"Pertemuan dua kepribadian seperti hubungan dua bahan kimia, jika terjadi reaksi, keduanya akan berubah." — unknown.
*****
Chapter 3
Kembali ke masa kini saat ayahnya Delina meninggal.
Keesokan paginya di pemakaman sang ayah, Delina sedang memegang batu nisan yang tertulis nama "Hadi Wijaya". Gadis itu ditemani sang Ibu yang merangkul bahunya seraya menepuk-nepuk pelan agar gadis itu tenang.
Ada penyesalan di hatinya karena terakhir bertemu ayahnya yang mengeluh sakit itu, ia malah menurut untuk pergi ke pantai. Di pemakaman itu juga ada para kerabat dan teman-temannya yang hadir untuk mendoakan dan turut berbela sungkawa.
Karangan bunga dari WE Corporation juga menghias di pemakaman itu sebagai bentuk duka cita dari perusahaan tempat Hadi bekerja. Seorang pria mendekati Susi ketika acara pemakaman sudah selesai.
"Selamat pagi, Bu, saya Irawan dari WE Corporation. Mohon maaf sebelumnya jika Nyonya Mia tidak dapat hadir ke pemakaman ini karena sedang berada di luar negeri, akan tetapi nanti putra beliau akan hadir ke sini," ucap pria itu.
"Tak apa, Pak, saya maklum kalau sahabat saya itu orang sibuk."
"Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu, dan ini ada sejumlah uang hasil urunan para kawan-kawannya almarhum Pak Hadi, semoga ini bisa meringankan dan membantu biaya pemakaman," ucapnya seraya menyerahkan amplop cokelat berisi sejumlah uang pada Susi.
"Terima kasih, Pak Irawan, dan mohon sampaikan juga rasa terima kasih saya pada rekan-rekan kerja Mas Hadi di kantor, ya."
"Pasti, Bu. Kalau begitu saya permisi dulu." Irawan lalu beranjak pergi meninggalkan pemakaman.
Delina masih menangis di atas gundukan tanah merah yang basah tempat pembaringan terakhir ayahnya.
"Lin, tidak baik kalau kita larut dalam kesedihan seperti ini, ikhlaskan Papah kamu, biar dia tenang di sana, ya."
Susi mencoba menarik bahu gadis itu agar bangkit berdiri. Setelah Delina terlihat tenang, akhirnya mereka pulang ke rumah.
Di rumah Delina digelar acara tahlilan untuk ayahnya. Tiba-tiba, kehebohan terjadi di halaman rumahnya terutama para gadis dan ibu-ibu yang hadir untuk membantu. Sebuah jaguar hitam yang dikendarai seorang pria datang mendarat di depan halaman rumah gadis itu.
Kaca jendela mobil dari jok belakang itu diturunkan sampai memperlihatkan wajah tampan si pria dengan balutan stelan jas hitam dengan merek ternama. Rambut hitamnya kelimis mengenakan pome dengan merek mahal. Pria itu membuka kacamata hitamnya. Wajahnya tampak bersinar seolah sorotan sinar matahari hanya mengarah padanya. Ia melangkah turun dari dalam mobil mewahnya.
Pria itu merutuki diri sendiri karena merasa berat sekali untuk melangkah masih ke wilayah rumah tersebut.
“Bos Abi, apa benar Anda yakin masuk ke rumah itu?" tanya sopir bernama Tomo.
"Ummm... sebaiknya kamu saja ."
Ibu Susi langsung menyambut kehadiran Bos tampan dari WE Corporation itu. Meskipun pria itu tak mau turun dari dalam mobil, ia tetap menyambutnya.
“Apa Anda mau masuk, Pak Bos?" tanya Susi seraya mempersilakan pria itu untuk masuk.
“Tak usah."
Tomo menghampiri wanita tersebut.
"Ini ada titipan dari Nyonya Mia."
Pria itu lalu menyerahkan sejumlah uang amanah dari Nyonya Mia, pemilik WE Corporation.
