengannya digulung menampilkan beberapa tato, dipadukan dengan rompi abu yang dan
Dave mendengar panggilan telepon yang tersambung pada Celine atau Shello, begitulah Frank dan Stein memanggil wanita itu dengan akrab. Setelah menunggu selama beberapa menit, kini ia harus menerima kenyataan dan benar akan pemikirannya.Pria yang membantu petinggi mafia dari Diego adalah Leonard Dowson yang tak lain adalah suami dari Shello. Dave sempat memaki dan menghujat Shello untuk mengembalikan Clara sesegera mungkin. Akan tetapi setelah mendengar penjelasan Shello yang mengatakan bahwa suaminya terpaksa melakukan itu karena putrinya yang juga menjadi sandera dan sebagai bayarannya, Leonard harus melakukan tiga kali penculikan.Tentu saja, Shello sudah menyusun rencana untuk menyelamatkan keduanya. Bahkan klan Dowson dan Wilfred serta klan Walz yang turut ikut membantu sudah siap menjalankan misi yang dipimpin oleh Shello dan ayahnya—Marshello.Dave hanya diminta untuk mempercayakan semua pada apa yang sudah diatur oleh wanita yang pan
Stein menutup panggilan Dave saat bos kecilnya mengatakan hal yang begitu mencurigakan. Tak biasanya Dave menghubunginya hanya untuk berpamitan dan memintanya untuk tidak mengganggu acaranya. Selama ini baik Stein atau pun Frank selalu profesional melakukan tugas memantau kedua putra Marvin Williams tanpa mengganggu kesibukan mereka."Oh,came on,boss. Kau membuang ponsel modifikasiku ke jalan?!" keluh Stein saat melihat dari layar laptopnya melalui kaca spion mobil Dave yang dipasangi kamera kecil lengkap dengan alat GPS dan penyadapnya.Sebelum mendapat telepon dari Dave. Stein sudah mengetahui bahwa bos kecilnya itu sedang berseteru di telepon. Membuat Stein mulai bersiaga dan bergegas menghubungi Frank untuk menjemputnya dan terbang ke Manhattan. Tentunya mereka memiliki izin menggunakan pesawat jet Williams Corp dalam keadaan mendesak seperti saat ini.Mereka bukan hanya pekerja yang mengurus pekerjaan kantor biasa. Semua itu hanyalah se
Dave menginjakan kaki di Metropolitan Correctional Center yakni pusat pertahanan para narapidana Manhattan, New York. Aura mengerikan terasa saat beberapa kawanan polisi yang sedang bertugas membekuk kriminal terlihat bagai pemandangan biasa yang terjadi disana.Kubikel-kubikel para petugas polisi dan detektif sibuk melakukan tugasnya masing-masing. Beberapa terlihat di satu ruangan berdinding kaca, sedang berdiskusi sambil memperhatikan lembaran-lembaran foto yang diduga Dave sebagaisuspectyang mereka curigai dalam sebuah kasus.Langkah Dave terhenti di depan pintu bertuliskan Chief Of Department, yang diantarkan seorang sersan dan dipersilakan masuk menghadap sang atasan, tentunya setelah meminta izin melalui intercom dengan laporan singkat.Dave mengangguk mengerti dan masuk lalu berjabat tangan sejenak, sampai pintu ruangan tertutup. Mereka mulai melakukan pembicaraan serius.Setengah jam berlalu setelah diskusi yang membuat banya
