Alena menangis di ruangannya, hatinya sakit ternyata dirinya disamakan dengan perempuan yang menjajah tubuhnya hanya karena uang.
"Aku bukan perempuan murahan. Aku juga tidak mau jika tubuhku disentuh oleh pria yang bukan suamiku," ucap Alena dengan suara lirih dan air mata yang berlinang. Puas menangis, Alena segera menghapus air matanya dan berdiri. Dia mulai bertekad kalau dirinya tidak akan menangis dan akan hadapi masalahnya sendiri apapun yang terjadi. Berbeda, Alena beda pula Cakra yang terus mengingat Alena. Cakra tidak fokus bekerja karena mengingat Alena. Cakra mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa dia harus berada di posisi yang tidak baik, kenapa harus wanita itu pikirnya. Cakra Bramantyo Sastrawinata adalah seorang pengusaha kaya raya. Ayahnya yang bernama Rosario Sastrawinata keturunan Jerman dan Jawa juga seorang pengusaha hebat. Cakra mewarisi bisnis Ayahnya, tapi dia juga memiliki usaha sendiri. Selain itu, tanpa diketahui ayahnya dan orang banyak, Cakra seorang mafia yang dikenal kejam dan dijuluki bertangan iblis.Drt! Drt!Cakra yang melamun tersentak mendengar ponselnya berdering, bergegas dirinya meraih ponsel dan menjawabnya dengan suara datar."Hmmm, ada apa?" tanya Cakra."Barang sudah di dermaga sebelah utara, apa bos akan ke sana?" tanya balik seseorang dari ujung telepon."Baik, aku akan kesana, lakukan dengan rapi jangan ada masalah. Ingat, aku mau barang itu dikirim segera," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra meletakkan kembali ponselnya. Tok! Tok!"Masuk!" teriak Cakra.Pintu terbuka dan terlihat wajah asistennya dengan beberapa map di tangannya. Arvin menyerahkan kepada bosnya dan menunggu bosnya menandatangani kontrak kerja kliennya."Cari tahu OB yang tadi sekarang juga dan awasi gerak geriknya. Jangan sampai dia pergi dari kantor ini." Arvin meminta kepada Arvin untuk mencari tahu siapa Alena."Baik, akan saya lakukan," jawab Arvin. Sebenarnya Arvin penasaran ada apa antara bosnya dan si OB itu. Tapi, Arvin terlalu takut ikut campur jika terlalu banyak bertanya bosnya ini akan memecatnya.Selesai kerja, Cakra bergegas pulang, dia ingin bertemu dengan daddynya di salah satu Resto. Cakra berjalan keluar menuju lift bersama dengan Arvin, saat di depan ruang OB Cakra melirik ke arah ruangan tersebut."Sudah kamu cari tahu apa yang saya minta tadi?" tanya Cakra kepada asistennya. "Sudah, saya akan kirimkan kepada Anda melalui email Anda, Pak Cakra," jawab Arvin singkat.Cakra menganggukkan kepala, Arvin menekan tombol satu, saat pintu lift terbuka Cakra dan Arvin segera masuk. Lima menit pintu terbuka di basement khusus CEO. Cakra melangkahkan kaki menuju mobil, Arvin yang ingin membukakan pintu mobil dicegah oleh Cakra."Kamu pulang saja, biar saya yang bawa mobilnya besok jemput saya. Saya akan temui Daddy sendirian," pinta Cakra kepada asistennya untuk pulang."Baiklah, besok saya jemput di rumah," jawab Arvin. Cakra segera masuk ke dalam mobil untuk bertemu dengan daddynya di tempat yang sudah dijanjikan.****Waktu berlalu dengan cepat, sejak kejadian malam panas dengan Cakra, Alena tidak lagi ditugaskan untuk membersihkan di ruangan Cakra. Alena akhirnya mengikuti saran dari sahabatnya itu, dia memohon kepada ketua OB, Pak Paimin untuk menukar tempat kerja dengan yang lainnya dan akhirnya disetujui oleh Pak Paimin."Ale, kenapa wajahmu pucat, apa kamu sakit? Jika sakit kamu istirahat saja. Jangan kerjakan pekerjaanmu, biar aku saja yang mengerjakannya," ucap Inez yang khawatir melihat wajah Alena pucat pasi."Aku tidak sakit, Nez. Aku baik kok, mungkin aku kurang tidur saja. Beberapa hari ini aku sulit tidur, kamu tenang saja ya," jawab Alena mengatakan jika dia baik."Ya sudah, kalau kamu baik. Sekarang, kamu istirahat saja di pantry. Kalau sudah enakkan balik lagi ke sini, nanti jika ada yang tanya kamu di mana, aku akan jawab kamu ke kamar mandi atau beli makanan," ujar Inez meminta Alena untuk kembali ke pantry.Alena menganggukkan kepala pelan. Dia pun kembali ke pantry, saat berada di pantry, Alena mencium aroma mie kemasan, sontak saja Alena merasakan mual dan ingin muntah, dia bergegas ke kamar mandi terdekat untuk memuntahkan semua isi perutnya.