“Terima kasih banyak, Pak, ini sudah lebih dari cukup. Suatu kebanggaan juga bagi saya karena kedatangan Pak Bos di rumah gubug saya ini," ucap Susi.
“Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Tomo yang merasa buru-buru.
Dari balik tirai jendela rumahnya, Delina berusaha mengintip wajah pria tampan yang sedang duduk di dalam mobil itu.
"Sombong sekali pria itu," gumam Delina.
***
Seminggu kemudian, Delina memasuki sebuah bank swasta di kotanya yang terlihat cukup luas dan besar. Ia akan mengurus pencairan dana dari rekening ketenagakerjaan sang ayah.
"Ada yang bisa kami bantu, Nona?" tanya seorang petugas keamanan pada Delina.
"Ummm… saya mau ambil tabungan, Pak," sahutnya.
“Silakan ambil nomor antrian, nanti tunggu nomornya dipanggil teller, ya," ucap Pak Penjaga.
"Oke, makasih, Pak!"
Tubuh ramping nan cantik gadis itu beranjak menuju mesin pengambilan nomor secara otomatis. Setelah mendapatkan nomornya, ia menunggu. Namun, ia merasakan perutnya terasa sakit dan mengharuskannya mencari toilet.
"Duh, harus cari toilet, nih!"
Gadis itu menoleh ke kanan dan kirinya, kedua bola matanya memindai dengan cepat mencari tanda pemberitahuan yang bergambar toilet.
"Nah, ketemu! Ada toiletnya di sebelah sana!"
Karena terlalu panik saat berlari, rupanya Delina salah masuk kamar mandi. Ia memasuki toilet pria tanpa menyadari kloset di depan cermin yang berbeda. Gadis itu langsung masuk ke sebuah bilik yang kosong untuk menuntaskan panggilan alamnya segera.
"Ah... leganya, untung sepi."
Delina mem-flush toilet yang baru ia gunakan tersebut. Namun, sebelum ia keluar ia mendengar seorang pria yang bergumam kesal dari balik pintunya.
“Dasar wanita sialan, bisa-bisanya dia bilang sudah mengutuk aku, pakai bilang kalau junior ini hanya bisa bertahan satu menit, mana dia bersumpah segala kalau tak akan ada perempuan yang akan mencintaiku setulus hati. Hmmm... lihat saja, aku akan membuktikan kalau perempuan di dunia ini pasti akan takluk padaku," ucap seorang pria pada dirinya sendiri di depan cermin.
"Duh, apa mereka sengaja masuk ke kamar mandi perempuan lalu mereka mau berbuat kurang ajar?” batin Delina.
Ia mencoba membuka pintu toilet itu perlahan untuk mengintip. Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap sedang berbicara kesal di depan cermin. Pakaian kemeja yang ia kenakan seperti terkena tumpahan jus jeruk kala itu.
Tak lama kemudian terdengar seorang pria masuk ke dalam toilet tersebut. Pria berkacamata dengan rambut mulai memutih itu membawakan si pria kemeja yang masih terbungkus rapih.
“Bos, ini kemeja baru untuk Anda,” ucap pria satunya yang terlihat lebih tua.
“Hmmm…”
“Sulit sekali rasanya mendengar Anda mengucapkan kata terima kasih,” ucap pria satunya itu.
“Bisa Anda keluar, apa kamu mau saya pecat?”
tanya pria yang mulai membuka kemeja kotornya itu.“Tidak, Bos Abi, saya kembali ke mobil kalau begitu, urusan penggantian kartu kredit Anda sudah saya urus, Anda hanya harus tanda tangan," ucapnya.
"Ya, nanti saya ke sana."
Pria yang lebih tua tadi ke luar dari toilet tersebut.
“Eh, sebentar, apa jangan-jangan aku yang salah masuk toilet, ya?” batin Delina yang akhirnya sadar kalau ia salah masuk toilet.
Pria itu sudah bertelanjang dada di depan cermin. Perut kotak-kotaknya terpampang nyata dan terlihat jelas oleh Delina. Gadis itu menelan air liurnya dengan berat. Ini kali pertama ia melihat tubuh seorang pria atletis yang sempurna di kedua bola mata gadis itu yang berwarna cokelat.
