"Gue malah bakalan kaget kalau ga lihat lo di sini sekarang," ucap Afif saat mendapati Afif yang menyapa Gani dan Jimi tiba-tiba.
"Loh, bukannya lo lagi pacaran mesra sama Nora?" tanya Jimi dengan raut meledek. Afif paham betul pasti ia akan menjadi bahan lelucon terlebih dahulu saat bertemu mereka berdua.
"Oke, silahkan serang gue dengan rasa iri kalian. Tapi, kita ga bisa lagi kesana. Ada perubahan mendadak" jawab Afif yang sekejap mengejutkan Gani dan Jimi.
"Maksud lo apa Fif? semua orang diundang bukan?" tanya Jimi mencoba mengonfirmasi.
"Awalnya iya, tapi sepertinya evaluasi akan berjalan tegang dan berbahaya bagi anggota Agora lain." Afif mulai melirik ke sekitar mereka seperti melihat situasi.
"Terus gimana kalau kita memaksa datang? Lo pasti juga sudah ditanyai Mba Prinza kan?" timpal Gani. Afif kemudian dan membantu Jimi untuk memapah Gani, mereka berdua lantas berjalan pelan ke sebuah arah lorong.
"Lo tahu kita jalan kemana f
"Kalian berdua.. lihat Afif engga? Dia melarikan diri lagi dariku," tanya Nora dengan tatapan kosong. Namun matanya terbuka lebar seperti melotot. Jika biasanya salah satu matanya yang terkena sindrom ludens tertutup rambut, kali ini seluruhnya terbuka. Wajah cantik pucatnya tertutup aura membunuh karena dikhianti. "Oh, Afif ada di.." belum selesai kalimat Gani, Jimi menginjak kakinya seperti memberi kode. Jimi melirik Gani dari ujung matanya, namun seperti data yang berpindah dalam kecepatan tinggi, Gani segera menyadarinya. Jika Nora sampai mengetahui Afif bersama perempuan lain di sebuah ruangan, siapapun perempuan itu, bisa jadi pemakaman Afif yang akan mereka kunjungi berikutnya. Gani lagi-lagi memutar isi kepala dan berusaha mencari kesempatan. Namun berhadapan dengan Nora mungkin baru kali ini ia rasakan. Melihat wajah Gani yang mulai serius membuat Nora tidak sabaran, Jimi yakin Nora mulai mencurigai mereka menyembunyikan sesuatu. "Astaga, Gan
Waktu menunjukkan pukul lima sore lebih, evaluasi besar sudah dimulai sementara anggota lain yang tidak dapat memasuki ruangan akhirnya memilih menunggu di Kafetaria. Pintu masuknya dijaga oleh dua orang mangata yang siap dengan shrapnel. Ada alasan mengapa evaluasi besar dilaksanakan sore hari, yaitu menunggu waktu aktivasi shrapnel yang dimulai saat sore. Karena anggota Agora seluruhnya adalah pelajar dan masih remaja, berkumpul dalam jumlah besar di sebuah tempat dapat berisiko tinggi. Maka, aturan dibuat dengan mempertimbangan aktifnya shrapnel yang bekerja mulai sore hingga pagi hari sebelum mentari naik. Kondisi ini digunakan bagi seluruh anggota untuk beristirahat dan berlatih fisik tanpa bantuan shrapnel di siang hari. Bagi mereka yang melatih fisik dengan baik akan menambah daya kemampuan turunan shrapnel. Meskipun demikian hal tersebut tidak berlaku bagi mereka yang memilih profesi penambang. Kekuatan fisik penambang secara perlahan naik karena alat menamba
Saat Jimi kembali ke ruangan, ia menemukaan Gani yang tidur pulas dengan tangan dan kaki yang diikat, persis seorang tahanan. Ia yang awalanya berniat membangunkan, namun mengurungkan niatnya khawatir Gani akan membalas dendam. Jimi sudah sangat jauh lebih baik dan besok ia belum tahu ada agenda apa yang menanti *** "Jimi! bangun! Hei Jimi!" terdengar sayup-sayup suara memanggil nama Jimi. "Hilmi! hei goblok! bangun! Kalau lo engga bangun, kami tinggal ya!" suara satu lagi terdengar dan lebih jelas, ini suara Afif. Jimi perlahan membuka matanya dan terkejut melihat kedua tangannya diborgol. Afif yang berdiri di sampingnya berteriak tentang sesuatu, namun Jimi tidak mendengarnya dengan jelas. Gani yang berada dekat pintu, justru yang lebih mengagetkan Jimi karena ia sudah bisa berjalan dengan lancar. "Loh, gani sudah bisa jalan? Hoaamm.. memang ada apa buru-buru?" tanya Jimi sambil menggaruk-garuk perutnya. Meski ia biasa bangun pagi, namun kel
