Tetereteteeeeet...
Pertandingan selesai. Pertandingan hari ini ditutup dengan kemenangan sepuluh besar. Dilanjutkan dengan pertandingan final yang akan diadakan esok hari.
“Makanya jangan sok. Malu-maluin klan kamu sendiri.”
“Pulang saja sana. Sebelum kami membawamu terbang lantas menerjunkanmu ke lautan bebas.”
Gelak tawa terdengar memekakkan telinganya. Napasnya semakin menderu-deru. Kalau saja sifat cengengnya tidak menguap. Mungkin saja ia akan menangis saat ini juga.
“Hei, jangan suka menghina. Dia memang berasal dari klan manusia. Tapi ialah tetap makhluk hidup,” bentak Rhea.
“Kalian semua pergilah. Biarlah kami yang mengurus manusia ini.”
Apa dikata, tentu saja para peri harus menuruti perkataan Philip. Karena ialah Pangeran Philip, Putra Mahkota.
“Aku tidak perlu dibela oleh kalian.” Hans menatap tajam ke arah Rhea. Matanya memerah. Dibuangnya alat panahan milik Rhea yang sebelumnya dipinjam Rhea untuk dirinya berlatih dan tentu saja untuk mengikuti perlombaan.
“Pangeran Hans! Apa-apaan kamu. Sudah kami bantu malah ngelunjak ya! Dasar manusia.” Philip berkomentar.
“Mmh, kalian selalu saja menghina klan manusia. Iya, kami tahu kami memiliki kekuatan yang jauh di belakang kalian. Kalian bisa terbang, kalian terlahir memiliki kekuatan. Sedang kami harus menderita dengan...”
“Cukup Pangeran Hans! Dengan sangat hormat, saya pinta kamu segera pergi dari Kerajaan Aphrodite. Tidak ada seorang pun yang menerima kamu disini.” Philip memotong pembicaraan Hans.
“Kak Philip!” teriak Rhea.
“Rhea! Dengarkan kata saya. Kamu harus menjauhi manusia atau kamu akan menderita.”
“Bukannya Kak Philip yang mengajarkan padaku kalau kita harus saling menghargai satu sama lain. Mengapa Kak Philip malah bersikap seperti ini.”
“Cukup Rhea! Jangan pernah melawan. Dengan nama Kerajaan Aphrodite, kamu dilarang berteman dengannya.”
“Kak Philip jahat!” Rhea bergegas memungut alat panahnya. Memicingkan mata ke arah Philip. Lantas terbang menjauh.
“Dan kamu, Pangeran Hans. Cepatlah pergi dari sini atau aku yang akan meremukkan tulangmu.”
Hans tak banyak bicara. Ia memilih untuk segera keluar dari sana. Tentu saja ia tidak bodoh. Jika ia melawan sekarang, nyawanya yang akan menjadi taruhannya. Apalagi, kekuatannya belum seratus persen didapatkannya. Masih ada proses ratusan kali sampai tubuhnya bisa jadi mati rasa.
“Oh ya, dan satu lagi. Jangan pernah bilang kepada Rhea tentang bagaimana klan manusia bisa mendapatkan kekuatan. Jika kamu sampai memberitahukannya. Kamu tidak akan mampu membayangkan hal buruk apa yang terjadi.”
Kenapa? Hans membalikkan kepalanya.
“Bukannya aku peduli padamu. Tapi ini juga demi keselamatanmu dan keselamatan bersama.”
Hari berlalu cepat. Stadion kosong saat menjelang sore. Hamparan rumput hijau menjadi sepi. Hanya nampak beberapa peri yang memindahkan peralatan lomba untuk kemudian digantikan dengan peralatan lomba lainnya untuk keesokan harinya.
Tentu saja, hari ini adalah hari timbulnya gelora amarah pada ketiga makhluk ini.
***
“Sial, aku lupa menanyakan arah pada Rhea. Bagaimana aku bisa kembali ke Kerajaan Theligonia?”
Hans berjalan keluar dari stadion. Tentu saja ia tidak akan menanyakan arah kepada Philip yang blagu itu. Mending tersesat daripada ia harus mati kapanpun Philip mau menghabisi nyawanya.
