Rumah Taruhan Adrian Hill sangat penuh oleh para pengadu nasib. Aku dan Papa memasukinya dengan was-was. Ini juga pertama kalinya aku memasuki tempat seperti ini.“Jadi, apa yang mau Anda pertaruhkan?” kata Fred, salah satu bandar.“Aku mau bertaruh untuk Inter Milan,” jawab Pap.Fred tersenyum.“Kau yakin? Mereka sedang jatuh,” tantangnya.“Aku yakin,”“Berapa yang mau Anda pertaruhkan?”“Lima ratus ribu dolar,” jawab Papa mantap.Fred terdiam.“Tuan, saya tidak ingin main-main,” katanya.“Saya tidak main-main,” Papa menaruh segepok uang di meja Fred.“Tuan, risikonya sangat...”“Tidak apa-apa, cobalah,”“Baiklah, Anda ingin bertaruh untuk Inter Milan saat melawan siapa?”“Roma,”“Dan hasilnya?”“4-1 untuk Inter Milan,”“Anda bermimpi,” Fred tertawa.“Coba saja,” Papa tersenyum.“Baiklah, saya sudah peringatkan Anda,”Kami pun pergi usai memasang taruhan. Meninggalkan rumah taruhan yang penuh hiruk pikuk. Lima ratus ribu dolar telah kami tinggalkan.Kuakui, aku pun merasa tegang. Aku
Suatu hari yang terik di musim panas, aku sedang asyik beristirahat di griya tawang kami yang berpendingin ruangan. Kusaksikan serial televisi Friends di televisi kabel. Serial yang saat ini belum tersebar dalam bentuk DVD. Dalam lagu pembukaannya yang khas, para pemainnya tampak lucu dalam cuplikan-cuplikan adegan.Lalu tiba saat lagu pembuka selesai. Adegan pertama menunjukkan pemandangan kota Manhattan. Tatapanku tertumbuk pada sebuah gambar latar belakang yang menyentakku di adegan pembuka ini.World Trade Center.Ya, gedung itu masih berdiri.Masih berdiri, sampai tahun ini.Beberapa bulan dari sekarang ia akan hancur runtuh diterjang pesawat-pesawat teroris. Sejak itu dunia berubah, termasuk kebijakan perang Amerika Serikat.Kecuali...Kecuali aku bisa mengubahnya?Mungkinkah?Kenapa tidak? Sudah banyak hal yang kuubah hingga kini. Apa bedanya?Aku berada di sini, di tahun 2001, di mana sebuah tragedi besar akan terjadi. Dan aku berada di negara ini, Amerika Serikat. Tidak mungk
Berita tentang ditangkapnya sejumlah pembajak pesawat menghiasi CNN hari ini.Nama-nama yang kusebutkan persis seperti yang kuketahui akan terjadi, namun mereka seolah tidak melawan ketika ditangkap. Mereka mengakui semuanya, termasuk rencana mereka membajak pesawat-pesawat yang mereka tumpangi.Aku terduduk, menghembuskan napas, tapi entah harus merasa lega atau bagaimana. Sekali lagi aku telah mengubah sejarah. Tubuhku rasanya lelah sekali. Mataku berat. Kupikirkan akibat perbuatanku nanti saja, pikirku. Tanpa sadar aku tertidur, dan terbangun saat alarm berbunyi, menandakan waktu salat subuh.Kulihat tanggal di ponselku, 12 September 2001.Segera kunyalakan televisi dan kubuka internet, dan kudapati sejumlah berita, antara lain berita penangkapan teroris di bandara-bandara Amerika Serikat.Berita-berita tersebut tidak menjadi tajuk utama, hanya berita selingan. Hal seperti penangkapan teroris dianggap biasa. Masyarakat dunia tidak tahu apa yang sesungguhnya bisa terjadi, mungkin ti
