Melihat bosnya bertanya dia siapa, Arvin segera mengatakan siapa dia. Dan saat ini, tidak ada yang harus di tutupi lagi.
"OB yang bernama Alena, dia memutuskan untuk berhenti. Ini surat pemberhentian yang diberikan oleh ketua OB kepada bagian HRD," jawab Arvin singkat sambil menyerahkan surat pengunduran diri Alena di meja Cakra.Cakra segera mengambilnya, dia membuka kertas tersebut dan membacanya. Dengan amarah memuncak Cakra meremas surat tersebut dan membuangnya."Apa dia sudah habis kontrak? Maksudku, apa dia masih terikat kontrak dengan kita?" tanya Cakra dengan tatapan bak belati."Menurut informasi, dia masih masa percobaan selama tiga bulan. Jika dia keluar sebelum tiga bulan dia tidak mendapatkan apapun," jawab Arvin.Cakra semakin gusar, dia tidak mengerti kenapa wanita OB itu pergi dari kantor. Cakra menekukkan tangannya dan memijit keningnya. Tidak mengerti kenapa bisa dia pergi, padahal dia tidak memecatnya. Tapi, lama~lama Cakra mengingat sebelum pergi dia ke Italia dia memberikan uang dan memintanya pergi. Cakra hanya bisa mengumpat kesalahannya. Cakra segera berdiri dan mengambil jasnya."Saya mau keluar, kamu urus semuanya," ucap Cakra mengatakan jika dia ingin pergi."Baik," sahut Arvin.Arvin menganggukkan kepala dan menyerahkan kunci mobil kepada Cakra tanpa bertanya kemana bosnya itu pergi.Cakra melangkahkan kaki menuju pintu dia bergegas pergi ke suatu tempat berharap jika dia akan bertemu dengannya.'Aku harus temui dia. Aku akan meminta penjelasan kenapa dia ke sana, apa yang dia sembunyikan padaku!? gumam Cakra berharap dia akan bertemu Alena.Di depan lift, Cakra menekan tombol dan setelah terbuka, Cakra segera masuk ke dalam lift dan menekan tombol satu. Pintu lift tertutup menuju lantai satu. Saat pintu terbuka, Cakra bergegas keluar dan melangkahkan kaki menuju mobil.Tittt!Alarm mobil terdengar, Cakra segera membuka pintu dan masuk ke dalam mobil dengan cepat mestater mobil. Mobil melaju menuju rumah Alena yang sudah dia ketahui dari Arvin dan juga anak buahnya yang saat ini masih mengikuti Alena.Sesampainya di depan gang rumah Alena, Cakra menyerngitkan keningnya, gang sempit tidak bisa mobilnya masuk. Cakra segera menghubungi anak buahnya.Tut!Panggilan Cakra segera dijawab oleh anak buahnya tanpa harus menunggu."Ya bos," jawab anak buahnya Cakra."Dimana?" tanya Cakra singkat."Kami di warung pojok depan gang, bos ingin masuk ke sana?" tanya anak buahnya yang sudah mengetahui jika bos mereka ada di depan gang rumah wanita yang diminta untuk mereka awasi."Tidak," jawabnya singkatPanggilan berakhir, Cakra segera mengakhiri panggilan tersebut dan dia memperhatikan siapa saja yang keluar masuk di dalam gang berharap Alena keluar dari rumahnya.Di dalam rumah, Alena masih belum berani untuk keluar atau menghubungi ibunya di kampung. Dia takut jika ibunya syok mendengar apa yang terjadi dengan dirinya. Air matanya menggenang di pelupuk matanya."Aku harus apa? Tiga janin tidak bersalah ada di dalam rahimku, bagaimana aku harus mengatakan ke Ibu, kalau aku hamil dan ayahnya tidak mengharapkan diriku dan mereka, apa yang harus aku lakukan," ucap Alena sambil mengusap perutnya yang masih rata.Air mata yang mengenang pun airnya lolos juga, dia tidak sanggup menahan terlalu lama. Alena mengusap air matanya, dia harus berani bertanggung jawab dengan apa yang dia perbuat. Mereka tidak bersalah bukan mau mereka ada di dalam rahimnya.Alena melangkahkan kaki ke dalam kamar. Rumah kontrakan yang