Saat ini mereka berdua telah berhenti disebuah rumah berjenis cluster, memang bentuk khas dari perumahan yang ditempati Abi dan kedua sahabatnya, Kendy dan Lasa.
Jika mengingat mereka membawa bayi dengan menggunakan motor, menembus rintik hujan, pasti membuat orang-orang berpikir bahwa mereka adalah orang tua yang buruk. bagaimana tidak? Anak yang masih dalam bedongan kain itu dibawa menembus dinginnya malam dan ditambah rintik hujan yang membasahi, ck orang tua seperti apa mereka ini? Tapi bukankah yang lebih kejam adalah orang tua bayi yang telah membuangnya? Hah, biarkan saja orang-orang yang tak tau apa-apa itu berasumsi dengan pikiran mereka masing-masing.
"Ay, kita udah sampai nih," Ucap Abi.
Inara langsung turun membawa bayi mungil
dengan pipi chubby yang memerah itu. Bayi itu tenang, tertidur dalam dekapan Inara. Setelah itu, Abi langsung menaruh motornya dibagasi.
Mereka berdua langsung masuk kedalam rumah. sepi tak ada siapapun diruang tengah tempat mereka berada saat ini. sepertinya para penghuni rumah sudah berlayar dipulau kapuk.
Inara yang tergesa-gesa tak sengaja menabrak meja didepannya.
Oeeeek.... Oeeeeek...
Bayi kecil itu menangis, ia terkejut dengan suara yang dibuat Inara. Abi dan Inara langsung bingung. Apa yang harus mereka lakukan untuk menenangkan bayi ini? syukur saja mereka sudah didalam rumah jika masih diluar rumah, apa kata tetangga nantinya. Bisa viral mereka berdua karena mempunyai anak diluar nikah, di lingkungan perumahan tempat mereka tinggal.
"Ay, gimana nih dia nangis." Wajah Abi mulai kusut, rasa lelah ditubuhnya dan ditambah dengan suara bayi membuatnya semakin pusing. Frustasi, kata itu yang ia rasakan saat ini. Ia terus menggendong bayi itu dan menggerakkan bayi dalam gendongannya. Berharap bayi itu berhenti menangis.
"Em...em.. aku juga gak tau kak!" Inara tak kalah frustasinya. Beberapa kali ia mengikuti gerakan Abi, Kekiri dan kekanan sekali-kali ia meremas kepalanya. Ini adalah pengalaman pertama mereka berhadapan dengan bayi mungil. Mungkin, umur bayi yang mereka bawa ini 2 bulan lebih.
Oke tarik napas buang, tarik napas buang, batin Abi.
Melihat Abi, Inara langsung mengikuti. Mereka harus tenang agar tak membuat suasana menjadi kacau. Abi terus menggerakkan bayi dalam dekapannya itu.
"Kak ada beberapa kemungkinan kenapa bayi itu menangis." Ucap Inara, setelah mencari pengetahuan tentang bayi di mbah Googling.
"Kenapaaa, ay?" Masih mencoba menenangkan bayi didalam dekapannya itu menepuk-nepuk dan mengayunkan Kekiri dan kekanan.
"Lapar, iya kak lapar!" Pekik Inara. Membuat bayi itu semakin menangis.
Huh, Abi mendengkus kesal. Syukur-syukur tadi bayi itu pelan menangisnya tapi gara-gara suara Inara membuat bayi mungil itu kembali menangis dengan sangat kencang.
"Ya udah gih, kamu pegang dulu aku panggil kendy suruh beliin susu buat debay." Ucapnya.
Abim beranjak menuju kamar Kendy. Terlihat kendy yang tertidur tak beraturan. Kasihan sekali Abim melihat sahabatnya itu, tapi siapa lagi yang harus ia mintai tolong? Lasa? Eww...ya kali ia harus membangunkan manusia pinang itu. Aura dinginnya saja sudah membuat ia membeku apalagi membangunkannya sungguh tak sanggup ia membayangkannya. Walaupun Lasa tak marah tapi...emm wajahnya itu tidak bisa dikondisikan dengan keadaan.
Lasa adalah pemilik rumah yang mereka tinggali. Lasa yang jalan hidupnya lurus-lurus saja, minim ekspresi dan tentunya paling tampan diantara mereka membuat mereka menjulukinya si batang pinang. Tegak, lurus dan indah.
