Aku masih memikirkan kejadian penyelamatan Bu Lastri. Hampir saja aku gagal menyelamatkannya. Selain itu, aku masih penasaran dengan keberadaan penjual siomay yang begitu tepat waktu.
“Kebetulan Mamang lagi mau ngambil air, Den.” Kata si Mamang.
Sepertinya kecurigaanku terlalu berlebihan atas si Mamang. Aku jadi lupa bahwa aku harus segera mengemasi pakaianku. Beberapa hari dari sekarang, aku harus izin dari sekolah dan ikut terbang bersama Papa ke luar negeri.
Keberhasilan pesawat B-250 membuat kami sering bepergian ke Amerika. Beberapa kali Papa diundang untuk pergi ke Seattle untuk menyaksikan proses sertifikasi B-250. Pesawat ini hampir memenuhi syarat 1700 jam terbang untuk dinyatakan layak diproduksi secara massal.
Aku ikut diajak dan menyaksikan pesawatku menembus angkasa berkali-kali. Meskipun demikian aku belum pernah menaikinya. Dari menara pemantau, semua aktivitas pesawatku dapat terlihat. Pesawat yang menjalani uji terban
Aku tidak lagi memasuki SMP-ku yang dulu. Nilai sempurna pada hasil Ebtanasku membawa diriku memasuki SMP berperingkat satu di Bandung.Tidak ada lagi Rendy dan Alex yang dulunya kembali satu sekolah denganku saat SMP. Tidak ada lagi si badung Petet yang juga pernah menjadi mimpi burukku.Jalan hidupku kini benar-benar berbeda.Pesawat B-250 telah diproduksi secara massal dan laku sangat keras di seluruh dunia. Hingga saat ini sudah tiga puluh unit terjual, dengan harga 100 juta USD setiap pesawatnya, aku dan Papa berhak mendapatkan royalty dua juta USD untuk setiap pesawat yang terjual.Di masa depan, sejumlah pesawat seperti ATR contohnya, bisa jadi tidak akan pernah diproduksi. Semua pasar pesawat komuter akan kalah oleh B-250. Pada saat ini saja, sudah sebagian besar negara di dunia memesan B-250.Kesuksesan B-250 membuatku dengan mudah meloloskan desain dan rancangan sistem pesawat berikutnya. Yaitu pesawat dengan kapasitas 130 penumpang yang
Ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri di kehidupan pertamaku, aku hanya bisa bertanya-tanya kenapa dia harus mundur.Bukankah dia presiden yang hebat dan tanpa tanding?Pesta rakyat tentang reformasi dulu tidak dapat kumengerti.Semua euforia tentang mundurnya Soeharto sama sekali belum masuk logikaku.Wakil Presiden BJ Habibie, sesuai undang-undang, maju menggantikan beliau. Beberapa saat berselang, Pangkostrad Prabowo Subianto dicopot dari jabatannya.Pers seperti mendapat angin surga, kebebasan berbicara terjadi di mana-mana. Para politisi tidak ketinggalan, mereka yang dulu diharuskan mengikuti salah satu dari tiga partai peserta pemilu, kini dibebaskan membuat partai masing-masing.Sudah jelas bahwa mereka yang mendirikan partai adalah orang-orang yang berambisi menjadi presiden. Sementara bagi rakyat, tidak penting siapa presidennya. Bagi mereka turunnya harga barang serta situasi yang damai jauh lebih penting.Di atas puin
Rumah Taruhan Adrian Hill sangat penuh oleh para pengadu nasib. Aku dan Papa memasukinya dengan was-was. Ini juga pertama kalinya aku memasuki tempat seperti ini.“Jadi, apa yang mau Anda pertaruhkan?” kata Fred, salah satu bandar.“Aku mau bertaruh untuk Inter Milan,” jawab Pap.Fred tersenyum.“Kau yakin? Mereka sedang jatuh,” tantangnya.“Aku yakin,”“Berapa yang mau Anda pertaruhkan?”“Lima ratus ribu dolar,” jawab Papa mantap.Fred terdiam.“Tuan, saya tidak ingin main-main,” katanya.“Saya tidak main-main,” Papa menaruh segepok uang di meja Fred.“Tuan, risikonya sangat...”“Tidak apa-apa, cobalah,”“Baiklah, Anda ingin bertaruh untuk Inter Milan saat melawan siapa?”“Roma,”“Dan hasilnya?”“4-1 untuk Inter