“A… ada apa denganku," ucap Alena yang memuntahkan isi perutnya hingga dia lemas. Setelah tenang, Alena membasuh mulutnya dengan air. Alena menatap cermin di toilet dan mulai mengingat kapan dia datang bulan. Dirinya baru sadar kalau dia sudah telat datang bulan. 'Tidak mungkin, aku tidak hamil, aku pasti salah. Aku harus cek ke rumah sakit, aku harus pastikan benar atau tidak aku hamil. Jika benar, aku harus bagaimana, bukannya dia tidak suka dan dia sudah menghinaku. Apa aku pergi saja dari sini!?" gumam Alena dengan raut wajah yang bingung juga sedih, bola matanya bergerak ke sana kemari apa yang harus dikatakan jika benar dia hamil kepada bosnya, apa dia mau menerima anak yang dia kandung. Tanpa menunggu lama, Alena bergegas ke rumah sakit, dia ingin memastikan benar atau tidaknya dia hamil. Dengan menggunakan motor maticnya, Alena melaju menuju rumah sakit terdekat dengan kantornya. Jantung berdegup kencang, dia yakin dirinya tidak hamil, pasti masuk angin tidak ada yang lain. Alena berusaha menetralisir ketakutannya, dia berpikiran positif dengan semua yang terjadi. Sesampainya di rumah sakit, Alena memarkirkan motor, setelah itu dia melangkahkan kakinya menuju lobby rumah sakit. Alena segera mendaftarkan dirinya setelah itu, Alena menunggu namanya dipanggil oleh suster yang bertugas di poli kandungan."Nona Alena Shella Putri." Suster memanggil nama Alena.Alena segera berdiri dan berjalan masuk ke ruang poli kandungan. Alena keringat dingin dan gugup, dokter yang melihat Alena masuk dengan raut wajah yang seperti itu hanya tersenyum kecil."Silahkan duduk, Nona Alena. Ada yang bisa saya bantu?" tanya dokter tersebut kepada Alena."Saya tadi muntah dan juga terlambat datang bulan, apa saya hamil dokter?" tanya Alena tanpa basa basi. Dokter tersenyum mendengar pertanyaan Alena. Dokter yang usianya masih muda mengerti dengan sikap Alena yang gugup"Baiklah, kita ke ranjang itu ya, di cek dulu, baru bisa kita pastikan apakah Ibu Alena hamil atau tidak, mari ikut saya ke sana!" ajak dokter kepada Alena.Alena menganggukkan kepala dan mengikuti dokter muda tersebut. Alena naik perlahan dibantu oleh suster. Baju Alena dibuka tepat di bagian perut. Gel dingin dioleskan suster dan alat khusus untuk mengecek kandungan disiapkan. Dokter mulai memeriksa perut Alena."Wah, dugaan Anda benar, lihat itu ada tiga kantung janin di dalam sana, selamat ya, sebentar lagi Anda akan menjadi Ibu dari bayi kembar tiga. Pasti ayahnya akan senang karena Anda hamil kembar tiga," ucap Dokter tersebut mengatakan dia hamil. Air mata Alena jatuh mendengar jawaban dari Dokter, terlebih lagi mendengar ayah anaknya senang jika dia hamil bayi kembar tiga. "Saya hamil, Dok? Kembar tiga? Dokter tidak salah?" tanya Alena dengan suara pelan dan bergetar juga raut wajahnya sendu saat mengetahui dirinya hamil. Dokter yang masih bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Alena menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Alena sedih dirinya hamil diluar nikah dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kehamilannya. Ia pun hanya menyandarkan kepalanya di dinding, air matanya kembali menggenang di pelupuknya.Di tempat lain, Cakra mulai memerintahkan kepada anak buahnya untuk terus mengikuti gerak gerik Alena, dia mulai tidak tenang dengan apa yang terjadi. Arvin yang penasaran memberanikan diri untuk bertanya kepada Cakra. "Bos, data OB sudah saya kirim melalui email, maaf kalau saya