Share

6| life demands

Samuel memperhatikan bagaimana penampilan Lila pagi ini. Sebenarnya tidak hanya itu yang mampu membuatnya keluar dari kamar tempat ternyamannya tetapi aroma hidangan menguar masuk Indra penciuman Samuel sejak pagi tadi, karena perutnya sudah berteriak teriak sejak tadi meminta untuk diisi akhirnya mengalah melawan egonya sendiri tidak mampu bertemu dengan Lila. Pertama kali yang Samuel lihat, gadis itu seperti akan pergi ke suatu tempat karena pakaiannya yang cukup kasual. Samuel melangkahkan kakinya mendekati meja dapur yang Lila tempati mencoba untuk tidak peduli.

Suasana diantara mereka canggung bahkan terbilang cukup parah daripada awal pernikahan mereka. Pagi pagi sebelumnya Lila sudah mulai ramah untuk menyapa Samuel, tetapi pagi ini Samuel sama sekali tidak mendapatkan senyuman dari wajah ayu Lila. Samuel tidak mempermasalahkannya, dia juga mewajarkan bahwa Lila harus bersikap seperti itu kepadanya. Samuel sadar bahwa apa yang dimintanya tadi malam adalah permintaan paling berengsek dari seorang suami. Ketika dia memposisikan diri menjadi Lila mungkin Samuel yakin dia akan meminta perceraian tetapi malam tadi Lila sama sekali tidak membahasnya hanya saja permintaan dari gadis itu cukup membuatnya terkejut.

Pertikaian tadi malam selesai begitu saja ketika Samuel tidak mampu menjawab permintaan Lila. Samuel hanya mampu terdiam hingga gadis itu sepertinya frustasi dan meninggalkan dirinya sendiri termenung dalam remang remang malam. Samuel ingin meminta maaf tetapi ia urungkan ketika melihat Lila hanya diam saja tanpa ingin mengatakan apapun, dia ingin memberikan waktu gadis itu untuk menenangkan hati dan pikirannya. Mungkin Samuel rela jika di diamkan oleh Lila sampai beberapa Minggu kedepan, Samuel tidak akan mempermasalahkannya. Mungkin saja.

"Kak nanti aku pulangnya agak telat, kayaknya dan nggak bisa buat bekal siang kak Sam. Aku juga minta maaf karena udah mau kerja padahal kemarin bilangnya bakal free buat beberapa hari kedepan," ujar Magnolia Kenina lalu terkekeh diakhir kata begitu garing.

Samuel memperhatikan makanan sarapannya terlihat hambar. Harusnya dia yang menyapa gadis itu agar suasananya mencair walaupun dikata tetap susah. Rasanya Samuel ingin mencegah Lila untuk bekerja dirumah saja karena bekerja adalah kewajibannya dan tak perlu melelahkan diri sendiri, dia mampu memberikan apapun untuk Lila. Samuel hanya bisa memikirkan keiinginannya itu, dia sekarang hanya mampu memberikan persetujuan. Samuel juga tahu bahwa Lila ingin mencari kegiatan yang sekiranya tidak monoton di apartemen ini berkedok menghindari dirinya. Samuel menjawab dengan anggukan kepala singkat seolah olah tidak ikhlas jika Lila tetap bekerja.

"Aku mau berusaha nabung untuk aku sendiri kak, makanya aku minta izin dari kak Sam," gumam Lila begitu ceria hingga menerbitkan kerutan di dahi Samuel. Pria itu langsung menatap Lila tatapan bertanya.

"Nabung buat apa?" tanya Samuel begitu keheranannya.

Dari sorot mata Lila yang menatapnya ada sebuah titik kesedihan begitu dalam. Samuel langsung mengerti bahwa Lila menyembunyikan masalah bahkan untuk menatapnya saat ini sangat terpaksa. Samuel bertanya untuk memastikannya, tetapi jika dipikir kemudian Lila adalah tipe orang yang mandiri dan tidak ingin merepotkan banyak orang termasuk dirinya. Keiinginannya menabung agar uang itu digunakan untuk apa? Atau untuk keperluan melarikan diri dari apartemennya?

"Besok kalo kita cerai gue bakalan nanggung bahkan cariin lu rumah pun gue sanggup. Kayaknya dengan kata maaf nggak akan berguna dan sia sia, kesalahan gue emang sebesar itu Lil jadi untuk masa depan lu gue bakalan jamin semuanya tapi kalo semisal lu mau kerja juga nggak papa. Gue izinin." Samuel tersenyum sedih menatap kebawah. Bahkan dia sendiri tidak sanggup untuk menatap Lila.

