Lasa dan Abi terus berbincang mengenai bayi mungil itu, mereka sangat antusias sekali. Lasa yang biasanya diam kali ini lebih banyak mengeluarkan suara emasnya. Suara yang sangat berharga sekarang menjadi suara obralan ketika membicarakan bayi mungil berpipi chubby dengan pipi berwarna merah itu.
Diatas ranjang yang bercover bed warna Navy terbaring seorang pemuda yang memandang langit-langit kamar, kakinya menggantung di pinggiran ranjang. Suara yang biasa ia obral sekarang tak terdengar, yang terdengar sekarang hanya hembusan napas berat. Ia frustasi memikirkan kehidupan mereka nantinya bila ada kehidupan bayi mungil diantara mereka dan memikirkan sahabatnya yang tak menggubris pendapatnya. Ia sebenarnya kecewa amat kecewa.
"Gimana Ken, lo setuju?" Kendy terlonjak kaget lamunannya buyar. Ia bangkit, duduk dengan jari-jari tangan yang bertaut dan menatap tak suka kedua sahabatnya. Kenapa bertanya ia setuju atau tidak? Bukankah mereka sudah menentukan segalanya tanpa memikirkan pendapatnya samasekali?
"Duh mukanya... ngambek nih ceritanya," goda Abi. Ia tersenyum memaklumi sahabatnya yang belum bisa menerima keadaan. palingan nanti lo yang paling sayang sama tu bayi, batin Abi. Lasa diam saja melihat reaksi Kendy.
"Kenapa tanya gue setuju atau gak? Kalian 'kan memang suka semaunya gak mau dengerin pendapat gue. Gue bener-bener kecewa sama kalian berdua," Jelasnya, ia sangat kecewa. Ternyata persahabatan mereka sedang di uji kali ini. Ia melangkahkan kakinya keluar, baru beberapa langkah Ia berbalik dan menatap keduanya.
"Gue mau pindah, gue ga mau lagi tinggal disini nanti direpotin sama tu bayi." Kali ini Abi dan Lasa yang terkejut mereka tak menyangka Kendy sangat tak menyukai keputusan mereka.
"Dan gue mau akhiri persahabatan kita," Sambungnya.
DOR!!
Abi kali ini tak bisa lagi menyembunyikan keterkejutannya bagaimana bisa Kendy mengambil keputusan seperti ini, nekat sekali. Abi gelisah ia merasa bersalah tapi untuk mencegah Kendy ia tak bisa karena saat ini emosi Kendy memuncak. Yang bisa menghentikannya saat ini hanyalah si pohon pinang Lasa. Abi menatap Lasa, Lasa terdiam wajahnya datar tanpa ekspresi. Matanya masih terpaku pada pintu tempat Kendy keluar tadi.
"Sa, lo gak bakalan biarin dia pergi 'kan?" Tanya Abi.
Lasa mengangguk, "Iya, biarkan saja dia menenangkan emosinya dulu." Walaupun ia juga khawatir, namun ia harus bersikap tenang.
***
Saat ini Lasa didapur, piring-piring kotor menumpuk diwastafel, pisau tergeletak tak teratur diatas meja, panggangan roti bekas mereka tadi pagi belum ada yang membersihkan dan parahnya tidak ada orang yang akan membuat makan siang hari ini. Biasanya yang melakukan tugas itu adalah Kendy. Kendy sangat pandai urusan dapur mungkin karena ia pernah menjadi seorang manajer restauran.
Lasa mulai mencuci piring yang ada diwastafel kemudian ia membereskan meja serta membersihkan pemanggang roti.
"Ay bayinya masih sama kamu 'kan" Suara Abi merayap memasuki telinga Lasa yang sedang fokus membersihkan dapur.
"Iya, masih kok. Kenapa memangnya?" Suara dari seberang.
"Masih bisa jaga 'kan? Kendy dia marah entah kemana sekarang."
"Loh kok bisa marah?" Tanya Inara.
"Ceritanya panjang... nanti aja pas aku ketemu kamu aku ceritain semuanya oke?" Jelasnya.
"Oke kak..." Hening tak ada yang bersuara diantara keduanya. Hanya suara dentingan piring yang Lasa keringkan yang terdengar.
"Kak," Seru Inara.
"Iya,"
"Kak..."
"Iya,"
"Abimana Ristya, aku rindu." Suara diseberang sana bagai syair yang indah bagi Abi. Hanya dengan kata rindu membuatnya begitu bahagia.
Abi langsung tersenyum, wajah Abi yang sudah manis bertambah semakin manis ketika tersenyum.
"Jangan rindu__" Ucapan Abi terpotong karena Inara menghentikannya.
"Stop! lanjutannya pasti 'itu berat biar aku saja' basi tau." Sungut Inara.
