Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisik, tetapi datang dari semangat yang gigih. — unknown.
*****
Chapter 2
Delina benar-benar merasa hancur. Pria panutan di hidupnya itu harus pergi menghadap sang ilahi meninggalkan dia dan ibunya.
"Lina."
Gadis itu menoleh kala melihat sosok hantu yang menyerupai sang ayah hadir di ruangan itu. Delina langsung tak sadarkan diri kemudian.
"Lin, bangun, Nak!"
Suara ayahnya terdengar di telinga gadis itu. Kedua mata lentiknya perlahan terbuka. Delina melihat sang ayah yang tersenyum memakai baju koko warna putih. Pakaian favoritnya saat pergi untuk beribadah.
"Papa," lirihnya seraya mengerjap tak percaya.
"Terima kasih sudah menjadi anak Papa yang baik, yang selalu berjuang untuk membanggakan Papa dan Mama. Tolong jaga Mamah kamu, ya, Papa sayang sekali sama kamu."
"Papa kenapa harus bicara seperti itu, sih? Kita pulang, Pa!" Delina menarik tangan ayahnya yang tak jua bergeming.
Pria itu menggelengkan kepalanya seraya tersenyum.
"Papa tidak bisa pulang sama kamu, Papa harus pulang ke tempat lain, jaga dirimu baik-baik, ya."
"Papa tidak boleh pergi! Aku masih butuh Papa, Mama juga masih butuh Papa!" pinta Delina sambil menangis berusaha menahan ayahnya pergi.
"Papa yakin kamu bisa menjadi gadis yang kuat."
Dilihatnya sang ayah tersenyum bahagia melambaikan tangannya lalu pergi menjauh. Delina menyadari ini kah saatnya mereka berpisah, pikiran jeleknya itu ternyata terjadi, ayahnya benar-benar pergi untuk selamanya. Kini, gadis itu hanya bersimpuh menangis sejadi-jadinya sampai tak sadarkan diri.
Delina memang memiliki kemampuan melihat makhluk astral sejak kecil. Namun, ia berusaha untuk menutupinya dari yang lain agar cap gadis aneh tak menempel padanya. Ia berusaha menjadi gadis normal seperti gadis lainnya.
***
Dua puluh tahun yang lalu.
Malam itu di tengah hujan deras disertai angin kencang yang terus membuka jendela rumah dengan paksa, Susi tengah kebingungan saat ia kehilangan anaknya. Dia hanya berdua bersama anaknya di sebuah desa bernama Desa Kemuning.
"Delina, kamu di mana, Sayang?"
Susi terus mencari anaknya ke setiap sudut rumahnya. Langkahnya terhenti untuk menutup jendela yang terbuka itu. Angin berembus sangat kencang sampai terus membuka jendela tersebut.
Sekelebat bayangan hitam melintas di dinding kayu di belakang tubuh wanita itu."Kenapa aku merasa seperti ada yang melintas?" gumamnya melirik ke arah samping kanan dan kirinya.
Tiba-tiba, bayangan sosok kepala tanpa tubuh dan berambut panjang terlihat muncul di dinding kayu itu lagi, tepat di belakang tubuh Susi. Wanita itu membalikkan tubuhnya, tetapi sosok bayangan itu tiba-tiba hilang dari pandangannya.
Tiba-tiba, sebuah ketukan di pintu kayu itu mengejutkannya.
"Ma, ini Papa pulang."
Seorang pria datang dengan menggunakan jas hujan yang basah berdiri di depan pintu. Lalu, ia melepas jas hujan dan menggantungnya di sebuah paku yang ditancapkan di luar dinding rumah.
"Iya, sebentar," jawab Susi dengan bibir yang gemetar.
"Kamu kenapa, Ma?"
Hadi langsung heran kala melihat kecemasan dan ketakutan menghinggapi wajah cantik istrinya itu.
"Delina, Pah, Delina hilang!" pekiknya.