Suatu hari yang terik di musim panas, aku sedang asyik beristirahat di griya tawang kami yang berpendingin ruangan. Kusaksikan serial televisi Friends di televisi kabel. Serial yang saat ini belum tersebar dalam bentuk DVD. Dalam lagu pembukaannya yang khas, para pemainnya tampak lucu dalam cuplikan-cuplikan adegan.Lalu tiba saat lagu pembuka selesai. Adegan pertama menunjukkan pemandangan kota Manhattan. Tatapanku tertumbuk pada sebuah gambar latar belakang yang menyentakku di adegan pembuka ini.World Trade Center.Ya, gedung itu masih berdiri.Masih berdiri, sampai tahun ini.Beberapa bulan dari sekarang ia akan hancur runtuh diterjang pesawat-pesawat teroris. Sejak itu dunia berubah, termasuk kebijakan perang Amerika Serikat.Kecuali...Kecuali aku bisa mengubahnya?Mungkinkah?Kenapa tidak? Sudah banyak hal yang kuubah hingga kini. Apa bedanya?Aku berada di sini, di tahun 2001, di mana sebuah trage
Aku tidak lagi memasuki SMP-ku yang dulu. Nilai sempurna pada hasil Ebtanasku membawa diriku memasuki SMP berperingkat satu di Bandung.Tidak ada lagi Rendy dan Alex yang dulunya kembali satu sekolah denganku saat SMP. Tidak ada lagi si badung Petet yang juga pernah menjadi mimpi burukku.Jalan hidupku kini benar-benar berbeda.Pesawat B-250 telah diproduksi secara massal dan laku sangat keras di seluruh dunia. Hingga saat ini sudah tiga puluh unit terjual, dengan harga 100 juta USD setiap pesawatnya, aku dan Papa berhak mendapatkan royalty dua juta USD untuk setiap pesawat yang terjual.Di masa depan, sejumlah pesawat seperti ATR contohnya, bisa jadi tidak akan pernah diproduksi. Semua pasar pesawat komuter akan kalah oleh B-250. Pada saat ini saja, sudah sebagian besar negara di dunia memesan B-250.Kesuksesan B-250 membuatku dengan mudah meloloskan desain dan rancangan sistem pesawat berikutnya. Yaitu pesawat dengan kapasitas 130 penumpang yang kuberi nama B-2130. Pesawat ini merup
Ketika Presiden Soeharto mengundurkan diri di kehidupan pertamaku, aku hanya bisa bertanya-tanya kenapa dia harus mundur.Bukankah dia presiden yang hebat dan tanpa tanding?Pesta rakyat tentang reformasi dulu tidak dapat kumengerti.Semua euforia tentang mundurnya Soeharto sama sekali belum masuk logikaku.Wakil Presiden BJ Habibie, sesuai undang-undang, maju menggantikan beliau. Beberapa saat berselang, Pangkostrad Prabowo Subianto dicopot dari jabatannya.Pers seperti mendapat angin surga, kebebasan berbicara terjadi di mana-mana. Para politisi tidak ketinggalan, mereka yang dulu diharuskan mengikuti salah satu dari tiga partai peserta pemilu, kini dibebaskan membuat partai masing-masing.Sudah jelas bahwa mereka yang mendirikan partai adalah orang-orang yang berambisi menjadi presiden. Sementara bagi rakyat, tidak penting siapa presidennya. Bagi mereka turunnya harga barang serta situasi yang damai jauh lebih penting.Di atas puing-puing keruntuhan orde baru, tumbuhlah kehidupan b
Rumah Taruhan Adrian Hill sangat penuh oleh para pengadu nasib. Aku dan Papa memasukinya dengan was-was. Ini juga pertama kalinya aku memasuki tempat seperti ini.“Jadi, apa yang mau Anda pertaruhkan?” kata Fred, salah satu bandar.“Aku mau bertaruh untuk Inter Milan,” jawab Pap.Fred tersenyum.“Kau yakin? Mereka sedang jatuh,” tantangnya.“Aku yakin,”“Berapa yang mau Anda pertaruhkan?”“Lima ratus ribu dolar,” jawab Papa mantap.Fred terdiam.“Tuan, saya tidak ingin main-main,” katanya.“Saya tidak main-main,” Papa menaruh segepok uang di meja Fred.“Tuan, risikonya sangat...”“Tidak apa-apa, cobalah,”“Baiklah, Anda ingin bertaruh untuk Inter Milan saat melawan siapa?”“Roma,”“Dan hasilnya?”“4-1 untuk Inter Milan,”“Anda bermimpi,” Fred tertawa.“Coba saja,” Papa tersenyum.“Baiklah, saya sudah peringatkan Anda,”Kami pun pergi usai memasang taruhan. Meninggalkan rumah taruhan yang penuh hiruk pikuk. Lima ratus ribu dolar telah kami tinggalkan.Kuakui, aku pun merasa tegang. Aku