Rasanya ingin berteriak dan mengulurkan tangan sambil berjingkrak-jingkrak layaknya seorang fangirl yang baru saja ditunjukkan abs idolanya dari atas panggung. Gadis itu sampai menutup mulutnya dengan telapak tangan rapat-rapat. Bahkan ia menggigit ujung punggung jari telunjuknya sendiri dengan gemas.
Pria di hadapan cermin itu sempat menoleh ke kanan dan kirinya sebelum mengenakan kemeja putih barunya.
"Kok, aku merasa ada yang sedang mengawasiku, ya?" gumamnya lalu mengenakan kemeja putih itu.
Pria bernama Abi melangkah menuju tiap bilik toilet untuk memastikan tak ada siapapun di dalamnya.
“Haduh, mati aku!” batin Delina.
Tubuh gadis itu mulai gemetar ketakutan.
*****
To be continue...
Rate five star dan ditunggu komentar kritik sarannya ya, terima kasih.
Ternyata benar, pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa penasaran, sedang pertemuan kedua menumbuhkan rasa rindu, dan pertemuan selanjutnya hanya meninggalkan rasa candu. — unknown. ***** Chapter 4 Pria itu lalu melangkah menuju tiap bilik toilet untuk memastikan tak ada siapapun di dalamnya. “Haduh, mati aku!” batin Delina. Tubuh gadis itu mulai gemetar ketakutan. Brak! "Heh, kau mengintip, ya?" Abi menendang pintu toilet dengan kencang. "Ti-ti-tidak, kok. Aku hanya, aku hanya..." "Hanya apa? Hanya mengintip, kan?" "Tidak! Aku hanya salah masuk toilet, tadi aku terburu-buru." Tiba-tiba, seseorang masuk ke dalam toilet tersebut dan membuat Delina panik. Ia malah menarik Abi masuk ke dalam toilet dan menguncinya. "Diam, jangan bersuara, aku malu kalau ketahuan," bisik Delina. Pria itu malah menelisik
Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa diri kamu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu." (Dale Carnegie) ***** Chapter 5 Delina dan ibunya berdiri di sebuah rumah mewah dengan pagar besi berlapis cat emas dilengkapi kepala singa di bagian tengahnya. Hari itu, mereka akan bertemu dengan Nyonya Mia. “Permisi, ada yang bisa saya bantu, Bu?” tanya salah satu penjaga dari balik pagar. “Saya Ibu Susi temannya Nyonya Mia," sahut Susi. “Sebentar saya coba tanya Nyonya besar,” ucapnya. Pria itu menghubungi seseorang di dalam rumah melalui intercom di ruang satpam. Tak lama kemudian, ia datang menghampiri kedua wanita itu dan mempersilakan mereka untuk masuk. Kaki ramping gadis itu mengikuti si penjaga masuk ke dalam rumah bersama ibunya. Seorang wanita seusia dengan Ibunya Delina, memakai pakaian daster batik dan mengguna
Kerja keras tanpa bakat mungkin akan menimbulkan rasa malu, tapi bakat tanpa kerja keras adalah sebuah tragedi. – Robert Hall ***** Chapter 6 Delina mengetuk pintu bertuliskan nama Indra sang COO atau yang dikenal dengan chief operating officer. COO ini adalah pimpinan yang bertanggung jawab pada pembuatan keputusan operasional perusahaan. Sering kali COO disebut sebagai orang kedua setelah CEO, bahkan di beberapa perusahaan, posisi ini disebut excecutive vice president atau umumnya disebut dengan direktur. "Silakan masuk!" seru seorang pria dari dalam ruangan tersebut. Kaki ramping gadis itu membawa ke sebuah ruangan berukuran 5x5 dengan interior yang minimalis. Cat dinding yang berwarna putih menambah sejuk ruangan tersebut. Di sudut ruangan terdapat rak buku dan juga rak untuk pajangan miniatur mobil yang dibuat perusahaan tersebut. "Kamu yang namanya Delina, ya?" tanya pria berkacamata dengan rambut kelimis yang ditat