Susi tak dapat menahan tangisnya yang sudah tak bisa ia bendung sedari tadi.
"Lina hilang? Bagaimana bisa dia hilang?"
Sang suami mengguncang kedua bahu istrinya itu karena tak percaya.
"Mama hanya pergi sebentar, Delina sedang bermain di depan TV, lalu setelah Mama kembali dia sudah tak ada," ucap Susi menjelaskan sambil sesenggukan.
"Apa kamu sudah mencari dia ke semua tempat?" tanya Hadi yang mulai ikut cemas.
"Sudah, Pa, semua tempat sudah Mamah cari," jawabnya.
Hadi lalu mengusap air mata dengan lengan kanannya, timbul ketakutan yang aneh pada dirinya. Hal-hal mitos yang berhubungan dengan dunia gaib yang sering diceritakan para warga sangat tak ia percayai. Namun kini, rasanya ia harus percaya.
"Papa harus bertemu dengan Ustaz Ali, kamu tunggu di sini, ya!"
Hadi langsung bergegas memakai jas hujannya kembali.
"Tapi, Pa–"
"Papa harus cepat, Papa takut apa yang dibicarakan para tetangga itu ada benarnya."
"Maksud Papa?"
"Papa takut Delina diculik sama hantu, Ma."
Susi langsung terperanjat menatap tak percaya. Ketakutan makin menghinggapinya. Suaminya itu lalu bergegas menaiki motor bebek dan menyalakan mesinnya kembali.
"Hati-hati ya, Pah!" ucap Susi seraya menangis.
"Kamu yang tenang, ya, kamu harus berdoa memohon pada Tuhan agar Delina selamat."
Pria itu menangkup wajah istrinya lalu memeluknya dari atas motornya sebelum ia pamit pergi. Pria itu lalu menjauh menuju rumah Ustaz Ali.
Sementara itu, di pohon beringin besar yang terletak di belakang rumah keluarga Delina itu, anak berusia dua tahun itu tak henti-hentinya menangis.
Di malam yang mencekam itu, Hadi datang bersama ustad Ali. Mereka langsung berkeliling rumah sambil membaca ayat-ayat suci dengan lirih.
"Kamu punya tetangga di belakang rumah," ucap Ustaz Ali.
"Tetangga? Maksud Pak Ustaz? Yang saya tau tetangga saya ada di depan sana. Kalau di belakang mah cuma pohon besar. Astaga ya ampun, ada pohon beringin di belakang rumah."
"Nah, itu. Saya juga merasakan hawa gaib dari sana. Kita ke sana dulu."
Keduanya mengarah ke sana. Pemuka agama itu langsung melantunkan ayat kursi yang terdengar dari bibirnya di hadapan pohon beringin besar itu.
Tak berapa lama suara Delina terdengar sedang menangis dari arah dalam rumah. Hadi langsung menoleh ke arah rumah. Pria itu segera menghampiri asal suara tersebut dengan berlari. Ka menemukan Delina kecil sudah berada di dekapan ibunya.
"Delina." Hadi langsung memeluk puteri kecilnya itu.
Ia lalu kembali ke tempat ustaz tadi berada.
"Sebaiknya kalian doakan penghuni pohon di belakang rumah itu, nanti saya bantu membuang jin jahat yang ada di pohon tersebut," ucap Ustaz Ali kala Hadi datang dan berada di sampingnya.
"Iya, Pak Ustaz."
Tiba-tiba, Hadi menoleh ke arah pohon beringin besar itu. Sosok hantu perempuan berambut panjang yang hanya terlihat kepalanya saja sedang menatap pria itu. Senyum menyeringai terpancar di wajahnya. Matanya berwarna merah dengan darah yang mengalir. Dari mulutnya keluar kedua taring yang sangat mengerikan.
"Sudah jangan dilihat! Nanti kalau kamu suka, saya tambah repot untuk mengobatinya," ucap Ustaz Ali sambil tertawa meledek Hadi.