Alena tempati sangat kecil dan juga pengap. Kamar tidur hanya satu dan dibelakang hanya ada satu kamar mandi dan dapur yang kecil. Untuk mandi dia harus menimba air dari sumur."Aku harus keluar mencari makanan, di saat sedih aku menjadi lapar. Sabar ya nak, Ibu mau keluar cari makanan. Kira-kira kita mau makan apa ya. Ibu lihat dulu sisa berapa uang kita, beruntung Ibu sudah bayar kontrakan bulan ini, kalau tidak kita akan diusir." Alena menghitung uang yang tersisa.Alena tersenyum lebar karena uangnya cukup untuk hidupnya satu bulan ke depan itu pun dia harus hemat. Alena menyimpan uangnya di dalam lemari dan bergegas mengambil sweater di gantungan dan mengenakannya."Kita pergi sekarang, semoga makanan yang Ibu inginkan ada ya, sabar ya anak Ibu," ujarnya lagi.Alena melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya. Alena tersenyum dia tidak ingin ada warga yang tahu jika dia sedang hamil bisa-bisa dia diusir dari kontrakan ini. Alena berjalan menuju ujung jalan saat tiba di gang depan, Alena melihat ke kiri dan ke kanan baru dia menyebrang dan berdiri sambil menunggu angkutan umum.Anak buah Cakra pun bergerak menunggu angkutan bersama dengan Alena. Alena tidak mengetahui jika dirinya diperhatikan oleh Cakra dan diikuti oleh anak buahnya."Mau kemana dia? Dan kenapa wajahnya pucat. Apa dia tidak makan? Sudah tahu sakit masih saja keluar, tidak bisakah dia memesan makanan siap saji saja, dasar wanita bodoh. Sudah diberikan kerja masih saja sok ingin berhenti," omel Cakra yang kesal karena Alena keluar dari perusahaannya.Cakra tidak ingat jika Alena keluar juga karena dia dan sekarang dia malah menyalahkan Alena. Cakra mengikuti angkutan umum yang dinaikki oleh Alena dan anak buahnya. Cakra terus mengikuti angkutan umum tersebut. Sampai di halte, angkutan yang dinaikki Alena berhenti. Alena turun dari angkutan tersebut. Peluh membasahi pelipisnya. Sekali-kali Alena menyekatnya. Alena membayar ongkos dan setelah itu, Alena berjalan ke arah rumah makan padang.Cakra melihat kelakuan Alena, dia menyerngitkan keningnya ke atas. Alena tidak masuk tapi dia hanya berdiri di depan etalase dan memandangi makanan di dalam etalase tersebut. Cakra masih penasaran kenapa wanita itu tidak masuk dan tanpa di duga, Alena mengusap satu makanan yang ada si etalase setelahnya, dia mengusap ke perutnya."A~apa yang dia lakukan? K~kenapa dia melakukan itu. A~apa yang aku lihat itu benar? D~dia hamil?" tanya Cakra pada dirinya karena foto yang dia dapat dari anak buahnya membuat dia penasaran dan informasi yang di sampaikan anak buahnya juga mengatakan kalau Alena hamil.Cakra masih menunggu apa yang dilakukan oleh Alena. Alena masuk ke dalam rumah makan Padang begitu juga anak buah Cakra. Setiap gerak gerik Alena dipantau tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan."Permisi, Uda. Mau beli nasi pakai kuah dan daun ubi rebus dengan timun bisa tidak?" tanya Alena dengan hati~hati."Tidak pakai lauk, Uni?" tanya pelayan tersebut.Alena tersenyum dan menggelengkan kepala. Baginya kuah kuning kepala ikan sudah cukup. Anak buah Cakra sengaja menghubungi Cakra agar bosnya itu mendengar apa yang dilakukan oleh wanita ini. Cakra mendapatkan panggilan telpon segera menjawabnya dan mendengarkan apa yang Alena katakan kepada pelayan nasi padang.Cakra terdiam sesaat, dia menunjukkan makanan itu tapi yang dia beli hanya nasi pakai kuah dan daun ubi serta timun. Apa semiskin itukah dia? Cakra hanya mengepalkan tangannya