Wajah Dave kini terlihat memerah padam dengan remasan pada benda pipih di tangannya yang kini masih tertempel di telinganya. Rahangnya mengatup kuat dan aliran darahnya naik ke kepala hingga meluap seiring dengan ucapan dan kekehan menertawakan dirinya di ujung panggilan sana."Jangan pernah mengancamku karena kekuasaanmu yang berbau busuk! Katakan di mana Clara?! Atau aku tak akan segan untuk—""—Untuk apa,Dave?!Melaporkan perusahaanku untuk kedua kalinya?Heh!" Decihan terdengar mengejek.Sekali lagi, Dave memejamkan matanya menelan kembali ucapannya. Posisi ia saat ini tak menguntungkannya untuk meladeni seorang bajingan licik yang berani menculik Clara darinya."Kau tak akan berani menyentuhku lagi,jikaClaramu tak ingin disentuh.Kau tak akan mudah menemukannya,karena kau berurusan de
Setelah puas menyiksa suaminya, kini Clara bergegas ke toilet untuk merapikan dirinya. Bagaimana pun ia tetap terlihat kacau akibat ulahnya yang ingin menggoda Dave. Ia membuat sapuan lipstik merah menyalanya berantakan.Dan kini ... waktu yang telah cukup sore membuat gedung mulai sepi. Beberapa pekerja sudah pulang dan juga ada yang baru bersiap pulang. Sementara Bradley dan tim sukses beserta model seangkatan Clara yang menyiapkan perayaan kembalinya dirinya, sudah menuju restoran tempat mereka merayakan."Mousie sudah mendapat balasan, dia pasti kesulitan menidurkan'si littlemousie'," kekeh Clara.Wanita berkaki jenjang itu menuju baseman dan menekan kunci mobil hingga bunyi kunci pintu mobilnya terdengar. Clara masuk dan mulai menyalakan mobilnya. Tapi, sesaat ia terdiam sebelum sempat menjalankan mobilnya. Sampai yang terlihat dari kamera CCTV beberapa menit kemudian, mobil putih itu berjalan keluar dari area parkir.Da
Satu minggu kemudian proses audisi Clara telah selesai. Karena kemampuan dirinya yang profesional yang miliki aura sebagai seorang model sejati, membuatnya lolos kriteria di luar dari penilaian fisik yang sempurna.Tak dapat disangka bahwa kini Clara kembali ke gedung Mose Entertain dengan status sebagai model yang siap melakukan pemotretan pertama. Clara turun dari mobilnya, tanpa didampingi Dave.Clara sengaja tak ingin pergi bersama, sebagai profesional kerja. Ia sangat tak ingin dinilai istri CEO yang hanya menggunakan kuasa suaminya untuk menjadi terkenal.Walau sesungguhnya dirinya sendiri sudah dikenal. Namun, akan ada saja orang yang menilainya lain. Clara memiliki kesepakatan dengan Dave untuk menghindari berita tersebut."Huh! Ini hari pertamaku kembali. Semoga semuanya lancar!" gumam Clara menyemangati dirinya.Kaki jenjangnya melangkah memasuki lobi utama. Beberapa sapaan dari orang yang mengenal membuatnya merasa diterima kembali denga
Mose Entertain - 11.00 AMKedatangan Dave dan Clara setelah berlibur selama satu minggu lebih lama dari keluarga di pulau, membuat beberapa wartawan penasaran apa yang terjadi. Setelah Dave dikabarkan dekat dengan pengusaha dari Roma, kini malah kembali dengan Clara yang terlihat datang bersamaan ke gedung Mose Entertain.Bahkan kedatangan mereka berdua disambut antusias oleh pekerja di sana. Tentu saja semua itu ulah Bradley yang dibantu oleh Matheus dan Anna untuk hadir di ruangan Dave yang sudah disulap menjadi lebih meriah."Oh... kami tak sabar mendengar kabar gembira dari kalian. Mose kau sudah melakukannya berulang kali bukan? Pastinya akan membuahkan hasil," bisik Bradley yang masih bisa didengar oleh Clara.Wanita itu seketika menegang kaku, tak ada yang mengetahui kondisinya saat ini selain Dave dan Matheus. Bahkan Clara juga tak memberitahukan itu pada kedua orang tuanya, agar mereka tak mengkhawatirkan keadaannya.