Chapter 86
Delina bertemu Abi di sebuah minimarket. Pertemuan yang tak sengaja itu berlanjut ke sebuah meja makan di salah satu rumah makan.
"Bagaimana persiapan pernikahan mu?" tanya Abi.
"Hah? Aku menikah? Dengan siapa?" Delina berjengit saat menunjuk dirinya sendiri.
"Ibnu datang ke padaku dan meminta izin padaku untuk menikahimu."
"Oh, begitu rupanya. Aku sendiri belum menerimanya sih. Lalu bagaimana dengan pernikahanmu?" tanya Delina.
"Hmmm … minggu depan. Aku akan menikahinya minggu depan sesuai maumu. Tapi jika bayi itu lahir dan tes DNA kami tidak cocok, maka aku akan menceraikannya.
Chapter 87Delina tinggal bersama ibunya. Dia menumpang di rumah bertipe 36/70 yang disewa oleh Ibnu. Sebenarnya dia menyesal dalam hati, kenapa ia tak mencari sebuah kontrakan kecil saja? Tapi, dirinya sadar karena keterbatasan uang.Dirinya juga masih tak mengerti, kenapa ia malah bertumpu pada Ibnu? Harusnya ia segera mandiri. Tapi ibunya bilang dia akan segera menikah dengan Ibnu dan sebentar lagi mereka akan tinggal bersama.Delina teringat malam saat dia pertama kali kabur dari rumah. Dia menunggu Pak Indra di sebuah kafe. Kopi di cangkir sudah habis, dia kembali memesan kopi pada pelayan. Sudah dua cangkir kopi yang ia teguk, sampai kapan dirinya bertahan di sini?Delina melirik arloji yang menghiasi lengan kirinya, baru pukul delapan malam. Berarti sudah dua jam ia duduk di sana tanpa melakukan apapun. Haruskah ia pulang ke apartemen
Chapter 88"Aku sedang berusaha untuk melupakan cinta, dan aku sedang berusaha untuk menjadi wanita pemaaf. Bagaimanapun juga wanita itu tidak salah. Yang salah hanyalah takdir dan keadaan," jawab Delina tersenyum kecil."Kenapa kau sekarang menyalahkan takdir? Kenapa kau tak percaya padaku? Bukan aku yang menghamili wanita itu," ucap Abi masih berusaha keras membela diri."Aku tak akan pernah menceraikan mu, hingga nanti kita punya anak lagi, dan sampai kapanpun juga," kata Abi ikut tersenyum."Jadi, apa kau mengabulkan keinginanku?" tanya Delina."Sulit sekali, tapi aku akan berusaha jika memang itu maumu," jawab Abi.
Chapter 89Delina sampai di lantai dua puluh. Semua karyawan tampak berbeda. Sepertinya semua karyawan yang berada di bawah naungan We Coorporation sudah digantikan dengan karyawan lain.Delina masuk menuju meja resepsionis, menanyakan ruangan Ibnu dan memperkenalkan diri sebagai teman dekat pria itu. Wanita itu akhirnya sampai di sebuah ruangan, ruangan yang dipakai saat dia bekerja dulu bersama Abi.Ruangan besar itu masih terlihat sepi, seperti tak ada kehidupan di lantai tersebut. Delina mengetuk pintu ruangan itu sebelum dia masuk. Sesuatu yang menjadi kebiasaan meski tak ada sahutan yang menjawab."Maaf, Anda siapanya Bos Ibnu, ya?" tanya seorang pria gemulai yang terlihat tampan tetapi sifatnya seperti peremp
Chapter 90Hari itu, Delina dan Abi kembali bersama tanpa ada gangguan. Ibu Susi juga meminta maaf pada Nyonya Mia. Tetapi, Nyonya Mia yang malah menangis meminta maaf pada ibunya Delina.Hari itu, Abi yang sudah berubah menjadi bos yang lebih baik dan mendapatkan kembali harta miliknya setelah Ibnu di penjara, dia mengadakan jamuan pertemuan dengan rekan bisnisnya. Saat menuju pulang, pria itu mengalami kecelakaan bersama Indra. Saat mereka pulang dari pertemuan dengan rekan bisnis pukul dua siang. Kecelakaan terjadi karena ada pengguna jalan yang lalai dan tiba-tiba menyebrang, Indra terpaksa banting stir sampai menabrak tiang listrik.Mendapat telepon dari rumah sakit, Delina, Nyonya Mia, dan Ibu Susi langsung menuju rumah sakit bersama. Mereka sangat kh