dengan erat. Tanpa menunggu lagi, Cakra meminta anak buahnya membelikan makanan yang tadi diraba oleh Alena saat berada di luar warung nasi padang."Belikan apa yang dia sentuh tadi saat diluar," jawab Cakra memerintahkan anak buah untuk segera membelikan makanan yang Alena inginkan."Baik, bos," ucap anak buah Cakra mengiyakan apa yang dikatakan oleh bosnya. Anak buah Cakra yang mengikuti Alena dan saat ini berdiri di belakang Alena, anak buah Cakra segera maju ke depan. Alena melihat pria bertubuh kekar maju sedikit ketakutan dan mencoba bergeser ke samping. "Mas, sini!" Anak buah Cakra segera memanggil pelayan tadi dan membisikkan sesuatu kepada pelayan tersebut. Mendengar apa yang dibisikkin oleh anak buah Cakra, pelayan tersebut terkejut tapi seketika berubah dengan menganggukkan kepala. Anak buah Cakra menepuk pundaknya dan mundur ke belakang. "Maaf ya, saya mendahului, Nona," jawab anak buah Cakra kepada Alena sambil menundukkan kepala. "Tidak apa, Mas," jawabnya dengan lembut. Pelayan tersebut segera menyiapkan apa yang dikatakan oleh anak buah Cakra. Setelah selesai barulah, pelayan tersebut memberikan kepada Alena. "Mbak, ini pesanannya. Kebetulan sekali, kami ada giveaway dan Mbak mendapatkan giveaway itu. Dan giveaway, saya kasih rendang dan b
Cakra yang memangku Alena melakukan pertolongan pertama dengan menepuk-nepuk pipinya untuk membangunkan Alena yang saat ini pingsan di pangkuannya. "Bangun, cepat bangun. Kenapa kamu pingsan, bagaimana ini," ujar Cakra yang tidak tahu harus berbuat apa. Cakra tidak punya pilihan lain, akhirnya dia menggendong Alena untuk membawanya ke rumah sakit. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan Alena. Anak buah Cakra yang saat ini berada di luar ikut terkejut melihat bosnya menggendong wanita yang mereka ikuti. "Bos, kenapa dengan dia?" tanya anak buah Cakra bernama Bule. "Jaga di sini, saya mau bawa dia ke rumah sakit," jawab Cakra singkat. Bule dan Bejo mendengar jawaban dari Cakra hanya menganggukkan kepala, dia membiarkan bosnya pergi membawa wanita tersebut. Cakra melangkahkan kaki menuju mobilnya sesampainya di mobil, Cakra sedikit kesulitan untuk membuka pintu mobil. "Sial, bagaimana aku bisa membuka pintu ini, akhh!" Cakra kesal karena dia tidak tahu bagaimana cara mengambil kunci
Cakra semalaman menjaga Alena dia tidak membiarkan Alena sendirian di rumah sakit. Cakra meletakkan kepalanya di samping tangan Alena sambil memegang tangannya. Alena terbangun dari tidurnya, matanya perlahan terbuka. Dia mengerjapkan matanya dan melihat sekeliling ruangan. Bau obat dan bercat putih itu yang dia lihat saat ini. "Dimana aku, apa aku? Kepalaku sakit sekali," ucapnya sambil mencoba memejamkan matanya kembali mencoba menenangkan dirinya. Saat tangannya ingin digerakkan, Alena merasakan ada sesuatu di sampingnya. Dia melihat ada pria yang tidur sambil memegang tangannya. Alena menariknya perlahan, tapi tarikkannya membuat pria tersebut terbangun dan langsung menatapnya. Alena terkejut dengan apa yang dia lihat, pria yang ada di depannya adalah Cakra, CEO sekaligus ayah dari anak-anaknya. Alena menundukkan kepala ke bawah sambil memilin tangannya. Alena takut untuk bertemu Cakra apa lagi dia tidak mau jika Cakra mengetahuinya hamil. Alena tidak mau dihina lagi seperti w
