Aku keluar dari kamar setelah selesai membersihkan diri dan memakai baju santai seperti biasa. Aku berjalan ke arah dapur setelah mencium wangi makanan di dalam sana. Seperti biasa, terlihat Ethan yang sedang memasak. Ethan tersenyum saat melihatku berada di ambang pintu. Namun, pakain Ethan yang sekarang dikenakannya sedikit berbeda. Biasanya, Ethan akan memakai baju setelan kantoran, tetapi sekarang Ethan memakai baju biasa. Padahal hari ini bukanlah hari minggu.
“Ethan, apakah kau tidak akan berangkat kerja?” tanyaku sambil didik di salah satu kursi kosong menunggu masakan matang.
“Ah, ini … aku tidak akan bekerja hari ini,” jawab Ethan sambil kembali melakukan aktivitasnya tanpa melihat ke arahku.
“Kenapa? Apa yang akan kau lakukan?” tanyaku lagi yang merasa penasaran. Karena tidak biasanya Ethan seperti ini.
“Apa yang akan aku lakukan?” tanya balik Ethan membeo ucapanku. “Coba kau tebak!&rd
“Hei, kata siapa aku gila kerja? Selama ini aku bekerja sewajarnya saja. Aku sudah merasa lelah, dan membutuhkan liburan. Aku berniat untuk membawamu pergi.”“Oh, ya? Kau akan pergi kemana?” tanyaku yang detik berikutnya kembali melahap makanan yang selalu lezat di lidahku.“Ke pantai, kau pasti mau ikut,” jawab Ethan.“Pantai?” tanyaku sambil melihat ke arah Ethan dengan suara yang begitu antusias.Ethan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lagi saat melihatku yang terlihat antusias. Namun, aku yang merasa gengsi untuk mengakui rasa senang itu langsung merubah ekspresiku lagi. Aku mengalihkan pandanganku sambil menundukkan kepalaku.“Pantai, ya?” Aku menur
Beberapa menit kemudian, Ethan keluar dari kamar sambil membawa koper milikku. Ethan benar-benar membereskan pakaianku, tapi apa saja yang ia bawa. Jangan bilang … Ethan juga membawa pakaian dalamku? Dengan begitu, Ethan baru saja menyentuhnya, bukan? Ah, tidak! Pakaian dalamku ternoda karena sentuhan tangan Ethan yang mungkin saja nakal saat di dalam kamar.“Apa kau sedang memikirkan sesuatu, Kiran?" tanya Ethan yang berhasil membuatku menoleh ke arahnya.Aku langsung menggelengkan kepala kau dengan cepat. Bisa-bisanya Ethan tahu aku sedang memikirkan tangannya yang bisa saja memang nakal. “Tidak! aku sedang tidak memikirkan apa pun!” ucapku berbohong.“Baguslah, kalau begitu. Karena tatapanmu barusan, membuatku tau apa yang sedang kau pikirkan,” timpal Ethan sambil terkekeh.“Apa?!" Aku terpekik sambil membulatkan kedua bola mataku.Mana mungkin Ethan bisa membaca pikiranku. Aku yakin, jika ia baru saja
Ethan menoleh ke arahku. Detik berikutnya, ia terdiam melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuatku kembali melihat pakaian yang aku kenakan."Wow …," ucap Ethan dengan suara yang bergumam, tetapi aku masih bisa mendengar suaranya dengan jelas."Kenapa? Apa kau terpesona, Ethan?" tanyaku sambil memakai kacamata hitam yang sejak tadi aku pegang. Aku tersenyum penuh, membuat Ethan langsung mengalihkan pandangannya. Aku pikir Ethan merasa malu karena ketahuan melihatku seperti itu. Ya, Ethan terpesona padaku barusan. Aku yakin itu!***Selama perjalanan menuju pantai tidak ada pembicaraan yang berarti diantara aku dan Ethan. Aku fokus melihat ke arah jendela sementara Ethan fokus menyetir mobilnya. Hingga aku tak sadar tertidur entah sejak kapan.“Hai, sayang,” ucap Ethan dengan dada yang terbuka sambil menggigit bunga mawar di sebuah ranjang yang berukuran king size. Aku berdiri dengan pakaian yang cukup minim di depan E
Tin!Tin!Tin!Suara klakson mobil dari belakang mulai terdengar karena hanya tinggal mobil kami yang belum melaju. Aku mulai panik."Oh, Ethan, cepatlah!" Aku benar-benar panik karena mobil-mobil yang di belakang sudah membunyikan klaksonnya.Tuk … tuk … tukSeseorang mengetuk pintu kaca mobil, membuatku terkejut dan menoleh ke arahnya."Apa kau tidak akan melajukan mobilmu, brengsek?!"Apa yang harus kulakukan? Aku hanya terdiam sambil melihat ke arahku pria itu yang sedang marah-marah padaku. Aku menelan salivaku dengan susah payah karena benar-benar panik.“Turun kau!” titah pria itu lagi.Aku hanya bisa pasrah turun dari mobil mengikuti perintah dari pria itu karena tidak mau ia semakin marah padaku.“Lihat, gara-gara kau yang tidak mau melajukan mobilmu, antrian di belakang semakin panjang. Padahal di depanmu sudah jalan. Kenapa kau diam saja tidak melakukan mobilmu itu