Hamparan perbukitan hijau langsung terhampar di depannya. Pepohonan dirangkul oleh awan. Langit berwarna biru bercampur dengan warna oranye. Menimbulkan warna lainnya terpancar di angkasa. Diremasnya bajunya. Tangannya mulai menggigil kedinginan. Dengan tergesa-gesa ia menuruni bukit. Susahnya minta ampun. Tatkala ia berhasil berhenti di bebatuan lain. Bebatuan yang sama akan muncul. Seperti bukit ini tidak ada ujung kakinya.
Dari atas sana, hamparan istana nampak begitu megah. Istana berwarna dominan putih dengan dilapisi dengan sebuah portal di sekelilingnya. Seperti pelindung dari sesuatu yang bisa saja menghancurkan Kerajaan. Hamparan lainnya terdapat perumahan penduduk yang tatkala menakjubkan. Perumahan beraneka ragam bentuknya. Ada yang terbuat dari akar pohon sampai dedaunan hijau. Ada yang napak di tanah, bahkan ada yang melayang.
Hans tiba di kaki bukit. Berjalan melewati ladang bunga Reivehan. Salah satu sumber perekonomian Kerajaan Aphrodite yang baru ia tahu dari lima hari yang lalu. Bunga Reivehan merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan parfum. Tidak banyak orang yang bekerja di sore hari. Hanya beberapa peri kumbang yang hinggap di beberapa kelopak bunga, melakukan penyerbukan. Kelopak bunga Reivehan seukuran satu kepalan tangan orang dewasa.
Tiga puluh menit kemudian, ia berbaur dengan pasar malam Kerajaan Aphrodite. Kilau-kilau dari kunang-kunang menjadi penerangan di kala malam mulai menelan matahari. Beberapa Peri ada yang sengaja menaruh sebuah kunang-kunang ke dalam benda plastik transparan. Lantas mengaitkannya pada sebatang tiang. Berjalan dipandu dengan cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang.
Dasar peri bodoh. Bahkan disini tidak ada teknologi lampu.
“Ayo nikmatilah tarian Peri!” teriakan MC terdengar dari arah kanan. Diikuti dengan suara gaduh sorak-sorai penonton. Penduduk yang awalnya memilih-milih makanan maupun pakaian, langsung menghentikan kegiatannya sejenak. Berbondong-bondong berdiri di dekat panggung. Beberapa kali Hans ditabrak oleh kerumunan.
“Mengapa kamu masih disini?”
“Rhea?”
“Cepatlah pulang. Aku muak melihatmu.” Rhea menatap dingin padanya.
Keadaan di tempat mereka berdiri terasa lebih lengang. Hanya beberapa penduduk yang tetap berbelanja dan sibuk dengan kegiatan tawar-menawar.
“Maafkan aku jika aku terlalu kasar padamu tadi siang. Memang seharusnya aku tidak boleh bersikap begitu. Aku termakan emosi.”
“Lantas mengapa kamu masih disini?”
“Sebenarnya bukannya aku tidak mau pulang. Hanya saja aku tidak tahu arah pulang.”
“Kamu gila Kak Hans! Kamu yang kesini, ke Kerajaan Aphrodite sendirian. Malah sekarang kamu yang tidak bisa menemukan jalan pulang.” Baru beberapa hari yang lalu, ia mengetahui jika Hans lebih besar darinya. Badan Hans yang kecil, tentu saja tidak ada yang tahu jika ia adalah anak berusia sepuluh tahun.
Tanpa mengharapkan jawaban apapun dari Hans. Rhea segera menggendong Hans. Lengan kanannya dirangkulkan di tengkuk Hans, sedang tangan kirinya dilingkarkan pada bagian belakang lutut. Kemudian terbang menembus ke atas. Melewati kerumunan. Bersatu dengan angin malam di atas sana.
Tentu saja Hans takut bukan kepalang. Sebelumnya ia tak pernah merasakan berada di atas langit seperti ini. Ditambah dengan angin malam yang kadang menusuk ke dalam tulangnya. Membuatnya meringis semakin kedinginan. Pernah sekali ia memberanikan diri untuk memperhatikan pemandangan di bawahnya. Kerlap-kerlip pasar malam tertinggal di bawah, menimbulkan efek seperti bintang-bintang di angkasa. Namun, tak sampai semenit, ia mengatupnya kembali.
