Pagi itu, ada perasaan bersalah yang menyelinap di benak Kevin. Entah mengapa, rasa itu begitu kuat hingga mendorongnya untuk pulang lebih awal sebelum menuju kantor. Setibanya di rumah, suasana masih sunyi, seakan menandakan bahwa Alexa masih berada di atas, di kamarnya. Belum ada suara tanda-tanda bahwa Alexa sudah turun ke bawah. "Pagi Tuan," sapa seorang pelayan yang tiba-tiba muncul dari arah dapur."Iya, Bibi? Nyonya di mana?" Kevin menoleh, sedikit terkejut karena tidak menyadari kehadiran pelayan itu."Nyonya belum turun untuk sarapan, Tuan," ujar Bibi dengan nada sopan."Oh, begitu. Sarapannya sudah siap?" tanya Kevin."Sudah, Tuan. Kalau Tuan ingin makan sekarang atau nanti, sarapan bisa disajikan kapan saja," jawab Bibi sambil tersenyum kecil.Kevin hanya mengangguk pelan. "Nanti saja, saya mau naik dulu menemui Nyonya."Kevin pun berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka. Saat membuka pintu kamar, ia melihat Alexa sedang memoles make up di wajahnya. Tanpa menoleh, Alex
Kevin merasa bersalah kepada Alexa setelah kejadian yang menimpa mereka, namun rasa bersalah itu bukan karena cinta, melainkan karena gengsi dan keinginan untuk menjaga citra dirinya di mata Alexa. Dalam hatinya, Kevin tidak pernah benar-benar mencintai Alexa, tetapi dia tahu bahwa sebagai istrinya, Alexa harus tampil sempurna di mata dunia, sebagai simbol kekuasaannya.Tanpa memberitahu siapa pun, Kevin pergi ke sebuah toko perhiasan ternama di kota itu, tempat yang hanya diketahui oleh orang-orang dengan kekayaan melimpah. Saat tiba di toko tersebut, dia disambut oleh seorang pegawai perempuan yang tampak terkejut dengan kehadirannya. Pegawai itu siapa Kevin, pria kaya yang selalu menjadi perbincangan karena kesuksesannya."Saya ingin melihat beberapa koleksi terbaru," kata Kevin dengan suara penuh wibawa, tidak menyiratkan sedikit pun kelembutan.Pegawai itu dengan cepat mengantar Kevin ke etalase yang memajang perhiasan mewah. Kevin menatap deretan kalung, cincin, dan gelang yang
Alexa tersenyum saat melihat Mamah Miranda, ibu tirinya, yang tiba-tiba muncul di kantor ayahnya. Ini adalah pemandangan yang tidak biasa."Mama, kok tiba-tiba datang ke kantor Papa?" tanya Alexa dengan nada ingin tahu."Oh, Mama mau minta uang sama Papa buat belanja skincare. Mama juga mau beli tas branded, teman-teman sosialita Mama pada beli model baru. Masa Mama masih pakai model dua bulan lalu? Malu dong!" jawab Mamah Miranda, wajahnya tampak bersemangat.Alexa hanya bisa menghela napas dalam hati. *Inilah salah satu alasan perusahaan Papa tidak berkembang pesat, karena Papa terlalu banyak mengeluarkan uang untuk memanjakan Mama*, batinnya."Loh, Alexa! Papa kira hari ini kamu tidak datang ke kantor. Kamu dari mana dengan penampilan seperti ini?" suara tegas ayah Alexa tiba-tiba memecah pikirannya."Oh, aku tadi belum sempat berganti pakaian. Aku baru saja selesai pemotretan. Aku kan sudah janji sama Papa kalau aku akan datang siang setelah kerjaanku selesai. Ternyata pemotretann
