12 tahun yang lalu.
Hans Dharma Panenta, seorang Pangeran tampan telah lahir ke dunia di kala bulan purnama menjadi pengisi angkasa malam itu. Kulitnya berpigmen kuning langsat sedang bibirnya merah bagai buah delima. Tangisannya tak seperti sedang meracau, sunyi setelah berada di gendongan Putri Panthea. Berita suka cita tersebut mulai tersebar dimana-mana setelah para penunggang kuda memberitakan berita kelahiran seorang bayi laki-laki calon penerus Kerajaan Theligonia. Pesta akan digelar tujuh hari tujuh malam merayakan kelahiran bayi mungil dari Pangeran Dalmacio.
Seluruh seisi istana Theligonia sampai ke pasar digelar acara besar-besaran. Ada yang menyanyi, ada yang mengadakan lomba gulat sampai dengan pertunjukan siapa yang paling terkuat. Masyarakat begitu antusias dengan berita gembira tersebut. Sudah lama sekali Kerajaan Theligonia tidak semeriah ini semenjak Raja Perseus sibuk menangani pekerjaannya di istana.
Jika pesta rakyat berada di luar istana, tepatnya di pasar dan halaman luas. Pesta untuk di dalam Kerajaan, Raja mengundang kolega-kolega yang berpengaruh terhadap keberlangsungan Kerajaan. Mereka duduk berleha-leha menikmati makanan yang ada serta beberapa gelas minuman cokcktail yang dibawa para pramusaji. Pesta di istana digelar selama 24 jam non stop.
Tentu saja Pangeran Dalmacio dengan sumringah menyambut para tamu. Ditemani oleh Putri Panthea yang sudah membaik dari proses persalinan dua hari yang lalu. Bayi mungil itu menatap dengan gemasnya kepada para tamu. Tak sedikitpun merasa takut ataupun merasa terancam. Nyaman di gendongan Ibundanya.
“Hei, Pangeran Dalmacio saja sudah punya istri dan anak. Lah dia?” Gelak tawa terdengar menggema di suatu ruangan VIP di istana. Terdapat lima Pangeran dari berbagai istana belahan dunia lainnya sedang berkumpul.
“Apa urusanmu jika aku masih seperti sekarang?”
“Tidak kah kau takut dengan posisimu sebagai Raja? Lihatlah adikmu. Ia memiliki seorang bayi laki-laki. Kedudukannya sekarang bisa saja lebih tinggi darimu.” Seorang pangeran berponi cepak menimbrung perbincangan.
“Tidak sama sekali. Jika terjadi seperti yang kau bicarakan, aku akan dengan sangat rela memberikannya.” Harry mengambil sebuah gelas cocktail dari meja emas di sampingnya. Berjalan ke sudut ruangan. Duduk di sebuah sofa khusus satu orang.
“Harry, apakah kamu terlalu bodoh untuk tidak menjadi Raja. Stop untuk berkelana ke dunia luar. Kamu hanya akan jadi gelandangan bukan?” Gelak tawa terdengar menggema sekali lagi.
“Dunia luar tidak akan menciptakan manusia menjadi gelandangan, tetapi ia akan menyatu ke dalam alamnya. Bersatu dengan alam dan misteri dunia.” Harry berdiri. meletakkan gelasnya kembali ke meja asal. “Aku butuh udara segar. Permisi!”
Gelak tawa memenuhi ruangan kembali. Namun, tanpa diperhatikan oleh mereka, seorang lainnya menatap punggung Putra Mahkota sampai berbelok menuju ke bagian istana lainnya. Lantas, menyusul keluar tanpa diperhatikan oleh pangeran lainnya.
***
Ia tiba beberapa menit setelah Pangeran Harry. Berdiri di atas balkon luas sekaligus balkon tertinggi yang dimiliki istana.
“Aku sudah tahu kamu pasti disini. Berdiri sendiri. Lagi-lagi menatap ke arah hutan terlarang. Kamu yakin dengan keputusanmu?”
“Keputusanku tidak akan berubah, Cakra. Aku harus menemukan gadis itu sebelum Raja memulainya.”
“Namun, mereka terkenal memiliki kekuatan yang berada di luar nalar otak manusia. Kau tentu saja bisa mati.”
“Kalaupun aku harus mati, aku tidak mau mati dengan rasa penasaran yang menggantung. Jika aku bertemu dengannya kembali, aku bisa mengajaknya menghadap Raja. Menjelaskan kepada Raja bahwa mereka pantas untuk hidup, bukan malah memusnahkannya. Lagipun, kau juga bagian dari mereka bukan?”