Perlahan, Rhea terbang turun.
“Kita sudah sampai.”
Hamparan hutan seluas tak dapat diukur dengan mata terbentang di hadapannya. Walau gelap gulita, ia masih samar-samar mengetahui bahwa inilah hutan yang dinamakan hutan terlarang. Hutan yang membawa dirinya bisa berada di Kerajaan Aphrodite.
“Terima kasih telah mengantarkanku pulang. Dan kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan kembali sebelum aku siap menemuimu kembali.”
“Aku tidak bersedia menemuimu kembali,” jawab Rhea judes.
Hans memutar tubuhnya ke belakang. Masuk ke dalam hutan. Setiap ia masuk, pohon akan tersibak menjauh. Itulah perintah Rhea pada hutan. Begitu juga dengan kunang-kunang menyinari jalan yang dilewati Hans.
“Ikuti dia dan jaga dia!”
“Kamu tak temani dia ke Kerajaan Theligonia?” Philip muncul. Sedari tadi ia menguntit Rhea dari belakang.“Tidak.”“Bukannya kamu suka membela dia?”“Stop sindir aku Kak!”“Baiklah. Kamu sudah tahu kan, mengapa kita harus menjauhi dia?”Rhea tidak menjawab sama sekali. Ia membalas dingin tatapan Philip. Lantas, terbang meninggalkan Philip dan hutan terlarang.Teringat kejadian satu jam yang lalu.***Raja Heros, Raja Kerajaan Aphrodite mengadakan pertemuan kekeluargaan secara mendadak. Meminta seluruh anggota Kerajaan berkumpul di aula istana. Raja menutup matanya. Berkonsentrasi sambil menunggu kedatangan mereka.Seluruh anggota Kerajaan, termasuk Rhea dan Philip mendengar panggilan Raja dari radar sinyal yang dikirimkan Raja. Terdengar lewat salah satu gendang telinga mereka, Segera kumpul di ruang aula!Sepuluh menit kemudian, ketika mentari m
“Rhea. Putri Rhea! Bangun Putri!” Suara lembut terdengar dari seorang wanita, membuat mata Rhea bergerak kecil di balik kelopak matanya. “Bangunlah putri kecilku!”“Ibunda, kaukah itu?” Rhea bergumam kecil. Mengucek-ngucek matanya dengan punggung matanya.“Iya, putri kecilku. Lantas siapa lagi yang berada di ruangan ini jika bukan aku yang bersuara. Mengapa putri kecilku tertidur disini? Bukannya disini dingin?”“Tidak apa-apa ibunda. Aku sedang ingin dekat dengan ibunda. Lagian, ranting-ranting pohon ini menjaga kehangatanku.” Rhea bangkit dari tempat tidurnya. Kemudian duduk di dekat meja tempat Putri Harmonie berada.“Lihat dirimu. Seberantakannya dirimu kamu tetap cantik.”“Putri siapa dulu dong!” Rhea tersenyum.“Adakah yang mau kamu tanyakan pada ibu?” tanya Putri Harmonie.Layar wajah hologram Putri Harmonie menghilang sepersekian de
12 tahun yang lalu.Hans Dharma Panenta, seorang Pangeran tampan telah lahir ke dunia di kala bulan purnama menjadi pengisi angkasa malam itu. Kulitnya berpigmen kuning langsat sedang bibirnya merah bagai buah delima. Tangisannya tak seperti sedang meracau, sunyi setelah berada di gendongan Putri Panthea. Berita suka cita tersebut mulai tersebar dimana-mana setelah para penunggang kuda memberitakan berita kelahiran seorang bayi laki-laki calon penerus Kerajaan Theligonia. Pesta akan digelar tujuh hari tujuh malam merayakan kelahiran bayi mungil dari Pangeran Dalmacio.Seluruh seisi istana Theligonia sampai ke pasar digelar acara besar-besaran. Ada yang menyanyi, ada yang mengadakan lomba gulat sampai dengan pertunjukan siapa yang paling terkuat. Masyarakat begitu antusias dengan berita gembira tersebut. Sudah lama sekali Kerajaan Theligonia tidak semeriah ini semenjak Raja Perseus sibuk menangani pekerjaannya di istana.Jika pesta rakyat berada di luar