Suatu hari yang terik di musim panas, aku sedang asyik beristirahat di griya tawang kami yang berpendingin ruangan. Kusaksikan serial televisi Friends di televisi kabel. Serial yang saat ini belum tersebar dalam bentuk DVD. Dalam lagu pembukaannya yang khas, para pemainnya tampak lucu dalam cuplikan-cuplikan adegan.Lalu tiba saat lagu pembuka selesai. Adegan pertama menunjukkan pemandangan kota Manhattan. Tatapanku tertumbuk pada sebuah gambar latar belakang yang menyentakku di adegan pembuka ini.World Trade Center.Ya, gedung itu masih berdiri.Masih berdiri, sampai tahun ini.Beberapa bulan dari sekarang ia akan hancur runtuh diterjang pesawat-pesawat teroris. Sejak itu dunia berubah, termasuk kebijakan perang Amerika Serikat.Kecuali...Kecuali aku bisa mengubahnya?Mungkinkah?Kenapa tidak? Sudah banyak hal yang kuubah hingga kini. Apa bedanya?Aku berada di sini, di tahun 2001, di mana sebuah tragedi besar akan terjadi. Dan aku berada di negara ini, Amerika Serikat. Tidak mungk
Starla memang jarang menunjukkannya, tapi aku tahu bahwa dia juga memikirkan masa depan Adam. Butuh waktu cukup lama bagiku meyakinkan dirinya sampai ia setuju metode pendidikan yang akan kami terapkan pada Adam.Saat ini aku menikmati masa-masa Adam bermain dengan ceria. Kulitnya yang ditimpa sinar matahari pagi dan sore. Keringatnya saat bermain sepakbola, juga caranya meneguk air putih dalam jumlah banyak usai lelahnya bertanding.“Gimana permainanku, Ayah?”“Kamu melakukannya dengan sangat baik, Adam. Kamu hebat,”“Ayah selalu bilang gitu,” Adam tertawa.“Itu kenyataannya, Ayah nggak mengada-ada,” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.Lalu kami pulang, seiring adzan magrib yang mulai berkumandang.Adam memantul-mantulkan bolanya ke jalanan selama kami menuju rumah.Mobil-mobil mulai berdatangan dari mereka yang baru saja menyelesaikan harinya.Aku membiarkan Adam masuk terlebih dahulu dan menyuruhnya untuk segera mandi, sementara kusaksikan matahari terbenam dengan indah.Sebenta
Alarm ponselku.Perlahan kubuka mata.Starla masih ada dalam dekapanku.Ini masih kamar kami. Bukan kamar Mama dan Papa.Ini masih 2020, bukan 1989.Kuperhatikan sekujur tubuhku, tak puas, lalu aku beranjak menuju cermin.Aku, masih diriku, diriku yang berusia tiga puluh empat tahun.“Sayang?” suara lembut Starla memanggilku.Aku menoleh, tanpa sadar air mataku telah berlinang.“Kamu...kenapa?”Jawabanku adalah menghambur ke arahnya, dan memeluknya.“Re?” katanya sambil balas memelukku.“Sayang...”“Apa yang sudah terjadi? Apakah yang kamu bilang semalam....?”“Nggak..nggak sayang! Nggak!”“Maksudmu?”“Aku nggak tahu apa yang harus kubilang. Nggak ada yang harus kuceritakan. Yang pasti adalah...semua baik-baik saja,”“Jadi semua misterimu masih akan menjadi misteri?”“Kuharap selamanya,”Starla menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.Kami melanjutkan hidup kami.Aku membeli sejumlah bangunan di Selatan ibu kota, tempat kami tinggal sekarang. Kuratakan mereka dan kudirikan kom
Pesawat Starla telah tiba, aku menjemputnya, lalu membawakan bagasinya, setelah sebelumnya memeluknya erat-erat.Kugenggam tangannya sambil kami berjalan, jauh lebih erat daripada biasanya.Ia adalah hartaku yang paling berharga.Lalu di sanalah kulihat sosok itu. Di tengah keramaian bandara, ia berdiri, menatapku.Sosoknya seperti tidak terpengaruh oleh orang lain yang berlalu-lalang di sekitarnya. Semula otakku masih berusaha memproses tentang sosok ini.Lama kelamaan aku mulai menyadarinya.Rambut dan janggutnya yang putih sangat kuingat.Ia adalah bapak tua yang membelaku saat aku disidang karena menghajar Dimas. Dan dia tidak tampak berubah sama sekali, bahkan pakaian yang dikenakannya pun masih pakaian yang kulihat puluhan tahun silam.Yaitu saat ia muncul di depan kelas.Kurasa ia tersenyum ke arahku.Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Aku yakin ia bukan orang biasa. Bahkan aku punya firasat bahwa ia memiliki jawaban atas banyak pertanyaan yang berputar di benakku. Ten