"Untuk itu ya kak?" Lila mendesah sangat jelas seperti melepaskan beban hidupnya. Dia menatap Samuel masih menunduk karena sedih.

"Aku nggak bermaksud mengumbar ngumbar ataupun membuat kak Sam mengasihani aku. Dari kecil aku udah diatur sama orang tua aku, apapun keiinginan aku ditolak sama mereka dan aku harus nurut sama keiinginan mereka. Hanya untuk waktu sekarang aku bisa bebas walaupun masih ada batasannya, aku harus cari kerja sendiri agar bisa bangun rumah di masa depan dan kalo bisa nggak akan balik kerumah aku." Lila menghentikan penjelasannya, dia juga bergantian menatap kebawah penuh luka tetapi masih bisa tersenyum samar.

"Aku nggak benci sama mereka tapi aku cuman mencari suasana baru dan menjauhi orang orang yang sekiranya toxic biar hidup aku menjadi normal seutuhnya. Untuk orang orang bertanya kenapa aku pergi? Keputusan aku udah telak karena mereka yang membuat aku pergi."

"Untuk masa depan biar aku aja kak karena dari awal aku merasa memang hanya sendiri, kak Sam nggak usah bantuin dan untuk masa depan aku biar aku aja yang tau bakalan pergi kemana." Lila tersenyum penuh arti menatap Samuel, dia seperti mengharapkan suatu yang besar disana.

Pria itu mendongakkan kepalanya menatap Lila tengah tersenyum. Dia semakin menampakan wajah sedihnya. Penjelasan runtut dibarengi nada yang lembut membuat Samuel sadar bahwa dia manusia ter-berengsek meminta Lila dengan permintaan semena mena. Pagi ini Samuel tersadar bahwa Lila menyimpan banyak beban dipundaknya lalu dia termasuk orang yang menambahkan beban beban itu sendiri. Penolakan Lila juga menyakitkan seperti dirinya tidak akan diterima lagi di sisinya. Apakah Samuel Atlanta Hayden masih bisa mengharapkan jika sesuatu tidak sesuai dugaannya dia bisa kembali kepada Magnolia Kenina, istrinya?

"Itu pilihan lu Lil, gue nggak bisa nolak bahkan nggak akan berhak karena gue juga yang jadiin lu buat menutupi hubungan kita." Samuel menghela nafasnya sembari menahan desiran desiran aneh dari dadanya.

"Gue cuman pengen komunikasi kita baik baik aja bahkan setelah ini. Tapi kalo semisal lu nggak sanggup gue nggak papa," ujar Samuel bergantian tersenyum menatap Lila.

Yang dilihat Samuel adalah anggukan kecil diselingi helaan nafas begitu lembut. Petanda bahwa gadis itu menyetujui permintaannya walaupun saat ini Samuel sama sekali tidak bisa mendiskripsikan tanggapan wajah Lila. Ekspresi Lila cukup biasa saja menanggapi masalah besar yang mereka alami saat ini, apalagi ungkapan ungkapan berengsek yang Samuel lontarkan tidak dibahas oleh Lila. Samuel sangat yakin bahwa gadis itu akan membahas keesokan harinya.

"Aku sanggup sanggup aja kak, tapi aku juga butuh waktu buat menetralkan semua ini dengan nggak membahas lagi permasalahan kita," ucap Lila.

"Jalani aja hidup kita sendiri sendiri. Kak Sam punya Anne dan aku juga punya kehidupan sendiri. Setelah aku pikir panjang tadi malam ternyata pernikahan ini juga menguntungkan aku. Aku jadi nggak terjerat lagi sama pilihan mereka, aku jadi bebas mau pilih apapun kehidupan aku apalagi setelah kita cerai mungkin bakalan lebih plong lagi," lanjut Lila diakhir senyuman bahagia diakhir permintaannya itu.

Samuel menganggukan kepalanya sedikit ragu. Dia akan mencoba menerima sepenuh hati permintaan dari Lila. Samuel juga senang Lila akan menerima kekurangannya bersama Anne demi mewujudkan pernikahan mereka di masa depan, Samuel juga mendapatkan tanggapan positif dari Lila karena gadis itu merasa diuntungkan. Masalah yang timbul disebabkan oleh dirinya sendiri, jadi apapun yang akan Lila lakukan Samuel mendukung sepenuhnya. Samuel tidak akan mencoba menghalangi Lila kedepannya.