Cakra terdiam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Alena. Cakra memandang lekat Alena dan tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya. Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Alena yang gugup segera mengalihkan pandangannya dari Cakra, dia menundukkan kepala sambil memilin jarinya. "Aku sudah katakan. Jika ada yang berbicara denganmu pandang lawan bicaramu bukan malah menunduk," ucap Cakra dengan suara datar yang meminta kepada Alena untuk memandang dirinya. Alena pun mengangkat kepalanya, dia memberanikan diri untuk memandang Cakra. Cakra menghela nafas, dia sudah membuat wanita yang di depannya ini ketakutan. Padahal di awal wanita ini sangat berani untuk memandangnya dan menjawab apa yang dia katakan tapi saat ini Alena malah diam 1000 bahasa. "Kamu ingin bertemu dengan ibumu, kalau begitu keluar dari rumah sakit kita akan ke rumahmu, aku akan mengatakan kepada ibumu jika aku akan melamarmu kalau perlu langsung menikah tidak perlu menunggu lama bagaimana kamu senang?" ta
"Kamu temui Daddy sekarang juga, tidak boleh menolak setengah jam dari sekarang kamu sudah ada di rumah," ucap Tuan Rosario Sastrawinata kepada Cakra. "Ta...." Cakra menghentikan ucapannya karena panggilan karena Tuan Rosario berakhir. Cakra hanya bisa diam dia tidak tahu harus apa saat ini. Tuan Rosario kalau sudah memerintah tidak lihat situasi. Tuan Rosario selalu meminta kepadanya cepat dan tidak boleh membantah sama sekali. Cakra melihat Alena yang masih tidur. Cakra mengirimkan pesan kepada dua anak buahnya yang dia perintahkan untuk mengikuti Alena untuk datang ke rumah sakit dan menjaganya. Cakra menunggu anak buahnya datang. Dia tidak memperdulikan jika dia terlambat datang untuk bertemu Tuan Rosario Daddynya. Anak buah Cakra Bejo dan Bule yang mendapat pesan untuk ke rumah sakit segera pergi. Rumah Alena sudah ditutup oleh keduanya. Mereka pun pergi menemui Cakra di rumah sakit. "Jo, kita ke rumah sakit untuk mengawasi wanita bos Cakra ya?" tanya Bule yang duduk di bonc
Tuan Rosario mendengar apa yang dikatakan oleh Cakra membolakan matanya dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh anaknya itu. "Aku tidak pernah berbohong, itu kesalahan semalam. Aku tidak bisa menahannya. Aku melepaskan masa lajangku bersama dia, lagipula tidak ada salahnya, dia juga masih perawan jadi pas," jawab Cakra sekenaknya hingga membuat Tuan Rosario kesal kepadanya dan melemparkan buku ke arah Cakra. Bughhh! Cakra yang tidak bisa mengelak dengan lemparan dari Tuan Rosario harus pasrah. Kepalanya mengenai kening dan membuat keningnya sedikit tergores dan mengeluarkan darah. Cakra mengusap keningnya dan melihat di ujung jarinya ada sedikit darah. Hal yang wajar jika daddynya seperti itu. Tuan Rosario menahan amarahnya, nafasnya naik turun melihat anaknya yang menurutnya sangat kurang ajar. Dulu waktu mendiang istrinya masih hidup dia sangat menghargai dan menyayangi istrinya itu tapi anaknya ini malah berbanding terbalik dengan dirinya. "Anak nakal, anak tidak tah
Kedua orang tua wanita tersebut memandang ke arah anaknya yang sudah rapi dan berdiri depan mereka dengan senyum mengembang dan mengatakan jika dirinya sudah siap bertemu dengan pria yang akan menikahi dirinya. "Kamu ngomong apa? Coba katakan kepada kami berdua?" tanya pria paruh baya bernama Mansyur. "Daddy, kenapa mengatakan itu. Kamu ngomong apa. Ya ngomong kalau aku itu mau ke rumah pria yang menjadi calonku nanti. Apa Daddy lupa, aku kembali ke Indonesia karena apa? Karena perjodohan dengan Cakra. Apa Daddy lupa dengan apa yang Daddy katakan ke aku, atau Daddy sengaja tidak mau menikahi aku dengan dia, anak teman Daddy itu?" tanya wanita seksi yang bernama Della. Iya tapi, kamu tidak boleh seperti itu dandannya. Yang sopan dan kalau kamu seperti ini, kamu akan buat dia malu dan dia akan batalkan perjodohan ini, ganti pakaian kamu. Dan akan temui dia kalau kita sudah dihubungi oleh Tuan Rosario," ucap Tuan Mansyur kepada anaknya. Della yang mendengar perkataan dari Tuan Mansy