Setelah tiga hari berusaha menghindar, akhirnya Jimi mau duduk berdua dengan Bibi Hani di meja makan. Bibi Hani bersikeras meminta Jimi menceritakan kemana ia menghilang selama beberapa hari terakhir. Awalnya Jimi berniat mengubur rahasia Agora ke bawah nisannya, namun setelah dipertimbangkan kembali, ia juga tidak ingin orang yang membesarkannya kehilangan sosok Jimi. "Ja, jadi tante mau tanya tentang apa?" tanya Jimi dengan tatapan yang dibuang sembarang karena bibinya terus menatapnya tajam. "Kemana saja kamu selama ini, kamu baru masuk SMA dan langsung jadi berandalan?! mau..." Bibi Hani benar-benar mengunyak telinga Jimi dengan omelan khas orang tua. "Tan, saya salah. Tolong maafkan saya." Jimi segera menundukkan kepalanya dalam-dalam, ia tidak terbiasa dimarani tanpa melawan, jadi posisinya sekarang sungguh menyiksa. Bibi Hani sontak terenyuh melihat sikap Jimi. "Kamu.. ga ngobat kan, Jimi?". "Ya engga lah tan! kok ke arah sana sih mikir
Dua belas menit penuh, Jimi menahan bola matanya agar tetap berada di atas, setidaknya melihat dahi Lidya. Ia tidak bisa melihat ke bawah karena itu akan berbahaya untuk respon tubuhnya, apalagi selama dipangku, Lidya terus bergerak ke depan dan belakang. Jimi berharap hukuman ini segera berakhir. "Ok! kamu sudah paham kan!? Peringatan yang ditulis Bang Fathan adalah peringatan keras yang harus camkan untuk tidak diulangi!" jelas Lidya tanpa memperdulikan erangan Jimi yang keluar dari mulut yang tertutup. Meski keringat membasahi wajah dan leher Jimi, seakan tidak membuat Lidya peduli. "Hm? kamu ingin tahu kenapa saya tidak terpengaruh asap dari kursi ini?" ucap Lidya. "Enggak Mba! Engga! Tolong pindah! Adik saya sudah tidak bisa menahan lagi!" jeritan Jimi hanya keluar seperti erangan belaka. "Sebagai auditor, kami punya keistimewaan untuk tetap menggunakan shrapnel agar pelanggar seperti kalian dapat kami tanggulani. Seperti yang saya sampaikan sebe
Beruang hitam tersebut memukul-mukul Jimi dengan brutal. Namun ia masih mampu menahannya. Afif berlutut sambil berlindung di balik punggung Jimi. Tiba-tiba Hanuman kembali dengan nada marah. "Bodoh! apa yang kamu lakukan. Jika terlalu lama bertahan, staminamu untuk menyerang dan melarikan diri akan habis!" hardik Hanuman. Jimi sontak terkejut. "Apa maksudmu melarikan diri!? Saya bisa mengalahkannya!" Jimi seolah tidak peduli dengan ucapan Hanuman. "Saat kamu membawa beban atau melindungi seseorag, opsi pertama yang kamu harus ambil adalah bagaimana kamu dapat mengalokasikan sisa kekuatanmu untuk melarikan diri. Terserahmu akan digunakan untuk apa melarikan diri itu, untuk dirimu sendiri atau orang tersebut!" Jimi tersadar akan kesalahannya. "Afif, lo masih bisa maju tempur!?" seru Jimi sambil menahan serangan beruang itu. "Bisa! gue kayak gini karena terkena serangan pertamanya. Selebihnya gue bisa hindari. Tapi sakit banget, sialan," jawab Af