“Percuma aku bilang ke Ayahanda tentang rencanaku.” Harry mengembuskan napas berat. Matanya kosong menatap ke rimbunan pepohonan. Hutan terlarang.“Manusia keras kepala seperti itu mana peduli akan rencanamu. Jika iya, tentu saja aku pun bisa berkeliaran dengan sangat bebas di Kerajaanmu.”“Hei, cuman kau yang berani bilang dia keras kepala. Kalau Pangeran lain mana berani. Hahaha... ”“Coba ceritakan padaku bagaimana kamu bisa bertemu dengan wanita yang kau ceritakan waktu itu.” Cakra menatap lekat-lekat Harry.“Random sekali Anda. Tadi membicarakan tentang Ayahanda, sekarang kau sangat ingin tahu wanita itu. Mencurigakan.”“Apanya mencurigakan? Aku malas membicarakan si keras kepala itu. Dan tentu saja aku sangat ingin tahu wanita itu, mana tahu aku pernah lihat saat aku main kesana kemarin.”“Wah, kau sudah berani bolak-balik kesana ya? Apakah Ayahanda dan
“Aku tidak pantas menjadi Raja jika aku hanya akan menjadi permainan menteri Kerajaan. Harusnya kamu tahu itu Panthea.”Panthea menarik napas dalam-dalam.“Harry, aku mengenal kamu sejak kita kecil. Kamu adalah seorang yang pemberani. Seseorang yang selalu berlaku adil untuk semua orang. Jika kamu tidak menjadi Raja. Siapa lagi yang bisa?”“Tentu saja suamimu Panthea.”“Tidak Harry. Pangeran Dalmacio adalah Pangeran kedua dan ia terlalu ambisius. Seperti yang kamu tahu bukan?”“Ya. Dan pada akhirnya kamu lebih memilih dia daripada aku.”“Harry!”“Baik. Baik. Aku tetap akan berpikiran sama. Aku hanya menyukai alam bebas. Mengarungi dunia.”“Lantas dengan egomu yang ingin mengelilingi dunia. Pada saat kamu pulang, saat itu juga dunia akan hancur di belakangmu.”“Kamu memang selalu saja seperti ini. Keras kepala.” Har
Sepuluh tahun berlalu sejak Hans dan Rhea bertemu.“Hei, cepatlah berlari. Nanti buruan kita bisa hilang.” Hans berteriak cukup kuat, tatapannya tetap fokus ke arah mangsanya tersebut. Di belakangnya, disusul seorang anak laki-laki berbadan cukup besar seperti anak remaja. Namun, ia seumuran dengan Hans yaitu berumur dua puluh tahun. Ia terus berlari mengejar tuannya tersebut.Peluh bercucuran seiring dua orang laki-laki itu berlari. Mereka berlari dari dalam istana, melewati lapangan hijau, bahkan hampir membuat pasar menjadi lintang-pukang akibat ulahnya. Tetap saja seekor kijang berbadan gempal tersebut berlari tanpa tersentuh oleh tombak yang digenggam Hans dan Steve.Selalu saja tombak yang hendak mereka acungkan ke arah badan kijang berhasil dihindari. Sungguh gesit jika dibandingkan dengan binatang yang biasa mereka tangkap. Tatkala mereka terus berlari semakin lama semakin jauh menjauhi istana. Kini yang berada di samping kiri kanan mereka bu
