Juna seakan tidak rela, tetapi ia sudah berjanji akan memberikan Tasya kepada pria lain. Meski sudah memantapkan diri tetap saja rasanya rugi menyerahkan kehormatan istrinya.
"Ah, sialan!" Juna mengumpat. Sopir taksi melirik Juna dan Tasya yang tengah dalam keadaan tanda tanya. Pria ini jadi curiga. "Kau lihat apa? Dia istriku," ucap Juna, dengan pandangan tajam "Maaf, Tuan. Kita akan segera sampai ke tujuan." Bagaimana tidak curiga jika wanita itu seperti terkena obat yang mengandung zat afrodisiak. Tasya merasa gelisah. Ia mulai membuka kancing baju yang dipakai, tetapi Juna mencegahnya. Bisa gawat kalau istrinya sampai membuka baju di mobil. "Cepat sedikit, Pak." Juna kewalahan kalau begini. "Iya, Tuan." Sopir mempercepat laju kendaraan. Untungnya tempat yang dituju masih satu kawasan dengan Midnight Club. Hanya perlu 10 menit sampai mobil ini tiba di hotel bintang lima. Juna juga sudah mengirim pesan kepada Doni agar menunggu di loby. Benar saja kalau Doni memang menunggu kedatangannya, tetapi pria itu bersama dengan beberapa orang lainnya. "Dia pengawal atasanku," ucap Doni. "Ikuti kami." Salah seorang pengawal memerintahkan Juna serta Tasya masuk dalam lift lebih dulu. Disusul Doni serta lainnya. Kotak besi itu mengantar mereka menuju kamar paling atas. "Sayang, tubuhku panas." Tasya tidak sadar. Pandangannya samar-samar. Yang ia tahu bahwa pria yang memeluknya adalah Juna. "Sabar, Sayang." "Ruangan yang akan kalian tuju adalah milik Rangga Saputra. Dia atasanku," ucap Doni. "Pasti dia orang yang luar biasa." "Kau sungguh tidak tahu siapa itu Rangga Saputra? Setelah ini, kau cari berita tentangnya." "Ya, baiklah." Satu ruangan ini adalah milik Rangga Saputra karena sepanjang lorong, Juna hanya melihat pengawal saja. Juna meneguk ludah. Kenapa ia merasakan hawa mengintimidasi? Apa ini akan baik-baik saja? Tapi, jika ia berhenti di sini, maka uang orang lain yang ia pakai tidak akan bisa terbayarkan. "Silakan." Pengawal membuka pintu untuk mereka masuk. "Sayang, aku tidak tahan lagi." Tasya sudah gelisah, dan Juna berusaha menahan kedua tangan istrinya yang ingin membuka pakaian. "Tuan, saya sudah membawa wanita itu." Doni menghadap. Pria yang tengah menatap kusen jendela dengan hanya memakai handuk ini, belum berbalik sama sekali. Hanya Doni saja yang mempersilakan Juna agar meletakkan Tasya di atas tempat tidur. "Berikan yang dia mau, Doni," ucap Rangga. "Baik, Tuan." Doni memberikan cek dengan nominal yang tertera sesuai permintaan kepada Juna. "Besok, kau bisa menjemput istrimu. Lebih baik kau menginap di sini. Aku akan siapkan kamarnya." "Oke." Juna menundukkan sedikit tubuhnya di depan Rangga Saputra. "Terima kasih, Tuan Rangga." "Sekarang pergilah." Doni mempersilakan Juna keluar. Lalu ia menghadap Rangga. "Apa ada lagi yang Tuan perlukan?" "Tidak ada. Kau boleh beristirahat, Don." Rangga berbalik menatapnya. Doni menundukkan kepalanya, kemudian undur diri. Tinggal Rangga dan Tasya saja di ruangan ini. Rangga menghabiskan minuman beralkoholnya. Ia letakkan gelas itu di meja dengan kasar. Pandangannya mengarah pada Tasya yang tengah berusaha membuka gaunnya. Handuk itu dibuka begitu saja. Rangga berjalan mendekat ke tempat tidur. Namun, ini di luar dugaan. Keningnya berkerut, merasa familiar pada wanita