"Gue bersyukur kalo lu mau menerima pernikahan kita."

***

"Atas nama mbak Magnolia Kenina, saat ini anda sedang menjalani masa trainee yang membutuhkan beberapa Minggu hingga satu bulan lebih, jika sudah melewati masa trainee anda akan menjadi karyawan tetap kami dan akan diberikan seragam sesuai persyaratan yang berlaku."

"Jadi apakah anda siap menjalani masa trainee mulai hari ini?" tanya Koki berada didepan Lila.

Badannya yang sigap, tanpa membungkuk sedikit pun dan pandangan fokus kedepan menatap sang bos. Magnolia Kenina saat ini sudah siap untuk melakukan trainee menjadi karyawan berada di toko Moceka, sebuah toko kue dan peralatan kue dalam satu gedung tingkat dua. Lila siap melakukan pekerjaannya dengan senang hati. Gajinya juga cukup untuk digunakan dalam tujuh sampai delapan bulan kedepan, apalagi dengan usahanya yang lain.

Walaupun pekerjaannya cukup jauh berbeda dengan prodi kuliah yang diambilnya dulu tetapi Lila senang membuat macam macam kue dirumahnya dulu, bahkan sampai ingin dibuatkan toko oleh ayahnya. Sebuah hobi yang dituangkan dalam pekerjaan itu akan lebih mudah, karena ketika melakukannya cenderung semangat tanpa ada keterpaksaan. Saat kita terpaksa karena sebuah pekerjaan maka sehari hariannya cenderung sangat susah dan tidak mudah paham, tetapi ketika kita menyukai pekerjaan itu maka kita juga yang akan bahagia dengan hasilnya.

"Saya siap selalu pak untuk bekerja di Moceka, dan saya sangat berterimakasih karena bapak sudah menerima saya dalam pekerjaan ini," ucap Lila begitu mudahnya.

"Baik silahkan mbak Lila bisa bertanya tanya kepada mbak Sena nantinya jika mengalami suatu masalah atau kebingungan nantinya ya?"

Penerimaan pekerjaan kali ini membuat Lila senang karena masa pengumuman yang biasanya bisa satu bulan lebih, kali ini hanya satu Minggu dan syukurnya dia langsung diterima karena mungkin bosnya itu membutuhkan karyawan spesifiknya seperti Lila. Entahlah, bosnya itu benar benar selektif saat memilih karyawannya. Waktu pendaftaran saja ada lima orang mengantri, saat itu Lila harus memasak kue secara langsung dan dicicipi oleh bosnya. Syukurnya kue itu cocok di lidah bosnya, padahal hanya kue brownis biasa.

"Baik pak, terimakasih banyak." Lila membungkukkan badan kepada bos nya sebagai tanda hormat. Setelah ini, dia akan segera menjalani pekerjaannya.

Lila tersenyum kearah Sena, seorang gadis terlihat masih muda. Dari perawakannnya baru saja lulus SMA dan ingin memasuki kuliah atau mungkin sudah memasuki satu semester. Sena tersenyum begitu cerah menyambut teman barunya, seolah olah Lila disambut begitu lebar untuk dijadikan teman baru. Dari pandangan Lila, Sena mudah bergaul dan tidak aneh aneh. Dia gadis sederhana dibalik beberapa barang mahal yang dipakainya, seperti sepatu dan tas sekolahnya yang Lila yakin bahwa Sena dari kalangan Samuel. Sederhana yang dimaksudkan Lila, karena gadis itu ingin prihatin dan tidak menampakan bahwa dirinya orang kaya, mempunyai sifat arogansi tinggi.

"Kak Lila aku tunggu tunggu dari kemarin tapi ternyata baru masuknya sekarang," ucap Sena yang langsung membuka topik pembicaraan. Benar bukan dugaan Lila bahwa Sena mudah bergaul? Dia pun langsung merasa nyaman.

"Baru bisa mulai sekarang Sen, soalnya kemarin pak Rony ada acara jadi harus di undur hari ini," jawab Lila dengan senyuman begitu lebar, di angguki pula oleh Sena.

"Fresh graduate ya Sen? Nunggu pengumuman SBMPTN?" tanya Lila, membuka topik pembicaraan lain.