“Tidak apa-apa, yang terpenting aku pahlawan bagimu.”Aku tidak membalas perkataan Ethan lagi karena tak sengaja melihat sekatung kresek berisi makanan dan minuman yang dibeli oleh Ethan beberapa saat yang lalu. Dan karena makanan itu membuat keributan itu terjadi. Perutku tiba-tiba saj terasa lapar saat melihat makanan itu. Kulirik Ethan yang sedang fokus menyetir mobil. Aku tersenyum dan melihat lurus ke depan. Namun, tangan kananku diam-diam masuk ke dalam kresek itu untuk mengambil salah satu makanan yang bisa mengganjal perutku agar tidak bersuara karena lapar.“Lepaskan!” titah Ethan yang berhasil membuatku terdiam ketika sudah mendapatkan makanan itu dan melihat ke arah Ethan dengan refleks.“Apa maksudmu?”“Apa kau tidak mengerti, Kiran? Maksudku, lepaskan makanan yang ada di tanganmu! Itu milikku!” titah Ethan sambil melihat ke arah makanan yang sedang aku pegang lalu memberi kode agar aku kembali m
Aku turun dari mobil lalu berlari menyusul Ethan. “Sangat indah sekali!” “Ya, sangat indah! Sudah lama aku tidak melihat pemandangan seperti ini,” timpal Ethan sambil melihat hal yang sama denganku. Di mana hamparan pantai yang begitu luas dan tenang berada tepat di depan mataku. Detik berikutnya, aku berlari menuju pantai meninggalkan Ethan yang masih berdiri mematung di dekat mobil “Orang terakhir yang sampai adalah telur busuk,” teriakku sambil menjulurkan lidah ke arah Ethan meledeknya. “Kau berani meledekku, Kiran?” teriak Ethan yang kemudian berlari mengejarku. Aku semakin mempercepat lariku karena Ethan yang mengejar dari belakang. "Kau akan kalah!" Aku kembali berteriak sambil menjulurkan lidahku. "Kau curang!" balas Ethan sambil terus berlari mengejar. Aku hampir sampai menuju tepi pantai sebelum Ethan menangkapku dari belakang. Dengan mudahnya, Ethan mengangkat tubuhku lalu berputar membuatku berteriak. Namun,
"Sial!" Kenapa aku mengingat mimpi yang membuatku merinding lagi?"Apa kau mengumpat padaku?" tanya Ethan sambil menggelengkan kepalanya."Pesan lagi kamar lainnya untukku. Aku tidak mau satu kamar di sini dengan satu ranjang bersamamu," pintaku tanpa menjawab pertanyaan Ethan sambil mundur beberapa langkah hendak pergi dari sana."Tidak bisa, Kiran!" ucap Ethan sambil berkacak pinggang.Aku menghentikan langkahku lalu menoleh ke arahnya. "Apa maksudmu tidak bisa?""Semua kamar hotel penuh dan hanya ini yang tersisa. Aku berani membayar lebih asal mendapatkan kamar yang lebih bagus untukmu, tapi pihak hotel meminta maaf karena tidak ada lagi kamar yang kosong selain kamar ini. Katanya, malam ini banyak sekali tamu yang datang karena ada seseorang yang menyewa hampir seluruh kamar hotel," jelas Ethan panjang lebar sambil duduk di tepi ranjang melihat ke arah sekelilingnya."Apa?" Aku terpekik mendengar penjelasan dari Ethan. "Siapa orang yang
“Aku tidak mengerti maksudmu,” ucapku sambil melihat ke arah Ethan dengan kening berkerut karena tidak mengerti dengan apa yang baru saja ia katakan.“Kau akan segera mengerti,” jawab Ethan sambil bangkit dari duduknya. Ia merenggangkan tangannya sambil tersenyum padaku. “Sekarang, giliranku untuk membersihkan tubuhku. Karena selain badanku yang lengket ada sesuatu yang terpaksa harus dibereskan di bawah sana.”Aku hanya terdiam karena masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Ethan. Ia tetap tersenyum padaku lalu berjalan menuju kamar mandi meninggalkanku. Ia masuk ke dalam sana lalu tak lupa menguncinya. Namun, seketika itu juga aku membulatkan kedua bola mataku terkejut. Kenapa aku bisa melihat Ethan dari sini? Kulihat Ethan tengah tersenyum ke arahku di balik dinding yang transparan itu. Transparan? Ah, sial! Itu bukan transparan, tapi cermin dua arah. Ethan tidak bisa melihatku, tapi aku bisa melihatnya! Tunggu, jika begitu be