2023Pandemi virus Corona telah berakhir satu tahun silam. Keadaan dunia telah kembali seperti semula. Pemandangan orang-orang yang mengenakan masker di jalanan telah lama hilang.Aku dan Starla juga bisa leluasa pergi ke mana pun kami mau. Karena aku menjadi orang yang memberi petunjuk kepada Dr. Hobson untuk vaksin virus Corona, maka aku dan keluargaku mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan vaksin.Kubawa Starla menyaksikan El Classico, Derby De La Madonnina, dan Derby Manchester. Kami mengenakan seragam AC Milan saat pertandingan di Milan. Aku mengamatinya berteriak, meniup peluit ejekan kepada tim lawan, dan menyanyikan lagu Curva Sud. Kami pergi berkeliling dunia, beberapa kali dengan sistem backpacking. Namun lebih sering kami menginap di hotel mewah. Walaupun demikian, kami menyusuri jalan-jalan di Paris, Munich, Madrid, Barcelona, dan Zurich. Trotoar demi trotoar kami lalui, dan kami hanya menggunakan satu buah payung jika hari hujan.Starla sendiri tidak ingin berg
Tidak cukup banyak hal menarik yang terjadi setelah 2010, karena semua fenomena di dunia bisnis yang terjadi setelah tahun itu telah kuambil alih. Telah kukuasai dunia, dan kusebar semuanya di berbagai perusahaan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa kekayaanku hanya bisa didekati oleh Bill Gates.Dekade setelah tahun 2010 adalah waktu untuk bermunculannya perusahaan-perusahaan startup. Semua telah kuantisipasi.Kudirikan inkubator bisnis di setiap kampus papan atas dunia. Ide-ide dan inovasi bermunculan dari sana.Para pegiat startup pun berbondong-bondong mengajukan proposal.Kuseleksi semua dokumen yang mereka berikan, dan kukucurkan dana berdasarkan kualitas bisnis yang menurutku paling baik.Bagi proposal yang kurang menarik, kuminta mereka untuk mengembangkan diri dan menerima pelatihan. Bagaimanapun aku yakin bahwa tidak ada ide inovasi mereka yang akan sia-sia.Aku belajar dari penyesalan para konglomerat yang menolak membiayai Whatsapp, Instagram, dan lain sebagainya. Tidak a
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku tidak pernah memberi Starla hadiah apa pun. Ini adalah karena aku tahu karakternya bukanlah perempuan yang terkesan dengan hadiah.Starla perempuan yang lebih menghargai pembuktian.Selama dua tahun terakhir aku telah melatih kemampuanku memainkan raket, dan hasilnya tidak memalukan. Sesekali aku bermain dengannya, bahkan menjadi pasangannya di ganda campuran.Dan ada yang tidak berubah dari kehidupanku, yaitu para sahabat sejati.Mereka yang menjadi teman dekatku di kehidupan sebelumnya, kembali menempati ruang mereka di kehidupanku kali ini. Bagaimanapun persahabatan kami tanpa pamrih. Mereka tidak ternilai dengan uang. “Jadi, gimana Starla?” tanya Adri, salah satu dari mereka.“So far good,”“Udah jadian belum?”“Belum,” aku tersenyum.“Lah, terus tiap malem Minggu itu ngapain?”“Dri, hangout di malem Minggu bukan berarti pacaran, kan?”“Normalnya sih pacaran,”“Normalnya, tapi lo tau kalo gua bukan orang normal kan?”“Sejak kali pertama gua ketemu lo,”“Jadi, nggak usah aneh
Jumat malam, aku dan Nova telah berada di Stasiun Bandung. Percaloan tiket masih marak. Pedagang kaki lima masih bisa memasuki peron kereta. Pemandangan ini tidak akan lama lagi berlangsung. Dalam beberapa tahun ke depan, PT KAI akan menertibkan semuanya melalui direktur utama mereka yang baru.Setiba di Stasiun Yogyakarta, kami hanya perlu berjalan sekitar empat menit untuk mencapai Wake Up Homestay. Harga hotel ini hanya lima puluh ribu rupiah untuk satu malam. Aku dan Nova masing-masing mengambil satu kamar.“Beneran, aku nggak nyangka bisa dapet penginapan kayak gini. Mana udah termasuk sarapan lagi.”“Enak kan? Lalu di tiap kota wisata juga ada yang kayak gini.”“Luar biasa.”“Ya udah kita istirahat dulu. Nanti agak siangan kita jalan sambil foto-foto ya.”“Oke, selamat istirahat.”Kami masuk ke kamar masing-masing.Esok siangnya, Yogyakarta memberikan cuaca panas dan terik. Itu yang kami rasakan saat kami pergi ke luar. Di sekitar kami tercium aroma segar dedaunan dan harum bung