"Kend...kend!! Bangun!!" Kendy menggeliat kecil, guncangan ditubuhnya hanya bagai nyamuk yang mengusiknya.
"KEND!! BANGUUUN!!"
Krik krik... hanya suara jangkrik saja yang terdengar. Kendy sama sekali tak terusik. Membuat Abi meradang.
"Please lah ya... gue butuh bantuan lo!" Abi terus mengguncang tubuh Kendy. Kali ini ia harus nekat, ia mengambil air dalam kamar mandi.
"Sorry..." Gumam Abi. Ia mengambil air di gayung. Dengan mata terpejam ia menyiram Kendy yang tidur bak orang mati itu. Biarkan sajalah Kendy marah padanya, yang penting ia cepat keluar dari situasi ini. Ia juga ingin cepat istirahat. Dan tak mungkin bukan, jika sahabatnya itu marah setelah mendengar penjelasan darinya?
"Eh...eh.. banjiiiiir!!" Teriak kendy, ia langsung berdiri walaupun oleng. Ia mengusap matanya menghilangkan belek dan melihat kedepan. Seorang laki-laki terpejam masih dengan memegang gayung tampak dimatanya. Sudah dipastikan orang itu yang menyiramnya.
"SHIT!! Ngapain loo siram gue?!!" Ia meradang, ia akan memaafkan orang didepannya ini jika memberikan alasan yang cukup masuk akal.
"Ini penting banget, gue mau minta tolong sama lo!!" Abi memasang wajah putus asa, wajahnya memelas. siapa tahu saja orang didepannya ini luluh karena ekspresinya.
Kendy menatap sinis sahabatnya itu. Ia yakin jika sahabatnya sampai membangunkan dengan cara menyiramnya, pasti ada sesuatu yang sangat penting. Tentu alasannya tak marah bukan karena wajah Abi yang memelas. Tapi, karena dia seratus persen memahami sahabatnya yang satu ini.
"Apa?" Tanyanya suaranya sudah merendah beberapa oktaf. Ia menendang selimut yang menutupi tubuhnya dengan kasar. Sungguh ia kesal dengan sahabatnya itu.
Bingo!
Abi merasa tebakannya benar, terbukti dengan Kendy yang tak terlihat marah lagi. Hatinya langsung bersorak horay!!!
"Sini, ikutin gue!" Memang tak ada pilihan lain. walaupun wajahnya kusut, Kendy tetap mengikuti sahabatnya itu. Dengan langkah gontai ia mengikuti Abi.
"Eh, kok suaranya hilang yah?" Abi heran suara bayi tadi tak terdengar lagi.
"Suara apa sih?" Tanya Kendy, apa sebenarnya yang sahabatnya ini sembunyikan.
Abi tak menjawab. Mereka menuju ruang tengah, tempat dimana bayi mungil dan Inara berada. Sebelum mereka masuk keruangan itu, bau busuk merayap menembus hidung mereka.
"Anjay loo!! Kok rumah kita bisa bau tayi kayak gini?" Kendy menjepit hidungnya.
"Anjay, anjay lo bilang gue. Mulut Lo gak ada akhlak banget sih, lemes tu mulut kayak lambe turah" Gerutu Abi, tak terima dikatai. Anjay.
"Eh, lo sensitif amat sih."
"Gua capek banget." Jawab Abi singkat.
Kendy mendengkus kesal, sudah meminta tolong, malah disensitifin seperti ini. Seharunya dia yang harus sensitif mengingat tidurnya yang terganggu.
Mereka masuk ke ruang tengah dan betapa terkejutnya Kendy melihat bayi
yang hanya menggunakan baju sedangkan bagian kebawah tengah telanjang, dengan feses merembes sampe kemana-mana, dengan Inara yang malah terlihat jijik-jijik mengawasi bayi itu.
Kendy memejamkan matanya, ia geram melihat apa yang dibawa sahabatnya. Bayi? Bayi siapakah itu? Apakah dia menghamili Inara? Walaupun ia pria brengsek tapi ia tak sampai menghamili seorang gadis. Tapi apa yang ia lihat? Ia sudah tenggelam dengan pikiran negatifnya.
