Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.
Putri Rhea tumbuh besar menjadi seorang Putri Rusa yang anggun dan cantik. Berita tentang kecantikannya menyebar luas ke seluruh penjuru Kerajaan Peri. Ia memiliki kulit seputih salju, bibir semerah buah delima, dan rambut abu-abu yang terurai panjang sepinggang. Ialah Rhea Liseira Mhenta, cucu kelima dari putri ketiga Raja Perseus.
Siang hari yang terik menyinari Kerajaan Aphrodite, Kerajaan Peri. Hanya hutan belantara yang terasa sejuk bagi Putri Rhea. Sejuk untuk bisa merasakan nikmatnya siang hari dan lebih tepatnya bersandar pada dahan pohon tertinggi, pohon favoritnya. Dari sana ia bisa mengamati kegiatan manusia yang sedang berada di hutan manusia tentunya. Terlihat beberapa penebang kayu sibuk menebang kayu. “Manusia tidak bisa melakukan apapun tanpa alat. Sama sekali lemah dan tidak memiliki kekuatan. Bagaimana mereka bisa menjadi seorang pengkhianat di Kerajaan Peri?” gumam Rhea.
“Put
“Pangeran, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau mati disini.” Steve telah bangun. Mendapati dirinya terikat di batang pohon saja bisa membuatnya histeris bukan kepalang.“Steve, janganlah cengeng. Bagaimana seorang pengawal bisa secengek ini? Aku juga sedang berpikir. Yang penting kau jangan bergerak atau ular itu akan menerkammu.”Ikatan akar pohon yang melilit mereka sangat kuat. Bahkan setiap kali mereka bergerak, akar itu akan semakin kuat melilit mereka, sedang mata ular terus menatap tajam ke mereka. Satu ular di Hans dan satu ular di Steve.“Ayolah! Kami tidak bermaksud jahat wahai pohon. Kami berjanji tidak akan mengganggu siapapun disini.”“Pangeran, Pangeran sedang mengobrol dengan pohon?” tanya Steve.Tanpa ada hasil, Hans memanggil Sylas.“Sylas, aku tahu kamu sedang bersembunyi. Keluarlah dari tempat persembunyianmu.”“Oho..Ternyata Pangeran tahu aku
Grasak grusuk grasakSepanjang perjalanan tak terhindar dari semak belukar. Semakin lama semak itu akan terus meninggi. Setiap kali diinjak. Lagi dan lagi. Hans terus berusaha jalan lurus-esok lusa untuk kemudian ia menyesalinya.“Shera, manusia itu bebal sekali. Teman-temannya saja sudah pulang. Mengapa ia malah cari mati?” Si kelinci dan si angsa memantau dari balik semak-semak. Mengawasi Hans dari jarak jauh.“Hmm. Sekarang itu bukan menjadi buah pikiranku. Yang sekarang aku pikirkan adalah tadi Putri Rhea melepas ikatan untuk para manusia itu. Lalu, ia bersedih kembali.”“Biasa lah. Kamu kayak nggak tahu Putri aja. Pasti Putri tak tega mereka diikat kayak gitu. Apalagi coba kamu lihat, mereka hampir saja mau memotong pohon. Bayangkan coba?”Hans menoleh sesaat.“Pearl, pelankan suaramu! Kamu mau kita ketahuan sama dia.”“Tenang. Tadi pagi saja ia pingsan karena melihat
“Rhea, benarkah itu? Bisakah kamu jelaskan lebih detail?” Marsha bertanya penuh antusias. Peluh dingin telah membasahi bawah hidungnya.Aargh...Rhea mengeram. Dengan telapak tangan kirinya ia menekan tengah-tengah dadanya agak sedikit ke kiri. Jantungnya sakit kembali. Kali ini lebih parah, seperti jarum pentul sedang menusuk-nusuknya disana.“Putri Rhea? Putri Rhea kenapa? Putri sakit?” Shera bertanya cemas. Dengan sigap ia berlutut.“Putri, Putri. Janganlah meninggalkan kami. Apa yang sakit? Bisakah kita ke tabib sekarang?” Pearl ikut menimpali.“Ayo, aku temani ke tabib, Rhea!” Marsha menawari.Marsha hampir saja sudah akan mengangkat salah satu lengan Rhea sebelum Rhea mengatakan sesuatu.“Aku tidak apa-apa. Sakit ini hanya sementara. Mungkin hanya karena aku syok. Sekarang kita urus manusia itu. Shera dan Pearl temani aku.” Rhea berdiri. Kemudian menoleh pada M
