Home / Pernikahan / Titip Benih / Kepedulian mbok Minah

Share

Kepedulian mbok Minah

Author: Yayuk Lidiawati
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Air mataku luruh membasahi pipiku.

Tanpa aku sadari ternyata Mbok Minah sudah berdiri di depan pintu kamar.

"Nyonya... Boleh Mbok masuk?"

Aku hanya mengangguk. Mbok Minah langsung memeluk ku.

"Nyonya silahkan peluk Mbok jika nyonya butuh seseorang untuk mengurangi beban Nyonya." 

Aku langsung memeluk Mbok Minah dengan erat. Tangisku pecah. Aku menangis sejadi-jadinya.

"Nyonya... Mbok tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi. Tapi Mbok bisa merasakan bagaimana rasanya kesedihan Nyonya saat ini."

Setelah aku menumpahkan semuanya hatiku mulai terasa lega. Mbok Minah memberi ku segelas air.

"Nyonya... Yakinlah setiap ujian pasti ada hikmahnya. Mbok yakin suatu saat nyonya akan bahagia lahir dan batin."

"Terima kasih ya Mbok."

Hari-hariku habiskan bersama Mbok Minah. Aku belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama. Mbok Minah memanggil seorang ustadzah untuk mengajariku. 

Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah satu bulan ini mas Ikhsan tidak pulang kerumahku.

Mas Ikhsan juga tidak pernah menghubungiku sama sekali, akan tetapi saldo di rekeningku bertambah. 

Mungkin, Mbak Laras masih marah sehingga Mas Ikhsan saat ini masih sibuk membujuknya, sehingga belum sempat mengabariku.

Aku selalu berusaha berpikir positif kepada mereka berdua. Karena aku tahu pasti sangat berat bagi Mbak Laras untuk menerima kehadiranku.

Sore itu ketika aku sedang duduk di teras rumah bersama Mbok Minah. Tiba-tiba terlihat ada sebuah mobil yang membunyikan klakson.

Mbok Minah langsung bangkit dan bergegas membuka pagar. Setelah mobil masuk kehalaman dan terparkir.

Turunlah dua insan manusia yang aku kenal yaitu Mas Ikhsan dan Mbak Laras.

Wajah Mbak Laras terlihat sangat berseri. Mereka tampak sangat bahagia.

"Airin. Mulai sekarang waktumu bersama mas Ikhsan hanya satu hari. Ingat satu hari tidak boleh lebih dan tidak boleh protes!"

"I-iya Mbak."

"Jadilah adik madu yang penurut dan sadar diri. Kalau bukan karena aku, Kamu pasti masih menjadi wanita penghibur!"

Aku terdiam mendengar ucapan Mbak Laras. Dadaku bergemuruh. Ingin sekali aku menjawab ucapan Mbak Laras. Namun semua aku tahan. 

"Mas... Cepat berikan oleh-oleh yang sudah kita beli untuk Airin. Setelah itu kita pulang!"

Mas Ikhsan memberiku beberapa paper bag. Pandangan mas Ikhsan menyiratkan rasa rindu disana.

Mas Ikhsan tak banyak bicara. Setelah memberikan paper bag itu mereka langsung pergi.

Setelah kepergian mereka. Mbok Minah menggenggam tanganku.

"Yang sabar ya nyonya."

Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mataku.

πŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œπŸ’œ

Pagi sekitar pukul delapan, aku di kejutkan dengan kedatangan mas Ikhsan.

"Dek... Mas kangen."

Mas Ikhsan langsung memeluk ku dengan sangat erat. 

"Mas, malu di lihat Mbok." Tegurku karena memang ada Mbok Minah sedang berdiri di pintu.

Mas Ikhsan langsung menarikku untuk naik kelantai atas.

Setelah di dalam kamar. Mas Ikhsan melampiaskan rasa rindunya  menghujani ku dengan ciuman.

Jujur hatiku sedikit senang dengan apa yang mas Ikhsan lakukan.

Setelah selesai melepaskan rasa rindunya. Mas Ikhsan lalu langsung mandi setelah itu berpakaian kembali.

"Mas, berangkat ke kantor dulu. Mulai hari ini setiap pagi Mas pasti akan mampir. Jadi usahakan setiap pagi sudah harus siap untuk melayani ku."