ini. "Berengsek! Apa Doni tidak mengecek wanita ini dulu?!" Rangga ingat betul perempuan ini adalah wanita yang menjual kehormatannya, meski sudah lewat beberapa waktu. "Sayang, aku sudah tidak tahan. Cepatlah." Tasya meraih tangan Rangga. Ia mendekatkan tangan pria itu ke pipi. Tiba-tiba Tasya terisak. "Sayang, aku sudah salah padamu." "Kenapa, Sayang?" Rangga melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Tasya. Ia jadi ingin meladeni wanita ini. "Aku menjual diriku kepada seorang pria." "Kau sangat nakal rupanya." "Ini semua karena dirimu. Kau berengsek, Juna! Aku benci padamu." "Sayang, tidak baik membenciku, sepertinya kau harus di hukum." Rangga membelai tubuh indah ini. "Aku bersumpah hanya dia. Setelah ini, aku akan menyerahkan diriku padamu." Tasya mengalungkan kedua tangannya ke leher Rangga. "Sentuh aku, Sayang." "Kau ini bodoh atau terlalu pintar? Kau menjual dirimu padaku, lalu kekasihmu menjual dirimu lagi padaku. Baiklah, aku juga tidak mau rugi. Malam ini, kita ulang seperti malam kemarin." Rangga memiringkan kepalanya, lalu mengecup lembut bibir Tasya. Sementara Juna berada di kamar hotel yang berbeda. Uang telah didapat, dan ia tidak dapat tidur karena memikirkan istrinya. Kembali ke kamar Rangga yang saat ini tengah memuaskan Tasya. Ini bukan dirinya yang dilayani, tetapi ia yang harus memuaskan wanita ini karena pengaruh obat afrodisiak. "Apa aku sudah tua? Pinggang dan lututku." Rangga terengah-engah. Ia mengatur napas lebih dulu. Wanita di sampingnya telah terlelap, kemudian ia bangkit dari tempat tidur. Ponselnya memancarkan sinar serta getaran. Rangga melihat nama kekasihnya tertera di layar. Hubungan asmara ini sudah merenggang, tetapi Rangga tidak ingin berpisah dari kekasihnya. "Dia sok mencariku." Rangga tidak peduli. Sekarang, ia akan berbuat sesuka hati. Pukul 6 pagi, Rangga siap untuk pergi. Wanita yang menemaninya masih bergelung dalam selimut. Doni pun sudah ada di kamar itu. "Siapa dia, Don? Apa kau tahu wanita itu adalah perempuan yang sama seperti malam itu." "Maksud, Tuan?" tanya Doni. "Dia menjual dirinya waktu kita berada di hotel Nebula." Doni kaget mendengarnya. Jelas ia ingat wanita itu memang masih perawan, lalu yang berbaring di sini ... ah, otaknya tidak bisa mencerna. "Maafkan saya, Tuan. Wanita ini ... dia jual oleh suaminya sendiri." Tidak ada alasan bagi Doni untuk berbohong. "Suaminya bilang jika istrinya masih perawan." Doni mengatakan apa yang ia ketahui dari Juna. "Malam itu dia memang masih perawan. Apa mereka bertengkar?" tanya Rangga. "Dia hanya bercerita sedikit." "Aku suka dia. Cari tahu latar belakangnya," kata Rangga. "Baik, Tuan." "Kita pergi sekarang." Rangga berjalan lebih dulu, disusul oleh para bawahannya. Di lantai dasar, Juna telah sedari tadi menunggu Rangga lewat. Ketika mendapati pria itu, ia segera naik ke lantai teratas di mana istrinya berada. Juna tiba di kamar yang di tempati Tasya. Ia masuk begitu saja karena memang pintu itu tidak ditutup rapat. Ini karena lantai hotel ini adalah milik Rangga. Tidak ada yang berani memasuki lantai paling atas kalau bukan atas perintah langsung. Lagi pula kartu kunci sengaja ditinggal. Mendapati istrinya yang masih terbaring, ada sedikit penyesalan. Juna menarik turun selimut yang menutupi tubuh istrinya. Matanya