Pagi-pagi buta. Matahari belum nampak dari peraduannya. Namun, Kerajaan Theligonia telah dibuat ribut. Seorang pengawal memberitahu kepada Raja Harry bahwa Steve, pengawal Pangeran Hans ditemukan sedang terluka di kediaman tabib. Luka di pergelangan tangannya masih basah, tanda baru saja terluka dengan sebuah benda tajam. “Panggilkan Pangeran Hans, segera!” ujar Raja Harry di singgasananya. Masih dengan mata sembab. Tentu saja saat-saat sedang asyiknya terbuai mimpi, terpaksa memenuhi permintaan Raja. Ia telah mengganti pakaian tidurnya dengan pakaian kebangsaannya. Merapikan rambutnya lantas segera menuju ke ruang utama istana. “Saya datang menghadap, Ayahanda!” ujarnya berlutut dengan telapak kaki kiri menyentuh lantai sedang lutut kanan menyentuh lantai. “Apa yang terjadi dengan Steve? Kalian kemana saja semalam?” Hans bergidik ngeri. Mimpi buruknya datang terlalu pagi. Datang terlalu cepat. Ruang kerja Raja lengang. Hanya a
Pukul lima sore, latihan telah usai. Ditambah dua jam latihan menciptakan rasa kantuk dan capek yang luar biasa. Namun, Hans tetap harus melakukan ritual untuk mendapatkan kekuatannya.Disanalah, tepatnya di gua selatan. Ia segera memacukan kudanya, berangsek pergi ke arah selatan. Entah apa yang menarik dirinya untuk harus segera kesana, walau sepatutnya ritual tersebut terjadi saat mendekati tengah malam.Satu jam berlalu. Ia tiba di sebuah gua selatan Kerajaan Theligonia. Gua itu terlindungi rimbunan pohon yang rindang. Hutan buatan. Hutan yang sengaja dibuat oleh klan manusia untuk melindungi apa yang di dalam gua. Bahkan gua juga merupakan buatan tangan manusia dari batu pertambangan.Langit berubah menjadi warna menjadi abu-abu. Perlahan rintik hujan mulai menghujam tanah saat kuda telah diikatkan pada sebatang pohon dekat dengan mulut gua.“Semoga saja Steve segera menemukan jalan yang paling aman ke hutan terlarang.”Hans segera
Pukul 11.35.25 menit sebelum waktu menunjukkan tengah malam. Tanda Putri Rhea sudah meninggalkan Kerajaan selama satu malam.Bulan purnama bercahaya penuh di langit. Nampak jelas dari gedung pencakar langit Kerajaan Aphrodite.Raja Perseus berjalan perlahan di bawah sinar rembulan. Ia berhenti dan memandang ke langit."Bahkan awan saja tak berani menghalangi cahaya rembulan ini. Iya kan, Pangeran Philip?"Philip yang sedari tadi mengikuti dan sesekali bersembunyi, akhirnya ketahuan."Ayahanda, maafkan jika saya telah lancang mengikuti Anda!" Philip mengatupkan kedua tangannya. Berlutut dengan lutut kanannya.Raja tertawa terbahak-bahak."Ternyata saya masih pintar dan masih peka,""Ayah, bisa kah menanggapi dengan serius?""Pangeran, seharusnya kamu harus lebih santai. Jangan terus mengerutkan wajahmu. Coba lihat ayahmu ini. Masih awet muda karena tidak menekuk wajah terus-menerus,""Ayah, kita tidak lah sama. Ayo, kita segera temui Putri Harmonie,""Siapa bilang kamu boleh ikut?""Ke
"Putra Mahkota datang menghadap Raja," Hans membungkuk ke depan sembari mengatupkan kedua tangannya.Ia menemui Raja di kediaman Raja, yang berarti apapun yang akan dibicarakan Raja pastilah bersifat pribadi yang menyangkut dirinya."Aku memanggilmu kesini untuk segera enyahkan Putri Helen," Tanpa berbasa-basi dan tanpa melihat raut wajah Hans yang kaget Raja mengeluarkan perintah dengan santai."Maaf, Yang Mulia. Kenapa Putri Helena harus dilenyapkan?""Semakin lama dia disini, semakin cinta kalian akan lebih dalam padanya,""Kalian? Apa maksud Ayahanda,""Janganlah pura-pura bodoh dan polos. Selain kau, Pangeran Bladwin juga mencintainya. Apalagi Ratu malah mendukung. Pokoknya saya tidak mau tahu, enyahkanlah dia,""Yang Mulia, maaf jika lancang. Jika Yang Mulia bermaksud enyahkan Putri, enyahkan lah saya terlebih dahulu,""Kau?"***"Dasar brengsek! Apa-apaan Raja ini. Bahkan meminta seluruh