“Gunung yang tinggi, besar, luas dan gagah perkasa pun tidak pernah bangga. Lalu kenapa engkau yang hanya sejentiknya berani sombong? Tidak malukah kamu dengan gunung?" — unknown.*****Chapter 7Pria itu merebahkan diri di atas sofa dan mencoba mengingat perlakuannya pada Rania kemarin.Malam itu, Abi memerintahkan pada Rania untuk mengerjakan bahan presentasi karena ia akan membutuhkannya dalam meeting esok hari. Padahal suami Rania sudah menunggu wanita itu dalam rangka perayaan ulang tahun pernikahan."Bos, ini presentasi untuk besok," ucap Rania seraya melirik waktu yang terus berdetak di arloji tangan kirinya yang menunjukkan pukul tujuh malam."Hmmm..." Abi masih sibuk bermain game di layar ponselnya."Bos, saya harus pergi suami saya menunggu saya di rumah," ucap Rania."Oke," ucap Abi seraya meraih map berisi presentasi untuk meeting esok hari."Ah, akhirnya dia baca juga," batin Rania seraya berharap cemas.Tiba-t
“Terkadang hati dan pikiran itu tidak sejalan. Hati selalu ingin bertahan, sedangkan pikiran memaksa untuk melepaskan." —unknown. ***** Chapter 8 "Ba-baik, Bos!" Delina langsung meraih map biru di atas meja sekertaris lalu pergi dari ruangan Abi. Ia menuju meja resepsionis untuk menanyakan di mana ia harus membuat salinan dokumen tersebut. Setelah diberi tahu oleh resepsionis di lantai tersebut, Delina pergi ke ujung koridor lantai tersebut tepat di samping toilet ada ruangan yang berisi mesin fotokopi. "Bukankah harusnya aku di interview, ini malah sudah disuruh-suruh, huh menyebalkan." Tak ada siapapun di sana, akan tetapi mesin foyoji di sebelahnya berbunyi seolah ada yang sedang menggunakan. "Lho, kok bunyi? Duh, jangan-jangan rusak, atau jangan-jangan ada... Aku tak boleh berpikir seperti itu." Delina teringat tentang cerita misteri di kantor ayahnya terdahulu. Ayahnya pernah menceritakan pengalaman misteri yang sa
“Orang yang tak pernah melakukan kesalahan adalah orang yang tak pernah mencoba sesuatu yang baru." — Albert Einstein.*****Chapter 9Delina kembali ke ruangan milik Abi seraya membawa dua puluh copy-an map presentasi hari itu."Ini, Bos, laporan yang Anda inginkan," ucap Delina."Hmmm... ikut aku! Bawa semua map itu!"Abi melangkah ke luar ruangan menuju ruang rapat di lantai 25. Delina buru-buru melangkah cepat mengikuti langkah pria itu. Ia benar-benar kesulitan membawa map-map tersebut.Pintu lift terbuka, Kevin melihat Delina yang kesusahan membawa map tersebut."Aku bantu, Lin," ucap Kevin."Terima kasih, ya," sahut Delina menyerahkan sebagian map."Eh, siapa yang suruh kamu bantu dia? Biarkan dua bawa semua map itu sendiri!" seru Abi."Iya, Bos!" sahut Kevin seraya menyerahkan kembali map tersebut ke tangan Delina.Pintu lift terbuka, Abi langsung melangkah keluar dengan langkah c