“Yah, aku yang kena. Tapi bukannya itu tidak gampang Harry?” Cakra menatap iba kepada sahabatnya itu. Lebih tepatnya satu-satunya sahabat yang ia miliki. Satu-satunya pangeran yang memperlakukan dirinya seperti pangeran pada umumnya. Walaupun sebenarnya ia hanyalah seorang anak angkat dari Kerajaan Sansena, belahan bumi manusia bagian utara. “Raja Harry tidak akan mudah menerima saranmu.”
“Iya, tentu saja aku tahu. Siapa yang tidak kenal dengan Ayahanda. Seorang Raja yang terkenal ambisius. Bahkan bisa memberantas pengawal pribadinya sendiri hanya karena satu hal kecil. Tapi, tentu saja aku tidak akan semudah itu menyerah.” Hans memutar tubuhnya, menyenderkan punggungnya ke tiang tepi balkon. Dipandanginya ke atas langit-langit. Taburan bintang-bintang bekerlip di antara pekatnya awan malam. “Jika aku tidak mungkin dilahirkan untuk jadi Raja, justru apa yang harus kuperbuat sebagai Pangeran?”
“Bukan Harry yang kukenal jika tidak gila.”
Cakra memutar tubuhnya, mengikuti memandangi langit. Angin semilir malam itu menjadi tanda kelekatan persahabatan dua insan manusia.
“Sekarang ayo kita nikmati pestanya!” Cakra merangkul pundak Harry.
“Kau saja. Aku tidak mau ikut. Membosankan sekali.”
“Hei, bukan pesta itu yang kumaksud.” Cakra mendecakkan lidahnya.
***
“Terbang itu yang benar dong!”
“Kamunya jangan gerak-gerak atau tidak kepalamu akan membentur bebatuan di bawah sana.”
“Aku tidak akan goyang kalau si pembawanya stabil. Lah ini?”
“Kubilang jangan goyang. Aku merasa aku seperti seekor elang dan kaulah mangsa ikanku, menggelapar, takut dengan kehabisan napas,” balasnya teriak.
Lampu pinjaran dan gemerlap pesta semakin menjauh dari pandangan. Bisik-bisik suara yang menggema semakin lama semakin tak terdengar. Lagu dansa di arena perlombaan rakyat mulai mengalun pelan, lambat laun hilang dari pendengaran. Berganti dengan sunyinya gelap tepat di bawah bebatuan pertambangan.
Dua puluh menit kemudian, Harry dan Cakra sampai di sebuah gerbang besar. Terbuat dari batu alam yang dipoles dengan sempurna. Berwarna hitam mengkilap dengan beberapa motif kecoklatan membentuk garis asal dengan jarak yang cukup jauh antara garis satu dengan yang lainnya. Tentunya, Harry pernah melihat batu alam tersebut saat ia bermain di pinggir Sungai Timur. Namun, untuk sebesar ini tidak pernah didapatinya jika itu berada di luar Kerajaan.
“Ini gerbang Kerajaan Aphrodite?”
“Iya, betul sekali. Inilah tempatnya.”
“Tapi kau yakin ingin memintaku mencarinya di tengah malam seperti ini?” Harry memandang Cakra. Sembari ia was-was jika terjadi serangan binatang buas dari dalam hutan.
“Aku hanya ingin memberitahumu. Di sana, di dalam sana. Melewati jauh ke dalam gerbang ini, aku dapat menjamin rasa takutmu akan menguap begitu saja.” Cakra menjawab dengan suara mantap.
***
“Kamu gila Harry!” suara pekik lantang terdengar dari seorang berbadan tegap walaupun di kala uban telah hadir di kepalanya.
“Ayahanda, biarkan saya menyelesaikan kalimat yang akan saya ucapkan!”
“Tidak Pangeran Harry. Saya sudah bisa menebak apa yang akan kamu katakan. Jangan pernah sesekali terlintas di pikiranmu untuk menyatukan Kerajaan Theligonia dengan Kerajaan Aphrodite. Tidak sudi jika manusia yang terlahir pintar harus memiliki keluarga dari klan peri yang tidak punya logika.”
“Siapa bilang mereka tidak punya logika? Justru mereka hebat. Tidak hidup dalam keserakahan bahkan terus menjalani arti silsilah yang namanya keluarga. Keluarga satu kerajaan.”
“Cukup, Pangeran Harry. Saya tidak perlu membutuhkan izinmu untuk menjalankan misi ini. Di luar ketidaksetujuanmu, misi penyerangan harus tetap berjalan. Klan manusia harus berkuasa.”