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu di Amerika. Pundi-pundi uangku semakin gemuk. Sekian banyak taruhan telah kumenangkan dengan sempurna. Tentu saja sesekali aku sengaja mengalami kekalahan kecil agar tidak terlalu mencurigakan.Pikiranku pun melayang.Begitu banyak yang telah kulakukan. Tapi semua itu seolah membuatku melupakan diriku sendiri. Kehidupan pribadiku.Kusadari sampai saat ini aku belum pernah punya kekasih. Padahal di siklus kehidupan pertamaku, di usia ini aku setidaknya sudah tiga kali berpacaran. Memang aku pun menyadari, cinta sejatiku tidak ada di sini. Dia baru akan kutemui nanti, di ITB.Tapi aku masih mempertimbangkan, apakah aku harus pulang ke Indonesia atau tidak. Kehidupan di sini sangat menjanjikan. Beberapa investasi sudah mulai kulakukan. Aku tidak mengingat banyak tentang gejolak pasar saham, tapi aku mulai mempelajarinya. Termasuk kubuat daftar perusahaan-perusahaan yang akan kutanamkan investasi di dalamnya.Pesawat sembilan belas penumpang yang m
Investasi-investasi telah mulai kulakukan sejak tiga tahun sebelum ini. Sejumlah potensi yang dapat kuingat telah kudaftar. Kutanamkan uang dalam jumlah besar kepada mereka.Perusahaan-perusahaan yang baru muncul seperti Google, Facebook, YouTube, dan sebagainya telah kujadikan lahanku untuk berinvestasi. Dekade pertama milenium baru akan menjadi waktu-waktu yang menentukan masa depan dunia. Sejumlah perusahaan akan muncul, dan sebagian lagi akan hilang.Tenggelamnya Nokia pasti akan terjadi, karena itulah Android telah kuantisipasi kebangkitannya melalui penanaman saham di Google. Tidak lama lagi, Apple juga akan mulai menguasai pasaran. Sejak awal telah kuingatkan para penguasa Google agar mengantisipasi produk Apple. Kuberikan detail MacBook sebelum ia terbit. Aku percaya orang-orang Google akan mampu mencegah munculnya Apple.Booming dari startup-startup masih cukup lama untuk terjadi. Bitcoin, Go-Jek, Uber, AirBnB, dan sejumlah lainnya telah masuk ke dalam radarku. Tinggal menun
Semakin dekat ke usiaku yang sebenarnya, semakin aku dapat mengingat apa yang akan terjadi secara detil.Kata-kata sambutan Rektor ITB di sidang penerimaan mahasiswa baru, lalu orasi komandan lapangan Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa, (semacam ospek untuk mahasiswa baru ITB), semua sama.Kami dikumpulkan di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), untuk kemudian dibagi ke kelompok OSKM masing-masing. Setiap kelompok memiliki dua orang pembimbing, yang dinamakan Tablok atau Tatib (tata tertib) Kelompok.Sementara untuk pengamanan dan pendisiplinan peserta, dibentuk kelompok yang bernama “Rahwana”. Mereka yang bertugas memarahi mahasiswa baru agar tertib dalam menjalankan acara.Ketika namaku disebut untuk masuk kelompok 132, aku tahu bahwa Ardi telah melakukan tugasnya dengan baik. Kami berkumpul dan berkenalan satu demi satu. Yang sebenarnya hanya satu orang yang paling ingin kukenal di sini.“Ferre, Teknik Fisika,”“Starla, Mesin,”Di sinilah akan kumulai.Starla perempuan terkuat, dia yang