"BANGSAT LO!" BUGH! Kendy memukul sahabatnya itu, membuat Inara tersentak. Bayi mungil yang tadinya menggeliat dengan feses dipantatnya ikut menangis.
"Tenang Bro... Tenang..."
"APA LO BILANG, TENANG?!!"
Abi mencerna apa yang sebenarnya yang dipikirkan sahabatnya itu. Ah, sekarang ia tahu kenapa sahabatnya marah besar padanya. Ia pasti mengira bahwa Abi adalah lelaki brengsek yang menghamili anak orang. Apakah kendy tidak berpikir bahwa dia adalah orang yang brengsek? Tolong siapapun berikan cermin kepada Kendy!
"Dia bukan anak gue!" Teriak Abi.
Mendengar itu Kendy langsung membelalakkan matanya.
"Ma..maksud lo?"
"Memang nih, lo perlu diruqyah. Pikiran lo buruk terus." Jelasnya, ia menunjuk kepala Kendy. Wajar saja jika sahabatnya marah, ia pun akan marah jika sahabatnya menghamili seorang gadis.
Ia melewati kendy dan menghampiri bayi yang menangis mengelus pelan kepala bayi itu membuat tangisan bayi itu reda. Untung saja bogem yang ia dapatkan tak membuatnya berdarah hanya lebam saja. Inara langsung mendekat.
"kamu ga apa?" Tanya Inara. Wajahnya terlihat cemas.
"Ay...ay..., gak apa kok. Ini loh kenapa bayinya kamu tinggal gini?"
"Kak, tadi tu dia nangis bukan karena lapar tapi karena ini."jawabnya menunjuk feses yang terlumur di paha bayi mungil itu.
"Ouuuh, kok kamu tau?"
"Tadi itu pas kamu pergi aku ngebuka Pampers bayinya eh ternyata e..eknya banyak banget hehehe. Mungkin itu yang bikin dia risih."
"Eh...eh ini gimana si... Kok ada bayi dirumah ini? Ini anak siapa?kenapa dibawa kesini? Diamana orang tuanya?" Kendy datang membawa segudang pertanyaan.
"Udah besok aja... capek gue jalasinya malam ini. Tambah lagi lo nonjok gue sakiit nih!! Ya udah deh, gue minta tolong sama lo beliin bayi ini susu formula plus pampers itu aja..."Mudah baginya berucap.
"Hah?" Hanya itu yang mampu keluar dimulut Kendy. Ia menggaruk kepalanya pelan. Sungguh ia tak tahu berbelanja apa yang disuruh Abi.
Rasain lo! Batin Abi.
.
.
.
.
.
Bersambung.
Ini sudah jam setengah dua belas malam. Bagaimana bisa mereka menyuruhku membeli susu dan popok bayi? Coba saja aku tidak merasa bersalah karena sudah menonjok wajah Abi, tak sudi rasanya di perbudak mereka seperti ini. Huh, dasar kedua manusia laknat! Tapi, bayi siapakah yang mereka bawa? Awas saja nanti mereka membuat kekacauan dengan membawa bayi itu! Awal kedatangannya saja membuat seisi rumah bau tayi, bagaimana nanti jika bayi itu tinggal bersama kami?Aku terus melajukan motorku, menuju Moonmart perumahan. Setelah sampai aku langsung mencari popok dan susu formula. Kulihat jejeran popok dengan berbagai ukuran. Tentu saja aku kebingungan, ukuran berapakah yang harus dibeli? Dan merek apa? Jika orang melihatku mungkin aku sudah seperti suami idaman karena bersedia membelikan kebutuhan bayi ditengah malam seperti ini muehehehe, aku terkekeh dalam hati. Biasalah jiwa narsisku ini memang terlatih dari aku masih kecil. Keluarga ku itu memang keluarga sultan.