"Kamu juga merasakan sensasi yang sama, Kida?" tanya Jimi setengah antusias. "Faksi palung adalah satuan yang bergerak cepat dan siap merespon segala ancaman dengan cepat," jawab Kida dengan wajah puas dan lengan yang bersedakep. "Kaitannya apa dengan Kani?" "Kaitannya saya sudah mengikuti Kani sejak dia memancingmu untuk keluar sekolah tadi siang," jawab Kida. "Menakutkan, memang apa yang kamu lihat selama itu?". "Hmm.. banyak. Kani langsung keluar kelas dan menuju El-Dorado. Dia berdiri di samping pintu masuk bangunan, sepertinya menunggu Jimi. Saat kamu datang, ia segera bersembunyi di ruangan ekskul lain, padahal ia anggota Agora. Saat kamu memasuki ruangan mading, ia menunggu cukup lama hingga Afif lewat dan mengacuhkannya." Jimi terkejut mendengar seluruh info tersebut. "Tunggu! kamu engga sekolah? kok bisa tahu dia keluar lebih dahulu?". "Pertanyaanmu ga penting. Mata Palung itu banyak dan kami mendeteksi pergerakan angg
Jimi dan Yongki sudah berjalan selama satu melewati gerbong demi gerbong, namun mereka tidak menemukan apapun. Malam mulai tiba, matahari tinggal sedikit lagi menyinari senja. Beberapa saat kemudian lampu dalam gerbong menyala temaram, namun cukup untuk melihat ke sekeliling. "Sebentar lagi, kekuatannya akan mendekati maksimal, kita hanya membuang-buang waktu untuk mencari manifestasi fisik lain Contus. Paling tidak sampai ia menginginkannya sendiri,"ujar Yongki seraya berhenti berjalan dan melihat sekeliling. "Bagaimana dengan Mba Kida dan Mba Ayu?" tanya Jimi. "Tenang, Ayu sudah mengerti rencanaku. Jika sekarang kita mencari mereka, kita hanya akan tersesat di ruang antar dimensi ini." "Bagaimana Bang Yongki bisa membuntuti Kani?" Yongki tidak menjawab, ia kemudian merogoh saku kemeja sekolahnya dan menunjukkan sebuah tiket kepada Jimi. Dengan seksama Jimi mencari apa ada yang bisa ia gali dari tiket tersebut. "Ini!? jadi Kani sudah melakuka
[Lapangan Belakang Sekolah]Benso sebenarnya berada di posisi sadar dan tidak sadar, karena bagaimanapun akhir pertarungannya dengan Sriti tidak begitu baik. Namun saat ia bangun kesekian kali dengan menggunakan seluruh kekuatannya, ia melihat situasi yang pelik. Di dekatnya berdiri Glori yang dengan cekatan menggunakan jemarinya mengontrol robot besar dengan remot pengendali."Siapa perempuan ini? Dia lagi bertarung? .. itu Tulus dan Arin.. yang terluka parah?" Kesadarannya semakin pulih. Ia juga menyadari Sriti yang terbaring diam di balik balutan shimurgh miliknya."Jangan mati, jangan mati, jangan mati," ucap Benso berkali-kali saat ia membuka balutan shimurgh tersebut. Sriti mengalami luka bakar dan kulitnya melepuh.Benso kemudian mendekatkan telinya ke hidung dan mulut Sriti, berharap menemukan tanda-tanda kehidupan. Angin yang berhembus dan turunnya hujan hitam sempat menyulitkannya menemukan tanda tersebut. Hingga akhirnya ia per
Ujang menjerit sejadinya saat sebuah tombak trisula menembus pahanya. Awalnya ia kaget melihat benda bulat raksasa yang dapat dihentikan dengan mudah oleh penjaga sekolah yang mendadak sebagian tubuhnya berubah menjadi robot. Namun ia tidak menyangka jika salah satu temannya malah melesatkan tombak trisula kearahnya. Pegangan tangannya di rambut Indri yang sedang ia jambak lantas mengendur."Upgrade!" ucap indri seraya menggenggam trisula tersebut.Batang besi trisula tersebut berubah warna menjadi keputihan, namun yang mencolok adalah bobotnya yang menjadi lebih berat. Seketika membuat Ujang terjatuh karena tidak kuat menahan sakit dan beban trisula. Mendapati dirinya terbebas dari Ujang, Indri mengusap hidupnya yang sedari tadi mengeluarkan darah karena dihajar Ujang."Bocah brengsek! Lo apain besinya sampai menjadi berat banget! Bangsat!" Umpat Ujang yang masih saja menyerang Indri.Mendengar celotehan itu, Indri bergeming dan menikmati jeritan Ujang.
