Aku memilih ikut membuka pintu dan melihat apa yang membuat gaduh.
Bu Anne, salah satu guru, sedang dipapah dan lalu dibaringkan di ruang guru.
Sebentar... rasanya aku ingat ini semua. Aku ingat kegaduhan ini. Bu Anne... guru kelas sebelah yang baik hati itu. Setelah ini ia akan diopname. Begitu cerita Mbok Jah yang kuingat beberapa hari setelahnya, di kehidupanku yang dulu.
“Bu Anne diopname, kepalanya pusing.” kira-kira demikian kata Mbok Jah ketika itu.
Tapi ada hal yang buruk...lebih buruk lagi. Ya, Bu Anne setelah ini akan meninggal. Ia akan meninggal setelah lebih dari sepekan diopname!
Aku berlari ke luar saat Bu Anne hendak dibawa.
“Pak! Pak! Mau dibawa ke mana???” kataku pada seorang Bapak yang membawa Bu Anne.
“Ke puskesmas, dik,”
“Pak, bawa ke Santosa!!” seruku menyebut nama rumah sakit yang letaknya kira-kira lima kilometer dari tempat kami sekarang.
“Sant
Tanpa terasa, tahun baru 1990 telah tiba.Selama lebih dari satu bulan aku telah beberapa kali mengikuti Papa dan Mama berjalan-jalan di akhir pekan. Bandung belum menunjukkan kemacetan yang pada masa kehidupanku sebelumnya telah membuatku frustrasi hampir setiap hari. Mobil-mobil yang beredar masih didominasi oleh jenis minibus. Cukup jarang kulihat sedan.Sampai saat ini aku masih menyusun rencana apa saja yang hendak kulakukan. Terlebih aku masih menikmati suasana masa kecilku yang tanpa beban. Aku bisa bermain atau menonton televisi seharian tanpa ada yang protes, walaupun acara televisi yang ada juga hanya TVRI dan setengah hari RCTI.Masa depan masih panjang, berbagai hal telah ada di pikiranku.“Presiden Soeharto hari ini mengumumkan...”Suara berita di radio warung pinggir jalan, radio butut kuno, berukuran kotak besar terdengar saat aku melewatinya. Semua sudah pernah kudengar, walaupun aku sudah lupa, setidaknya suara
Lebih dari satu tahun telah berlalu sejak aku mengulangi kehidupanku. Kusadari karena cerita hidupku telah berulang, maka masa hidupku yang dulu kini kuanggap sebagai siklus kehidupanku yang pertama.Aku telah mengakhiri sekolah Taman Kanak-kanak dengan beberapa kali memenangkan lomba. Lomba menyanyi, lomba menggambar (yang didominasi gambar dua gunung dan sawah pedesaan khas karya anak-anak pada masa ini), bahkan lomba lari.Semuanya membuatku semakin populer.Berbagai macam piala memenuhi lemari rumahku. Papa sampai harus membeli lemari baru, hal yang di kehidupanku sebelumnya baru akan dia lakukan tiga tahun dari sekarang.Bingkai-bingkai menghiasi rumah, dengan gambar diriku yang memegang berbagai macam piala tersebut. Teman-teman jadi sering main ke rumahku, selain di sekolah mereka juga mengerubungiku. Terutama teman-teman perempuan.Sementara jika tiba hari libur, Papa dan Mama sangat suka pergi ke Gramedia. Berkali-kali kami mengunjungi Gra
“Hebat, Ferre!” kata Papa mengacungkan jempolnya.Aku tersenyum.Semuanya telah dimulai.Uang dua ratus ribu rupiah adalah hakku.Sebenarnya aku heran karena mendapati diriku bahagia akan hal seperti ini. Di siklus kehidupanku yang pertama, aku biasa menerima gaji puluhan juta rupiah setiap bulannya.Aku akhirnya meminta Papa dan Mama mengantarku ke Jakarta untuk mengambil hadiah. Bahkan kukatakan aku yang akan mentraktir ongkos mereka dengan uang hadiahku. Mereka menolak kubayari dan mengatakan kami akan ke Jakarta sekalian menengok Nenek.Tiga pekan kemudian kami pergi menggunakan kereta api. Aku lupa bahwa perjalanan Bandung-Jakarta menggunakan mobil akan memakan waktu hampir satu hari di zaman ini. Sepanjang perjalanan, di atas rel kereta api kusaksikan pemandangan masa yang telah lampau. Sawah-sawah dan perkebunan yang membentang terlihat. Di beberapa tempat mulai dilakukan pembangunan. Ini adalah Indonesia di bawah