Malam itu, setelah Kevin pulang ke rumah, ia menemukan Alexa sedang duduk di ruang tamu, terlihat tenang sambil membaca sebuah majalah. Namun, ketenangan itu segera lenyap saat Kevin membuka pintu dan memasuki ruangan dengan wajah yang gelap dan penuh amarah.“Alexa, kita perlu bicara,” kata Kevin, suaranya terdengar lebih dingin dari biasanya.Alexa menoleh, sedikit terkejut melihat ekspresi suaminya. “Ada apa, Kevin? Kenapa kamu terlihat marah?”Kevin mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. “Tadi siang, saat makan siang dengan Nora, aku melihat Mamah Miranda di restoran yang sama.”Alexa mengerutkan kening, bingung dengan arah pembicaraan ini. “Lalu, kenapa?”“Aku melihat Mamah Miranda mengenakan kalung yang baru saja aku berikan padamu kemarin. Dia memakainya di depan teman-teman sosialitanya, memamerkannya seperti miliknya sendiri,” ujar Kevin dengan nada tegas, hampir menggertak.Alexa terkejut, namun ia segera menyadari situasinya. Ia mencoba menjelaskan, “M
Malam itu, Nora duduk di sebuah restoran mewah, menatap keluar jendela yang menghadap ke jalan kota yang ramai. Ia memegang segelas anggur merah, merenung tentang langkah berikutnya dalam rencananya. Nora telah menghabiskan berbulan-bulan mencoba merusak pernikahan Kevin dan Alexa, tetapi setiap kali, Alexa tampak berhasil memperbaiki hubungan mereka. Namun, malam ini, Nora memiliki firasat bahwa sesuatu yang besar akan terjadi, sesuatu yang bisa memberikan keuntungan besar baginya.Tidak lama kemudian, ponsel Nora bergetar di atas meja, mengganggu lamunannya. Ia melihat layar dan membaca pesan singkat dari salah satu informannya yang bekerja di toko perhiasan langganan Kevin. “Kevin baru saja menukar kalung yang dia berikan untuk Alexa dengan yang lebih mahal. Ini adalah perhiasan paling eksklusif yang kami miliki.”Nora tersenyum licik, meneguk anggur merahnya dengan penuh kepuasan. “Menarik,” gumamnya pelan. Sudah jelas bagi Nora bahwa Kevin masih berusaha untuk memperbaiki hubunga
Hari itu, Kevin sedang sibuk memeriksa dokumen penting di ruang kerjanya ketika teleponnya berdering. Nama Nora muncul di layar. Dengan sedikit rasa kesal, dia mengangkat telepon tersebut. "Halo, Kevin," suara Nora terdengar lembut namun penuh tuntutan."Ada apa, Nora?" Kevin bertanya tanpa basa-basi, suaranya terdengar dingin.Nora tersenyum tipis di seberang sana, meski Kevin tidak bisa melihatnya. "Aku ingin hari ini kamu menemaniku. Kita bisa pergi bersama, mungkin makan siang atau membeli sesuatu yang spesial."Kevin menghela napas panjang. "Maaf, Nora, aku tidak bisa hari ini. Aku benar-benar sibuk dan harus menghadiri rapat penting. Tapi aku akan memastikan kamu bisa membeli perhiasan yang kamu inginkan. Kuharap kamu bisa mengerti."Nora terdiam sejenak sebelum menutup teleponnya dengan kesal. Pikirannya penuh dengan kekecewaan. Sudah terlalu sering Kevin menomorduakannya, entah itu karena pekerjaan atau karena Alexa, istrinya. Setiap kali dia mencoba mendekat, Kevin selalu pun
Kevin duduk di kursinya, matanya menatap jauh ke arah pintu ruang kerjanya yang tertutup rapat. Dalam pikirannya, berbagai skenario dan rencana mulai terbentuk. Dia tahu bahwa posisinya bisa saja terguncang jika Alexa berhasil mengumpulkan cukup uang untuk melunasi hutang keluarganya. Jika itu terjadi, dia bisa kehilangan satu-satunya pegangan yang membuat Alexa tetap di sisinya. Oleh karena itu, dia harus memastikan bahwa hal itu tidak pernah terjadi. Salah satu caranya adalah dengan menemukan kelemahan Mamah Miranda, ibu tiri Alexa yang terkenal ambisius dan selalu mencari keuntungan.Kevin mengangkat teleponnya dan menghubungi Maya, asistennya yang andal. "Maya, bagaimana perkembangan tentang informasi Mamah Miranda?" tanyanya, suaranya terdengar dingin dan penuh tuntutan."Tuan Kevin, saya baru saja mendapatkan beberapa informasi menarik. Ternyata, Mamah Miranda memiliki kebiasaan berjudi yang cukup sering, dan tampaknya dia terlibat dalam beberapa hutang besar di salah satu kasin