“Hiduptak akan menjadi beban jika kau bisa menjalaninya dengan ikhlas." — unknown. ***** Chapter 10 "Selamat pagi!" sapa Delina pada Maya yang juga baru datang. "Pagi, Delina! Kau siap bekerja hari ini?" tanya Maya. "Mau tak mau aku harus siap," ucap Delina penuh dengan keyakinan. Kedua kaki rampingnya melangkah menuju ruang kerja milik Abi. Delina masuk ke ruang kerja Abi, akan tetapi ia merasa mendengar suara mendesah dari dalam. "Apa sudah bisa?" tanya seorang wanita dengan nada mendesah. "Tunggu sedikit lagi, sedikit lagi dia akan berdiri," sahut suara seorang pria yang Delina yakini kalau itu suara Abi. "Tapi dia hanya berdiri sebentar, bagaimana sih?" keluh wanita itu. Delina melangkah lebih dalam dan menoleh ke arah sofa. Tiba-tiba, kedua matanya ternodai untuk pertama kali. Ia melihat pria itu sudah bertelanjang dada dan hampir membuka celananya. Pria itu sedang mencumbu seorang wanita di a
“Outer beauty is transient, but the inner beauty of a kind heart gets brighter with time. Be kind and get prettier forever.” — Debasish Mridha(Kecantikan di luar bersifat sementara, namun kecantikan di dalam dari hati yang baik menjadi lebih cemerlang dengan bertambahnya waktu. Bersikap baik.)*****Chapter 11“Begini Bos, bagaimana kalau Delina saja yang menggantikan Diane, lihatlah postur tubuhnya mirip dengan Nona Diane, mungkin ia bisa menggantikan gadis itu untuk memperkenalkan produk sofa terbaru perusahaan ini,” ucap Kevin memberi saran.Delina langsung menatap tajam wajah Kevin yang menahan tawa kala itu. Abi malah tertawa meledek sang sekretaris itu."Gadis jelek ini kau bilang akan dijadikan model? Hahaha..." Abi masih saja meledek Delina sampai pria itu terpingkal-pingkal memegangi perutnya.Delina maju ke hadapan Abi dan menggebrak meja kerja milik bosnya tersebut tanpa sadar karena tersulut emosi."Kau
Chapter 105"Tumben Mbok Nah ngomong bijak banget, ada apa ini?" tanya Delina seraya melayangkan senyum hangat."Sayangnya tidak semua anak paham akan arti penting seorang ibu, Non. Terkadang perkataan dan perbuatan anak kerap membuat orang tua terluka. Sayangnya, anak-anak itu tak sadar jika di dalam hati ibunya sedang menangis. Namun apa daya, rasa cinta ibu lebih besar dibanding amarahnya. Dia tak mengenal benci pada anak yang teramat dicintai," ucap Mbok Nah yang mengingat anak satu-satunya yang ia miliki. Dia menceritakan mengenai putranya. Sayangnya, putra tunggalnya itu malah pergi meninggalkannya. Ia memilih pergi ke luar negeri untuk bekerja tanpa pernah ingat."Mbok Nah, yang sabar ya," ucap Delina memeluk wanita itu dari samping. Kania juga ikut memeluk Mbok Nah."Kalian harus jadi ibu yang baik ya, semoga anak-anak kalian menjadi anak yang soleh dan soleha dan berbakti pada orang tua," ucap Mbok Nah dengan
Chapter 104Delina langsung menggerutu karena Kania yang sudah muak mendengar kemesraan keduanya berani merebut ponselnya dan mematikannya. "Kalau nggak aku ambil tuh hape, kalian pasti nggak akan kelar bilang I love you masing masing sampai subuh!" ucap Kania saat menarik ponsel Delina dan memutuskan sambungan ponsel tersebut dengan Abi."Huuuu! Kamu selalu aja kayak gitu. Udah deh bilang aja sirik!""Ya habisnya kamu mah segitu lebay sama Abi. Sampai kalah deh gaya pacarannya anak abege," ucap Kania bersungut-sungut."Biarin aja, sih. Lagian suka-suka aku dong, kan aku sama Abi udah nikah bukan pacaran lagi, wleekk!" Delina menjulurkan lidahnya pada Kania."Duh, yang sabar ya King punya ibu macam itu," ucap Kani pada Delina yang masih berenang."Dedek bayi juga yang sabar ya punya ibu bawel dan calon galak macam wanita ini," ucap Delina yang gantian mencibir Kania sinis seraya mengus