membulat melihat tubuh mulus itu kini dinodai bercak merah. Jelas sekali permainan Rangga sangat brutal. "Sayang ... Tasya." Sudah terjadi, Juna pun tidak bisa berbuat apa-apa. "Sayang, kita pulang sekarang." Entahlah, ia tidak mampu untuk berbaring di samping Tasya. Lebih baik langsung dibawa pulang saja. Tasya mengeliat. Ia hanya bergumam karena kantuk masih mengambil alih dirinya. Juna terus membangunkan istrinya sampai Tasya membuka mata. "Sayang ...." Tasya mengerjap beberapa kali. "Ini sudah pagi. Kita harus pulang." "Memangnya ini di mana?" Tasya mencoba duduk. "Kenapa aku merasa sangat lelah? Sayang ...." Tasya memerhatikan ruang yang asing baginya. "Loh, ini di mana?" "Hotel. Kita bermalam di sini. Kau tidak lupa, kan? Kita sedang merayakan malam pertama." Wajah Tasya merona malu. "Sayang, aku tidak ingat kita melakukannya." "Kau bisa melihat tanda di tubuhmu."“Bayar utangmu kalau mau selamat!”“Bukan aku yang punya utang! Cari saja dia kalau kalian mau dilunasi, jangan menagihnya padaku!”“Juna itu suamimu, kan? Dia punya utang 500 juta padaku! Kalau bukan kau yang bayar, lalu siapa, hah?!”Ekspresi Tasya Prameswari mengeras mendengar itu. Ia berhenti mencoba menghalangi orang-orang yang mengacak-acak isi rumahnya atas perintah pria mengerikan di hadapannya saat ini.“Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan dia,” kata Tasya dingin. Teringat pengkhianatan suaminya.Bagaimana tidak? Ia ditipu mentah-mentah oleh pria itu!Tasya sebelumnya sudah berpacaran dengan Juna selama 3 tahun, hingga akhirnya mereka menikah. Sayangnya, Tasya tidak tahu apa yang ada di balik kata-kata manis suaminya itu.Belum malam pertama, Juna malah kabur dengan membawa uang serta perhiasannya.Ternyata pria itu punya utang sebesar 500 juta karena kalah judi. Sebagai jaminannya, ia melimpahkan utang itu kepada Tasya."Jangan membodohiku! Kau masihlah istri sah dar
“Biar aku yang bekerja.”Terserah saja dalam hati Tasya berkata demikian. Matanya mulai sayu, ia mengantuk dan keadaan tubuh ini bisa dibilang telah pasrah pada keadaan.Sementara itu, Rangga tersenyum. Ia menuntaskan diri dengan bergerak cepat hingga memuntahkan semua cairan kental dalam rahim Tasya. Napas pria itu naik turun. Ia masih terengah dalam tubuh berkeringat, meski kamar ini ada pendingin ruangan.Rangga memandang Tasya yang sudah terlelap. Ia puas karena berhasil mengambil keperawanan wanita di sampingnya ini. Namun, setengah dari dirinya merasa malam ini tidak ada gunanya.Pakaian yang berserakan segera diambil. Rangga memakai kembali bajunya, lalu mengambil cek dari saku jas. Ia menuliskan nominal uang yang telah disepakati."Uang mengubah segalanya," ucap Rangga. Karena cantik, ia menambahkan uang tip sebanyak 50 juta. Total harga malam ini 550 juta. Rangga juga berpesan agar Tasya meminum pil pencegah kehamilan ketika ia sudah bangun tidur nanti.Rangga segera keluar d
