“Saya akan melakukannya, Yang Mulia. . .” teriak Narendra.
Narendra kemudian mengangkat tangan kirinya lagi dan tubuhnya bergerak dengan cepat ke arah Arsyanendra. Kali ini. . . Narendra benar – benar ingin memukul Arsyanendra. Kali ini. . . Narendra benar – benar ingin membalas sepupunya yang selalu mengalahkannya dalam segala hal dalam hidupnya.
Buk. . .
Pukulan Narendra mendarat di tempat yang sama dengan tempat di mana pukulan Narendra mendarat di wajah Arsyanendra.
“Yang Mulia!”
Surendra berteriak kencang dan segera berlari ke arah Arsyanendra ketika melihat Arsyanendra untuk kedua kalinya terpental setelah menerima pukulan dari Narendra.
Namun untuk kedua kalinya juga, Arsyanendra mengangkat tangan kanannya dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk tetap diam di tempat dan tidak mengganggunya.
“Tapi. . . Yang Mulia. . .” teriak Surendra yang langkah kakinya tertahan oleh isyarat Arsy
“Apa maksud ucapan itu, Yang Mulia?” tanya Narendra yang terkejut mendengar jawaban dari mulut Arsyanendra. “Yang Mulia ingin menyerahkan takhta ini kepada Virya nantinya?”“Kenapa, Narendra?” tanya balik Arsyanendra dengan menatap tajam ke arah Narendra. “Kamu tidak yakin jikaVirya, adikmu mampu menduduki takhta dan memimpin Hindinia? Harusnya kamu tahu dengan baik, Virya adalah kandidat terbaik yang mampu memimpin Hindinia. Virya adalah gadis yang bijak, gadis yang cerdas dan anggun. Virya memiliki kecakapan layaknya seorang raja, Narendra.”“Tapi. . . dia adalah seorang wa. . .”Narendra belum menyelesaikan kalimatnya ketika Arsyanendra dengan cepat memotong ucapan Narendra.“Seorang wanita??” potong Arsyanendra. “Kenapa memangnya dengan seorang wanita? Apa hanya karena terlahir sebagai seorang wanita, maka tidak bisa menjadi pemimpin yang baik d
Setelah meninggalkan Ravania bersama dengan pengawal istana kepercayaan Surendra, Arsyanendra kemudian berjalan dengan Surendra danbeberapa pasukan pengawal istana menuju ke penjara istana di mana Gyan dan Variza Widyanatha ditemukan tewas. Selama perjalanan menuju ke penjara istana, Surendra membagi pengawal istana untuk menjaga seluruh gerbang dan menutup gerbang. Surendra juga meminta beberapa pengawal istana untuk mengirim pesan melalui orang – orang kepercayaan Surendra yang bekerja di luar,ke kediaman Balakosa di mana Virya dan Narendra Balakosa tinggal. “Yang Mulia.” Panggilan Surendra itu, tidak mampu membuat langkah Arsyanendra terhenti karena perasaan ingin tahunya melihat keadaan Gyan dan Variza Widyanatha yang tewas di dalam penjaranya. “Kita terlambat, Yang Mulia.” Langkah Arsyanendra terhenti dan membuat semua pasukan pengawal istana yang mengikutinya dari belakang kemudian serentak menarik rem di kaki
“Apa yang baru saja kamu katakan, Rando??” tanya Arkatama Agastya dengan raut wajah tidak percaya. “Apa aku tidak salah dengar??”Rando memberikan anggukan kepala kepada Arkatama Agastya, “Ya, Tuanku. Itu yang saya lihat dari cara Yang Mulia menatap Nona Indhira. Meski tidak seratus persen, tapi saya yakin Yang Mulia menyukai Nona Indhira layaknya perasaan pria kepada wanita.”Setelah meminta Rando untuk meninggalkan ruangannya, Arkatama Agastya kemudian duduk di kursinya dan merenungkan kembali ucapan Rando yang baru saja didengarnya. Antara percaya dan tidak percaya, Arkatama Agastya kemudian berusaha menggali ke dalam ingatannya tentang Arsyanendra dan Indhira Darmawangsa.Kenangan kemudian mengalir di dalam benak Arkatama Agastya dari pengumuman tiba – tiba Arsyanendra yang membawa Indhira Darmawangsa menjadi satu dari empat kandidat calon Ratu Hindinia.Kenangan Arkatama Agastya kemudian mem