"Ah, Pak Ustaz bisa saja," Hadi bergidik ngeri dengan memeluk dirinya sendiri. Keduanya lalu masuk ke dalam rumah.
Lima tahun berlalu setelah Delina diculik hantu, ia selalu diganggu oleh beberapa makhluk tak kasat mata yang sering datang ke rumahnya. Namun, selama ada Ustaz Ali, ia akan ada untuk membantu keluarga Hadi.
Namun, Hadi akhirnya memutuskan untuk pindah ke Kota Mekarsari dan menerima tawaran bekerja di WE Corporation. Ia juga berusaha untuk menghindar agar anak gadisnya tidak lagi diganggu makhluk astral di kampung itu.
*****
To be continue...
Rate five star dan ditunggu komentar kritik sarannya ya, terima kasih.
"Pertemuan dua kepribadian seperti hubungan dua bahan kimia, jika terjadi reaksi, keduanya akan berubah." — unknown. ***** Chapter 3 Kembali ke masa kini saat ayahnya Delina meninggal. Keesokan paginya di pemakaman sang ayah, Delina sedang memegang batu nisan yang tertulis nama "Hadi Wijaya". Gadis itu ditemani sang Ibu yang merangkul bahunya seraya menepuk-nepuk pelan agar gadis itu tenang. Ada penyesalan di hatinya karena terakhir bertemu ayahnya yang mengeluh sakit itu, ia malah menurut untuk pergi ke pantai. Di pemakaman itu juga ada para kerabat dan teman-temannya yang hadir untuk mendoakan dan turut berbela sungkawa. Karangan bunga dari WE Corporation juga menghias di pemakaman itu sebagai bentuk duka cita dari perusahaan tempat Hadi bekerja. Seorang pria mendekati Susi ketika acara pemakaman sudah selesai. "Selamat pagi, Bu, saya Irawan dari WE Corporation. Mohon maaf sebelumn
Ternyata benar, pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa penasaran, sedang pertemuan kedua menumbuhkan rasa rindu, dan pertemuan selanjutnya hanya meninggalkan rasa candu. — unknown. ***** Chapter 4 Pria itu lalu melangkah menuju tiap bilik toilet untuk memastikan tak ada siapapun di dalamnya. “Haduh, mati aku!” batin Delina. Tubuh gadis itu mulai gemetar ketakutan. Brak! "Heh, kau mengintip, ya?" Abi menendang pintu toilet dengan kencang. "Ti-ti-tidak, kok. Aku hanya, aku hanya..." "Hanya apa? Hanya mengintip, kan?" "Tidak! Aku hanya salah masuk toilet, tadi aku terburu-buru." Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam toilet tersebut dan membuat Delina panik. Ia malah menarik Abi masuk ke dalam toilet dan menguncinya. "Diam, jangan bersuara, aku malu kalau ketahuan," bisik Delina. Pria itu malah menelisik
Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa diri kamu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu." (Dale Carnegie) ***** Chapter 5 Delina dan ibunya berdiri di sebuah rumah mewah dengan pagar besi berlapis cat emas dilengkapi kepala singa di bagian tengahnya. Hari itu, mereka akan bertemu dengan Nyonya Mia. “Permisi, ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya salah satu penjaga dari balik pagar. “Saya Ibu Susi temannya Nyonya Mia," sahut Susi. “Sebentar saya coba tanya Nyonya besar,” ucapnya. Pria itu menghubungi seseorang di dalam rumah melalui intercom di ruang satpam. Tak lama kemudian, ia datang menghampiri kedua wanita itu dan mempersilakan mereka untuk masuk. Kaki ramping gadis itu mengikuti si penjaga masuk ke dalam rumah bersama ibunya. Seorang wanita seusia dengan Ibunya Delina, memakai pakaian daster batik dan mengguna