Aku hanya mengangguk. Hati yang tadinya mulai terasa bahagia kini hancur kembali.

Tadinya aku berpikir jika Mas Ikhsan benar-benar rindu akan diriku. Tapi ternyata Mas Ikhsan hanya rindu dengan pelayanan ku.

Karena waktu sudah mepet, akhirnya mas Ikhsan berangkat ke kantor.

Sudah dua minggu kami selalu kucing-kucingan dari Mbak Laras.

Dan hari itu, hari dimana Mas Ikhsan menghabiskan waktu bersamaku.

Aku sedang tidak enak badan, badanku terasa lesu, kepala terasa sakit. Karena takut terjadi sesuatu Mas Ikhsan membawaku ke dokter.

Dan setelah dari Dokter.

"Dek... Akhirnya kamu hamil juga." Ucapnya sambil mencium keningku. Tubuhku di peluk sangat erat, terlihat rona bahagia di wajahnya.

Sedangkan aku sendiri bingung dengan perasaanku, disatu sisi aku bahagia namun disisi lain aku sedih.

Ketika di dalam mobil, mas Ikhsan langsung menghubungi Mbak Laras.

"Sayang... Selamat ya sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu."

"Kamu mau minta hadiah apa?"

Aku mengernyitkan dahi mendengar penuturan Mas Ikhsan kepada Mbak Laras.

Setelah selesai bicara dengan Mbak Laras. Aku beranikan diri untuk protes.

"Mas! Apa maksudmu mengatakan itu kepada Mbak Laras?"

"Kamu kan sedang hamil Dek. Jadi sebentar lagi Laras akan menjadi Ibu."

"Yang hamil aku lalu kenapa Mbak Laras yang menjadi Ibu?"

"Dari awal aku sudah mengatakan kepada mu. Jika istri ku tidak bisa hamil makanya dia menyuruh ku untuk menikahi mu agar kami bisa memiliki keturunan."

"Maksud Mas. Anakku nanti akan di rawat Mbak Laras?"

"Oh... Tidak! Tetap kamu yang mengurusnya tapi Laras Ibunya."

"Jadi aku dianggap sebagai apa mas!"

"Pengasuh!"

"Tidak bisa begitu Mas! Aku yang hamil jadi ini adalah anakku jika Mbak Laras mau membantu ku untuk merawat anak ini aku gak masalah."

"Airin! Sudah cukup! Jangan melewati batasanmu!"

"Aku tidak melewati batasan mas! Aku yang berhak atas anak ini. Jika Mbak Laras mau anak ini maka harus di rawat bersama. Aku tidak mau jika aku hanya dijadikan baby sitter anakku sedangkan Mbak Laras menyandang status Ibu!.

"Airin! Dari awal aku sudah memberitahumu. Jika aku ini hanya butuh anak tidak butuh istri lagi!"

"Jika mas hanya butuh anak! Lalu untuk apa kita menikah!"

"Aku menikahimu agar anak yang kamu lahirkan itu bukan anak haram! Ingat cinta ku hanya untuk Laras!"

"Mas! Aku tidak pernah menuntut apapun darimu! Aku juga sadar diri. Tapi masalah anak ini kamu tidak bicara jujur dari awal. Kamu hanya mengatakan jika istrimu menyuruh menikahiku agar kamu bisa memiliki keturunan."

"Nah! Coba kamu pikir baik-baik dengan apa yang aku katakan itu. Bukankah semua sudah jelas diawal."

"Jelas bagaimana? Kamu hanya ingin memiliki anak dan kamu tidak ngomong jika anakku nanti akan menjadi anak kalian berdua!"

"Seharusnya kamu itu mengerti Airin! Laras sudah cukup menekan rasa sakit hati dan cemburunya ketika aku menikahimu."

"Apa mas pikir aku tidak menekan rasa sakit hati!"

"Jangan bilang kalau kamu sudah mulai jatuh cinta kepadaku!"

"Mas! Aku ini manusia biasa, yang memiliki hati dan perasaan."

"Itu resiko kamu. Dari awal aku sudah mengatakan pada mu bahwa cinta ku hanya untuk Laras. Aku hanya menitipkan benihku untuk kau kandung. Bahkan imbalan yang aku berikan pun setimpal dengan permintaan aku."

