"Anda merebutnya dari saya. Merebut apa yang saya jaga selama ini. Apa Anda lupa?" tanya Alena dengan tatapan nanar.
Cakra terdiam mendengar perkataan Alena, dia tidak mungkin melakukan itu. Ingatannya masih campur aduk. Antara percaya dan tidak jika dia sudah melakukan hal itu kepada karyawannya.Brakkk!Cakra memukul pintu dengan kencang hingga membuat Alena terlonjak mendengar pukulan yang cukup keras. Alena meremas pakaian Cakra dengan erat dan itu bisa dilihat oleh Cakra. Pakaiannya yang dia kenakan tadi malam berada di tangan Alena."Pembohong! Dasar wanita murahan, pasti kamu yang mengambil kesempatan di saat saya tidak sadar!" teriak Cakra dengan kuat dan keluar dari ruangan tersebut.Cakra berjalan cepat dan kembali ke ruang kerjanya. Dia membuka pintu ruang kerja dengan kasar. Cakra menghempaskan bokongnya dan mengusap wajahnya dengan kasar. Cakra masih memikirkan ucapan dari Alena mengatakan jika dia merebut kesucian gadis itu.'Dia bohong, aku yakin. Ini pasti salah!?' batin Cakra dengan wajah yang kebingungan.Arvin yang mengikuti Cakra ikut masuk ke dalam ruangan, dia masih diam tidak berani mengatakan atau menanyakan apa yang terjadi. Tapi, tiba-tiba, dia mulai teringat apa yang dikatakan oleh Tuan besar yang tidak lain Ayah Cakra kepadanya."Maaf, Pak Cakra, saya lancang mengganggu Anda. Saya mendapatkan telepon dari Ayah Anda. Dia meminta Anda untuk ke Resto biasa. Ada acara keluarga," ucap Arvin dengan hati-hati."Katakan saya sibuk. Saya tidak mau bertemu dengan siapapun untuk saat ini." Cakra menolak permintaan daddynya untuk bertemu ."T-tapi, ini penting. Jika tidak saya akan dipecat, itu katanya," jawab Arvin dengan suara lirih.Ancaman dari bos besar membuat dirinya ciut. Cakra mendengus kesal karena perkataan Arvin. Daddynya kalau sudah memerintah pasti main pecat termasuk asistennya yang berkali-kali dipecat oleh daddynya karena ulahnya.Cakra menganggukkan kepala mengiyakan apa yang Arvin minta, dia tidak bisa membebankan anak buahnya itu. Daddynya kalau sudah marah semua orang dipecat. Melihat bosnya menganggukkan kepala, Arvin menundukkan kepala bergegas menjalankan perintah dari Cakra."Baik, Pak. Akan saya sampaikan ke Tuan besar," jawab Arvin yang bergegas keluar.Arvin, mengirimkan pesan ke Tuan besar mengatakan jika bosnya setuju untuk bertemu. . Sedangkan, Cakra masih melamun dan mengingat apa yang terjadi tadi malam. Raut wajah Cakra terlihat lebih datar dari sebelumnya seperti menahan beban yang sulit dia katakan.****"Bukan inginku menyerahkan diriku ke dia. Aku masih punya harga diri," ucap Alena saat dia ketakutan melihat amarah dari Cakra tadi.Teman-teman Alena yang masih berdiri di luar segera masuk ke dalam. Mereka penasaran kenapa CEO masuk ke ruangan mereka. Teman Alena mendengar suara orang menangis, dengan cepat mereka masuk ke dalam dan terkejut karena melihat Alena menangis. Keduanya mendekati Alena, mereka penasaran kenapa Alena menangis apa ini ada hubungannya dengan bos mereka tadi."Ale, kamu kenapa? Pak Cakra kesini mau apa? Apa dia yang membuatmu menangis?" tanya teman Alena bernama Inez."Benar, Ale, si bos dingin itu ke sini dengan raut wajah yang menyeramkan, dia tadi ketemu denganmu ya, mau apa dia? Apa dia marah ke kamu karena tadi malam kamu tidak membersihkan ruangannya sampai bersih jadi kamu dimarahi dia. Benarkah yang aku katakan itu? Kalau benar yang aku katakan, dia sangat keterlaluan, bisa-bisanya marah pada wanita. Kalau tidak bersih, dia bisa sampaikan ke ketua, tidak harus datang dan