"Jangan rindu, karena rindu hanya menyesakkan. Obat rindu hanya dua bertemu dan bersabar. Ay, ayok ketemuan!" Ajak Abi, wajahnya sumringah. Kenapa baru terpikirkan untuk bertemu? Jadi buang-buang Kuota saja 'kan jadinya.
"Ayok!" Abi langsung melangkahkan kakinya beranjak menemui Inara yang berada dirumah Mila. Mereka benar-benar tidak sadar bahwa ada seorang jomblo yang tersakiti mendengar pembicaraan mereka.
Lasa yang sedari tadi mendengarkan obrolan kedua insan yang dilanda kerinduan hanya mendecih. Betapa bodohnya kedua orang yang terkena virus bucin akut yang lebih berbahaya dari virus korona. Bagaimana bisa mereka saling merindu padahal hanya berpisah beberapa jam? Kenapa harus saling menelpon padahal Inara hanya berada dirumah sebelah?
Lasa terus membersihkan seluruh bagian rumah, dapur sudah selesai dan sekarang ia beralih ke ruang tengah. Mengambil vacum cleaner ia kemudian menghidupkannya. Robot canggih itu mengelilingi ruangan menghisap debu-debu yang tak terlihat.
Lasa berdiri disamping sofa, mata jelinya berkeliling. Sesaat mata tajam itu menatap sebuah kresek berukuran besar tergeletak diatas lemari. Lasa melangkah kemudian mengambil kresek itu. Ia tersenyum tipis mendapati banyak sekali perlengkapan pokok bayi. Jelas sekali bukan siapa yang membeli semua ini?Ah, ternyata cecunguk itu sudah menyiapkan semuanya. Lantas kenapa dia sangat marah seolah tak menerima bayi itu? padahal dia sendiri yang menyiapkan begitu banyak keperluan bayi. Memang mau diapakan perlengkapan bayi ini? mau dijadikan skincare pikir Lasa.
****
Disebuah puncak gedung pencakar langit, Seorang laki-laki dengan tubuh atletis, kulit putihnya semakin bersinar terkena sinar mentari, mungkin karena fisiknya itulah yang membuat kaum hawa banyak jatuh kedalam pelukannya. Padahal mereka tahu laki-laki itu hanya berniat mempermainkan mereka tapi tetap saja mereka terjatuh dalam pesona laki-laki itu. Ya, laki-laki itu adalah Kendy.
Kendy menyelami perasaannya. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan kedua sahabatnya. Kenapa harus memelihara seorang bayi? Tidakkah mereka berpikir merawat bayi itu tidak mudah? Menyayanginya, mendidiknya, memberikan kebutuhannya, menjaga kesehatannya dan menanggung semua tanggung jawab terhadap bayi itu. heh, mereka bertiga saja hidup mandiri, tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua lalu bagaimana caranya menyayangi bayi itu layaknya orang tua?
Kendy sangat kecewa dengan sahabatnya yang tak mendengarkan pendapatnya. Padahal mereka bertiga selalu memutuskan semuanya bersama. Walaupun ada ketidak cocokan pasti akan ada penjelasan tapi apa ini? Mereka mengambil keputusan tanpa mendengarkan penjelasannya.
Kendy mengusap wajahnya, kemudian ia meletakkan kedua tangannya di pinggang. Tiba-tiba saja Ia mendengar langkah kaki seseorang mendekat kearahnya.
Sedari tadi ia merasakan bahwa ada orang yang sedang mengikutinya, namun ia mengacuhkan dan menyangkalnya. Suara itu semakin lama, semakin terdengar jelas. Membuat Kendy membeku menahan napasnya. Ia menduga-duga apakah orang jahat yang mengikutinya? tapi rasanya ia tidak mempunyai musuh. Atau musuh keluarganya? ah, bodoh sekali orang itu bukankah ia sudah memutuskan hubungan dengan keluarganya. Lantas apa gunanya mengikutinya seperti ini.
.
.
.
.
Bersambung.