"Mas jika harta cukup bagimu,  lalu untuk apa kamu menyimpan benih di rahim ku? Bukankah harta sudah bisa membuat kalian bahagia?"

"Sudahlah Airin! Kamu jangan membuat aku menjadi seorang penjahat. Kamu cukup menjaga kesehatanmu agar anakku lahir dengan sehat."

Aku hanya bisa menangis. Percuma saja berdebat dengan mas Ikhsan. Karena aku pasti akan kalah. Bagi mas Ikhsan kebahagiaan Mbak Laras lah yang terpenting.

Setelah sampai rumah, aku langsung masuk kedalam kamar. Tak aku hiraukan lagi mas Ikhsan yang memanggil namaku.

Mas Ikhsan menyusulku kedalam kamar.

"Dek... Maafkan Mas ya... Jaga baik-baik anakku... " ucapnya dengan lembut sambil mengusap perutku.

Aku tidak tahu kenapa mas Ikhsan sangat mudah marah jika menyinggung Mbak Laras. Tapi setelah itu nanti akan kembali lembut.

Sebelum pergi mas Ikhsan menelpon seseorang. Setelah kepergian Mas Ikhsan datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang.

"Maaf, Bapak siapa?"

"Saya, Bagas, saya di tugaskan oleh Nyonya Laras untuk menjaga Nyonya Airin."

Mataku membulat sempurna mendengar penuturan Bagas.

"Menjaga? Maksudnya kamu akan mengawasiku?"

"Maaf Nyonya. Saya harus memastikan keselamatan Nyonya."

"Memangnya aku harus dijaga dari apa? Siapa yang akan menyakitiku!"

"Maaf Nyonya. Itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Silahkan bertanya kepada tuan Ikhsan dan Nyonya Laras."

Aku lalu menyuruh Bagas untuk masuk kedalam rumah. Setelah itu aku langsung menghubungi Mbak Laras.

"Hallo."

"Eh... Airin. Bagas sudah sampai?"

"Sudah. Mbak untuk apa ada penjaga?"

"Kamu pikir aku dan mas Ikhsan bodoh! Kami tidak mau lengah sehingga kamu bisa kabur kapan saja jika tidak ada yang mengawasimu."

"Mbak! Aku ini bukan tahanan!"

"Hahahaha... Kamu itu tahanan bagi kami! Karena kamu sedang mengandung benih dari penerus kami."

"Apa Mbak pikir dengan melakukan semua ini bisa membuatku dengan mudah menyerahkan anak ini!"

"Airin! Kamu jangan main-main dengan ku!"

"Aku tidak takut dengan ancaman Mbak! Aku yang lebih berhak atas anak ini."

Aku lalu mematikan sambungan telepon. Dan setelah itu aku langsung masuk kedalam kamar dan menguncinya.

Tak berselang lama ponselku berbunyi kembali, aku lihat mas Ikhsan yang menghubungiku.

"Dek... Jangan pancing Laras marah. Kamu diam dan menurut saja apa yang Laras inginkan."

"Aku bukan boneka yang bisa kalian atur seenaknya!"

"Dek. Ayolah jangan keras kepala begini."

"Dimata hati nuranimu sebagai seorang suami Mas!"

"Dek... Jangan buat mas jadi muak dengan tingkahmu!"

Mas Ikhsan langsung menutup panggilan telepon secara sepihak.

Kenapa selalu aku yang harus dituntut mengerti dan mengalah? Apakah aku tidak berhak untuk meminta keadilan? 

Aku akan berusaha pergi dari rumah ini. To uang di tabungan ku sudah cukup banyak untukku pakai biaya persalinan nanti dan membuka usaha kecil-kecilan.

Aku tidak rela jika harus kehilangan anakku.

Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan anakku.

Ketika aku sedang sibuk dengan pikiran ku. Tiba-tiba Mbok Minah memanggilku.

"Nya... Boleh Mbok masuk?"

"Sebentar Mbok." Jawabku sambil mengusap air mataku.

Aku berjalan sedikit gontai ke arah pintu.

Setelah pintu terbuka, Mbok Minah langsung masuk kedalam kamar.