Jika tidak sedang kuliah atau bersama Starla, kuhabiskan hari-hari pertamaku di kampus dengan berkeliling. Student Center masih berdiri dengan tegapnya. Tak lama lagi bangunan ini akan dirobohkan dan diganti dengan Campus Center yang jauh lebih mewah.Sekalipun begitu, kampus ITB tidak pernah kehilangan keindahannya.Jika senja hari yang cerah tiba, pepohonan di dalam kampus akan memendarkan cahaya matahari membentuk sebuah lukisan alam yang indah.Ya Tuhan, lama sekali rasanya tidak kunikmati semua ini. Entah berapa kali aku berjalan-jalan di kampus ini pada kehidupan pertamaku. Rasanya tidak dapat kuingat, tapi semuanya kurindukan.Seperti hari ini, saat aku menunggu Starla di depan gerbang kampus. Dari kejauhan aku bisa mengenali sosoknya. Ia dengan rambut sebahunya, menggendong ransel berisi buku-buku. Dia satu di antara lima orang mahasiswi di teknik material angkatanku. Tapi justru dia yang terlihat paling kuat.“Hai,” sapaku.“Hai,” ia tersenyum.“Udah makan?” tanyaku.“Tadi ng
Aku duduk di ranjang, terdiam, memandangi kalimat surat tersebut.Siapa yang menulis ini? Siapa?Siapa pun, dia pasti sama sepertiku.Siapa pun, dia pasti seorang pengulang waktu.Tidak mungkin tidak. Bagaimana mungkin dia bisa tahu jika dia bukan orang sepertiku?Lima belas tahun sudah berlalu, hanya bu Neneng yang kuketahui. Kini sudah pasti ada orang lain. Dan tidak ada jaminan bahwa orang lain ini hanya satu. Pasti lebih, tidak mungkin tidak.Terlebih dia, atau mereka, telah mengetahui identitasku. Lalu apa yang akan mereka perbuat?Aku berjalan berkeliling kamarku, memikirkan segala bentuk kemungkinan. Kemungkinan terburuk, bagaimana jika mereka hendak melenyapkanku?Tapi untuk apa? Mungkin juga mereka akan melenyapkanku. Tapi saat ini mereka baru sebaas mengirimiku surat. Berarti aku belum terlalu mengancam.Tapi, aku ingin tahu siapa mereka ini.Bagaimana aku dapat mengetahuinya?Untuk menyelidiki sidik jari di surat, agak rumit. Pasti sudah bercampur dengan sidik jari petuga
Starla memang jarang menunjukkannya, tapi aku tahu bahwa dia juga memikirkan masa depan Adam. Butuh waktu cukup lama bagiku meyakinkan dirinya sampai ia setuju metode pendidikan yang akan kami terapkan pada Adam.Saat ini aku menikmati masa-masa Adam bermain dengan ceria. Kulitnya yang ditimpa sinar matahari pagi dan sore. Keringatnya saat bermain sepakbola, juga caranya meneguk air putih dalam jumlah banyak usai lelahnya bertanding.“Gimana permainanku, Ayah?”“Kamu melakukannya dengan sangat baik, Adam. Kamu hebat,”“Ayah selalu bilang gitu,” Adam tertawa.“Itu kenyataannya, Ayah nggak mengada-ada,” kataku sambil mengacak-acak rambutnya.Lalu kami pulang, seiring adzan magrib yang mulai berkumandang.Adam memantul-mantulkan bolanya ke jalanan selama kami menuju rumah.Mobil-mobil mulai berdatangan dari mereka yang baru saja menyelesaikan harinya.Aku membiarkan Adam masuk terlebih dahulu dan menyuruhnya untuk segera mandi, sementara kusaksikan matahari terbenam dengan indah.Sebenta
Alarm ponselku.Perlahan kubuka mata.Starla masih ada dalam dekapanku.Ini masih kamar kami. Bukan kamar Mama dan Papa.Ini masih 2020, bukan 1989.Kuperhatikan sekujur tubuhku, tak puas, lalu aku beranjak menuju cermin.Aku, masih diriku, diriku yang berusia tiga puluh empat tahun.“Sayang?” suara lembut Starla memanggilku.Aku menoleh, tanpa sadar air mataku telah berlinang.“Kamu...kenapa?”Jawabanku adalah menghambur ke arahnya, dan memeluknya.“Re?” katanya sambil balas memelukku.“Sayang...”“Apa yang sudah terjadi? Apakah yang kamu bilang semalam....?”“Nggak..nggak sayang! Nggak!”“Maksudmu?”“Aku nggak tahu apa yang harus kubilang. Nggak ada yang harus kuceritakan. Yang pasti adalah...semua baik-baik saja,”“Jadi semua misterimu masih akan menjadi misteri?”“Kuharap selamanya,”Starla menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum.Kami melanjutkan hidup kami.Aku membeli sejumlah bangunan di Selatan ibu kota, tempat kami tinggal sekarang. Kuratakan mereka dan kudirikan kom