Chapter 103 Satu bulan telah berlalu.Di sebuah kafe dengan menu khas negara Jepang yang ternama di wilayah ibukota tersebut, Indra dan Abi menemui seorang klien wanita dari perusahaan fashion terkenal yang ingin bekerjasama dengan perusahaan miliknya.Wanita bernama Yuki itu akan membuat program yang menggunakan jasa desainer ternama untuk membuat pakaian seperti gaun yang cantik yang bisa dipadu padankan dengan kosmetik miliknya."Halo Abi, selamat siang! Apa kabar kamu?" sapa Yuki saat melihat Abi datang bersama Indra, wanita itu mengulurkan tangannya. Abi sampai terkejut kala melihat wanita itu adalah mantan kekasihnya yang pernah bersama dalam waktu singkat saat dia berada di Tokyo."Selamat siang, Yuki. Kabar aku baik. Wah, nggak nyangka ternyata kamu rekan bisnis aku," balas Abi seraya menjabat tangan wanita tersebut."Mau makan siang bersama sekalian sebelum kita bicarakan program kerjasama kita?" tanya Yuki dengan menun
Chapter 102Setelah proses persalinan Delina selesai, tampak satu orang suster yang ke luar dari ruang persalinan langsung diberondong banyak pertanyaan dari Nyonya Mia, Ibu Susi, dan Kania."Bagaimana keadaan Delina dan bayinya, Sus?" tanya Kania."Syukurlah mereka selamat. Nyonya Delina melahirkan bayi kembar, sekarang bayinya sudah berada di ruang perawatan. Ibunya masih di dalam," ujarnya.Kania yang tak sabar langsung ingin memasuki ruangan tempat Delina bersalin. Namun, dia langsung ditahan oleh sang suster."Eh, mau ke mana, Bu?" tanya suster."Mau liat Delina, hehehe.""Jangan dulu, belum boleh ditengok dulu, ya. Tadi pasien masih belum sadar karena terlalu letih. Kalau mau lihat bayinya ada di kamar bayi di ujung koridor sana belok kanan," ucap suster itu menjelaskan."Oke, deh Suster.""Ayo, para Oma yang baru kita langsung liat dedek bayi!" ajak Kania seraya menarik tangan Ibu Susi dan Nyonya
Chapter 101Keesokan harinya, Lala sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena sudah stabil setelah Ibu Ani bersikeras meminta Lala agar melakukan perawatan di rumahnya saja. Sesampainya mereka di rumah, semua mata menatap ke arah Lala yang baru saja tiba."Ada apa ini?" tanya Bu Ani."Kania sama yang lainnya mau pamit, Ma," ucap Kania.Lala tampak tersenyum puas penuh kemenangan. "Lalu kamu juga ikut pulang, Ndra?" tanya Ibu Ani pada putranya."Nggak, Ma. Kan Mama suruh aku nikahin Lala," jawab Indra lalu memanggil asisten rumah tangga di rumah itu, "Bi, tolong bawa minumnya ke sini," pinta Indra.Tak lama kemudian, Bi Tati membawa beberapa cangkir berisi teh manis hangat."Yang buat Mama saya mana, Bi?" tanya Indra."Yang ini, Tuan." Bi Tati menyerahkan cangkir berisi teh manis itu pada Ibu Ani."Minum dulu, Ma, biar seger," pinta Indra. Tanpa menaruh rasa curiga, Ibu Ani langsun
Chapter 100"Aku belum hamil, bukannya nggak bisa hamil! Jaga ucapan kamu, ya!" "Hahaha, sudahlah Kania, Indra itu awalnya jodoh aku dia suamiku. Dia akan tetap menjadi suami aku," sahut Lala begitu penuh percaya diri."Mantan suami kamu! Sekarang dia suamiku! Kamu harusnya mikir waktu kamu pergi begitu saja meninggalkan dia dalam kehancuran hanya demi laki-laki lain. Kamu lebih memilih pria tak baik yang akhirnya kamu kena karma karena ulah kamu itu," sahut Kania."Mungkin aku kena guna-guna dari Brian. Dan sekarang aku sudah terbebas dari guna-guna si Brian!" "Oh gitu, guna-guna kata kamu? Jangan-jangan sekarang kamu yang pakai guna-guna buat bikin Ibu mertuaku luluh." Kania sampai kesal melihat Lala yang terlihat begitu tergila-gila pada Indra kini."Sudahlah, yang jelas kamu harus rela kalau Indra sebentar lagi akan menikah dengan ku.""Aku tak mau membagi suamiku dengan siapapun,