Kerja keras tanpa bakat mungkin akan menimbulkan rasa malu, tapi bakat tanpa kerja keras adalah sebuah tragedi. – Robert Hall ***** Chapter 6 Delina mengetuk pintu bertuliskan nama Indra sang COO atau yang dikenal dengan chief operating officer. COO ini adalah pimpinan yang bertanggung jawab pada pembuatan keputusan operasional perusahaan. Sering kali COO disebut sebagai orang kedua setelah CEO, bahkan di beberapa perusahaan, posisi ini disebut excecutive vice president atau umumnya disebut dengan direktur. "Silakan masuk!" seru seorang pria dari dalam ruangan tersebut. Kaki ramping gadis itu membawa ke sebuah ruangan berukuran 5x5 dengan interior yang minimalis. Cat dinding yang berwarna putih menambah sejuk ruangan tersebut. Di sudut ruangan terdapat rak buku dan juga rak untuk pajangan miniatur mobil yang dibuat perusahaan tersebut. "Kamu yang namanya Delina, ya?" tanya pria berkacamata dengan rambut kelimis yang ditat
“Gunung yang tinggi, besar, luas dan gagah perkasa pun tidak pernah bangga. Lalu kenapa engkau yang hanya sejentiknya berani sombong? Tidak malukah kamu dengan gunung?" — unknown.*****Chapter 7Pria itu merebahkan diri di atas sofa dan mencoba mengingat perlakuannya pada Rania kemarin.Malam itu, Abi memerintahkan pada Rania untuk mengerjakan bahan presentasi karena ia akan membutuhkannya dalam meeting esok hari. Padahal suami Rania sudah menunggu wanita itu dalam rangka perayaan ulang tahun pernikahan."Bos, ini presentasi untuk besok," ucap Rania seraya melirik waktu yang terus berdetak di arloji tangan kirinya yang menunjukkan pukul tujuh malam."Hmmm..." Abi masih sibuk bermain game di layar ponselnya."Bos, saya harus pergi suami saya menunggu saya di rumah," ucap Rania."Oke," ucap Abi seraya meraih map berisi presentasi untuk meeting esok hari."Ah, akhirnya dia baca juga," batin Rania seraya berharap cemas.Tiba-t
“Terkadang hati dan pikiran itu tidak sejalan. Hati selalu ingin bertahan, sedangkan pikiran memaksa untuk melepaskan." —unknown. ***** Chapter 8 "Ba-baik, Bos!" Delina langsung meraih map biru di atas meja sekertaris lalu pergi dari ruangan Abi. Ia menuju meja resepsionis untuk menanyakan di mana ia harus membuat salinan dokumen tersebut. Setelah diberi tahu oleh resepsionis di lantai tersebut, Delina pergi ke ujung koridor lantai tersebut tepat di samping toilet ada ruangan yang berisi mesin fotokopi. "Bukankah harusnya aku di interview, ini malah sudah disuruh-suruh, huh menyebalkan." Tak ada siapapun di sana, akan tetapi mesin foyoji di sebelahnya berbunyi seolah ada yang sedang menggunakan. "Lho, kok bunyi? Duh, jangan-jangan rusak, atau jangan-jangan ada... Aku tak boleh berpikir seperti itu." Delina teringat tentang cerita misteri di kantor ayahnya terdahulu. Ayahnya pernah menceritakan pengalaman misteri yang sa
“Orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah mencoba sesuatu yang baru." — Albert Einstein.*****Chapter 9Delina kembali ke ruangan milik Abi seraya membawa dua puluh copy-an map presentasi hari itu."Ini, Bos, laporan yang Anda inginkan," ucap Delina."Hmmm... ikut aku! Bawa semua map itu!"Abi melangkah ke luar ruangan menuju ruang rapat di lantai 25. Delina buru-buru melangkah cepat mengikuti langkah pria itu. Ia benar-benar kesulitan membawa map-map tersebut.Pintu lift terbuka, Kevin melihat Delina yang kesusahan membawa map tersebut."Aku bantu, Lin," ucap Kevin."Terima kasih, ya," sahut Delina menyerahkan sebagian map."Eh, siapa yang suruh kamu bantu dia? Biarkan dua bawa semua map itu sendiri!" seru Abi."Iya, Bos!" sahut Kevin seraya menyerahkan kembali map tersebut ke tangan Delina.Pintu lift terbuka, Abi langsung melangkah keluar dengan langkah c
“Hiduptak akan menjadi beban jika kau bisa menjalaninya dengan ikhlas." — unknown. ***** Chapter 10 "Selamat pagi!" sapa Delina pada Maya yang juga baru datang. "Pagi, Delina! Kau siap bekerja hari ini?" tanya Maya. "Mau tak mau aku harus siap," ucap Delina penuh dengan keyakinan. Kedua kaki rampingnya melangkah menuju ruang kerja milik Abi. Delina masuk ke ruang kerja Abi, akan tetapi ia merasa mendengar suara mendesah dari dalam. "Apa sudah bisa?" tanya seorang wanita dengan nada mendesah. "Tunggu sedikit lagi, sedikit lagi dia akan berdiri," sahut suara seorang pria yang Delina yakini kalau itu suara Abi. "Tapi dia hanya berdiri sebentar, bagaimana sih?" keluh wanita itu. Delina melangkah lebih dalam dan menoleh ke arah sofa. Tiba-tiba, kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu sudah bertelanjang dada dan hampir membuka celananya. Pria itu sedang mencumbu seorang wanita di a
Chapter 105"Tumben Mbok Nah ngomong bijak banget, ada apa ini?" tanya Delina seraya melayangkan senyum hangat."Sayangnya tidak semua anak paham akan arti penting seorang ibu, Non. Terkadang perkataan dan perbuatan anak kerap membuat orang tua terluka. Sayangnya, anak-anak itu tak sadar jika di dalam hati ibunya sedang menangis. Namun apa daya, rasa cinta ibu lebih besar dibanding amarahnya. Dia tak mengenal benci pada anak yang teramat dicintai," ucap Mbok Nah yang mengingat anak satu-satunya yang ia miliki. Dia menceritakan mengenai putranya. Sayangnya, putra tunggalnya itu malah pergi meninggalkannya. Ia memilih pergi ke luar negeri untuk bekerja tanpa pernah ingat."Mbok Nah, yang sabar ya," ucap Delina memeluk wanita itu dari samping. Kania juga ikut memeluk Mbok Nah."Kalian harus jadi ibu yang baik ya, semoga anak-anak kalian menjadi anak yang soleh dan soleha dan berbakti pada orang tua," ucap Mbok Nah dengan
Chapter 104Delina langsung menggerutu karena Kania yang sudah muak mendengar kemesraan keduanya berani merebut ponselnya dan mematikannya. "Kalau nggak aku ambil tuh hape, kalian pasti nggak akan kelar bilang I love you masing masing sampai subuh!" ucap Kania saat menarik ponsel Delina dan memutuskan sambungan ponsel tersebut dengan Abi."Huuuu! Kamu selalu aja kayak gitu. Udah deh bilang aja sirik!""Ya habisnya kamu mah segitu lebay sama Abi. Sampai kalah deh gaya pacarannya anak abege," ucap Kania bersungut-sungut."Biarin aja, sih. Lagian suka-suka aku dong, kan aku sama Abi udah nikah bukan pacaran lagi, wleekk!" Delina menjulurkan lidahnya pada Kania."Duh, yang sabar ya King punya ibu macam itu," ucap Kani pada Delina yang masih berenang."Dedek bayi juga yang sabar ya punya ibu bawel dan calon galak macam wanita ini," ucap Delina yang gantian mencibir Kania sinis seraya mengus
