Sebuah ruangan pribadi. Semacam taman kecil yang dibangun di lantai belakang bangunan Alice Palace. Tempat ini sedikit tersisih, sebab hanya orang-orang tertentu yang boleh masuk. Jika Alexa menyukai keindahan dengan memandang suasana mewah dan modern, Alice berkebalikan dari itu. Wanita yang jauh lebih tua dari sang adik itu lebih nyaman kalau berada di tengah rimbunnya tumbuhan hijau. Pot-pot kecil berjajar di setiap sudut bangunan dengan tanaman hias mirip rumput liar. Bahkan alas pijakan Alexa saat ini bukan ubin atau semen keras yang rata. Ia harus menyakiti rumput-rumput hijau dengan jalan setapak yang terdiri dari susunan batu kerikil berwarna putih bersih. Tak ada sampah dan tak ada debu. Semua bersih juga tertata dengan rapi. Kesan minimalis begitu kental terasa sebab di sini tak banyak barang-barang yang memenuhi. Areanya luas, tetapi hanya berisikan satu meja bundar berukuran sedang dengan dua kursi yang saling berhadapan. Di sudut sana, ada jajaran pot semen berbentuk pe
Tempat yang ramai. Alunan musik menggema di setiap sudut ruangan. Jajaran lampu gantung berkerlapan bak puluhan bintang di atas langit malam. Senja baru saja turun dari kedudukannya. Langit gelap dengan satu bulatan dewi malam begitu cantik dipandang oleh sepasang mata telanjang. Cahaya kuningnya menjadi saksi bisu yang mempertegas bahwa tak akan ada hujan malam ini. Bumi tak akan basah sebab cakrawala yang terluka hatinya dan berduka, lalu menangis tersedu-sedu. Suasana akan tetap kondusif sampai pagi datang dengan fajar yang mengintip di balik gumpalan awan putih.Alexa menatap pria yang ada di sana. Dari sekian banyak orang yang bergoyang dan berjoget mengikuti irama yang ada, hanya pria berambut keriting itu yang menjadi fokus untuk sepasang mata tajam milik Sherina Alexander Lansonia. Ace Brancroft, pria yang membuatnya datang ke tempat seperti ini. Sebuah klub malam dengan musik yang menggila di setiap menitnya. Dentuman keras benar-benar menganggu ketenangan Alexa mala
Alexa tersenyum manis melihat pria yang ada di depannya saat ini. Tubuhnya penuh dengan luka lebam dan babak belur sebab seseorang baru saja memukulinya habis dan menghakimi dirinya dengan penuh kemarahan. Ace Brancroft dicap sebagai seorang penipu saat ini. Ia menggunakan nama orang lain hanya untuk memikat seorang wanita cantik. Ia berbohong tentang identitasnya. Itu sebabnya orang-orang yang ada di sini marah dan murka padanya. Bar dan klub malam memang berisi orang-orang bejat dan bajingan. Banyak yang menghabiskan napsunya di tempat ini, tetapi sayang. Penipu tak dimaafkan di sini. Toh juga, Ace adalah orang baru untuk mereka. Baru memulai hubungan saja, Ace Brancroft sudah melakukan kebohongan besar. Ia duduk sebagai Mr. Lim, bukan Mr. Ace seorang peretas ilegal yang tak punya pekerjaan di atas pengakuan pemerintah kota.Nasib yang mengenaskan untuk Ace malam ini! Alexa hanya bisa tertawa untuk pria satu itu. Ia menatap kekalahannya dengan penuh kepu
Harry berlari selepas ia turun dari mobil. Langkah kaki jenjangnya tegas memasuki bangunan rumah sakit untuk datang pada orang yang sedang membutuhkannya saat ini. Mr. Ace Brancroft dipukuli habis-habisan di dalam bangunan klub malam. Tulang kakinya patah, butuh waktu untuk yang sedikit lama untuk bisa membuatnya sembuh dan menyatu kembali. Bukan hanya itu, pihak rumah sakit yang memberi kabar padanya juga mengatakan bahwa keadaan Ace benar-benar miris untuk dipandang oleh kedua mata telanjang. Babak belur, luka menghitam, dengan beberapa darah segar yang yang masih menetes kadang kala. Sisi matanya bengkak sebab bogem mentah mendarat di atas sana. Ace tak bisa lagi dikatakan tampan dengan seluruh luka yang ada di wajahnya saat ini. Beberapa sudut tubuhnya pun tak luput dari bulan-bulanan orang yang ada di dalam tempat itu. Harry benar-benar tak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi pada Ace. Harry menghentikan langkah kakinya, tepat di depan meja rese