Pesawat Starla telah tiba, aku menjemputnya, lalu membawakan bagasinya, setelah sebelumnya memeluknya erat-erat.Kugenggam tangannya sambil kami berjalan, jauh lebih erat daripada biasanya.Ia adalah hartaku yang paling berharga.Lalu di sanalah kulihat sosok itu. Di tengah keramaian bandara, ia berdiri, menatapku.Sosoknya seperti tidak terpengaruh oleh orang lain yang berlalu-lalang di sekitarnya. Semula otakku masih berusaha memproses tentang sosok ini.Lama kelamaan aku mulai menyadarinya.Rambut dan janggutnya yang putih sangat kuingat.Ia adalah bapak tua yang membelaku saat aku disidang karena menghajar Dimas. Dan dia tidak tampak berubah sama sekali, bahkan pakaian yang dikenakannya pun masih pakaian yang kulihat puluhan tahun silam.Yaitu saat ia muncul di depan kelas.Kurasa ia tersenyum ke arahku.Kupercepat langkahku untuk menghampirinya. Aku yakin ia bukan orang biasa. Bahkan aku punya firasat bahwa ia memiliki jawaban atas banyak pertanyaan yang berputar di benakku. Ten
2023Pandemi virus Corona telah berakhir satu tahun silam. Keadaan dunia telah kembali seperti semula. Pemandangan orang-orang yang mengenakan masker di jalanan telah lama hilang.Aku dan Starla juga bisa leluasa pergi ke mana pun kami mau. Karena aku menjadi orang yang memberi petunjuk kepada Dr. Hobson untuk vaksin virus Corona, maka aku dan keluargaku mendapatkan prioritas pertama untuk mendapatkan vaksin.Kubawa Starla menyaksikan El Classico, Derby De La Madonnina, dan Derby Manchester. Kami mengenakan seragam AC Milan saat pertandingan di Milan. Aku mengamatinya berteriak, meniup peluit ejekan kepada tim lawan, dan menyanyikan lagu Curva Sud. Kami pergi berkeliling dunia, beberapa kali dengan sistem backpacking. Namun lebih sering kami menginap di hotel mewah. Walaupun demikian, kami menyusuri jalan-jalan di Paris, Munich, Madrid, Barcelona, dan Zurich. Trotoar demi trotoar kami lalui, dan kami hanya menggunakan satu buah payung jika hari hujan.Starla sendiri tidak ingin berg
Tidak cukup banyak hal menarik yang terjadi setelah 2010, karena semua fenomena di dunia bisnis yang terjadi setelah tahun itu telah kuambil alih. Telah kukuasai dunia, dan kusebar semuanya di berbagai perusahaan. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa kekayaanku hanya bisa didekati oleh Bill Gates.Dekade setelah tahun 2010 adalah waktu untuk bermunculannya perusahaan-perusahaan startup. Semua telah kuantisipasi.Kudirikan inkubator bisnis di setiap kampus papan atas dunia. Ide-ide dan inovasi bermunculan dari sana.Para pegiat startup pun berbondong-bondong mengajukan proposal.Kuseleksi semua dokumen yang mereka berikan, dan kukucurkan dana berdasarkan kualitas bisnis yang menurutku paling baik.Bagi proposal yang kurang menarik, kuminta mereka untuk mengembangkan diri dan menerima pelatihan. Bagaimanapun aku yakin bahwa tidak ada ide inovasi mereka yang akan sia-sia.Aku belajar dari penyesalan para konglomerat yang menolak membiayai Whatsapp, Instagram, dan lain sebagainya. Tidak a