"Nya... Bagaimana keadaan Nyonya? Apa nyonya baik-baik saja?" Ucapnya dengan wajah cemas

"Iya... Mbok. Aku baik-baik saja."

"Nya... Maaf jika Mbok terkesan tidak sopan. Lebih baik secepatnya nyonya meninggalkan tempat ini. Nyonya berhak bahagia."

Aku terkejut mendengar ucapan Mbok Minah.

"Nya... Mbok tahu jika nyonya Laras itu egois. Mbok sangat hafal mati dengan sikap dan perilakunya."

"Mbok kok bisa tahu?"

"Mbok sudah bekerja di tempat tuan Ikhsan dari tuan Ikhsan remaja. Tuan Ikhsan itu sebenarnya orangnya baik dan lemah lembut, tapi setelah menikah dengan nyonya Laras. Tuan jadi berubah, semua apa yang diucapkan nyonya Laras selalu dituruti, bahkan sampai Ibu  tuan meninggal pun. Tuan Ikhsan tidak datang karena di larang oleh Nyonya Laras."

Aku semakin terkejut mendengar penuturan Mbok Minah. Apa sebesar itu pengaruh Mbak Laras? Sampai mas Ikhsan benar-benar tunduk kepadanya.

Sepertinya aku harus merencanakan dengan matang kepergianku ini. Agar mereka tidak bisa lagi menemukanku.

Rumah tanggaku dengan mas Ikhsan bukanlah sebenar-benarnya rumah tangga. Jadi untuk apa mempertahankannya.

Related chapters

  • Titip Benih Β Β Β Ancaman Ikhsan

    Hari ini adalah hari dimana mas Ikhsan bersamaku. Namun aneh, ketika mas Ikhsan datang ternyata Mbak Laras juga ikut."Mas... Har ini waktunya kamu bersama ku. Kenapa ada mbak Laras?""Hahahaha... Airin! Kamu kan sudah hamil. Jadi mas Ikhsan sudah tidak harus menidurimu lagi dan mas Ikhsan sudah tidak aku ijinkan lagi untuk meluangkan waktu bersamamu.""Apa! Jadi mbak tidak mengijinkan mas Ikhsan untuk bersamaku? Mbak membiarkan aku melewati masa kehamilan ini sendirian?""Alah! Tidak usah manja! Bukankah kamu sudah biasa di tinggal pergi laki-laki yang sudah menidurimu! Jadi anggap saja mas Ikhsan sebagai pelangganmu bukan suami." Ucap mbak Laras dengan entengnya."Tidak bisa begitu dong Mbak! Jika aku harus melalui masa kehamilan ini seorang diri. Maka jangan pernah berharap kalian bisa melihat anak ini!" Ancamku"Sayang... Pulang lah... Biar mas disini malam ini menemani Airin. Karena kata Dokter, Dia tidak boleh stres diawal kehamilan karena bisa berefek keguguran." Ucap mas Ikhsan

  • Titip Benih Β Β Β Pindah kerumah Laras

    Aku sedikit takut dengan ucapan Mas Ikhsan. Jujur saja aku memang tidak pernah tahu sedikit pun tentang Mas Ikhsan maupun Mbak Laras. Dan bodohnya lagi aku tidak mencaritahu terlebih dahulu siapa mereka. Apakah mereka itu orang baik atau malah sebaliknya.Keesokan harinya kami pulang. Mas Ikhsan menurunkanku di depan pagar. Mas Ikhsan tidak bisa mampir kerumah, karena Mbak Laras sudah menunggu dirumah. "Dek, Mas antar sampai sini saja ya...""Kenapa tidak mau masuk dulu?""Nanti Laras curiga jika Mas mampir,""Ya sudahlah pulang sana!"jawabku kesal, percuma juga jika aku memaksa mas Ikhsan untuk masuk kerumah karena kami pasti akan bertengkar, bagi mas Ikhsan perasaan mbak Laras yang terpenting. Mas Ikhsan tidak mau Mbak Laras curiga. Jadi Dia harus segera sampai rumah. Setelah kepergian Mas Ikhsan, ternyata Bagas sudah berdiri di belakangku."Mari, Nyonya kita masuk." ajaknya, aku hanya mengangguk. Dan berjalan di depannya. Begitu melihatku, Mbok Minah langsung menghampiriku.A