Semua yang ada di depannya saat ini, sungguh memukau! Matanya puas memandang seluruh tata ruangan yang terkesan mewah dan modern. Ruangan utama Puncak Camaraderie adalah surga untuk seluruh mimpinya. Inilah representasi nyata dari segala bentuk perjuangan seorang Sherina Alexander Lansonia untuk menjadi seorang wanita yang hebat di masa depan. Mata dunia masih membicarakan pasal Puncak Camaraderie. Bahkan, besok malam ia akan kembali bertemu dengan pria gempal pemilik sebuah perusahaan properti ternama di Inggris. Katanya, ia ingin menginvestasikan uangnya untuk pengembangan Puncak Camaraderie. Ia ingin mengulurkan tangan untuk Joy Holding's Company. Perusahaan kosmetik terbesar di Britania Raya yang mampu memberi harapan bagi orang-orang di sekitarnya. Joy Holding's Company menjadi lebih kaya dan terpandang selepas teknologi Camaraderie dipublikasikan pada dunia. Puncak persahabatan, itulah artinya. Alexa ingin puncak ini menjadi lambang persahabatan dirinya mewakili Joy Holding's
"Kenapa datang malam-malam begini? Ada sesuatu yang penting?" Alexa mulia mulai menatap cairan wine yang jatuh tepat ke dasar gelas kaca di depannya. Di sudut ruangan, ia sedang menyiapkan jamuan kecil untuk kedatangan kekasihnya malam ini. Alexa tahu, kalau Luis Ambrosius membawakan buah tangan untuk dirinya saat datang tadi. Ia memeluk Alexa lalu mengecup puncak kepalanya. Wanita itu hanya bisa tersenyum manis, sesekali sang kekasih mengecup bibirnya dengan lembut. Lalu mulai melepaskan pelukan itu, selepas Alexa meminta ijin untuk menyuguhkan segelas wine untuk menemani percakapan keduanya malam ini. Larut sudah datang. Sebenarnya Alexa ingin pulang ke rumahnya setelah ini. Namun, kedatangan Luis Ambrosius menghentikan niatnya. Mau tak mau, ia harus menjamu tamu pertamanya yang datang menengok keadaan ruang kerja pribadinya di lantai Puncak Camaraderie.Wow! Itulah kata yang pertama kali keluar dari celah bibir milik Luis. Pria itu terkagum-kagum dengan apa yang ada di sek
Alarm berdering dengan nyaring. Suaranya menggema ringan di ruangan. Wanita yang tadinya masih terbungkus dengan selimut tebal itu, kini mulai menggeliat. Ringan gerakkannya lalu mulai menurunkan selimut tebal itu agar tak menutupi pandangan matanya saat ini. Kedua kelopak mata itu mulai terbuka sedikit demi sedikit. Menyesuaikan cahaya yang merambah masuk ke dalam lensanya pagi ini. Alexa menghela napasnya kasar. Malam dilalui dengan sedikit melelahkan. Bukan, ia bukan bercinta dan bercumbu panas dengan sang kekasih. Alexa mau melakukan itu. Bukannya apa, Luis belum bisa menepati janjinya hingga sekarang ini. Alexa masih mendengar kabar simpang siur pasal Mr. Gill dan sang kakak kandung, Alice Lansonia. Pernikahan mereka semakin dekat saja. Banyak yang mendukung, sesekali Alexa membaca sebuah komentar jahat yang meminta dirinya untuk mengakhiri hubungan dengan Luis dan menyetujui pernikahan sang kakak.Namun, tak sedikit pula orang yang menghakimi wanita
"Jika aku tahu aku tak mendatangi dirimu sekarang ini, Alexa." Harry mulai memandang wajah Alexa dari pantulan cermin yang ada di depannya. Wanita yang baru saja meletakkan sisir di atas meja kaca yang ada di depannya itu, mau tak mau harus dipaksa untuk berbalik badan dan menatap lawan bicara dengan benar. Ini masih pagi, tetapi mood-nya sudah dirusak oleh pria sialan di depannya itu. Alexa tak habis pikir dengan Harry. Bukan salah dirinya Ace jadi seperti itu. Andai saja pria itu mau bekerjasama dengan Alexa dan mengatakan apa tujuan Harry datang sore itu, maka Alexa tak akan kembali melempar tubuh Ace untuk menjadi bulan-bulanan orang yang di dalam klub malam itu. Keadaan Ace sekarang ini adalah pilihan yang diambil oleh pria itu sendiri. Tak ada paksaan. Alexa tak suka memaksa kalau sedang membuat perjanjian. Jika tak mau, maka Alexa akan melepaskan orang itu."Seharusnya Ace juga menjawab hal ini kemarin. Dia bisu dan memilih untuk setia padamu, Harry
Padat merayap. Khas jalanan kota metropolitan yang tak pernah mati. Pandangan wanita cantik itu terus saja tertuju pada lantai yang ada di bawahnya saat ini. Ia melihat keadaan jalanan kota yang mulai terkesan ramai kalau siang datang. Mobil dan beberapa motor berlalu lalang di bawah sana. Memenuhi jalanan kota dengan para pejalan kaki yang menjadi komponen pendukungnya. Xena Alodie Shan, si pemilik gedung entertainment terbesar di Britania Raya tak ingin melakukan apapun untuk saat ini. Ia terus saja diam dan mengurung diri di dalam ruang kantornya. Menunggu berita baik datang padanya mengenai persiapan pembukaan audisi untuk para aktor dan aktris baru yang akan menjadi bagian dari bangunan ini.Tak berselang beberapa lama sebuah suara menyela dirinya. Ketukan pintu dengan nada ringan dan konstan menjadi pengalihan fokus untuk Xena siang ini. Ia memutar tubuhnya lalu mulai meletakkan segelas wine di atas meja dan pergi mengarah ke ambang pintu untuk membuka pintunya. Seseora