“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”“Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan
“Aku tidak pantas menjadi Raja jika aku hanya akan menjadi permainan menteri Kerajaan. Harusnya kamu tahu itu Panthea.”Panthea menarik napas dalam-dalam.“Harry, aku mengenal kamu sejak kita kecil. Kamu adalah seorang yang pemberani. Seseorang yang selalu berlaku adil untuk semua orang. Jika kamu tidak menjadi Raja. Siapa lagi yang bisa?”“Tentu saja suamimu Panthea.”“Tidak Harry. Pangeran Dalmacio adalah Pangeran kedua dan ia terlalu ambisius. Seperti yang kamu tahu bukan?”“Ya. Dan pada akhirnya kamu lebih memilih dia daripada aku.”“Harry!”“Baik. Baik. Aku tetap akan berpikiran sama. Aku hanya menyukai alam bebas. Mengarungi dunia.”“Lantas dengan egomu yang ingin mengelilingi dunia. Pada saat kamu pulang, saat itu juga dunia akan hancur di belakangmu.”“Kamu memang selalu saja seperti ini. Keras kepala.” Har
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.“Hei, cepatlah berlari. Nanti buruan kita bisa hilang.” Hans berteriak cukup kuat, tatapannya tetap fokus ke arah mangsanya tersebut. Di belakangnya, disusul seorang anak laki-laki berbadan cukup besar seperti anak remaja. Namun, ia seumuran dengan Hans yaitu berumur dua puluh tahun. Ia terus berlari mengejar tuannya tersebut.Peluh bercucuran seiring dua orang laki-laki itu berlari. Mereka berlari dari dalam istana, melewati lapangan hijau, bahkan hampir membuat pasar menjadi lintang-pukang akibat ulahnya. Tetap saja seekor kijang berbadan gempal tersebut berlari tanpa tersentuh oleh tombak yang digenggam Hans dan Steve.Selalu saja tombak yang hendak mereka acungkan ke arah badan kijang berhasil dihindari. Sungguh gesit jika dibandingkan dengan binatang yang biasa mereka tangkap. Tatkala mereka terus berlari semakin lama semakin jauh menjauhi istana. Kini yang berada di samping kiri kanan mereka bu
Pagi-pagi buta. Matahari belum nampak dari peraduannya. Namun, Kerajaan Theligonia telah dibuat ribut. Seorang pengawal memberitahu kepada Raja Harry bahwa Steve, pengawal Pangeran Hans ditemukan sedang terluka di kediaman tabib. Luka di pergelangan tangannya masih basah, tanda baru saja terluka dengan sebuah benda tajam. “Panggilkan Pangeran Hans, segera!” ujar Raja Harry di singgasananya. Masih dengan mata sembab. Tentu saja saat-saat sedang asyiknya terbuai mimpi, terpaksa memenuhi permintaan Raja. Ia telah mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian kebangsaannya. Merapikan rambutnya lantas segera menuju ke ruang utama istana. “Saya datang menghadap, Ayahanda!” ujarnya berlutut dengan telapak kaki kiri menyentuh lantai sedang lutut kanan menyentuh lantai. “Apa yang terjadi dengan Steve? Kalian kemana saja semalam?” Hans bergidik ngeri. Mimpi buruknya datang terlalu pagi. Datang terlalu cepat. Ruang kerja Raja lengang. Hanya a
Pukul lima sore, latihan telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.Langit berubah menjadi warna menjadi abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”Hans segera
“Apakah kau benar mengenai ini? Ini seperti jalan jebakan. Tak ada yang mau lewat sini,”ujar Steve pada Sylas. “Tentu saja para peri tidak bodoh. Tak mungkin mereka akan memasang sebuah gerbang emas supaya manusia bisa masuk ke dalamnya dengan gampang, yang menampakkan jalan setapak di dalamnya.” “Yah memang tidak mungkin juga.” “Apa kau tahu? Hutan terlarang dibuat seperti labirin rumit. Konon, katanya tidak ada seorang pun yang bisa keluar hidup-hidup dari sana, kecuali jika ia memiliki hati yang baik dan tidak bermaksud jahat.” “Apa? Astaga. Bagaimana kalau kita terjebak di dalam sana dan tak akan pernah kembali? Aku tidak mau mati muda, Sylas.” “Aku sudah menunjukkan jalannya padamu. Sekarang pergilah, beritahu Pangeran Hans apa yang kau temukan. Jangan bilang kalau aku yang membantumu.” “Kau tidak ikut dalam misi kan? Karena Pangeran melarangmu.” “Memangnya aku akan gentar dengan pernyataan tolakan dari Pangeran. Tentu saja tidak. Tapi aku akan mengawasi kalian dari jauh. K