[Lapangan depan El-Dorado]Listu sudah berdiri berhadapan dengan terak besar yang terus menyebut dirinya sebagai Moret. Terak berbentuk terenggiling berdiri tersebut cukup banyak bicara namun ia belum juga menyerang Listu, kecuali berdiri mengamankan sesuatu. Sembari mengulur waktu, Listu membaca situasi dan lingkungannya."Sebelum menggunakan shrapnel, gue memang merasa mampu menggunakan kekuatan turunan tanpa shrapnel. Tapi setelah gue pakai, kondisi tubuh gue lebih stabil, telinga gue terlalu pengang.." gumam Listu. Perlahan namun pasti, rasa sakit ditubuhnya menghilang seiring dengan regenerasi."Buff!"Listu berteriak dan mengubah penampilan yang dikelilingi dengan lingkaran, mantra dan cahaya. Moret terkesima dan segera menutup matanya karena awalnya silau melihat perubahan tersebut. Listu menggenggam sebuah tongkat yang ia gunakan sebagai senjatanya, seluruh buff support diarahkan kepada dirinya. konsentrasi daya yang besar pada sa
[Bangsal Perawatan] "Yunita, hei yunita. Bangun," panggil suara seorang laki-laki ke arah Yunita yang masih terbaring di ranjang lengkap tertutup selimut. Suaranya yang awalnya samar tersebut perlahan terdengar jelas. Kepalanya pengar, matanya begitu berat untuk dibuka, namun Yunita terus berusaha. Pandangannya akhirnya mulai terlihat, ia mendapati Teja dan Herman berdiri di samping ranjang. Sekilas ia melihat Teja yang wajahnya dipenuhi plester dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban. "Gue baru tau, anggota Fraksi bisa bermalas-malasan di atas ranjang," seloroh Teja. ".. Diam, sudah lama gue tidur?" tanya Yunita perlahan, ia berkali-kali mengedipkan mata untuk mengatur cahaya yang masuk ke matanya. "Lumayan mba, kami memindahkan ranjangmu dari ruangan sebelumnya karena si anak baru masih memiliki radiasi," ujar Herman yang masih memegang kruk di lengan sebelahnya. "Jimi? oh.. apa dampaknya?" "Pemulihan lo
[Gudang barang bekas] Seseorang berjalan perlahan sambil sesekali melihat ke arah Soca meninggalkan gudang. Orang itu adalah seorang perempuang yang mengenakan seragam sekolah. Saat mengetahui tempat tumpukan barang bekas yang ia tuju berada di dalam wadah besar berdinding cukup tinggi, ia kemudian melihat sekeliling dan menemukan barang bekas lain yang dapat dijadikan pijakan naik. Tidak lama terdengar suara demtuman dari arah luar gudang. Perempuan tersebut menghentikan sejenak langkahnya, ia yakin ada masalah besar yang timbul dari arah sekolah. Setelah sampai di puncak tumpukan barang bekasi ia lanjutkan dengan berjalan meniti dan mencari pijakan yang kuat. Karena perempuan itu menggunakan rok maka langkahnya cukup panjang mencapai pijakan yang cukup jauh. "Ah! di situ rupanya!" gumam perempuan tersebut saat melihat jejak darah yang mengarah ke satu titik. Di titik itu juga ia melihat kaki yang terjuntai lengkap dengan sepatu kets dan kao