Rangga Saputra, seorang CEO muda berusia 30 tahun yang merupakan pebisnis serta keturunan dari keluarga konglomerat. Dia dijuluki sebagai Titan Kapitalis. Ini karena Rangga mendominasi bisnis, keuangan, serta koneksi yang begitu luas. Ditambah dia dikaruniai fisik tampan.“Astaga!”Tasya memalingkan wajah, dan langsung pergi saat merasa pria itu melihat ke arahnya. Hatinya berkata jika pria itu adalah orang berbahaya. Tidak ada yang berjalan lancar. Tasya merasa kesialan terus saja menghampiri. Ini sudah 30 hari semenjak Juna kabur dari sisinya.Karena tidak mendapatkan apa-apa, Tasya segera pulang. Ia akan mencari pekerjaan lewat internet saja. Umurnya masih 25 tahun, ia masih punya kesempatan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik. Ya, buat apa diratapi lagi orang yang sudah pergi. Hidup terus berlanjut.Sesampainya di rumah, Tasya berbaring di atas tempat tidur kecil miliknya sembari mencari lorongan pekerjaan.Namun, tiba-tiba telinga Tasya mendengar suara langkah kaki karena
Juna kembali ke rumah pada malam harinya. Ia tidak enak hati karena tidak memberi kabar pada istrinya ini, terlebih ingin meminta uang kepada Tasya. Bisa-bisa ia di usir dari rumah ini. Ia memandang istrinya. Dalam otaknya tercetus ide di luar nalar. Dari awal pernikahan, Juna belum menyentuh Tasya dan itu artinya, istrinya ini masih perawan. Keraguan masih berada dalam hati Juna. Ia tidak mungkin melakukan ini, tetapi bila uangnya tidak disetor, maka nyawanya bisa jadi taruhan. Toni pernah mengatakan kalau barang ini milik orang yang berkuasa dan memiliki bawahan yang bisa menghilangkan hidup seseorang. Harus dengan alasan apa Juna membujuk Tasya nanti. Ia dalam kebingungan sekarang. Tasya sudah baik padanya. Mereka juga sudah menjadi pasangan suami istri. Menjerumuskan istri ke pelukan pria lain bukankah keterlaluan? Ah! Juna menggaruk kepalanya. Tiba-tiba terasa pusing karena memikirkan masalah ini. "Ada apa? Sejak kembali kau diam saja," ucap Tasya. "Tidak apa-apa, Sayang. A
Juna seakan tidak rela, tetapi ia sudah berjanji akan memberikan Tasya kepada pria lain. Meski sudah memantapkan diri tetap saja rasanya rugi menyerahkan kehormatan istrinya. "Ah, sialan!" Juna mengumpat.Sopir taksi melirik Juna dan Tasya yang tengah dalam keadaan tanda tanya. Pria ini jadi curiga. "Kau lihat apa? Dia istriku," ucap Juna, dengan pandangan tajam"Maaf, Tuan. Kita akan segera sampai ke tujuan." Bagaimana tidak curiga jika wanita itu seperti terkena obat yang mengandung zat afrodisiak. Tasya merasa gelisah. Ia mulai membuka kancing baju yang dipakai, tetapi Juna mencegahnya. Bisa gawat kalau istrinya sampai membuka baju di mobil. "Cepat sedikit, Pak." Juna kewalahan kalau begini. "Iya, Tuan." Sopir mempercepat laju kendaraan. Untungnya tempat yang dituju masih satu kawasan dengan Midnight Club. Hanya perlu 10 menit sampai mobil ini tiba di hotel bintang lima. Juna juga sudah mengirim pesan kepada Doni agar menunggu di loby. Benar saja kalau Doni memang menunggu k
Juna kembali ke rumah pada malam harinya. Ia tidak enak hati karena tidak memberi kabar pada istrinya ini, terlebih ingin meminta uang kepada Tasya. Bisa-bisa ia di usir dari rumah ini. Ia memandang istrinya. Dalam otaknya tercetus ide di luar nalar. Dari awal pernikahan, Juna belum menyentuh Tasya dan itu artinya, istrinya ini masih perawan. Keraguan masih berada dalam hati Juna. Ia tidak mungkin melakukan ini, tetapi bila uangnya tidak disetor, maka nyawanya bisa jadi taruhan. Toni pernah mengatakan kalau barang ini milik orang yang berkuasa dan memiliki bawahan yang bisa menghilangkan hidup seseorang. Harus dengan alasan apa Juna membujuk Tasya nanti. Ia dalam kebingungan sekarang. Tasya sudah baik padanya. Mereka juga sudah menjadi pasangan suami istri. Menjerumuskan istri ke pelukan pria lain bukankah keterlaluan? Ah! Juna menggaruk kepalanya. Tiba-tiba terasa pusing karena memikirkan masalah ini. "Ada apa? Sejak kembali kau diam saja," ucap Tasya. "Tidak apa-apa, Sayang. A