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.“Put
“Pangeran, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau mati disini.” Steve telah bangun. Mendapati dirinya terikat di batang pohon saja bisa membuatnya histeris bukan kepalang.“Steve, janganlah cengeng. Bagaimana seorang pengawal bisa secengek ini? Aku juga sedang berpikir. Yang penting kau jangan bergerak atau ular itu akan menerkammu.”Ikatan akar pohon yang melilit mereka sangat kuat. Bahkan setiap kali mereka bergerak, akar itu akan semakin kuat melilit mereka, sedang mata ular terus menatap tajam ke mereka. Satu ular di Hans dan satu ular di Steve.“Ayolah! Kami tidak bermaksud jahat wahai pohon. Kami berjanji tidak akan mengganggu siapapun disini.”“Pangeran, Pangeran sedang mengobrol dengan pohon?” tanya Steve.Tanpa ada hasil, Hans memanggil Sylas.“Sylas, aku tahu kamu sedang bersembunyi. Keluarlah dari tempat persembunyianmu.”“Oho..Ternyata Pangeran tahu aku
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A
Kerajaan Aphrodite."Yang Mulia Raja, Pangeran Philip datang menghadap!" seorang kasim memasuki Aula Kekaisaran.Raja Heros menurunkan buku hologram yang ia baca. Layar hologram otomatis padam saat Raja menaruhnya kembali ke rak buku kecil di sampingnya.Buku hologram itu sangat efisien. Peri hanya perlu memegang sebuah stik kecil dengan ukiran yang menuliskan tema bacaan yang berbeda-beda.Buku-buku hologram itu merupakan inovasi terbaru dari hasil penelitian Raja Heros dan Pangeran Philip.Selamat tinggal untuk buku Ensiklopedi super tebal, sebentar lagi Para Peri bisa menyimpan ratusan buku hanya dalam ukuran satu tempayan."Biarkan ia masuk," jawab Raja.Kasim tersebut mundur sekitar dua langkah kemudian berbalik dan berjalan keluar."Pangeran, silakan masuk!" Kasim merentangkan tangannya."Terima kasih, Kasim!""Yang Mulia Raja, saya datang menghadap," Philip memberi hormat dengan telapak
"Pearl, aku akan ikut bermeditasi disini. Aku akan menjemput Putri dari alam kekal," Shera melepaskan tangannya dari punggung Rhea.Ia duduk memunggungi Rhea. Duduk bersila."Hei, apa kamu yakin dengan cara ini? Kita hanyalah peri kecil tanpa kekuatan yang berarti. Jika kamu masuk ke alam sana, bukannya kamu yang menyelamatkan Putri, malah sebaliknya,"Benar juga kata Pearl. Mereka hanyalah peri biasa. Peri yang biasa diakui sebagai peri tingkat terendah. Walaupun Rhea tidak masalah dengan kekurangan mereka, namun tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa hanya pelayan Putri Rhea yang kekuatannya hanya sebesar biji wijen.Shera mengurungkan niatnya. Ia turun dari batu. Kembali membantu Pearl menahan berat tubuh Rhea."Jadi, hanya Putri yang bisa menyelamatkan diri sendiri,""Dan jika ada mukjizat,"***Hans cepat-cepat turun dari langit kira-kira jaraknya 5 meter jauh dari Istana. Ia tak mau jika ia terkena masal
Rhea terkulai lemah saat Hans membaringkannya di atas batu besar di dalam gua. Napasnya tersengal kadang sesak. Kekuatannya seperti lenyap seketika.Jantungnya terasa seolah-olah bisa berhenti kapan pun jantungnya mau. Terasa jantungnya akan copot saat ini juga.Rhea berusaha membuka kedua kelopak matanya setelah ia sadar dari jatuh pingsan. Ia mengerjap-ngerjap matanya. Gua yang tidak terlalu terang membuat penglihatannya pulih lebih cepat."Aku ada di gua Red Stone?" Rhea tanya memastikan."Iya Putri. Saat Putri jatuh pingsan, Pangeran Hans juga yang menggendong Putri masuk ke dalam gua," jawab Shera. Ia telah kembali ke ukuran normal. Begitu juga dengan Pearl.Shera berdiri tak jauh dari tempat Rhea terbaring, sedangkan Pearl lebih memilih mengitari gua. Sesekali berjongkok karena kakinya terasa pegal."Apa pecahan Red Stone ini bisa membantuku pulih?""Sedari tadi kami mencoba untuk mempelajari Red Stone ini Putri. R