Percakapan itu terus berlanjut tak ada hentinya. Mungkin berhenti jika pembeli datang atau Rony memberikan perintah. Menurut Lila, semuanya sudah terkontrol dari segi keuangan. Tinggal harapan harapan lain belum terwujud, dia berusaha menyicil sedikit demi sedikit. Lila akan bersabar hingga hari itu datang, dan semoga saja dia benar benar bebas dari siksaan orang orang yang telah mengatur hidupnya.

***

Matanya terus memandangi konsonan kata yang tersusun rapi akan dijadikan file perusahaan itu. Beberapa kata juga perlu dia tambahkan untuk menjadi sempurna lalu disimpan setelah selesai. Pekerjaan yang Samuel harapkan sudah selesai namun ternyata hasilnya kosong. Selesai dalam waktu singkat adalah angan angannya saja, mungkin dia akan membutuhkan waktu lama untuk membereskannya. Belum lagi rapat bersama rekan kerjanya, membuat Samuel harus memijat pangkal hidung ditengah melihat lihat dokumen lainnya.

Dari pagi jam delapan, Samuel harus dihadapkan beberapa dokumen dokumen penting dari bawahannya untuk dimintai keterangan serta tanda tangan. Padahal saat dia sudah sampai di kantornya mengharapkan kopi panas untuk menyegarkan pikirannya karena dua perempuan itu. Takdirnya untuk berorientasi kepada masalah mungkin tidak akan berhenti. Stop. Semoga saja tidak, karena itu yang diharapkan oleh Samuel.

Tetapi entah pikirannya tengah kacau atau pada dasarnya pekerjaannya itu menumpuk dari biasanya, padahal hari hari biasanya semua masalah teratasi. Tangannya gatal ingin mencoret coret huruf huruf tersebut atau merobeknya agar cepat habis. Beruntungnya kesabaran Samuel kali ini masih tersisa sedikit, jadi dia bisa menahannya. Samuel sangat mengharapkan setelah ini semuanya akan kembali normal seperti biasanya, dan dia lebih santai. Semoga saja.

"Muka lu butek amat sih Sam? Ngopi dulu dah biar fresh gitu," ucap tamu tak di undang tersebut, asal buka tutup ruangan kantor Samuel.

Samuel menatap kearah temannya itu dan menatap keatas sedikit jam dinding yang jarumnya sudah mengarah angka empat belas. Benar kata temannya dia harus istirahat sejenak untuk menetralkan semuanya, tidak usah terburu buru seperti sekarang. Terkadang Samuel sering melupakan jam makan siangnya dan sibuk dengan dunianya sendiri, jika tidak ada yang memberitahukannya maka dia akan melupakannya juga. Samuel masih bersyukur temannya itu menghampirinya.

Tangannya menutup beberapa berkas berkas penting dan terakhir menutup laptopnya. Samuel juga memeriksa pesan terakhir, terkirim pada pagi hari tadi untuk kekasihnya, tetapi tidak di balas apapun. Samuel menghela nafasnya, mencoba menghiraukannya dan membuka room chat lainnya namun yang didapatkannya tidak ada balasan juga. Sungguh isi otak Samuel bisa meledak kapan saja karena dibuat gelisah dan over thinking karena kedua gadis itu.

"Udahlah bro, nanti cari cewek lain lagi," ucap Emil sembarangan. Samuel lagi lagi hanya meliriknya saja.

Masalahnya dua saja dia sudah dibuat pusing apalagi sampai tiga dan empat bahkan sepuluh, mungkin bisa Samuel tidak terselamatkan. Andai beberapa bulan kemarin Samuel tak asal menyetujui permintaan sang nenek mungkin hari harinya akan normal, tetapi Samuel yang membuat awal kekacauan ini jadi dia juga harus mempertanggung jawabkan. Kata jika saja dan kata andai datang lebih awal ditambah Samuel bisa lebih bersabar mungkin semua masalah tidak akan berhamburan seperti sekarang. Hidupnya lebih berwarna seperti hari hari biasanya.

"Nanti kalo udah jam tiga bilang ke gue ya! Gue mau jemput Lila dulu di kerjaannya!" ucap Samuel kepada Emil. Dia sudah berjanji mulai hari ini akan memperbaiki hubungannya dengan Lila sedikit demi sedikit, untuk masalah Anne hari ini mungkin akan selesai.

"Mentingin yang ada dulu dong, baru yang kedua yakan Sam?"

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status