Chapter 103 Satu bulan telah berlalu.Di sebuah kafe dengan menu khas negara Jepang yang ternama di wilayah ibukota tersebut, Indra dan Abi menemui seorang klien wanita dari perusahaan fashion terkenal yang ingin bekerjasama dengan perusahaan miliknya.Wanita bernama Yuki itu akan membuat program yang menggunakan jasa desainer ternama untuk membuat pakaian seperti gaun yang cantik yang bisa dipadu padankan dengan kosmetik miliknya."Halo Abi, selamat siang! Apa kabar kamu?" sapa Yuki saat melihat Abi datang bersama Indra, wanita itu mengulurkan tangannya. Abi sampai terkejut kala melihat wanita itu adalah mantan kekasihnya yang pernah bersama dalam waktu singkat saat dia berada di Tokyo."Selamat siang, Yuki. Kabar aku baik. Wah, nggak nyangka ternyata kamu rekan bisnis aku," balas Abi seraya menjabat tangan wanita tersebut."Mau makan siang bersama sekalian sebelum kita bicarakan program kerjasama kita?" tanya Yuki dengan menun
Chapter 102Setelah proses persalinan Delina selesai, tampak satu orang suster yang ke luar dari ruang persalinan langsung diberondong banyak pertanyaan dari Nyonya Mia, Ibu Susi, dan Kania."Bagaimana keadaan Delina dan bayinya, Sus?" tanya Kania."Syukurlah mereka selamat. Nyonya Delina melahirkan bayi kembar, sekarang bayinya sudah berada di ruang perawatan. Ibunya masih di dalam," ujarnya.Kania yang tak sabar langsung ingin memasuki ruangan tempat Delina bersalin. Namun, dia langsung ditahan oleh sang suster."Eh, mau ke mana, Bu?" tanya suster."Mau liat Delina, hehehe.""Jangan dulu, belum boleh ditengok dulu, ya. Tadi pasien masih belum sadar karena terlalu letih. Kalau mau lihat bayinya ada di kamar bayi di ujung koridor sana belok kanan," ucap suster itu menjelaskan."Oke, deh Suster.""Ayo, para Oma yang baru kita langsung liat dedek bayi!" ajak Kania seraya menarik tangan Ibu Susi dan Nyonya
Chapter 101Keesokan harinya, Lala sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena sudah stabil setelah Ibu Ani bersikeras meminta Lala agar melakukan perawatan di rumahnya saja. Sesampainya mereka di rumah, semua mata menatap ke arah Lala yang baru saja tiba."Ada apa ini?" tanya Bu Ani."Kania sama yang lainnya mau pamit, Ma," ucap Kania.Lala tampak tersenyum puas penuh kemenangan. "Lalu kamu juga ikut pulang, Ndra?" tanya Ibu Ani pada putranya."Nggak, Ma. Kan Mama suruh aku nikahin Lala," jawab Indra lalu memanggil asisten rumah tangga di rumah itu, "Bi, tolong bawa minumnya ke sini," pinta Indra.Tak lama kemudian, Bi Tati membawa beberapa cangkir berisi teh manis hangat."Yang buat Mama saya mana, Bi?" tanya Indra."Yang ini, Tuan." Bi Tati menyerahkan cangkir berisi teh manis itu pada Ibu Ani."Minum dulu, Ma, biar seger," pinta Indra. Tanpa menaruh rasa curiga, Ibu Ani langsun
Chapter 100"Aku belum hamil, bukannya nggak bisa hamil! Jaga ucapan kamu, ya!" "Hahaha, sudahlah Kania, Indra itu awalnya jodoh aku dia suamiku. Dia akan tetap menjadi suami aku," sahut Lala begitu penuh percaya diri."Mantan suami kamu! Sekarang dia suamiku! Kamu harusnya mikir waktu kamu pergi begitu saja meninggalkan dia dalam kehancuran hanya demi laki-laki lain. Kamu lebih memilih pria tak baik yang akhirnya kamu kena karma karena ulah kamu itu," sahut Kania."Mungkin aku kena guna-guna dari Brian. Dan sekarang aku sudah terbebas dari guna-guna si Brian!" "Oh gitu, guna-guna kata kamu? Jangan-jangan sekarang kamu yang pakai guna-guna buat bikin Ibu mertuaku luluh." Kania sampai kesal melihat Lala yang terlihat begitu tergila-gila pada Indra kini."Sudahlah, yang jelas kamu harus rela kalau Indra sebentar lagi akan menikah dengan ku.""Aku tak mau membagi suamiku dengan siapapun,