Pengumuman hasil pemilihan umum Ratu Hindinia menjadi hari di mana Ravania yang menyamar sebagai Indhira Darmawangsa juga dinobatkan sebagai Ratu Hindinia dan ketika Ravania mengetahui hasil pemilihan umum dari Virya Balakosa, perasaan Ravania bercampur aduk menjadi satu. Namun prosesi penobatan Ratu Hindinia dilakukan seminggu setelah pengumuman karena persiapan yang diperlukan dalam prosesnya sama seperti ketika Arsyanendra dinobatkan sebagai Raja Ketiga Hindinia. Ravania kelak juga harus berkeliling menyapa rakyat Hindinia di Jako Arta seperti yang pernah dilalui oleh Arsyanendra.“Selamat, Nona Indhira,” ucap Virya Balakosa memberikan selamat kepada Ravania.Tidak lama kemudian Zia Pramanaya yang juga terpaksa tinggal di dalam istana Hindinia pun mengucapkan selamat kepada Ravania dengan wajah bahagia.“Selamat, Nona Indhira.”Ravania tersenyum menerima ucapan selamat dari Zia Pramanaya dan Virya Balakos
“Bagaimana?” tanya Surendra dari luar ruang ganti Ravania ketika Ravania sedang mengenakan gaun untuk penobatan dan mencoba jubah kerajaan yang tidak berbeda dengan yang selama ini dikenakan oleh Arsyanendra. “Apakah Nona Indhira merasa kurang pas?”“Tidak, Tuan Surendra. Tuan bisa memberitahu pada Yang Mulia, jika semua pakaian yang harus aku kenakan besok telah sesuai dan cocok denganku.”“Baiklah kalau begitu, Nona. Setelah ini saya akan memberi kabar kepada Yang Mulia jika Nona sudah mencoba semua pakaian yang ada. Lalu, Nona. . .”“Ya, Tuan Surendra,” potong Ravania yang masih berada di dalam ruang ganti sembari mengganti pakaiannya kembali.“Saya hanya ingin memberitahu kepada Nona, jika besok Nona akan mendapatkan pengawal pribadi seperti saya.”“Siapa yang akan jadi pengawal pribadi, Tuan Surendra?” tanya Ravania penasaran.
Arsyanendra yang sedang duduk di takhtanya kemudian bangkit ketika mendengar bisikan dari Surendra.“Mohon maafkan saya, Yang Mulia. Tapi Tuan Narendra mengirim pesan bahwa sesuatu yang buruk mungkin sedang terjadi saat ini gerbang istana.”Berusaha untuk tetap tersenyum dan bersikap seolah tidak terjadi apapun, Arsyanendra kemudian bertanya kepada Surendra.“Apa yang terjadi?”“Delapan kepala kaum aristokrat menghadap Nona Indhira yang baru saja memasuki istana.”“Kita pergi ke sana. Sepertinya kaum aristokrat sudah berusaha untuk melancarkan rencananya untuk menjatuhkan ratuku dan berusaha untuk memberi tahu padaku jika aku tidak akan pernah bisa menang dari mereka.”Setelah membalas ucapan Surendra, Arsyanendra kemudian melangkahkan kakinya dan berjalan menuju ke luar aula di mana saat ini Ravania sedang bersama dengan Narendra menghadapi tujuh kepala kelu
Setelah mempermalukan tujuh kepala kaum aristokrat di depan istana, Arsyanendra kemudian memerintahkan kepada Surendra untuk membawa Bagram ke dalam istana dan menyembunyikannya di kamar Ravania. Sementara itu, Arsyanendra bersama dengan Ravania kemudian menikmati pesta yang diadakan untuk penobatan Ratu Hindinia yang digelar oleh istana. Dalam pesta penyambutannya, Arsyanendra kemudian mengenalkan banyak orang kepada Ravania dari presiden negara tetangga, Raja dari negara tetangga dan perwakilan dari beberapa negara yang sengaja datang ke Hindinia hanya untuk mengucapkan selamat kepada Ravania. Setelah empat jam pesta lamanya digelar, Ravania yang sudah sangat merasa lelah dengan jadwalnya yang padat selama sehari ini kemudian diperbolehkan untuk kembali ke kamarnya dan beristirahat. “Aku akan mengantarmu, Ratuku,” ucap Arsyanendra yang tiba – tiba muncul di samping Ravania dan menggandeng tangan Ravania. “. . .” Ravan
“Lalu ke mana Indhira Darmawangsa yang asli selama ini berada?” tanya Narendra. “Kenapa kau harus bersusah payah membuat kembaran dari Indhira Darmawangsa untuk menggantikannya membantumu dan membuat keadaan semakin rumit, Arsyanendra??” “Tuan Narendra,” sela Surendra untuk kedua kalinya. Surendra hendak membuka mulutnya untuk berbicara menggantikan Arsyanendra namun niat Surendra yang terbaca oleh Arsyanendra lebih dulu, dengan cepat dihentikan oleh Arsyanendra dengan mengangkat tangannya lagi dan memberikan isyarat kepada Surendra untuk kedua kalinya. “Tapi, Yang Mulia. . .” kata Surendra. “Harus aku yang mengatakannya sendiri, Surendra,” jawab Arsyanendra kepada Surendra. Setelah berusaha untuk menenangkan Surendra, Arsyanendra kemudian mengalihkan pandangannya kepada Narendra dan memberikan jawaban yang diinginkan oleh Narendra. “Indhira Darmawangsa sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.” “Men