Rangga Saputra, seorang CEO muda berusia 30 tahun yang merupakan pebisnis serta keturunan dari keluarga konglomerat. Dia dijuluki sebagai Titan Kapitalis. Ini karena Rangga mendominasi bisnis, keuangan, serta koneksi yang begitu luas. Ditambah dia dikaruniai fisik tampan.“Astaga!”Tasya memalingkan wajah, dan langsung pergi saat merasa pria itu melihat ke arahnya. Hatinya berkata jika pria itu adalah orang berbahaya. Tidak ada yang berjalan lancar. Tasya merasa kesialan terus saja menghampiri. Ini sudah 30 hari semenjak Juna kabur dari sisinya.Karena tidak mendapatkan apa-apa, Tasya segera pulang. Ia akan mencari pekerjaan lewat internet saja. Umurnya masih 25 tahun, ia masih punya kesempatan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik. Ya, buat apa diratapi lagi orang yang sudah pergi. Hidup terus berlanjut.Sesampainya di rumah, Tasya berbaring di atas tempat tidur kecil miliknya sembari mencari lorongan pekerjaan.Namun, tiba-tiba telinga Tasya mendengar suara langkah kaki karena
“Biar aku yang bekerja.”Terserah saja dalam hati Tasya berkata demikian. Matanya mulai sayu, ia mengantuk dan keadaan tubuh ini bisa dibilang telah pasrah pada keadaan.Sementara itu, Rangga tersenyum. Ia menuntaskan diri dengan bergerak cepat hingga memuntahkan semua cairan kental dalam rahim Tasya. Napas pria itu naik turun. Ia masih terengah dalam tubuh berkeringat, meski kamar ini ada pendingin ruangan.Rangga memandang Tasya yang sudah terlelap. Ia puas karena berhasil mengambil keperawanan wanita di sampingnya ini. Namun, setengah dari dirinya merasa malam ini tidak ada gunanya.Pakaian yang berserakan segera diambil. Rangga memakai kembali bajunya, lalu mengambil cek dari saku jas. Ia menuliskan nominal uang yang telah disepakati."Uang mengubah segalanya," ucap Rangga. Karena cantik, ia menambahkan uang tip sebanyak 50 juta. Total harga malam ini 550 juta. Rangga juga berpesan agar Tasya meminum pil pencegah kehamilan ketika ia sudah bangun tidur nanti.Rangga segera keluar d
“Bayar utangmu kalau mau selamat!”“Bukan aku yang punya utang! Cari saja dia kalau kalian mau dilunasi, jangan menagihnya padaku!”“Juna itu suamimu, kan? Dia punya utang 500 juta padaku! Kalau bukan kau yang bayar, lalu siapa, hah?!”Ekspresi Tasya Prameswari mengeras mendengar itu. Ia berhenti mencoba menghalangi orang-orang yang mengacak-acak isi rumahnya atas perintah pria mengerikan di hadapannya saat ini.“Aku sudah tidak ada hubungan apa-apa dengan dia,” kata Tasya dingin. Teringat pengkhianatan suaminya.Bagaimana tidak? Ia ditipu mentah-mentah oleh pria itu!Tasya sebelumnya sudah berpacaran dengan Juna selama 3 tahun, hingga akhirnya mereka menikah. Sayangnya, Tasya tidak tahu apa yang ada di balik kata-kata manis suaminya itu.Belum malam pertama, Juna malah kabur dengan membawa uang serta perhiasannya.Ternyata pria itu punya utang sebesar 500 juta karena kalah judi. Sebagai jaminannya, ia melimpahkan utang itu kepada Tasya."Jangan membodohiku! Kau masihlah istri sah dar