Chapter 99 Di masa kehamilan Delina yang menginjak usia lima belas minggu, Delina mengalami flek. Abi lalu membawa istrinya dengan segera ke Rumah Sakit Kota di Kota Hijau tersebut. Kania dan Indra juga menemani. Sesampainya di rumah sakit tersebut, dokter mengharuskan Delina menjalani rawat inap. Dokter spesialis kandungan bernama Sri Rahayu mengatakan bahwa perdarahan pada ibu hamil yang bisa menjadi indikasi berbagai komplikasi, termasuk keguguran, kehamilan ektopik, dan plasenta previa, dan karenanya tidak boleh diabaikan."Jadi, bagaimana kondisi istri saya, Dok? Apa yang menyebabkan dia mengalami flek tadi?" tanya Abi."Sering kali, pendarahan terjadi karena hubungan seksual dan pemeriksaan serviks terutama di akhir kehamilan. Selain itu, ada pula plasenta previa, yaitu ketika plasenta menutupi serviks baik sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini bisa menjadi penyebab munculnya flek saat hamil," ujar sang dokter."Hayo loh Abi, habi
Chapter 98Indra hanya menatap mantan istrinya dengan pandangan aneh seraya menuju kamarnya. Ada rencana yang sudah disiapkan Lala dengan matang. Dia meminta Mimi untuk memberikan teh manis hangat yang dicampur obat tidur. Obat yang sangat mujarab dan akan langsung membuat si penerimanya terlelap. Lala ingin kembali menjadi istrinya Indra setelah dia bangkrut dan kekurangan uang. Dia memanfaatkan putrinya."Papi, Mimi bawa teh manis nih," ucap Mimi."Eh, awas Nak! Nanti cangkirnya jatuh kena kaki kamu!" seru Indra yang langsung meraih cangkir berisi teh hangat dari tangan putrinya."Nggak akan jatuh, Pi. Aku udah bisa kok. Papi minum dulu ya," pinta Mimi. "Iya, terima kasih putri Papi yang cantik."Gadis kecil itu melaksanakan perintah ibunya dengan baik. Di luar kamar Indra, Lala tersenyum puas menyeringai ketika rencananya berhasil. Tak lama kemudian, Indra terlihat menguap. Di yang baru saja membuka kemejanya henda
Chapter 97Saat Abi dan Indra pergi bertemu dengan salah satu rekan bisnis, Delina dan Kania pergi ke sebuah destinasi wisata di Kota Hijau. Semantara itu mantan istrinya Indra datang dan menghasut Mimi agar jangan mau pergi dengan Kania. Anak itu akhirnya mengikuti ibunya. Lala mengajak Mimi agar memilih berada di rumah dan bersantai mengunjungi kebun stroberi."Percuma si Indra suruh aku dekat samw Mimi dan ajak aku ke sini, kalau orangnya enggak mau diajak pergi jalan-jalan," ucap Kania berkeluh kesah. "Ya habis gimana, mungkin dia kangen banget sama ibunya," sahut Delina.Delina lantas menghentikan langkahnya."Tapi, Kania … kenapa dia jadi suka ketemu anaknya dan memilih berlama-lama di rumah mantan ibu mertuanya, ya?" Delina menoleh ke arah Kania."Maksud kamu, Lin?" Gantian Kania menatap Delina penuh ingin tahu."Kok Lala tahu gitu kalau Indra lagi kunjungan ke rumah ibunya. Kenapa pas Indra ke sini? Kenapa buka