Pancuran asap yang membumbung tinggi itu juga mengingatkan ingatan Linda. Sesaat ia berserah pasrah apabila kepalanya lepas tiba-tiba akibat serangan mendadak mangata. Misinya menghancurkan sirkulasi energi mineral yang ditimbun organisasi Agora Beak sudah usai. Namun mendadak ingatan masa lalunya muncul. Ada anak lain selain Soca yang mendapat berkah lebih dan ia berada di sisi yang terang, bukan sisinya."Getanama ceri.. harusnya kamu ikut dihakimi disini.." ucap Linda perlahan, kepalanya yang awalnya dingin mendadak mendidih."Kamu menuruti perintah Papa dan Mama namun setelah terak itu datang mencerahkan.. kamu pergi dan membela kebenaran.. Munafik.. Oportunis.. Apa mungkin tugasku belum selesai disini hingga seluruh penghuni Rumah Basaria memilih sisi yang benar.." renung Linda.Dari semburan itu tiba-tiba tanah seolah sobek dan membuka sebuah portal layaknya portal di malam purnama. Dua sosok berwarna hitam dengan tinggi hampir mencapai 3 meter muncul meng
[Lapangan Belakang Sekolah] [Benso vs Sriti] Pertarungan Benso dan Sriti terhenti sebentar setelah semburan asap hitam yang menjulang tinggi. Benso segera melirik ke arah Sriti, berharap kemarahannya kepada para pemberontak benar terbukti dengan wajah puas mereka. Namun, Benso tidak menemukan ekspresi itu wajah Sriti. Air mukanya bukan puas, meyeringai atau tersenyum bangga. Apa yang dilihat Benso adalah wajah gadis yang pasrah dan tidak menikmati satu detikpun hidupnya. Sriti memang dikenal pendiam dan memiliki nada bicara yang unik, namun perempuan yang satu angkatan dengan Benso tersebut lebih sering menyendiri dan bergaul dengan Linda atau Glori, sifat umumnya penderita ludens. "Sudah puas!? Kita selesaikan sekarang, Sriti!" seru Benso bengis. Sriti terkejut dan kembali mengendalikan dirinya yang sempat terbawa suasana. "Lo engga mengerti arti usaha Linda," balas Sriti yang kemudian melayang kembali.
[Lorong penyimpanan Biro Penambang]"Mba, lo merasakan itu juga?" tanya Afif yang bersandar di dinding. Ia merasakan kekuatan di dalam tubunya keluar masuk dengan perlahan sehingga tidak stabil."Ini jauh lebih besar daripada kekuatan kita semalam. Mba Linda sepertinya sudah bergerak," jawab Gina berdiri sambil memandangi langit-langit."Tapi, terima kasih karenanya badan gue perlahan-lahan membaik," ucap Afif yang perlahan merambat berdiri."Kita harus keluar. Labirin milik Bang Cecep harusnya sudah permanen mati, kita bisa langsung menuju lantai atas," ajak Gina yang mencoba melompat berkali-kali."Mba, lo engga perlu berputar saat melompat. Celana dalam berenda hanya pantas digunakan Tari," celetuk Afif yang tidak sengajak memperhatikan gerakan Gina."Lo juga Tari Fans Club!? awalnya gue pikir fans Tari yang cowo itu normal sampai gue tahu kalian memperhatikan detail penampilan dan pakaian Tari.. Menjijikan," balas Gina y
[Sebuah Gudang Barang Bekas di Luar Sekolah] [Herna Mischa vs Soca Damun Arsa] "Lo punya kekuatan yang gue engga tahu apa kemampuannya. Engga mau membuat pertarungan ini adil?" tanya Mischa dengan senyum. Ia masih tenang dan menganggap enteng pertarungannya dengan Soca. "Ten folds. Kemampuan yang terlalu berbahaya bahkan bagi seorang Umbu sekalipun," jawab Soca datar. "Hei bocah. jangan membandingkan kemampuan gue dengan Umbu. Tidak adil. Dia terlalu lemah untuk gue". "Maka, jangan jadikan alasan adil sebagai caramu untuk menang, Mishca," Soca kemudian memutar sebuah tutup botol tersebut untuk membuka isinya. Mischa bergerak cepat dengan mencengkram sebuah kipas duduk bebas yang terserak dan melemparnya ke arah Soca. Soca terkejut namun refleksnya menangkis benda tersebut, yang tidak Soca antisipasi adalah saat kipas tersebut adalah debu dan beberapa benda kecil bertebaran menghalangi pandangan Soca. M