Chapter 91Kondisi keuangan Abi dan Delina mulai membaik. Mereka bahkan sudah menyewa ruko dua lantai sebagai kedai mie ayam terbarunya sehingga dapat menampung jumlah pelanggan lebih banyak lagi.Siang itu, ponsel Delina berdering mengejutkannya. Ada nomor yang tak dia kenal tertera di layar ponselnya."Halo, selamat siang! Apa ini dengan Nyonya Delina Wijaya?" tanya seorang wanita dari seberang sana."Saya Ibu Dorce. Saya menemukan Kania Sulaiman hampir mati karena depresi. Dia minta saya untuk menghubungi Abimanyu dan Delina," ujarnya."Apa? Kania hampir mati? Kania depresi? Anda tidak salah ucap, kan?" Delina yang sedang berada di kedai mie ayam bersama Abi dan Indra langsung menjadi pusat perhatian."Baik, Bu. Saya akan segera ke sana," ucap Delina lalu memutuskan sambungan "Ada apa, Sayang?" tanya Abi."Ini tentang Kania, ayo ikut!" titah Delina."Pakai mobilku saja," sahut Indra."Kalau
Chapter 92Delina masih bersama Abi dan Indra menjemput Kania yang sedang berada di Panti Asuhan Abadi milik Bunda Dorce. "Hmmm ... penanganannya harus melibatkan berbagai faktor dan harus dilakukan secara simultan. Mulai dari pemberian obat, terapi kejiwaan, hipnoterapi hingga dukungan lingkungan serta keluarga menjadi semua harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan seseorang. Kania juga harus mendapatkan pengobatan medis dapat dilakukan dengan pemberian antidepresan misalnya. Pada pasien-pasien yang kondisinya cukup berat dan membuatnya sulit melakukan pengobatan mandiri, pemberian obat minum ini harus dilakukan oleh keluarga terdekat.""Betul itu, tidak hanya dalam hal minum obat, dukungan penuh dari keluarga juga menjadi kunci mengembalikan kepercayaan diri pasien, mendampingi melewati masa-masa traumanya dan menjadi “pagar” dari intervensi orang-orang di sekitar yang berpotensi menambah tekanan yang dirasakan," sahut Indra.Delina dan Abi asik
Chapter 93"Bagus banget ya, Bi!" seri Delina. Lalu Abi mendekat dan terlihat ikut berdiri di belakang istrinya yang sedang membuka tirai jendela."Iya. Semoga kamu betah, ya!" tukas Abi."Ummm, sebenarnya, betah atau enggak betah bukan tentang bangunan dan situasi sekitar rumahnya," ucap Delina.Abi memeluk istrinya dari belakang. "Benarkah itu? Jadi tentang apa dong hal yang membuat seseorang betah?" tanya Abi penasaran. Jarang sekali istrinya ini berkata manis, apalagi sampai berfalsafah segala."Ya tentang sama siapa kita tinggal di dalamnya," sambung Delina apa adanya. Kini tangannya berada di atas tangan Abi yang sedang memeluk pinggangnya."Ah, bisa aja kamu!" "Beneran, Bi. Mau di mana pun asal aku sama kamu, aku akan bahagia selalu," ucap Delina."Kamu adalah rumah yang sebenarnya, Sayang. Tempat aku tinggal, tempat aku pulang, tempat aku menetap, s
Chapter 94Sayangnya, Delina keburu hadir dan tersentak kala melihat Kania memegangi tangan suaminya. Delina datang ke ruangan itu. Ia masuk seraya membawa roti bakar yang ia beli dari penjual yang ada di seberang rumah sakit."Sayang, kamu bawa apa?" tanya Abi langsung menepis tangan Kania."Aku liat tukang roti bakar tadi, terus aku pengen gitu nyicip. Nih, cobain, yuk!" ajak Delina. Ia lalu menoleh ke arah Kania yang terlihat salah tingkah."Kania, mau roti bakar coklat straeberry?" tanya Delina"Nggak, Lin. Terima kasih.""Oh ya udah kalau gitu kita makan di sini ya," ucap Delina.Kania menoleh ke arah Delina dan Abi yang terlihat tampak mesra. Dalam hatinya yang terdalam, entah kenapa ia merasa iri dengan kebahagiaan Delina. Pria yang dulu ia tinggalkan begitu saja itu kini telah bahagia. Pria yang seharusnya menjadi suaminya tetapi dua tinggalkan karena kelakuan buruknya itu malah terlihat baik dan dapat membahagia