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku dan Starla telah lulus di tahun 2008 ini.Krisis akibat kredit perumahan yang macet di Amerika Serikat mulai merambah ke seluruh dunia. Tahun-tahun mencekam melanda hampir semua negara. Ini adalah krisis yang sangat buruk, bahkan bisa disetarakan dengan Great Depression pada tahun 1930-an.Bank-bank di Amerika Serikat bertumbangan, disusul oleh bank-bank di negara G-8. Begitupun dengan pasar saham. Banyak orang kehilangan pekerjaan akibat perusahaan-perusahaan gulung tikar. Sudah kubeli saham-saham dalam jumlah banyak untuk memanfaatkan keadaan ini. Di masa depan, harga-harga saham ini akan kembali naik.Starla sedang berdinas ke Amerika Serikat untuk pelatihan awal pekerjaannya.Aku pun memutuskan untuk berlibur ke Eropa.Seorang perempuan Inggris yang dikabarkan merupakan pemandu wisataku menyambut kedatanganku di bandara.Ia seorang perempuan berwajah Kaukasian berambut pendek blonde pixie. Ia jenjang, tapi tidak kurus.“Halo Mr. Praditya, perkenalkan, saya Rachel Arlington dar
Aku tidak pernah memberi Starla hadiah apa pun. Ini adalah karena aku tahu karakternya bukanlah perempuan yang terkesan dengan hadiah.Starla perempuan yang lebih menghargai pembuktian.Selama dua tahun terakhir aku telah melatih kemampuanku memainkan raket, dan hasilnya tidak memalukan. Sesekali aku bermain dengannya, bahkan menjadi pasangannya di ganda campuran.Dan ada yang tidak berubah dari kehidupanku, yaitu para sahabat sejati.Mereka yang menjadi teman dekatku di kehidupan sebelumnya, kembali menempati ruang mereka di kehidupanku kali ini. Bagaimanapun persahabatan kami tanpa pamrih. Mereka tidak ternilai dengan uang. “Jadi, gimana Starla?” tanya Adri, salah satu dari mereka.“So far good,”“Udah jadian belum?”“Belum,” aku tersenyum.“Lah, terus tiap malem Minggu itu ngapain?”“Dri, hangout di malem Minggu bukan berarti pacaran, kan?”“Normalnya sih pacaran,”“Normalnya, tapi lo tau kalo gua bukan orang normal kan?”“Sejak kali pertama gua ketemu lo,”“Jadi, nggak usah aneh
Jumat malam, aku dan Nova telah berada di Stasiun Bandung. Percaloan tiket masih marak. Pedagang kaki lima masih bisa memasuki peron kereta. Pemandangan ini tidak akan lama lagi berlangsung. Dalam beberapa tahun ke depan, PT KAI akan menertibkan semuanya melalui direktur utama mereka yang baru.Setiba di Stasiun Yogyakarta, kami hanya perlu berjalan sekitar empat menit untuk mencapai Wake Up Homestay. Harga hotel ini hanya lima puluh ribu rupiah untuk satu malam. Aku dan Nova masing-masing mengambil satu kamar.“Beneran, aku nggak nyangka bisa dapet penginapan kayak gini. Mana udah termasuk sarapan lagi.”“Enak kan? Lalu di tiap kota wisata juga ada yang kayak gini.”“Luar biasa.”“Ya udah kita istirahat dulu. Nanti agak siangan kita jalan sambil foto-foto ya.”“Oke, selamat istirahat.”Kami masuk ke kamar masing-masing.Esok siangnya, Yogyakarta memberikan cuaca panas dan terik. Itu yang kami rasakan saat kami pergi ke luar. Di sekitar kami tercium aroma segar dedaunan dan harum bung