Chapter 99 Di masa kehamilan Delina yang menginjak usia lima belas minggu, Delina mengalami flek. Abi lalu membawa istrinya dengan segera ke Rumah Sakit Kota di Kota Hijau tersebut. Kania dan Indra juga menemani. Sesampainya di rumah sakit tersebut, dokter mengharuskan Delina menjalani rawat inap. Dokter spesialis kandungan bernama Sri Rahayu mengatakan bahwa perdarahan pada ibu hamil yang bisa menjadi indikasi berbagai komplikasi, termasuk keguguran, kehamilan ektopik, dan plasenta previa, dan karenanya tidak boleh diabaikan."Jadi, bagaimana kondisi istri saya, Dok? Apa yang menyebabkan dia mengalami flek tadi?" tanya Abi."Sering kali, pendarahan terjadi karena hubungan seksual dan pemeriksaan serviks terutama di akhir kehamilan. Selain itu, ada pula plasenta previa, yaitu ketika plasenta menutupi serviks baik sebagian atau seluruhnya. Kondisi ini bisa menjadi penyebab munculnya flek saat hamil," ujar sang dokter."Hayo loh Abi, habi
Chapter 98Indra hanya menatap mantan istrinya dengan pandangan aneh seraya menuju kamarnya. Ada rencana yang sudah disiapkan Lala dengan matang. Dia meminta Mimi untuk memberikan teh manis hangat yang dicampur obat tidur. Obat yang sangat mujarab dan akan langsung membuat si penerimanya terlelap. Lala ingin kembali menjadi istrinya Indra setelah dia bangkrut dan kekurangan uang. Dia memanfaatkan putrinya."Papi, Mimi bawa teh manis nih," ucap Mimi."Eh, awas Nak! Nanti cangkirnya jatuh kena kaki kamu!" seru Indra yang langsung meraih cangkir berisi teh hangat dari tangan putrinya."Nggak akan jatuh, Pi. Aku udah bisa kok. Papi minum dulu ya," pinta Mimi. "Iya, terima kasih putri Papi yang cantik."Gadis kecil itu melaksanakan perintah ibunya dengan baik. Di luar kamar Indra, Lala tersenyum puas menyeringai ketika rencananya berhasil. Tak lama kemudian, Indra terlihat menguap. Di yang baru saja membuka kemejanya henda
Chapter 97Saat Abi dan Indra pergi bertemu dengan salah satu rekan bisnis, Delina dan Kania pergi ke sebuah destinasi wisata di Kota Hijau. Semantara itu mantan istrinya Indra datang dan menghasut Mimi agar jangan mau pergi dengan Kania. Anak itu akhirnya mengikuti ibunya. Lala mengajak Mimi agar memilih berada di rumah dan bersantai mengunjungi kebun stroberi."Percuma si Indra suruh aku dekat samw Mimi dan ajak aku ke sini, kalau orangnya enggak mau diajak pergi jalan-jalan," ucap Kania berkeluh kesah. "Ya habis gimana, mungkin dia kangen banget sama ibunya," sahut Delina.Delina lantas menghentikan langkahnya."Tapi, Kania … kenapa dia jadi suka ketemu anaknya dan memilih berlama-lama di rumah mantan ibu mertuanya, ya?" Delina menoleh ke arah Kania."Maksud kamu, Lin?" Gantian Kania menatap Delina penuh ingin tahu."Kok Lala tahu gitu kalau Indra lagi kunjungan ke rumah ibunya. Kenapa pas Indra ke sini? Kenapa buka