Berita di televisi menyiarkan tentang Perang Teluk yang baru saja berakhir.Momen ini menandai bahwa tahun ini aku mulai masuk Sekolah Dasar Angkasa, tempatku dulu menghabiskan enam tahun penuh kenangan.Tahun-tahun yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku. Di sini aku mengalami banyak hal. Bahkan kusaksikan sendiri bahwa anak usia sekolah dasar bukanlah anak-anak yang polos.Di tempat ini aku menyaksikan bahwa pada kelas enam, kelas dengan tingkatan tertinggi, anak sekolah dasar sudah mulai berani berpacaran. Memang hanya satu atau dua orang, tapi itu sudah cukup membuktikan bahwa di usia ini anak-anak mulai beranjak dewasa.Di sini juga aku mendapatkan pelajaran tentang bagaimana menjadi manusia seutuhnya. Guru-guru yang ada mencontohkan banyak hal kepada kami. Mereka, guru sekolah dasar, kusadari adalah pembentuk karakter manusia yang sebenarnya.Maka hari pertamaku menginjakkan kaki di sekolah ini hampir semuanya kuhabiskan dengan berlar
Aku berpuasa satu bulan penuh di Ramadan pertamaku pada siklus kehidupanku yang kedua ini. Papa dan Mama tidak habis-habisnya memujiku. Betapa tidak, aku berpuasa sampai tiba waktu magrib. Di siklus kehidupanku yang pertama, aku bahkan belum berpuasa sama sekali di usia ini.Tidak terasa, Lebaran pun tiba. Seperti tradisi hari lebaran pada umumnya, kami sekeluarga pulang kampung. Tujuan kami adalah Yogyakarta, untuk menemui beberapa saudara beserta Kakek-nenekku.Papa mengemudikan mobil kami dari Bandung hingga Yogyakarta tanpa bergantian. Hal yang selama bertahun-tahun setelahnya tetap membuatku kagum. Bahkan di usianya pada tahun 2020 pun aku yakin ia masih sanggup melakukannya.Pemandangan di sepanjang perjalanan kami sebenarnya tidak jauh berbeda dengan keadaan di tahun 2020. Pembangunan negeri ini memang hanya terpusat di kota-kota besar, sehingga apa yang kusaksikan di luar hanyalah pemandangan yang kurang lebih sama dengan jika aku menaiki bus ke Yo
Setiap hari sepulang sekolah kukerjakan desain pesawat terbang di perlengkapan yang kubeli. Detil demi detil, sistem demi sistem, semuanya kukerjakan. Aku beruntung karena telah menyadari ini segera. Di kehidupanku sebelum ini, aku adalah ahli pesawat terbang. Tentu saja aku ingat secara rinci detail pesawat yang pernah dibuat perusahaanku.Aku ingat bagian demi bagian, perhitungan demi perhitungan, semua segera kugambar dan kutuliskan. Harus secepatnya, sebelum aku lupa. Meskipun aku yakin bahwa aku tidak akan pernah lupa dengan pesawat model yang kuteliti setiap hari selama lima tahun.Pesawat terbang dengan mesin turbo propeller, memiliki enam bilah baling-baling, serta kecepatan maksimal 610 kilometer per jam.Pesawat terbang dengan kapasitas lima puluh penumpang.Waktu lainnya kugunakan untuk menulis rencana bisnis. Papa dan Mama tentu saja bertanya apa yang sedang kukerjakan. Kukatakan pada mereka bahwa aku akan menceritakannya
Anak-anak yang berada di mobil jemputan sekolah bercengkerama sambil menyanyikan lagu-lagu anak-anak yang baru terbit.Sebagian menyanyikannya sambil makan Chiki, ada juga yang sambil makan permen Sugus. Aku jadi ingat bahwa di masa ini aku lebih suka makan Anak Mas.Pak Toto sang supir yang gemar mencari perhatian, nampak sedang kambuh keinginannya untuk diperhatikan. Ia mulai menyanyikan lagu ciptaannya sendiri yang diberinya judul “Lemper Setan”.Bila perutku lapar, hatiku galauMinta saja ketanBerikan irisan ayamJadi lemper setan...Ia menyanyikannya keras-keras dan setengah memaksa agar anak-anak di mobil jemputannya ikut bernyayi. Seperti halnya di kehidupan pertamaku, ia juga menjanjikan besok akan memberi setiap anak sebuah kaset lagu lemper setan. Aku juga tahu bahwa hingga akhir masa sekolah kami di sini, janji itu tidak pernah ia penuhi.“Mana kaset lemper
Besoknya telah menjadi hari yang baru.Jam pelajaran pagi dimulai, anak-anak yang dikomandoi oleh ketua kelas memberi salam kepada wali kelas yang baru masuk.“Sikap! Beri salam!” teriak ketua kelas.“Seeeelaaaaamaaaattt....pagiiiiii....Buuuuu....!!!!!” Salam dengan irama yang seolah merupakan sebuah lagu, rutin kami lakukan setiap hari sekolah, sampai enam tahun ke depan.Seperti yang kuduga, Rendy dan Gacok masih bermain bersamaku, seperti tidak pernah terjadi perkelahian. Mereka memang benar-benar masih anak kecil. Tidak seperti jika perkelahian kemarin terjadi sepuluh tahun dari sekarang, kejadian kemarin sangat bersih dari dendam. Kami bermain bola, ucing-sumput, galasin, dan lainnya. Bedanya, aku adalah pemimpin mereka sekarang.Aku memimpin permainan ucing-sumput dengan strategi yang brilian. Ini adalah permainan petak-umpet versi anak-anak Bandung. Seorang anak yang terkena giliran menjadi “uc