"Nora, kamu benar-benar gila! Apa sepicik itu keinginanmu untuk mendapatkan Kevin?!" bentak Alex dengan nada tak percaya. Nora, dengan tenang namun penuh keyakinan, menjawab, "Aku hanya ingin Kevin, tidak yang lain. Ayolah, Lex, bantu aku. Jika kamu benar-benar mencintaiku, tolong bantu aku."Alex menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nora. Ini tidak masuk akal. Kamu benar-benar di luar nalar," jawabnya sambil berusaha mengendalikan emosinya.Nora menatap Alex dengan pandangan yang tajam. "Alex, jika kamu tidak mau membantuku, aku akan mengakhiri hidupku. Aku tidak bercanda. Kalau kamu tak percaya, kamu bisa melihatku besok pagi di apartemenku—dalam keadaan tak bernyawa," ancamnya sambil beranjak pergi, meninggalkan Alex dengan perasaan campur aduk. Di dalam hatinya, Nora yakin bahwa Alex tak akan tega melihat dirinya binasa.Namun, Alex tetap diam, membiarkan Nora melangkah pergi. Ia berdiri kaku, terjebak dalam pergulatan batinnya sendiri. Namun, sebelum Nora benar-benar pergi, Alex akhi
Setelah kejadian malam itu, Gina dan Kevin merasa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan mereka. Bukan dalam bentuk jarak, tetapi sebaliknya—perasaan saling pengertian dan kedekatan yang lebih mendalam. Gina, yang semula dibelenggu oleh kecurigaan dan rasa cemburu, kini merasa lega. Kevin, di sisi lain, merasakan beban yang terangkat karena tidak lagi harus menyembunyikan rencana kejutan untuk ulang tahun istrinya.Beberapa hari kemudian, ulang tahun Gina tiba. Kevin sudah merencanakan acara kejutan kecil di rumah mereka. Sejak insiden di mana Gina mengetahui tentang kalung berlian itu, Kevin berusaha memberikan lebih banyak perhatian. Ia pulang lebih awal, membantu di rumah, dan sering kali memastikan mereka memiliki waktu berkualitas bersama, meski hanya sekadar menonton film atau berjalan-jalan di sekitar lingkungan mereka. Gina pun mulai merasa lebih tenang dan percaya pada Kevin, berusaha membuang jauh-jauh rasa cemburu yang sempat mengganggunya.Malam ulang tahun Gina dimulai d
Beberapa hari kemudian, Gina merencanakan untuk mengikuti Kevin. Ia telah mengumpulkan cukup keberanian, dan perasaan curiga yang membebani pikirannya semakin sulit diabaikan. Malam itu, Gina mengatur alarm di ponselnya dengan pelan, lalu menunggu saat Kevin pulang terlambat seperti biasanya. Ketika Kevin akhirnya tiba di rumah, ia tampak lelah seperti biasa, menjelaskan bahwa rapat berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan.Gina berusaha menahan diri, pura-pura tersenyum dan memberikan pelukan hangat. Namun, pikirannya sudah penuh dengan rencana. Ia bertekad untuk mencari tahu apakah ada sesuatu yang lebih dari sekadar "proyek kerja" antara Kevin dan Karla.Keesokan harinya, Gina mengamati Kevin dengan cermat saat ia bersiap-siap pergi ke kantor. Sesaat setelah Kevin keluar dari rumah, Gina segera menyusul, memastikan jaraknya cukup jauh sehingga Kevin tidak akan menyadari bahwa ia sedang diikuti. Jantungnya berdebar kencang sepanjang perjalanan. Gina mencoba menenangkan diri, me