"Enak sekali dia ngomong aku dengan sebutan bodoh." gerutu Rhea.Rhea terus mengikuti mereka sampai ke luar pasar. Orang-orang semakin sedikit yang berlalu lalang.Mentari sudah ada di atas kepala. Peluh mulai mengucuri wajah Rhea."Dunia manusia panas sekali. Gersang." Ia mengusap peluh yang menetes dengan lengan bajunya. Sesekali ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk menghasilkan embusan angin.Rhea terus berlari. Sesekali berjalan. Berhenti. Bersembunyi."Orang-orang ini apa tidak tahu aku sedang mengikuti? Mengapa mereka tidak berhenti ataupun balik memaki?"Dari arah belakang tanpa Rhea sadar, seorang gadis melemparnya dengan batu kecil. Batu itu mengenai betis kirinya.Rhea memutar wajahnya ke belakang."Hei, kau. Nona bodoh! Kenapa kau mengikuti kami? Apa maumu?"Anak ini, apa nggak diajari sopan santun oleh orang tuanya? Kenapa bicara dengan yang lebih tua dengan nada seperti itu. Apalag
"Jangan lah memandang wajahku seperti itu. Aku tahu jika aku ganteng. Malahan gosipnya ada belasan wanita cantik yang setiap harinya membicarakan ketampananku," Hans menyombongkan diri walaupun sedikit canggung.Bagaimana tidak? Sudah sekitar 5 menit, Rhea hanya memandanginya tanpa berkata satu kata pun. Bahkan yang lebih menakutkan, Rhea tidak mengedipkan kelopak matanya.Berbeda dengan Rhea. Sejak 5 menit yang lalu, jiwanya berinteraksi dengan Philip lewat telepati."Kamu harus pulang sekarang atau kami yang akan menyusulmu kesana!" ancam Philip."Kak Philip, kenapa kamu terus mengancamku? Apa kamu marah karena aku menolakmu?" Rhea geram. Bukannya menanyakan keadaannya atau pun memberikan informasi. Malah langsung marah tak jelas seperti ini."Tidak sama sekali. Hal itu sudah aku lupakan sejak lama. Aku hanya khawatir jika manusia-manusia itu berbuat sesuatu padamu,""Diamlah Kak Philip. Kakak tidak perlu membuang energi terlal
Kerajaan Aphrodite.Raja mengikuti saran Pangeran Philip. Mereka berdua sekarang duduk saling berhadapan di kediaman Raja."Apa info yang ingin Pangeran sampaikan?""Ternyata benar sesuai dugaan Ayahanda. Kerajaan Theligonia merencanakan perang dengan Kerajaan Aphrodite,""Hmm, lalu?""Kenapa malah lalu Ayahanda? Yah, kita harus siap-siap untuk berperang,""Perang mengakibatkan kerusuhan, perpecahan, dan kehilangan. Semuanya hanya tentang duka. Mengapa bangsa manusia tidak pernah puas?""Dari dulu manusia sudah seperti itu dan saya tidak mau Rhea terjebak juga,""Perkataan bisa menjadi doa Pangeran. Lebih baik mengatakan hal baik saja. Dan perihal hal ini, sebelum perang itu terjadi, kita harus meminta petunjuk Dewa,""Red Stone kita hanyalah serpihan, ukurannya tak lebih dari sekepal tangan pria dewasa. Sedangkan manusia-manusia itu seenaknya mengambil, membagi, dan memecah-mecahkannya,""Yah,