marah-marah. Kamu baik-baik saja, Ale?" tanya Merry dengan raut wajah yang kesalInez dan Merry merasa kasihan melihat mata Alena yang bengkak. Mereka menyangka jika Alena dipukul oleh bos arogannya itu."Ale, kamu jangan ke ruangan itu lagi. Nanti, kalau asisten bosnya meminta dibuatkan kopi jangan mau, biar Randi saja yang buatkan. Kamu sabar ya," ucap Inez menyarankan Alena untuk tidak ke ruangan tersebut.Kedua sahabat Alena memeluknya. Mereka tahu, jika Alena tertekan karena dirinya membuat kesalahan dan dia dimarahi langsung oleh bosnya itu."Sudah, aku tidak apa-apa, kita kerja yuk. Nanti kita bisa dipecat, aku baik-baik saja. Lagipula, tugasku sudah ditunjuk di sana jadi mau tidak mau aku harus ke sana. Kalian jangan khawatir ya," jawab Alena meyakinkan keduanya jika dia baik-baik saja walaupun hatinya saat ini campur aduk.Inez dan Merry pun menganggukkan kepala. Kedua sahabat Alena segera keluar dari ruang dan menuju ke tempat kerja masing-masing. Sedangkan, Alena masih di ruangan OB, dia menunggu apakah bos Cakra atau asisten CEO itu memesan minuman atau tidak.Kringg! Kringg!Mendengar suara telepon berdering, Alena segera menjawabnya. "Pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alena dengan sopan."Buatkan saya kopi, tidak pakai gula," jawab Cakra singkat. Cakra langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Alena. Alena menghela nafas panjang, panggilan telepon ditutup sepihak oleh Cakra.Tut! Tut!Alena menggelengkan kepala dengan kelakuan dari bosnya ini. Belum lagi dia katakan halo sudah main tutup. Alena pun pasrah dan bergegas membuat kopi untuk Cakra."Selesai, aku harus segera mengantarkan minuman ini. Kamu bisa Alena, jangan takut." Alena menyemangati dirinya untuk tidak takut bertemu dengan Cakra. Alena segera keluar dan membawa kopi ke ruangan Cakra. Saat tiba di depan ruangan Cakra, sekretaris Cakra melihat Alena. OB yang paling cantik di kantor Diamonds. Alena berjalan pelan, di tangannya terlihat dia membawa nampan berisi minuman.Tok! Tok!Alena mengetuk tiga kali pintu ruangan Cakra. Cakra yang memeriksa laporan keuangan segera berteriak dan mempersilahkan Alena masuk."Masuk!" teriak Cakra.Mendengar suara Cakra, Alena perlahan pintu terbuka, nampan yang dipegang oleh Alena gemetar, dia gugup saat berhadapan dengan Cakra. Alena berjalan pelan mendekati meja kerja Cakra."I~ini minumannya, Pak" ucap Alena dengan suara gemetar. .Alena meletakkan gelas di meja dengan tangan gemetar. Aroma parfum Cakra membuat Alena terlena. Entah kenapa wangi parfum Cakra membuat dirinya tenang. Cakra yang merasa ada seseorang di depannya dan tidak beranjak pergi langsung berdehem."Ehmmm! Keluar jika sudah selesai." Cakra mengusir Alena untuk keluar dari ruangannya.Alena tersentak dan bergegas keluar. Saat Alena hendak membuka pintu, suara Cakra kembali terdengar di telinganya.“Berapapun harganya, akan saya bayar! Tapi, jangan kamu katakan ke orang-orang jika kita pernah tidur bersama. Itu semua kesalahan kecil dan bisa dilupakan dengan sejumlah uang, kan!?”Perkataan tajam Cakra menghujam telak di hatinya. Alena terdiam di depan pintu, dia masih tidak percaya dengan apa yang Cakra katakan kepadanya."A… apa, maksud Anda berkata seperti itu, Pak Cakra yang terhormat?" tanya Alena yang meremas celana kerjanya dengan erat sesaat mendengar perkataan dari Cakra.Alena menangis di ruangannya, hatinya sakit ternyata dirinya disamakan dengan perempuan yang menjajah tubuhnya hanya karena uang."Aku bukan perempuan murahan. Aku juga tidak mau jika tubuhku