Cahaya rembulan menerpa ke sebuah kursi panjang kayu hitam. Terdapat dua orang dari klan berbeda sedang duduk terdiam membisu. Satunya di ujung kursi sebelah kiri, satunya di ujung kursi sebelah kanan.Sepuluh menit–lima belas menit mereka terdiam membisu. Membungkus rasa rindu di hati seorang, sedang yang lain rasa rindu itu telah terbawa angin sejak perpisahaan sepuluh tahun yang lalu.“Kamu mau kita diam terus kak Hans?” tegur salah satunya membuka pembicaraan.“Sungguh indah pemandangan Kerajaan Aphrodite dari atas bukit ini Rhea!”“Jika kamu bicara ngelantur terus, aku akan benar-benar meninggalkanmu disini.”“Ayolah Rhea, janganlah kaku padaku. Sepuluh tahun. Sudah sepuluh tahun sejak kita bertemu dulu. Tidakkah kau rindu padaku?” Hans memutarkan tubuhnya ke kiri. Memandang tiap lekuk wajah Rhea. Begitu putih dengan hidungnya yang mancung. Lekuk pinggang yang begitu indah dengan kaki berje
Langit malam penuh kabut. Sebentar lagi akan hujan.“Mengapa Rhea begitu lama?” Marsha berjalan di lapangan. Mondar-mandir. Mulutnya komat-kamit. “Aku harap tidak terjadi apa-apa, tetapi apakah aku perlu menyusulnya?”“Kamu ingin menyusul siapa?” sebuah suara pria terdengar begitu berat dari arah belakang telinganya. Marsha berdiri kaku sesaat. Sebelum ia memutuskan untuk memutarkan tubuhnya perlahan ke arah suara di belakangnya.“Apa kak? Tadi bilang apa ya?” jawabnya dengan senyum–dipaksakan.“Kamu ingin menyusul siapa?” Hans bertanya lagi.“Menyusul siapa? Aku tidak bilang itu.” Marsha berkelit dan kemudian berjalan ke arah kediamannya, “Aku bilang ... menyusui ... peri sapi ... apakah aku perlu menyaksikan peri sapi menyusui anak-anaknya besok?”“Itupun kamu khawatirkan. Tenang saja. Peri sapi pasti akan mempersiapkan semuanya. Oh ya,
“Dua hari yang lalu, secara tidak sengaja aku melihat beberapa penebang pohon yang berperilaku aneh.”“Aneh bagaimana Marsha?” Rhea membetulkan posisi duduknya. Topik kali ini tentu saja lebih menarik perhatiannya dibandingkan dengan membahas Pangeran manusia itu.Langit malam gelap temaram. Hujan deras membumi.“Waktu itu aku iseng bermain ke dalam hutan selatan. Berlari-lari dalam wujud rubahku. Tentu saja tak seru jika aku tidak mengintip para pekerja manusia itu. Semuanya berjalan normal. Pohon-pohon ditebang dengan kapak. Namun, ada para pekerja yang menepuk-nepuk pohon. Lantas, di pohon itu tertempel suatu benda hitam dengan cahaya merah menyalak di dalam kaca benda hitam itu. Sebelumnya aku belum pernah melihatnya.”“Hmm, benda hitam, cahaya merah dan menempel di pohon.” Rhea mengusap jari telunjuknya dan jempol ke dagu. Ia berpikir keras. Lalu, terbesit pikiran bahwa benda itu sepertinya tid
Penginapan peri gajah tidak terlalu besar. Bahkan bisa dibilang tak semewah gedung pencakar langit di Kerajaan Theligonia. Gedung dengan tiga lantai itu memiliki sekitar sepuluh kamar di tiap lantainya. Iya, memang dari depan penginapan ini lebih nampak seperti rumah susun. Namun, pada saat Hans tiba di kamarnya, lantai tiga, kamar nomor 21. Ornamen mewah menjamu matanya. Ini lebih dari sekedar rumah susun, melainkan apartemen mewah.Kedua bola matanya menyapu habis setiap ruang. Di sisi kanan ruangan terdapat ruang tamu kecil dengan sofa empuk serta TV berukuran sedang. Di belakangnya terdapat partisi yang memisahkan ruang tamu dan dapur. Dapurnya kecil namun sangat lengkap. Tidak seperti di Kerajaan Theligonia yang dimana perabotan rumah tangga terbuat dari emas. Disini, di penginapan ini menggunakan seperti gabungan dari ranting pohon dengan daun yang ditempa menjadi satu. Hampir semua perabotannya terbuat dengan bahan yang sama, kecuali busa untuk tempat tidur dan sofa. S