Malam itu, meski Kevin sudah berusaha meyakinkannya, Gina masih tak bisa sepenuhnya mengusir rasa cemas yang menyelimuti hatinya. Setelah Kevin tertidur di sampingnya, Gina terjaga dalam kegelapan, pikirannya terus memutar ulang percakapan mereka. Hatinya gelisah. Sesuatu di balik senyum ramah Karla dan reaksi Kevin yang canggung saat melihatnya di kafe tidak bisa ia abaikan.Beberapa hari berlalu, dan Gina mulai memperhatikan perubahan kecil dalam perilaku Kevin. Ia menjadi lebih sering pulang terlambat, selalu dengan alasan pekerjaan atau rapat mendadak. Setiap kali Gina mencoba mengajak Kevin berbicara tentang perasaannya, Kevin akan menjawabnya dengan nada lembut namun penuh penjelasan logis, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Namun, semakin banyak Kevin beralasan, semakin Gina merasa dirinya diabaikan.Suatu malam, ketika Kevin kembali terlambat lagi, Gina memutuskan untuk mengambil tindakan. Ia tidak bisa lagi duduk diam dan menunggu sesuatu terjadi. Setelah anak-anak ti
Gina tidak langsung mendekati Kevin dan Karla. Ia berdiri dari kejauhan, memperhatikan suaminya tertawa lepas dengan wanita lain—wanita dari masa lalunya. Hati Gina berdebar keras, sementara pikirannya dipenuhi berbagai pikiran yang berkecamuk. Ia tahu, sebagai seorang istri, Kevin selalu jujur padanya, dan Gina berusaha untuk mempercayai suaminya. Tapi melihat kedekatan Kevin dengan Karla membuat hatinya tak tenang. Gina menggenggam erat tasnya, mencoba meredam emosi yang mulai naik.Saat Gina akan berbalik pergi, tanpa disadari, tatapan Kevin tertuju padanya. Wajahnya berubah seketika—senyum yang tadi mengembang kini tergantikan oleh keterkejutan. Karla, yang menyadari perubahan ekspresi Kevin, mengikuti arah pandangannya dan juga melihat Gina."Hei, Gina?" sapa Kevin dengan nada ragu. "Apa yang kamu lakukan di sini?"Gina berusaha tersenyum meski hatinya tak menentu. "Aku hanya mampir sebentar untuk mengejutkanmu, mungkin kita bisa makan siang bersama," katanya pelan, mencoba terde
Kehidupan Kevin dan Gina setelah liburan di desa berjalan kembali ke ritme kota besar. Kevin tenggelam dalam pekerjaannya sebagai eksekutif di perusahaan besar, sementara Gina sibuk mengurus Keiva dan Keanu serta menjalankan bisnis kecil yang ia mulai dari rumah. Mereka masih sering mengenang momen indah di desa, dan meski topik tentang anak ketiga jarang dibicarakan lagi, Kevin tidak pernah benar-benar melupakannya.Suatu sore, saat Gina sedang menyiapkan makan malam, Kevin tiba-tiba menerima telepon dari perusahaannya. Ada proyek besar yang memerlukan perhatiannya, dan rapat mendadak dijadwalkan. "Gina, aku harus ke kantor sebentar, ada rapat penting yang harus kuhadiri," katanya sambil mengambil jasnya."Rapat lagi?" tanya Gina sedikit kecewa, tapi ia tahu pekerjaan Kevin memang selalu menuntut. "Baiklah, tapi jangan pulang terlalu larut ya."Kevin tersenyum dan mencium keningnya sebelum berangkat. "Aku akan segera pulang. Aku janji."Di kantor, Kevin disambut dengan atmosfer yang
Kevin dan Gina memutuskan untuk menghabiskan liburan mereka bersama kedua anak mereka, Keiva dan Keanu, di sebuah desa kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Desa itu terletak di kaki gunung, dengan pemandangan yang menakjubkan dan udara yang sejuk. Bagi mereka, ini adalah kesempatan untuk melepas penat, bersantai, dan menikmati kebersamaan sebagai keluarga. Hari pertama di desa dimulai dengan sarapan yang sederhana namun lezat. Gina memasak roti panggang dengan selai buatan sendiri, sementara Kevin sibuk membantu Keiva dan Keanu bersiap-siap untuk berjalan-jalan. Keiva, yang kini berusia lima tahun, sangat antusias untuk menjelajahi desa dan melihat hewan-hewan di peternakan terdekat. Keanu, yang baru berusia satu tahun, juga tampak senang meskipun ia belum mengerti banyak tentang petualangan yang menunggu. Pagi itu, mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang dipenuhi bunga liar. Kevin menggandeng tangan Keiva, sementara Gina menggendong Keanu yang terus tertawa melihat ku