Rhea sudah berada dalam kereta kuda. Namun, kudanya terasa lebih stabil dan cepat."Ini bukan kuda seperti tadi pagi. Apakah kuda ini juga menyerap kekuatan Red Stone?""Iya, Putri. Benar sekali," jawab Hans lewat telepati."Hei, kamu menguping?""Tidak. Aku tidak sengaja mendengarnya karena ternyata pemancar sinyalku masih dalam keadaan nyala. Maaf. Aku lancang sekali,""Kamu memang lancang sekali dan tidak beradab Pangeran. Bahkan kamu mengolok-olok aku,""Ngolok? Kapan?""Sudahlah. Aku malas menjelaskannya padamu. Energiku habis karena aku terlalu lama ada di Kerajaan Manusia""Tenang saja. Setelah kau percaya sama aku, kau boleh pulang. Dan aku harap, kau bisa menjelaskan maksudmu tentang mengolok-olok,""Persetan!""Putri, apa kau lebih mempercayai Pangeran Bladwin daripada aku?""Kenapa malah bawa-bawa Pangeran Bladwin?""Jawab saja!""Jika kamu mau tahu, iya. A
Kerajaan Aphrodite."Yang Mulia Raja, Pangeran Philip datang menghadap!" seorang kasim memasuki Aula Kekaisaran.Raja Heros menurunkan buku hologram yang ia baca. Layar hologram otomatis padam saat Raja menaruhnya kembali ke rak buku kecil di sampingnya.Buku hologram itu sangat efisien. Peri hanya perlu memegang sebuah stik kecil dengan ukiran yang menuliskan tema bacaan yang berbeda-beda.Buku-buku hologram itu merupakan inovasi terbaru dari hasil penelitian Raja Heros dan Pangeran Philip.Selamat tinggal untuk buku Ensiklopedi super tebal, sebentar lagi Para Peri bisa menyimpan ratusan buku hanya dalam ukuran satu tempayan."Biarkan ia masuk," jawab Raja.Kasim tersebut mundur sekitar dua langkah kemudian berbalik dan berjalan keluar."Pangeran, silakan masuk!" Kasim merentangkan tangannya."Terima kasih, Kasim!""Yang Mulia Raja, saya datang menghadap," Philip memberi hormat dengan telapak
"Pearl, aku akan ikut bermeditasi disini. Aku akan menjemput Putri dari alam kekal," Shera melepaskan tangannya dari punggung Rhea.Ia duduk memunggungi Rhea. Duduk bersila."Hei, apa kamu yakin dengan cara ini? Kita hanyalah peri kecil tanpa kekuatan yang berarti. Jika kamu masuk ke alam sana, bukannya kamu yang menyelamatkan Putri, malah sebaliknya,"Benar juga kata Pearl. Mereka hanyalah peri biasa. Peri yang biasa diakui sebagai peri tingkat terendah. Walaupun Rhea tidak masalah dengan kekurangan mereka, namun tidak ada yang bisa menutupi fakta bahwa hanya pelayan Putri Rhea yang kekuatannya hanya sebesar biji wijen.Shera mengurungkan niatnya. Ia turun dari batu. Kembali membantu Pearl menahan berat tubuh Rhea."Jadi, hanya Putri yang bisa menyelamatkan diri sendiri,""Dan jika ada mukjizat,"***Hans cepat-cepat turun dari langit kira-kira jaraknya 5 meter jauh dari Istana. Ia tak mau jika ia terkena masal
Rhea terkulai lemah saat Hans membaringkannya di atas batu besar di dalam gua. Napasnya tersengal kadang sesak. Kekuatannya seperti lenyap seketika.Jantungnya terasa seolah-olah bisa berhenti kapan pun jantungnya mau. Terasa jantungnya akan copot saat ini juga.Rhea berusaha membuka kedua kelopak matanya setelah ia sadar dari jatuh pingsan. Ia mengerjap-ngerjap matanya. Gua yang tidak terlalu terang membuat penglihatannya pulih lebih cepat."Aku ada di gua Red Stone?" Rhea tanya memastikan."Iya Putri. Saat Putri jatuh pingsan, Pangeran Hans juga yang menggendong Putri masuk ke dalam gua," jawab Shera. Ia telah kembali ke ukuran normal. Begitu juga dengan Pearl.Shera berdiri tak jauh dari tempat Rhea terbaring, sedangkan Pearl lebih memilih mengitari gua. Sesekali berjongkok karena kakinya terasa pegal."Apa pecahan Red Stone ini bisa membantuku pulih?""Sedari tadi kami mencoba untuk mempelajari Red Stone ini Putri. R