“Ini tak bisa dibenarkan. Raja harus tahu akan ini.” Philip bangkit dari tempat tidurnya. Namun sebelum itu ia pergi ke bilik kecil samping tempat tidurnya. Tersambung ke taman belakang. Saat Philip masuk ke dalam bilik tersebut, biliknya memanjang lalu melingkari sebuah pohon. Saat dirinya mendekat, gelembung-gelembung air keluar dari pohon tersebut. Terbang mengelilingi badannya. Pecah saat terkena badan Philip. Gelembung itu bukan sembarang gelembung. Gelembung tersebut dihasilkan oleh pohon sabun dengan setiap kandungan airnya mengandung senyawa alkali dengan dicampur lemak nabati, serta wewangian yang dihasilkan untuk membersihkan tubuh. Saat dirasa dirinya sudah bersih dan wangi, ia keluar dari bilik tersebut. Lantas, lima menit kemudian ia telah rapi. Philip melangkah ke luar, membuka pintunya. Pukul 06.20 Namun suasana istana sudah mulai hidup. Para penjaga malam sudah tidak nampak batang hidungnya, mungkin mereka telah terbuai dalam dunia mimpi. Seka
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A
Kerajaan Aphrodite."Yang Mulia Raja, Pangeran Philip datang menghadap!" seorang kasim memasuki Aula Kekaisaran.Raja Heros menurunkan buku hologram yang ia baca. Layar hologram otomatis padam saat Raja menaruhnya kembali ke rak buku kecil di sampingnya.Buku hologram itu sangat efisien. Peri hanya perlu memegang sebuah stik kecil dengan ukiran yang menuliskan tema bacaan yang berbeda-beda.Buku-buku hologram itu merupakan inovasi terbaru dari hasil penelitian Raja Heros dan Pangeran Philip.Selamat tinggal untuk buku Ensiklopedi super tebal, sebentar lagi Para Peri bisa menyimpan ratusan buku hanya dalam ukuran satu tempayan."Biarkan ia masuk," jawab Raja.Kasim tersebut mundur sekitar dua langkah kemudian berbalik dan berjalan keluar."Pangeran, silakan masuk!" Kasim merentangkan tangannya."Terima kasih, Kasim!""Yang Mulia Raja, saya datang menghadap," Philip memberi hormat dengan telapak
"Pearl, aku akan ikut bermeditasi disini. Aku akan menjemput Putri dari alam kekal," Shera melepaskan tangannya dari punggung Rhea.Ia duduk memunggungi Rhea. Duduk bersila."Hei, apa kamu yakin dengan cara ini? Kita hanyalah peri kecil tanpa kekuatan yang berarti. Jika kamu masuk ke alam sana, bukannya kamu yang menyelamatkan Putri, malah sebaliknya,"Benar juga kata Pearl. Mereka hanyalah peri biasa. Peri yang biasa diakui sebagai peri tingkat terendah. Walaupun Rhea tidak masalah dengan kekurangan mereka, namun tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa hanya pelayan Putri Rhea yang kekuatannya hanya sebesar biji wijen.Shera mengurungkan niatnya. Ia turun dari batu. Kembali membantu Pearl menahan berat tubuh Rhea."Jadi, hanya Putri yang bisa menyelamatkan diri sendiri,""Dan jika ada mukjizat,"***Hans cepat-cepat turun dari langit kira-kira jaraknya 5 meter jauh dari Istana. Ia tak mau jika ia terkena masal
Rhea terkulai lemah saat Hans membaringkannya di atas batu besar di dalam gua. Napasnya tersengal kadang sesak. Kekuatannya seperti lenyap seketika.Jantungnya terasa seolah-olah bisa berhenti kapan pun jantungnya mau. Terasa jantungnya akan copot saat ini juga.Rhea berusaha membuka kedua kelopak matanya setelah ia sadar dari jatuh pingsan. Ia mengerjap-ngerjap matanya. Gua yang tidak terlalu terang membuat penglihatannya pulih lebih cepat."Aku ada di gua Red Stone?" Rhea tanya memastikan."Iya Putri. Saat Putri jatuh pingsan, Pangeran Hans juga yang menggendong Putri masuk ke dalam gua," jawab Shera. Ia telah kembali ke ukuran normal. Begitu juga dengan Pearl.Shera berdiri tak jauh dari tempat Rhea terbaring, sedangkan Pearl lebih memilih mengitari gua. Sesekali berjongkok karena kakinya terasa pegal."Apa pecahan Red Stone ini bisa membantuku pulih?""Sedari tadi kami mencoba untuk mempelajari Red Stone ini Putri. R