"Minumnya, pelan-pelan saja, jangan terburu-buru," ucap Cakra dengan suara berat dan nafas yang terasa hangat menerpa wajah Alena. Alena menutup matanya entah kenapa dirinya merasakan kenyamanan saat didekat Cakra. Apalagi parfum yang dia cium sama dengan parfum yang ada dibaju Cakra waktu itu. Cakra yang melihatnya menarik sudut bibirnya. Tanpa basa basi Cakra segera memeluk Alena dalam dekapannya. Mendapatkan pelukkan dari Cakra membuat Alena merasa tenang dan Alena balik membalas pelukkan Cakra. "Bos, ada kabar da...." Arvin yang tiba-tiba masuk terkejut melihat bos Cakra sedang memeluk Alena. Dia seketika berbalik agar tidak melihat pemandangan yang membuat dirinya merasa rendah diri karena sebagai kaun jomblo pasti pemandangan yang dia lihat tadi sangat membuatnya iri. Cakra mendengar suara Arvin langsung melepaskan pelukkannya dan berdehem kecil. Mendengar deheman dari Cakra, Arvin segera berbalik dan menundukkan kepala kepada Cakra. Arvin mendekati Cakra dan membisikkan ses
Sejak meninggalnya Alena membuat Cakra lebih banyak menghabiskan waktu ke pemakaman Alena dan dia hampir setiap hari ke sana membawakan bunga kesukaan Alena, perusahaan sudah diserahkannya semua kepada ketiga anaknya Kenzo, Kenzi dan Kiano. Mereka benar-benar menumpahkan semua rasa sayang mereka kepada Cakra dan mereka juga mengurus perusahaan yang diserahkan kepada mereka seluruhnya. Cakra sudah tidak lagi memikirkan perusahaan setiap hari dia selalu pulang pergi ke rumah dan pemakaman. Hari berlalu dengan cepat. Cakra sudah lebih menua. Tuan Rosario dan ibu Fatimah juga sudah pergi meninggalkan mereka keduanya yang sudah sepuh dan mereka mengikuti Alena. Ibu Fatimah dimakamkan di sebelah Alena. Sedangkan Tuan Rosario dimakamkan di samping istrinya. Saat ini, hari-hari Cakra hanya bisa bermain dengan 3 cucu kembarnya yang semuanya laki-laki anak dari Kenzi sedangkan Kenzo memiliki tiga kembar dan semuanya laki-laki juga sedangkan Kiano dua laki-laki dan 1 wanita dan saat ini cucu C
Cakra mendekati Ibu Fatimah, dia memeluk ibunya Alena dengan cukup erat. Wajah Ibu Fatimah itu mirip dengan Alena jadi dia merasa kalau Alena ada di dalam diri Ibu Fatimah. "Ibu sudah jangan menangis, Alena sudah pergi, dia tidak sakit lagi. Dia sekarang bahagia di sana bersama Mommyku. Ibu masih punya aku dan si kembar. Lagipula, cicit Ibu juga akan lahir. Aku harap Ibu bisa menjaga mereka menggantikan Alena ya, aku mohon jangan menangis. Kita harus ikhlas, Ibu," ucap Cakra yang membuat Ibu Fatimah terisak di pelukkan Cakra dan tentu saja itu membuat Cakra ikut menangis. Para menantu Alena memeluk nenek mereka, Ibu dari mertua mereka. Mika yang dekat dengan Ibu Fatimah menghapus air mata Ibu Fatimah. "Nenek cantik, jangan sedih ya, aku akan sedih jika nenek cantik sedih, Mommy akan sedih jika nenek cantik sedih, kita harus kuat dan selalu doakan Mommy ya, Nenek cantik," ujar Mika mencoba menenangkan Ibu dari mertuanya tersebut. Ibu Fatimah yang dipeluk oleh cucu menantunya menang