  • Titip Benih Β Β Β Dipaksa melayani Ikhsan

    Karena capek menangis aku akhirnya tertidur. Aku terbangun ketika mendengar suara pintu kamar terbuka.Aku berpikir jika itu mbak Laras. Karena dia tadi yang mengunci pintu jadi sudah pasti mbak Laras yang memegang kuncinya. Tapi ternyata dugaanku salah. Ketika pintu terbuka, ternyata Mas Ikhsan datang dengan membawa gelas berisi susu."Dek... Minum susu dulu ya... Biar anak Mas tumbuh sehat.""Mas... Tolong lepaskan aku dari sini. Aku janji akan menjadi istri yang seperti kamu inginkan.""Dek... Jika kamu mau menjadi istri yang penurut, Mas akan coba untuk membujuk Laras.""Penurut bagaimana lagi? Apa selama ini aku belum jadi istri penurut bagi mu!""Maksud Mas. Adek jangan pernah membantah Laras. Agar, Mas bisa membantu adek untuk kembali ke rumah sana." Entah mengapa hati kecilku tidak percaya dengan semua ucapan mas Ikhsan. Aku merasa jika Mas Ikhsan hanya berbohong kepadaku."Baiklah Mas. Aku akan berusaha selalu menjadi istri yang penurut untuk mu dan menjadi adik madu yang ba

  • Titip Benih Β Β Β Mogok makan

    Mas Ikhsan melepas pelukannya. Mbak Laras begitu pias melihatku."Airin! Kamu mau bunuh anakku ha!""Maksud Mbak apa?""Kamu sengaja tidak makan agar anak ku mati!""Mbak! Aku tidak berselera makan juga karena ulahmu! Jadi jangan selalu menyalahkan aku. Jangan egois!""Memang salah apa aku ha!""Mbak! Aku hanya ingin makan disuapi Mas Ikhsan sekali saja, tapi kamu marah lalu merendahkanku dan menamparku, lalu mbak tanya salahnya apa? Mbak waras tidak sich!""Halah! Itu hanya alasan kamu saja. Kamu itu mau mengambil kesempatan dengan cara menggunakan kehamilanmu. Kamu pikir aku ini orang b*d*h! Perempuan murahan seperti kamu itu pasti akan menghalalkan segala cara agar bisa merebut hati mas Ikhsan. Dan lambat laun kamu akan membuat mas Ikhsan lupa denganku dan bahkan bisa juga kamu akan meminta mas Ikhsan menceraikan aku. Kamu pasti akan memanfaatkan kendunganmu itu untuk menjerat suamiku!""Mbak! Aku memang memiliki masa lalu yang buruk. Tapi, aku bukan orang yang seperti Mbak tuduhkan

  • Titip Benih Β Β Β mengelus perut

    Mas Ikhsan pergi meninggalkanku dikamar sendirian. Seperti itulah dirinya, setiap habis bertengkar pasti langsung pergi entah kemana.Aku juga tidak mau ambil pusing kemana Mas Ikhsan pergi. Palingan juga nanti juga pulang kalau hatinya sudah tenang.Benar saja tiga jam kemudian akhirnya Dia pulang. Mas Ikhsan datang dengan membawa beberapa paper bag."Dek... Lihat apa yang Mas bawa." ucapnya dengan wajah sumringah sambil menunjukkan barang yang dia bawa.Aku hanya tersenyum melihat hal itu. Ya walaupun sebenarnya hatiku masih tidak suka dengan apa yang dia katakan tadi."Terima kasih Mas.""Kok kamu seperti tidak suka dengan apa yang aku bawa ini Dek?""Suka kok Mas.""Wajahmu memperlihatkan jika senyum itu paslu.""Mas tolong! Buat aku nyaman.""Iya dech... Maaf, bukan maksud Mas membuatmu tidak nyaman, mas hanya ingin berusaha membuatmu bahagia.""Aku pasti bahagia jika apa yang mas lakukan ini ikhlas bukan karena sesuatu,""Mas ikhlas sayang, Mas benar-benar ikhlas melakukan semua