disentuh oleh pria yang bukan suamiku," ucap Alena dengan suara lirih dan air mata yang berlinang. Puas menangis, Alena segera menghapus air matanya dan berdiri. Dia mulai bertekad kalau dirinya tidak akan menangis dan akan hadapi masalahnya sendiri apapun yang terjadi. Berbeda, Alena beda pula Cakra yang terus mengingat Alena. Cakra tidak fokus bekerja karena mengingat Alena. Cakra mengusap wajahnya dengan kasar. Entah kenapa dia harus berada di posisi yang tidak baik, kenapa harus wanita itu pikirnya. Cakra Bramantyo Sastrawinata adalah seorang pengusaha kaya raya. Ayahnya yang bernama Rosario Sastrawinata keturunan Jerman dan Jawa juga seorang pengusaha hebat. Cakra mewarisi bisnis Ayahnya, tapi dia juga memiliki usaha sendiri. Selain itu, tanpa diketahui ayahnya dan orang banyak, Cakra se
"Gudang kita dibakar, barang habis, Master," jawab penelepon. "Cari tahu siapa pelakunya, setelah itu lakukan hal yang sama," jawab Cakra dengan tegas. Panggilan berakhir, Cakra melihat ke arah Arvin yang menunggu dirinya memutuskan apakah dia pergi ke Italia atau tidak. "Siapkan pesawat." Cakra akhirnya memutuskan untuk pergi ke Italia untuk mengurus bisnis haramnya. "Siap, bos," jawab Arvin. Arvin segera keluar dari ruangan Cakra, dia segera mempersiapkan semuanya. Termasuk memberitahukan kepada anggota di Italia bahwa bosnya akan tiba di sana. ***Alena yang sudah tiba di kantor merasa ada yang mengikutinya. Saat dia melihat ke belakang, orang tersebut tidak ada. "Aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi, siapa?" tanya Alena pada dirinya sendiri. Alena melangkah kaki, dia benar-benar lemas dan tidak bertenaga sama sekali. Terlebih lagi dirinya mendapatkan ada tiga malaikat kecil di perutnya. "Aku harus keluar dari kantor ini. Aku tidak mau semua orang mengetahui aku hamil te
Cakra tidak berkata apapun. Dia hanya menatap foto yang dikirimkan oleh anak buahnya. Cakra penasaran kenapa dia ke sana. "Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Cakra pada dirinya sendiri. Cakra masih tidak mengerti Alena wanita yang dia minta untuk diawasi oleh anak buahnya ke rumah sakit dan ke poli kandung. Terbesit di pikirannya kenapa wanita itu berada di sana. Tapi, balik lagi ego mengalahkan semuanya. Cakra tidak banyak bicara dia nonaktifkan ponselnya. Pesawat lepas landas menuju Italia. Italia banyak sekali tempat yang indah dan terkenal salah satu tempat di mana Romeo dan juliet berada yaitu kota Verona. Cakra akan ke kota tersebut dia ingin bertemu dengan salah satu mafia di sana yang juga merupakan salah satu sahabatnya. "Bos, Tuan Hansel sudah mengkonfirmasi kalau klan Minamoto saat ini ada di kota yang akan kita datangi. Dari kabar yang saya terima jika dirinya sedang bersama seseorang wanita." Arvin menjelaskan kepada Cakra jika orang yang diincar oleh bosnya ini ad
Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi. "OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra. Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya. "Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati. "Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin. Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Itali