Tepat hari ini, Cakra menghadapi cobaan yang luar biasa, dia harus merasakan sakit yang teramat dalam. Wanita kesayangannya pergi dalam pelukkannya. "Katanya kamu nggak akan pergi, kenapa pergi juga, kenapa tinggalkan aku. Bukannya kita akan menua bersama, kamu kenapa berbohong kepadaku?" tanya Cakra yang masih memeluk Alena dan dia tidak mau membawa Alena pergi dari tempat tersebut. Kenzi, Kenzo, Kiano tidak tahan melihat separuh jiwa daddynya pergi dan belahan jiwa mereka pergi. Kiano menangis histeris dan tubuhnya bergetar saat ini. "Mommy, kenapa tega meninggalkan aku. Apa salah Mommyku Tuhan, aku tidak mau Mommyku pergi, kembalikan dia. Kembalikan dia aku mohon, kembalikan dia, Mommy kembali, jangan tinggalkan aku!" tangis Kiano membuat mereka semuanya menangis melihat keluarga Cakra mendapatkan cobaan yang cukup besar. "Bawa Ibu Fatimah ke mobil, sadarkan dia ya, tolong bantu dia kuat," ucap Tuan Rosario meminta kepada Hana dan Hani untuk membangunkan bibi mereka. "Baik, P
"Baiklah, Dokter. Saya permisi dulu. Saya harap semuanya akan lancar dan tidak ada kanker yang menyebar di seluruh tubuh istri saya, tapi rambut istri saya sudah gugur. Apakah itu berpengaruh karena sakitnya?" tanya Cakra yang akhirnya mengatakan kalau rambut Alena gugur.Mendengar pertanyaan dari Cakra, Dokter tersebut menganggukkan kepala. "Iya benar, itu adalah efeknya dan juga efek kemoterapi yang waktu itu tapi Anda jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja, semoga istri Anda bisa kuat dan dia bisa dioperasi dan juga kankernya tidak menyebar ke seluruh tubuhnya," jawab Dokter. Mendengar perkataan dari Dokter, Cakra menganggukkan kepala, itulah yang dia harapkan Alena sembuh. Apapun akan dia lakukan untuk sembuh. "Ya sudah, Dokter, terima kasih. Saya pergi dulu, saya ingin bertemu dengan istri saya," jawab Cakra yang dianggukan oleh dokter. Keduanya bersalaman dan tersenyum. Cakra keluar dari ruangan Dokter. Tubuhnya lemas kakinya bergetar dia merasakan ada sesuatu yang hi
Tuan Rosario tidak tau pasti dengan jawabannya. "Apakah Anda yakin besan?" tanya Ibu Fatimah."Aku tidak yakin dan tidak tahu kapan anak perempuanku itu akan bangun karena saat ini dia sepertinya masih enggan untuk melihat kita, dia masih betah dengan dunianya yang di alam mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, aku sudah melarangnya untuk tidak tertidur. Saat itu, tapi nyatanya dia tidur juga. Apakah aku bisa melarangnya jika anakku ingin tidur?" tanya Tuan Rosario yang akhirnya menumpahkan semua rasa kesedihannya dengan air matanya. Dia yang kuat dan dia yang menasehati semuanya untuk tidak menangis. Tapi, saat melihat anak perempuannya tidak juga bangun membuat dirinya sedih terlebih lagi sejak Alena muncul dalam kehidupan anaknya Cakra. Cakra sudah berubah menjadi pria yang dia inginkan dan sekarang jika Alena tidak ada, apakah Cakra akan kembali ke mode yang dulu. Luna dan ketiga sahabat Cakra juga dua sahabat Alena serta dua sepupu masing-masing memeluk suami mereka. Merr
Setiap hari Cakra terus membuat obrolan yang kalau orang mendengar pasti akan membosankan tapi tidak dengan Cakra, dia terus mengatakan semuanya hingga Cakra perlahan putus asa karena setiap hari obrolannya tidak direspon malah Alena semakin menutup matanya. "Sayang, Kiano ingin menikah, dia ingin kamu menyaksikannya. Apakah kamu tidak kasihan dengan Kiano. Dia menunggumu, Sayang, bangunlah aku ingin melihat kamu menyaksikan, anak semata wayangmu itu mau menikah. Ayo bangunlah, tidak maukah kamu melihatnya. Dia sangat membutuhkanmu, Sayang. Dia menunggumu, bangunlah, sudah sebulan lebih kamu tidak bangun dan kamu juga tidak meresponku, aku tidak masalah kamu tidak meresponku tapi mereka yang di luar menunggu kamu. Ibu, Dadddy, sahabatmu, sepupumu keponakanmu dan juga menantu serta anakmu. Dan aku menunggumu, bangunlah. Tidak maukah kamu bangun, Sayang. Apakah sesulit itu untuk membuka matamu, apa yang dokter berikan kepadamu sehingga kamu menutup mata, coba katakan biar aku menghabis