lancang bos? Apa bos suka dengan dia. Maaf sebelumnya, kalau saya tidak sopan. Menurut saya untuk sementara waktu bos jangan memikirkan dia terlebih dahulu, karena bos harus segera ke Italia, klan Minamoto sedang menyerang markas kita, lebih baik bos fokus jika tidak fokus bahaya, dari info yang saya dapatkan banyak barang kita yang hilang," ucap Arvin mencoba membuat Cakra fokus dengan klannya yang ada di Italia dari pada fokus dengan Alena."Pergilah, lanjutkan pekerjaanmu, nanti aku akan urus semuanya," jawab Cakra meminta kepada asistennya untuk pergi. Arvin pun pasrah dan pergi meninggalkan bosnya, dia bingung kenapa akhir-akhir ini bosnya berubah dan memikirkan wanita OB itu ada apa sebenarnya antara keduanya. Cakra memijat keningnya, masalah terus datang silih berganti. Daddynya meminta dia menikah dengan pilihan Daddynya. Dan dia menolaknya, Cakra beralasan jika dia sudah ada kekasih. Bukannya menyerah, Daddynya malah meminta dia untuk membawa kekasihnya itu. Drt! Drt!Cakra yang melamun, tersentak mendengar suara ponselnya. Cakra segera mengambil ponselnya dan saat melihat id nama penelpon Cakra tersenyum tipis dan menjawab panggilan telepon tersebut. "Ada apa?" tanya Cakra dengan suara berat."Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon. "Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak. "Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya. "Siap, bos," jawab Arvin. Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana. ***Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada. "Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri. Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya. "Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil te
Cakra tidak berkata apapun. Dia hanya menatap foto yang dikirimkan oleh anak buahnya. Cakra penasaran kenapa dia ke sana. "Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Cakra pada dirinya sendiri. Cakra masih tidak mengerti Alena wanita yang dia minta untuk diawasi oleh anak buahnya ke rumah sakit dan ke poli kandung. Terbesit di pikirannya kenapa wanita itu berada di sana. Tapi, balik lagi ego mengalahkan semuanya. Cakra tidak banyak bicara dia nonaktifkan ponselnya. Pesawat lepas landas menuju Italia. Italia banyak sekali tempat yang indah dan terkenal salah satu tempat di mana Romeo dan juliet berada yaitu kota Verona. Cakra akan ke kota tersebut dia ingin bertemu dengan salah satu mafia di sana yang juga merupakan salah satu sahabatnya. "Bos, Tuan Hansel sudah mengkonfirmasi kalau klan Minamoto saat ini ada di kota yang akan kita datangi. Dari kabar yang saya terima jika dirinya sedang bersama seseorang wanita." Arvin menjelaskan kepada Cakra jika orang yang diincar oleh bosnya ini ad
Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi. "OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra. Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya. "Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati. "Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin. Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Itali
"Baik, bos," ucap anak buah Cakra mengiyakan apa yang dikatakan oleh bosnya. Anak buah Cakra yang mengikuti Alena dan saat ini berdiri di belakang Alena, anak buah Cakra segera maju ke depan. Alena melihat pria bertubuh kekar maju sedikit ketakutan dan mencoba bergeser ke samping. "Mas, sini!" Anak buah Cakra segera memanggil pelayan tadi dan membisikkan sesuatu kepada pelayan tersebut. Mendengar apa yang dibisikkin oleh anak buah Cakra, pelayan tersebut terkejut tapi seketika berubah dengan menganggukkan kepala. Anak buah Cakra menepuk pundaknya dan mundur ke belakang. "Maaf ya, saya mendahului, Nona," jawab anak buah Cakra kepada Alena sambil menundukkan kepala. "Tidak apa, Mas," jawabnya dengan lembut. Pelayan tersebut segera menyiapkan apa yang dikatakan oleh anak buah Cakra. Setelah selesai barulah, pelayan tersebut memberikan kepada Alena. "Mbak, ini pesanannya. Kebetulan sekali, kami ada giveaway dan Mbak mendapatkan giveaway itu. Dan giveaway, saya kasih rendang dan b