Bang Kendy lagi PMS guys... marah-marah ga jelas. Cuma dia memang punya trauma guys dengan bayi. Dan apakah itu? yok tunggu part selanjutnyađ Yuk dukung author dengan memberikan like and komen. Selamat membaca đ„°
"Huhuhu... kamu tega banget sama aku. Kamu selingkuh dibelakang aku..." Ucap Inara air matanya mengalir membasahi kemeja yang dipakai Abimana. Saat itu ia dalam dekapan Abimana. Ia terus memukul dada bidang didepannya.Abimana tersenyum, ia tertawa dalam hati melihat sang kekasih salah paham dengan apa yang ia lihat. Sungguh ia sama sekali tidak berkhianat dari Inara, karena hanya Inara sang pemilik hatinya. Tapi, bagaimana bisa perempuan itu berpikir ia mengkhianatinya?"Kamu tau gak__""Gak tau!" Belum sempat Abi menyelesaikan kalimat yang akan ia keluarkan Inara malah memotongnya. Abi menghela napas pelan."Ay, aku belom selesai ngomong loo. kamu itu salah paham. Tadi itu aku cuma nolongin Mila. Kalo aku gak nolongin dia, dia bakalan ketabrak mobil."Jelasnya."Tapi tadi kamu lama banget peluk dia, aku gak suka itu. Kamu beneran gak selingkuh 'kan dibelakang aku?" Tanyanya, kali ini ia mendo
Saat ini mereka berdua telah berhenti disebuah rumah berjenis cluster, memang bentuk khas dari perumahan yang ditempati Abi dan kedua sahabatnya, Kendy dan Lasa.Jika mengingat mereka membawa bayi dengan menggunakan motor, menembus rintik hujan, pasti membuat orang-orang berpikir bahwa mereka adalah orang tua yang buruk. bagaimana tidak? Anak yang masih dalam bedongan kain itu dibawa menembus dinginnya malam dan ditambah rintik hujan yang membasahi, ck orang tua seperti apa mereka ini? Tapi bukankah yang lebih kejam adalah orang tua bayi yang telah membuangnya? Hah, biarkan saja orang-orang yang tak tau apa-apa itu berasumsi dengan pikiran mereka masing-masing."Ay, kita udah sampai nih," Ucap Abi.Inara langsung turun membawa bayi mungildengan pipi chubby yang memerah itu. Bayi itu tenang, tertidur dalam dekapan Inara. Setelah itu, Abi langsung menaruh motornya dibagasi.Mereka berdua langsung masuk ke
Ini sudah jam setengah dua belas malam. Bagaimana bisa mereka menyuruhku membeli susu dan popok bayi? Coba saja aku tidak merasa bersalah karena sudah menonjok wajah Abi, tak sudi rasanya di perbudak mereka seperti ini. Huh, dasar kedua manusia laknat! Tapi, bayi siapakah yang mereka bawa? Awas saja nanti mereka membuat kekacauan dengan membawa bayi itu! Awal kedatangannya saja membuat seisi rumah bau tayi, bagaimana nanti jika bayi itu tinggal bersama kami?Aku terus melajukan motorku, menuju Moonmart perumahan. Setelah sampai aku langsung mencari popok dan susu formula. Kulihat jejeran popok dengan berbagai ukuran. Tentu saja aku kebingungan, ukuran berapakah yang harus dibeli? Dan merek apa? Jika orang melihatku mungkin aku sudah seperti suami idaman karena bersedia membelikan kebutuhan bayi ditengah malam seperti ini muehehehe, aku terkekeh dalam hati. Biasalah jiwa narsisku ini memang terlatih dari aku masih kecil. Keluarga ku itu memang keluarga sultan.
Setelah sepuluh menit berkendara, sampailah Mila dan Kendy dikediaman Lasa. Kediaman Mila tepat disamping rumah Lasa. Kendy tak langsung menyuruh Mila turun tapi langsung membawa Mila masuk kedalam garasi. Hitung-hitung menemaninya memarkirkan motornya, sudah sangat malam bisa jadi 'kan ada penghuni garasi yang menunggu kedatangan seseorang, pikir Kendy. Kendy pun bergidik ngeri dengan pikirannya sendiri. Ah, memang si Kendy tengil, seharunya kalau takut jangan dipikirkan."Oke Mil baru lo boleh turun." Ujar Kendy, ia melirik ke kaca spionnya. Melihat ekspresi Mila. Seperti biasa wajahnya tetap terlihat ramah ia turun dengan perlahan. Seharusnya wajib, wajahnya diatur mode jutek dan ia wajib kesal terhadap kelakuan Kendy karena membawanya terlalu jauh. Seharusnya kendy memberhentikannya tepat dihadapan rumahnya bukan membawanya masuk seperti ini. Jadi repot 'kan dirinya harus berjalan lagi kedepan. Tapi si wanita hebat Mila, tak ada guratan kesal sedikit pu
Cahaya matahari sudah memasuki celah-celah candela rumah Lasa. Cuitan burung terdengar merdu pagi itu. Namun pagi yang indah tidak disadari ketiga pemuda itu. Sayang sekali bukan? Semoga hanya indahnya pagi yang mereka lewati, jangan sampai rezeki mereka juga lewat karena di patok ayam.Matahari mulai meninggi, namun tak ada tanda dari ketiga pemuda itu untuk membuka mata mereka. Wajar saja, karena mereka tidur sekitar jam dua dini hari. Setelah berhasil menidurkan bayi mungil itu mereka langsung tidur. Mereka hanya terbangun ketika sholat subuh dan memutuskan untuk tidur kembali.Inara menginap dirumah Mila, untung saja ia telah mengabari kedua orang tuanya. Jika tidak, berbahaya bagi hubungannya dengan Abi.Sekitar jam sembilan Kendy, dan Abi terbangun, mereka langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja bayi mungil itu dibawa Mila dan Inara tadi malam setelah bayi itu tertidur kerumah sebelah jad