  • Titip Benih Β Β Β Airin kabur

    "Itu hanya anakku dan Laras bukan anakmu!""Bagaimana bisa ini bukan anakku sedangkan aku yang mengandungnya.""Kamu hanya berkewajiban mengandung dan melahirkan, selebihnya kamu tidak berhak apa-apa!""Bagaimana aku bisa tidak berhak?""Ya kerena dari awal kamu sudah mengetahui hal itu, jika aku menikahimu hanya ingin memiliki keturunan,""Benar, hanya ingin memiliki keturunan, tapi mas lupa, jika keturunanmu saat ini ada didalam perutku dan aku bisa pergi kapan saja darimu dan kamu maupun mbak Laras tidak akan pernah bisa melihatnya lagi.""Kamu jangan main-main ya Dek! Mas tidak suka kamu ancam seperti itu!"Aku tidak mengancammu, tapi aku bicara kenyataan, aku akan membawa pergi anak ini jika kamu selalu menyakiti hatiku,""Sakit hatimu itu tidak mendasar! Kamu terluka oleh perasaanmu sendiri jadi jangan libatkan anakku dalam hal ini!""Sudahlah Mas! Aku mau tidur saja. Muak aku dengan pertengkaran yang seperti ini terus!"Aku langsung beranjak pergi meninggalkan Mas Ikhsan. Aku la

  • Titip Benih Β Β Β persembunyian Airin

    Setelah menempuh perjalanan cukup lama akhirnya aku sampai di kampung halaman.Aku disini tidak memiliki sanak saudara. Jadi untuk pertama kali rumah yang aku tuju adalah rumah Pak Rt. Aku ingin menanyakan sebuah rumah yang bisa di kontrak.Setelah bertanya kepada warga, Akhirnya aku tahu dimana letak rumah Pak Rt."Assalamualaikum... Permisi.""Waalaikum sallam... Mari masuk." jawab seorang wanita paruh baya" Maaf Bu... Apa benar ini rumah pak Rt?""Benar... Mbak ada perlu apa dengan suami saya?""Begini Bu... Saya ingin menanyakan kepada Beliau apa ada rumah didekat sini yang bisa di kontrak?""Oalah... Mbak mau cari kontrakan? Disini tidak ada rumah yang di kontrakan Mbak. Karena rata-rata penduduk sini rumahnya hanya satu."Aku jadi bingung, Karena aku tidak tahu lagi harus kemana."Memang Mbak datang dari mana?""Saya, Airin, dulu orang tua Saya juga tinggal di desa ini Bu.""Benarkah? Kalau boleh tahu siapa namanya siapa tahu Ibu kenal?""Ibu Winda dan Pak Budi."Ibu Rt terliha

  • Titip Benih Β Β Β Takut tertangkap Ikhsan

    Aku benar-benar takut. Bagaimana jika mas Ikhsan menemukanku?Aku meminta supir untuk segera pergi dari toko itu."Pak Slamet. Ayo kita pergi dari toko ini.""Lho! kenapa yo Nduk?""Tolong pak, kita pergi dulu dari sini.""Kamu kenapa kok terlihat ketakutan seperti itu?""Tidak ada apa-apa Pak, ayo kita pergi saja,""Tidak apa-apa bagaimana? Wajahmu itu lho pucat sekali, apa yang kamu takutkan?""Tidak ada Pak, ayo kita pergi saja dari sini,""Ya sudah, ayo,"Lalu Pak Slamet menyalakan mesin mobil dan kami melaju pergi meninggalkan toko itu.Aku menghubungi pemilik toko,meminta mereka mengantarkan barang pesananku. "Mas, maaf tadi saya buru-buru ada kepentingan mendadak, tolong nanti barang pesananku antar kerumah ya,""Aduh, Bu bagaiamana ya, rumah ibu terlalu jauh,""Tenang saja Mas, saya akan membayar ongkos kirimnya kok,""Tapi, terlalu mahal lho Bu ongkosnya,""Tidak masalah Mas, tolong antar saja, nanti saya kirim alamatnya lewat pesan,""Baiklah kalau Ibu mau membayar ongkosnya

Latest chapter

  • Titip Benih Β Β Β Ending

    Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak

  • Titip Benih Β Β Β Kepergian Adam

    Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me

  • Titip Benih Β Β Β Kepergian Ikhsan

    Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada

  • Titip Benih Β Β Β Pesan dari Anita

    Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka

  • Titip Benih Β Β Β Bertemu Ahmad

    Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.