Setelah sepuluh menit berkendara, sampailah Mila dan Kendy dikediaman Lasa. Kediaman Mila tepat disamping rumah Lasa. Kendy tak langsung menyuruh Mila turun tapi langsung membawa Mila masuk kedalam garasi. Hitung-hitung menemaninya memarkirkan motornya, sudah sangat malam bisa jadi 'kan ada penghuni garasi yang menunggu kedatangan seseorang, pikir Kendy. Kendy pun bergidik ngeri dengan pikirannya sendiri. Ah, memang si Kendy tengil, seharunya kalau takut jangan dipikirkan."Oke Mil baru lo boleh turun." Ujar Kendy, ia melirik ke kaca spionnya. Melihat ekspresi Mila. Seperti biasa wajahnya tetap terlihat ramah ia turun dengan perlahan. Seharusnya wajib, wajahnya diatur mode jutek dan ia wajib kesal terhadap kelakuan Kendy karena membawanya terlalu jauh. Seharusnya kendy memberhentikannya tepat dihadapan rumahnya bukan membawanya masuk seperti ini. Jadi repot 'kan dirinya harus berjalan lagi kedepan. Tapi si wanita hebat Mila, tak ada guratan kesal sedikit pu
Cahaya matahari sudah memasuki celah-celah candela rumah Lasa. Cuitan burung terdengar merdu pagi itu. Namun pagi yang indah tidak disadari ketiga pemuda itu. Sayang sekali bukan? Semoga hanya indahnya pagi yang mereka lewati, jangan sampai rezeki mereka juga lewat karena di patok ayam.Matahari mulai meninggi, namun tak ada tanda dari ketiga pemuda itu untuk membuka mata mereka. Wajar saja, karena mereka tidur sekitar jam dua dini hari. Setelah berhasil menidurkan bayi mungil itu mereka langsung tidur. Mereka hanya terbangun ketika sholat subuh dan memutuskan untuk tidur kembali.Inara menginap dirumah Mila, untung saja ia telah mengabari kedua orang tuanya. Jika tidak, berbahaya bagi hubungannya dengan Abi.Sekitar jam sembilan Kendy, dan Abi terbangun, mereka langsung masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja bayi mungil itu dibawa Mila dan Inara tadi malam setelah bayi itu tertidur kerumah sebelah jad
Lasa dan Abi terus berbincang mengenai bayi mungil itu, mereka sangat antusias sekali. Lasa yang biasanya diam kali ini lebih banyak mengeluarkan suara emasnya. Suara yang sangat berharga sekarang menjadi suara obralan ketika membicarakan bayi mungil berpipi chubby dengan pipi berwarna merah itu.Diatas ranjang yang bercover bed warna Navy terbaring seorang pemuda yang memandang langit-langit kamar, kakinya menggantung di pinggiran ranjang. Suara yang biasa ia obral sekarang tak terdengar, yang terdengar sekarang hanya hembusan napas berat. Ia frustasi memikirkan kehidupan mereka nantinya bila ada kehidupan bayi mungil diantara mereka dan memikirkan sahabatnya yang tak menggubris pendapatnya. Ia sebenarnya kecewa amat kecewa."Gimana Ken, lo setuju?" Kendy terlonjak kaget lamunannya buyar. Ia bangkit, duduk dengan jari-jari tangan yang bertaut dan menatap tak suka kedua sahabatnya. Kenapa bertanya ia setuju atau tidak? Bukankah mereka sudah me
"Huhuhu... kamu tega banget sama aku. Kamu selingkuh dibelakang aku..." Ucap Inara air matanya mengalir membasahi kemeja yang dipakai Abimana. Saat itu ia dalam dekapan Abimana. Ia terus memukul dada bidang didepannya.Abimana tersenyum, ia tertawa dalam hati melihat sang kekasih salah paham dengan apa yang ia lihat. Sungguh ia sama sekali tidak berkhianat dari Inara, karena hanya Inara sang pemilik hatinya. Tapi, bagaimana bisa perempuan itu berpikir ia mengkhianatinya?"Kamu tau gak__""Gak tau!" Belum sempat Abi menyelesaikan kalimat yang akan ia keluarkan Inara malah memotongnya. Abi menghela napas pelan."Ay, aku belom selesai ngomong loo. kamu itu salah paham. Tadi itu aku cuma nolongin Mila. Kalo aku gak nolongin dia, dia bakalan ketabrak mobil."Jelasnya."Tapi tadi kamu lama banget peluk dia, aku gak suka itu. Kamu beneran gak selingkuh 'kan dibelakang aku?" Tanyanya, kali ini ia mendo