"Sakit?" tanya Alex yang menatap ke arah Nilam. "Iya, sakit. Apakah kamu sakit?" tanyanya kembali. Menurutmu, apakah aku sakit setelah semua yang terjadi kepadaku, Nilam? Aku sakit karena baru tahu selama ini Ibuku menderita, dia terlihat bahagia tapi nyatanya dia malah sedih apakah pantas jika aku tidak mengatakan aku sakit?" tanya Alex.Nilam menggelengkan kepala, dia tahu kalau saat ini pasti Alex sangat sakit dan dia juga mengerti kalau saat ini Alex merasakan sakit yang teramat dalam, kehilangan orang yang dicintai yang dia sayangi sedari dulu dan orang itu meninggal di tangannya. "Jika kamu sakit maka datangi dia, minta maaf lah kepadanya seperti apapun ibumu, dia tetaplah ibumu, dia tahu kamu tidak akan mau melakukan itu dan aku yakin dia pasti sudah memaafkanmu. Jauh sebelum kamu meminta maaf karena kamu tahu seorang ibu memaafkan anaknya walaupun anaknya sudah melakukan kesalahan sebesar apapun itu, dia pasti memaafkannya," ucap Nilam.Alex yang mendengar perkataan dari Ni
Orang yang membuat Alex kesal siapa lagi kalau bukan Kahfi. Kahfi datang menemui Alex dan dia bersama sepupunya untuk menjenguk Alex dan tentu saja itu membuat Alex kesal, bukan tidak suka jika mereka menjenguknya tapi dia menyindirnya bukankah itu menyebalkan? Ya, sangat menyebalkan. "Mau apa, kamu ke sini, hahh? Berani-beraninya kamu ke sini, pergi sana. Aku tidak membutuhkanmu," usir Alex kepada Kahfi. Namun, Kahfi tidak peduli dia masuk bersama dengan yang lainnya.Mereka duduk dan meletakkan buah-buahan yang sudah mereka bawa. "jangan terlalu perasaan, ingat semua sudah berakhi, lebih baik kamu tenang dan jangan memikirkan siapapun. Oh, ya bagaimana kondisimu. Apa sudah baikan?" tanya Mike kepada Alex. "Menurutmu, apakah aku sudah baik-baik saja? Jawabannya tentu tidak. Lihatlah, aku masih terbaring di sini. Kalian mau apa ke tempatku dan kalian bawa apa untukku? Hanya buah-buahan, ya? Aku tidak butuh buah-buahan yang aku butuhkan nuklir, mana dia serahkan cepat," jawab Alex ya
Alex mendengar suara Nilam yang terdengar khawatir ada perasaan hangat di hatinya karena saat ini ada yang mengkhawatirkan dirinya."Sudah jangan nangis aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja kamu bisa datang ke rumah sakit ya minta sopir ke sini dan satu lagi bisa tidak kamu masakin aku makanan karena aku sangat menginginkan makanan darimu, makanan di sini tidak enak," pinta Alex yang bertingkah seperti anak kecil dan dia merengek kepada Nilam untuk membawakannya makanan.Nilam yang saat ini tengah mendengar rengekan dari Alex hanya tersenyum dia pun mengiyakan apa yang diminta oleh Alex. Keduanya saling bercanda satu sama lain sedangkan Rian saat ini tengah mengurus pemakaman dari Maria, dia menunggu di ruang kamar mayat karena saat ini pihak rumah sakit sedang memandikan Maria.Rian pun harus bolak-balik ke kamar mayat dan ke kasit untuk membayar semua administrasi yang dibutuhkan termasuk biaya pemakaman dan yang lainnya. Rian sudah mencari pemakaman yang benar-benar terbaik untuk