  • Titip Benih Β Β Β Perceraian Ahmad dan Sekar

    Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j

  • Titip Benih Β Β Β Wasiat Bu Wulan

    Aku pergi meninggalkan mas Ikhsan tanpa menoleh lagi. Aku takut dengan ancaman mas Ikhsan. Aku harus segera pergi dari kota ini dan membawa anak-anak panti. Mereka tidak terlalu banyak hanya berjumlah sekitar lima belas orang. Jadi aku yakin bisa menghidupi mereka.Anak-anak panti ada beberapa yang sudah beranjak dewasa jadi bisa saja mereka membantuku untuk mengurus mereka yang sebagian masih kecil. Aku akan membangunkan rumah yang layak disana. "Kamu masih lamakah?"tanya Anita dalam panggilan telepon "Tidak kok, sebentar lagi aku pulang"jawabku"Ya sudah aku tunggu, jangan lama-lama dan hati-hati dijalan,"ucapnya lagi dan setelah itu panggilan diakhiri. Aku langsung segera pulang kerumah Bu Wulan karena Anita sudah menelepon terus. Aku tahu jika Anita sangat mengkhawatirkan aku. "Akhirnya kamu datang juga, Rin,"ucapnya sambil memegang tanganku yang baru turun dari mobil. Aku hanya tersenyum melihatnya. Setelah sampai aku langsung membantu mereka menyiapkan segala sesuatu

  • Titip Benih Β Β Β Meninggalnya bu Wulan

    Tubuhku bergetar setelah membaca pesan dari Anita. Aku langsung menghubungi Anita. "Nit..." ucapku dengan menangis. Aku sudah tidak dapat lagi menahan air mataku. "Rin... Kamu harus ikhlas. Mungkin ini yang terbaik untuk Bu Wulan." jawab Anita menenangkan aku. "Bagaimana aku bisa ikhlas Nit. Bu Wulan seperti itu karena aku.""Rin. Kamu tidak boleh menyalahkan dirimu. Ini semua terjadi karena Ikhsan jadi ini bukan salah kamu.""Nit... Aku sudah dibandara dan akan segera sampai dirumah sakit.""Ya sudah aku tunggu kamu disini. Kamu yang sabar ya Rin."Bu Wulan meninggal sebelum bertemu denganku. Aku sangat sedih dan sangat marah terhadap Mas Ikhsan. Jika bukan karena mas Ikhsan men*s*knya pasti semua ini tidak akan terjadi.Setelah sampai rumah sakit aku langsung disambut oleh Anita. Aku menangis dalam pelukannya. "Nit, semua ini salahku, andai aku tidak masuk dalam kehidupan mereka, semua ini tidak akan pernah terjadi,"ucapku sambil menangis. Anita lalu mengusap air mat

  • Titip Benih Β Β Β Kabar buruk dari Anita

    Mbak Sekar yang melihat kedatanganku langsung berjalan kearahku dan langsung memelukku sambil menangis."Bu Airin. Lihatlah bagaimana keadaan suamiku sekarang." Ucapnya sambil menangis. Aku yang muak dengan sandiwaranya langsung melepas pelukan mbak Sekar. "Maaf, Saya sudah mendengar semuanya!""Apa yang Bu Airin dengar?""Semuanya!"Mbak Sekar dan Ahmad sangat terkejut mendengar ucapanku. "Ja--di... Bu Airin mendengar perdebatan kami?" tanya Ahmad dengan terbata. Sedangkan mbak Sekar hanya terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Iya! ""Baguslah jika Bu Airin sudah mendengar semuanya, jadi tidak ada yang harus kami tutupi lagi,"jawab Sekar tanpa ada rasa bersalah sedikit pun "Kenapa harus ditutupi? Apa yang ingin kalian bicarakan dengan saya?""Bu... Maafkan Saya... Saya bersedia ibu pecat jika apa yang kami bicarakan tadi telah menyinggung perasaan ibu." ucap Ahmad dengan wajah penuh sesal dan sangat berbanding terbalik dengan istrinya Sekar. Sekar seolah tertantan

DMCA.com Protection Status