"Baik, bos," ucap anak buah Cakra mengiyakan apa yang dikatakan oleh bosnya. Anak buah Cakra yang mengikuti Alena dan saat ini berdiri di belakang Alena, anak buah Cakra segera maju ke depan. Alena melihat pria bertubuh kekar maju sedikit ketakutan dan mencoba bergeser ke samping. "Mas, sini!" Anak buah Cakra segera memanggil pelayan tadi dan membisikkan sesuatu kepada pelayan tersebut. Mendengar apa yang dibisikkin oleh anak buah Cakra, pelayan tersebut terkejut tapi seketika berubah dengan menganggukkan kepala. Anak buah Cakra menepuk pundaknya dan mundur ke belakang. "Maaf ya, saya mendahului, Nona," jawab anak buah Cakra kepada Alena sambil menundukkan kepala. "Tidak apa, Mas," jawabnya dengan lembut. Pelayan tersebut segera menyiapkan apa yang dikatakan oleh anak buah Cakra. Setelah selesai barulah, pelayan tersebut memberikan kepada Alena. "Mbak, ini pesanannya. Kebetulan sekali, kami ada giveaway dan Mbak mendapatkan giveaway itu. Dan giveaway, saya kasih rendang dan b
Cakra yang memangku Alena melakukan pertolongan pertama dengan menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan Alena yang saat ini pingsan di pangkuannya. "Bangun, cepat bangun. Kenapa kamu pingsan, bagaimana ini," ujar Cakra yang tidak tahu harus berbuat apa. Cakra tidak punya pilihan lain, akhirnya dia menggendong Alena untuk membawanya ke rumah sakit. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan Alena. Anak buah Cakra yang saat ini berada di luar ikut terkejut melihat bosnya menggendong wanita yang mereka ikuti. "Bos, kenapa dengan dia?" tanya anak buah Cakra bernama Bule. "Jaga di sini, saya mau bawa dia ke rumah sakit," jawab Cakra singkat. Bule dan Bejo mendengar jawaban dari Cakra hanya menganggukkan kepala, dia membiarkan bosnya pergi membawa wanita tersebut. Cakra melangkahkan kaki menuju mobilnya sesampainya di mobil, Cakra sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobil. "Sial, bagaimana aku bisa membuka pintu ini, akhh!" Cakra kesal karena dia tidak tahu bagaimana cara mengambil kunci
Cakra semalaman menjaga Alena dia tidak membiarkan Alena sendirian di rumah sakit. Cakra meletakkan kepalanya di samping tangan Alena sambil memegang tangannya. Alena terbangun dari tidurnya, matanya perlahan terbuka. Dia mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling ruangan. Bau obat dan bercat putih itu yang dia lihat saat ini. "Dimana aku, apa aku? Kepalaku sakit sekali," ucapnya sambil mencoba memejamkan matanya kembali mencoba menenangkan dirinya. Saat tangannya ingin digerakkan, Alena merasakan ada sesuatu di sampingnya. Dia melihat ada pria yang tidur sambil memegang tangannya. Alena menariknya perlahan, tapi tarikkannya membuat pria tersebut terbangun dan langsung menatapnya. Alena terkejut dengan apa yang dia lihat, pria yang ada di depannya adalah Cakra, CEO sekaligus ayah dari anak-anaknya. Alena menundukkan kepala ke bawah sambil memilin tangannya. Alena takut untuk bertemu Cakra apa lagi dia tidak mau jika Cakra mengetahuinya hamil. Alena tidak mau dihina lagi seperti w
Cakra terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alena. Cakra memandang lekat Alena dan tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Alena yang gugup segera mengalihkan pandangannya dari Cakra, dia menundukkan kepala sambil memilin jarinya. "Aku sudah katakan. Jika ada yang berbicara denganmu pandang lawan bicaramu bukan malah menunduk," ucap Cakra dengan suara datar yang meminta kepada Alena untuk memandang dirinya. Alena pun mengangkat kepalanya, dia memberanikan diri untuk memandang Cakra. Cakra menghela nafas, dia sudah membuat wanita yang di depannya ini ketakutan. Padahal di awal wanita ini sangat berani untuk memandangnya dan menjawab apa yang dia katakan tapi saat ini Alena malah diam 1000 bahasa. "Kamu ingin bertemu dengan ibumu, kalau begitu keluar dari rumah sakit kita akan ke rumahmu, aku akan mengatakan kepada ibumu jika aku akan melamarmu kalau perlu langsung menikah tidak perlu menunggu lama bagaimana kamu senang?" ta
Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C
Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang
Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P
"Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi
Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr
Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis
"Sakit?" tanya Alex yang menatap ke arah Nilam. "Iya, sakit. Apakah kamu sakit?" tanyanya kembali. Menurutmu, apakah aku sakit setelah semua yang terjadi kepadaku, Nilam? Aku sakit karena baru tahu selama ini Ibuku menderita, dia terlihat bahagia tapi nyatanya dia malah sedih apakah pantas jika aku tidak mengatakan aku sakit?" tanya Alex.Nilam menggelengkan kepala, dia tahu kalau saat ini pasti Alex sangat sakit dan dia juga mengerti kalau saat ini Alex merasakan sakit yang teramat dalam, kehilangan orang yang dicintai yang dia sayangi sedari dulu dan orang itu meninggal di tangannya. "Jika kamu sakit maka datangi dia, minta maaf lah kepadanya seperti apapun ibumu, dia tetaplah ibumu, dia tahu kamu tidak akan mau melakukan itu dan aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena kamu tahu seorang ibu memaafkan anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan sebesar apapun itu, dia pasti memaafkannya," ucap Nilam.Alex yang mendengar perkataan dari Ni
Orang yang membuat Alex kesal siapa lagi kalau bukan Kahfi. Kahfi datang menemui Alex dan dia bersama sepupunya untuk menjenguk Alex dan tentu saja itu membuat Alex kesal, bukan tidak suka jika mereka menjenguknya tapi dia menyindirnya bukankah itu menyebalkan? Ya, sangat menyebalkan. "Mau apa, kamu ke sini, hahh? Berani-beraninya kamu ke sini, pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu," usir Alex kepada Kahfi. Namun, Kahfi tidak peduli dia masuk bersama dengan yang lainnya.Mereka duduk dan meletakkan buah-buahan yang sudah mereka bawa. "jangan terlalu perasaan, ingat semua sudah berakhi, lebih baik kamu tenang dan jangan memikirkan siapapun. Oh, ya bagaimana kondisimu. Apa sudah baikan?" tanya Mike kepada Alex. "Menurutmu, apakah aku sudah baik-baik saja? Jawabannya tentu tidak. Lihatlah, aku masih terbaring di sini. Kalian mau apa ke tempatku dan kalian bawa apa untukku? Hanya buah-buahan, ya? Aku tidak butuh buah-buahan yang aku butuhkan nuklir, mana dia serahkan cepat," jawab Alex ya
Alex mendengar suara Nilam yang terdengar khawatir ada perasaan hangat di hatinya karena saat ini ada yang mengkhawatirkan dirinya."Sudah jangan nangis aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja kamu bisa datang ke rumah sakit ya minta sopir ke sini dan satu lagi bisa tidak kamu masakin aku makanan karena aku sangat menginginkan makanan darimu, makanan di sini tidak enak," pinta Alex yang bertingkah seperti anak kecil dan dia merengek kepada Nilam untuk membawakannya makanan.Nilam yang saat ini tengah mendengar rengekan dari Alex hanya tersenyum dia pun mengiyakan apa yang diminta oleh Alex. Keduanya saling bercanda satu sama lain sedangkan Rian saat ini tengah mengurus pemakaman dari Maria, dia menunggu di ruang kamar mayat karena saat ini pihak rumah sakit sedang memandikan Maria.Rian pun harus bolak-balik ke kamar mayat dan ke kasit untuk membayar semua administrasi yang dibutuhkan termasuk biaya pemakaman dan yang lainnya. Rian sudah mencari pemakaman yang benar-benar terbaik untuk