Pernikahan kedua Kevin dan Gina yang sederhana namun penuh makna benar-benar menjadi awal baru bagi mereka. Setelah bertahun-tahun menghadapi berbagai ujian, mereka akhirnya bisa hidup bersama, kali ini dengan hati yang lebih terbuka dan ikatan yang lebih kuat. Mereka tak hanya memulai kembali kehidupan sebagai pasangan, tetapi juga sebagai orang tua dari dua anak, Keiva dan Keanu.Minggu-minggu setelah pernikahan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan yang tiada tara. Keiva, putri pertama mereka yang kini berusia lima tahun, sangat gembira dengan kehadiran adik laki-lakinya. Setiap hari, dia selalu ingin membantu Gina merawat Keanu, mulai dari menghiburnya saat menangis hingga ikut mengganti popok. Keiva tampak sangat menyayangi adiknya, dan ini membuat Kevin serta Gina semakin bahagia melihat kasih sayang yang tumbuh di antara anak-anak mereka.Suatu pagi yang cerah, Kevin dan Gina duduk di teras rumah mereka yang nyaman, mengamati Keiva bermain dengan Keanu yang masih berbaring di kere
Hari itu adalah salah satu hari paling membahagiakan dalam hidup Gina dan Kevin. Setelah bertahun-tahun terpisah oleh berbagai masalah, mereka akhirnya bisa bersama lagi. Gina sudah berjuang keras menghadapi masa-masa sulit, dan kini dia bisa merasakan kebahagiaan sejati. Kevin, yang selama ini dipenuhi dengan penyesalan dan rasa bersalah, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk menebus semua kesalahan dan memulai kembali hubungan mereka dari awal. Mereka berdua sedang duduk di ruang tamu rumah mereka, berbicara tentang masa depan, tentang rencana-rencana yang akan mereka jalani bersama sebagai sebuah keluarga. Gina tersenyum hangat sambil memegang perutnya yang sudah besar. Dia tengah hamil, dan hanya tinggal beberapa minggu lagi sampai kehamilan itu mencapai puncaknya. Kevin, yang duduk di sampingnya, menggenggam tangan Gina dengan penuh kasih sayang, membayangkan masa depan mereka bersama dengan anak yang akan segera lahir. "Rasanya seperti mimpi, Kev," kata Gina dengan mata yang
Kevin duduk di meja kerjanya dengan senyum tipis, menatap layar ponsel yang menampilkan pesan terbaru dari Gina. Sudah beberapa hari ini dia berpura-pura menjadi "Alex," sosok yang dia ciptakan untuk membuat kejutan kepada Gina. Hubungan mereka yang baru saja kembali pulih membuat Kevin ingin melakukan sesuatu yang istimewa untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar berkomitmen. Namun, dia tahu Gina tidak akan menyangka bahwa Alex dan Kevin adalah orang yang sama. Itu adalah bagian dari kejutan yang dia rencanakan.Gina, di sisi lain, mulai merasa aneh dengan perhatian yang diberikan Alex kepadanya. Alex, yang tiba-tiba muncul di hidupnya, selalu mengirim pesan yang hangat dan penuh perhatian, sesuatu yang sebenarnya mengingatkannya pada Kevin. Meski hatinya masih terfokus pada Kevin, kedekatan dengan Alex membuat Gina sedikit bingung dan gelisah. Dia tidak ingin memberi kesan kepada Kevin bahwa dia tertarik pada pria lain, tetapi semakin lama, perhatian dari Alex semakin sulit diabaikan