Cakra yang memangku Alena melakukan pertolongan pertama dengan menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan Alena yang saat ini pingsan di pangkuannya. "Bangun, cepat bangun. Kenapa kamu pingsan, bagaimana ini," ujar Cakra yang tidak tahu harus berbuat apa. Cakra tidak punya pilihan lain, akhirnya dia menggendong Alena untuk membawanya ke rumah sakit. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan Alena. Anak buah Cakra yang saat ini berada di luar ikut terkejut melihat bosnya menggendong wanita yang mereka ikuti. "Bos, kenapa dengan dia?" tanya anak buah Cakra bernama Bule. "Jaga di sini, saya mau bawa dia ke rumah sakit," jawab Cakra singkat. Bule dan Bejo mendengar jawaban dari Cakra hanya menganggukkan kepala, dia membiarkan bosnya pergi membawa wanita tersebut. Cakra melangkahkan kaki menuju mobilnya sesampainya di mobil, Cakra sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobil. "Sial, bagaimana aku bisa membuka pintu ini, akhh!" Cakra kesal karena dia tidak tahu bagaimana cara mengambil kunci
Cakra semalaman menjaga Alena dia tidak membiarkan Alena sendirian di rumah sakit. Cakra meletakkan kepalanya di samping tangan Alena sambil memegang tangannya. Alena terbangun dari tidurnya, matanya perlahan terbuka. Dia mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling ruangan. Bau obat dan bercat putih itu yang dia lihat saat ini. "Dimana aku, apa aku? Kepalaku sakit sekali," ucapnya sambil mencoba memejamkan matanya kembali mencoba menenangkan dirinya. Saat tangannya ingin digerakkan, Alena merasakan ada sesuatu di sampingnya. Dia melihat ada pria yang tidur sambil memegang tangannya. Alena menariknya perlahan, tapi tarikkannya membuat pria tersebut terbangun dan langsung menatapnya. Alena terkejut dengan apa yang dia lihat, pria yang ada di depannya adalah Cakra, CEO sekaligus ayah dari anak-anaknya. Alena menundukkan kepala ke bawah sambil memilin tangannya. Alena takut untuk bertemu Cakra apa lagi dia tidak mau jika Cakra mengetahuinya hamil. Alena tidak mau dihina lagi seperti w
Cakra terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alena. Cakra memandang lekat Alena dan tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Alena yang gugup segera mengalihkan pandangannya dari Cakra, dia menundukkan kepala sambil memilin jarinya. "Aku sudah katakan. Jika ada yang berbicara denganmu pandang lawan bicaramu bukan malah menunduk," ucap Cakra dengan suara datar yang meminta kepada Alena untuk memandang dirinya. Alena pun mengangkat kepalanya, dia memberanikan diri untuk memandang Cakra. Cakra menghela nafas, dia sudah membuat wanita yang di depannya ini ketakutan. Padahal di awal wanita ini sangat berani untuk memandangnya dan menjawab apa yang dia katakan tapi saat ini Alena malah diam 1000 bahasa. "Kamu ingin bertemu dengan ibumu, kalau begitu keluar dari rumah sakit kita akan ke rumahmu, aku akan mengatakan kepada ibumu jika aku akan melamarmu kalau perlu langsung menikah tidak perlu menunggu lama bagaimana kamu senang?" ta
"Kamu temui Daddy sekarang juga, tidak boleh menolak setengah jam dari sekarang kamu sudah ada di rumah," ucap Tuan Rosario Sastrawinata kepada Cakra. "Ta...." Cakra menghentikan ucapannya karena panggilan karena Tuan Rosario berakhir. Cakra hanya bisa diam dia tidak tahu harus apa saat ini. Tuan Rosario kalau sudah memerintah tidak lihat situasi. Tuan Rosario selalu meminta kepadanya cepat dan tidak boleh membantah sama sekali. Cakra melihat Alena yang masih tidur. Cakra mengirimkan pesan kepada dua anak buahnya yang dia perintahkan untuk mengikuti Alena untuk datang ke rumah sakit dan menjaganya. Cakra menunggu anak buahnya datang. Dia tidak memperdulikan jika dia terlambat datang untuk bertemu Tuan Rosario Daddynya. Anak buah Cakra Bejo dan Bule yang mendapat pesan untuk ke rumah sakit segera pergi. Rumah Alena sudah ditutup oleh keduanya. Mereka pun pergi menemui Cakra di rumah sakit. "Jo, kita ke rumah sakit untuk mengawasi wanita bos Cakra ya?" tanya Bule yang duduk di bonc
Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C
Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang
Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P
"Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi
Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr
Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis
"Sakit?" tanya Alex yang menatap ke arah Nilam. "Iya, sakit. Apakah kamu sakit?" tanyanya kembali. Menurutmu, apakah aku sakit setelah semua yang terjadi kepadaku, Nilam? Aku sakit karena baru tahu selama ini Ibuku menderita, dia terlihat bahagia tapi nyatanya dia malah sedih apakah pantas jika aku tidak mengatakan aku sakit?" tanya Alex.Nilam menggelengkan kepala, dia tahu kalau saat ini pasti Alex sangat sakit dan dia juga mengerti kalau saat ini Alex merasakan sakit yang teramat dalam, kehilangan orang yang dicintai yang dia sayangi sedari dulu dan orang itu meninggal di tangannya. "Jika kamu sakit maka datangi dia, minta maaf lah kepadanya seperti apapun ibumu, dia tetaplah ibumu, dia tahu kamu tidak akan mau melakukan itu dan aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena kamu tahu seorang ibu memaafkan anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan sebesar apapun itu, dia pasti memaafkannya," ucap Nilam.Alex yang mendengar perkataan dari Ni
Orang yang membuat Alex kesal siapa lagi kalau bukan Kahfi. Kahfi datang menemui Alex dan dia bersama sepupunya untuk menjenguk Alex dan tentu saja itu membuat Alex kesal, bukan tidak suka jika mereka menjenguknya tapi dia menyindirnya bukankah itu menyebalkan? Ya, sangat menyebalkan. "Mau apa, kamu ke sini, hahh? Berani-beraninya kamu ke sini, pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu," usir Alex kepada Kahfi. Namun, Kahfi tidak peduli dia masuk bersama dengan yang lainnya.Mereka duduk dan meletakkan buah-buahan yang sudah mereka bawa. "jangan terlalu perasaan, ingat semua sudah berakhi, lebih baik kamu tenang dan jangan memikirkan siapapun. Oh, ya bagaimana kondisimu. Apa sudah baikan?" tanya Mike kepada Alex. "Menurutmu, apakah aku sudah baik-baik saja? Jawabannya tentu tidak. Lihatlah, aku masih terbaring di sini. Kalian mau apa ke tempatku dan kalian bawa apa untukku? Hanya buah-buahan, ya? Aku tidak butuh buah-buahan yang aku butuhkan nuklir, mana dia serahkan cepat," jawab Alex ya
Alex mendengar suara Nilam yang terdengar khawatir ada perasaan hangat di hatinya karena saat ini ada yang mengkhawatirkan dirinya."Sudah jangan nangis aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja kamu bisa datang ke rumah sakit ya minta sopir ke sini dan satu lagi bisa tidak kamu masakin aku makanan karena aku sangat menginginkan makanan darimu, makanan di sini tidak enak," pinta Alex yang bertingkah seperti anak kecil dan dia merengek kepada Nilam untuk membawakannya makanan.Nilam yang saat ini tengah mendengar rengekan dari Alex hanya tersenyum dia pun mengiyakan apa yang diminta oleh Alex. Keduanya saling bercanda satu sama lain sedangkan Rian saat ini tengah mengurus pemakaman dari Maria, dia menunggu di ruang kamar mayat karena saat ini pihak rumah sakit sedang memandikan Maria.Rian pun harus bolak-balik ke kamar mayat dan ke kasit untuk membayar semua administrasi yang dibutuhkan termasuk biaya pemakaman dan yang lainnya. Rian sudah mencari pemakaman yang benar-benar terbaik untuk