This Novel is owned by Ailana Misha
Please, don’t copy and remake!
Collins Street, Melbourne
In Australia
Di sebuah rumah berlantai tiga, di sebuah luxury housing di daerah Colins Street, Melbourne, nampak agak riuh dan ramai dari hari sebelumnya. Rumah yang biasanya sepi semenjak anak bungsu dari pemilik rumah tersebut meninggalkan rumah itu kini kembali hidup. Mungkin lebih tepatnya gaduh dan ribut sekali lantaran putra tuan mereka tiba-tiba pulang dengan disambut suara heboh wanita paruh baya, belum lagi ditambah dengan cekikikan-cekikan kecil pelayan-pelayan rumah tersebut.
“Nak, jangan bercanda, mama bisa semakin tua karena memikirkanmu!” seru nyonya rumah tersebut.
Seorang wanita yang tengah duduk di kursi keluarga itu terdengar merajuk, sapu tangan kecil bewarna putih dengan hiasan bunga peony kecil-kecil di tepiannya ia keluarkan untuk membasuh matanya yang sebenarnya tidak ada basahnya sama sekali. Hari ini ia harus lihai berakting sebaik bintang piala Oscar, begitu pikirnya.
“Aku tak tahu jika dulu mama seorang aktris teater.” sindir seorang pria muda yang berdiri di balkon utama ruang keluarganya dengan tenang.
Sesekali ekor mata pria itu melirik ibunya yang menaikkan suara tangisannya, yang pastinya agar dirinya mampu mendengarnya, yang mana ia sambut dengan gelengan pelan kepalanya. Ia tak tahu lagi bagaimana bisa mamanya jadi sekonyol ini.
Merasa dihiraukan, wanita paruh baya itu berdiri dari kursinya, mendekati anak bungsunya. Dalam hati wanita itu, bagaimana bisa tahun berganti tahun dengan cepat dan putranya menjadi tidak sepenurut ini. Wanita yang bernama asli Elisabeth Weygandt itu mengerang kesal menyadarinya.
“Aiden...” panggil wanita itu dengan sayang kepada putra bungsunya.
“Hemm...”
Pria muda itu hanya bergumam menyanggupi panggilan ibunya. Angin musim semi mengibarkan helaian surai milik pria itu, rambut pria itu bewarna brown black dan tersisir amat sangat rapi seperti biasanya. Saat angin berdesir dari arah barat, manik indah milik pria itu terpejam, membuat sosok tegap itu nyaman menyandarkan dirinya di jeruji bewarna putih yang begitu sepadan dengan warna kemeja yang ia pakai.
Here, Everything is still similar
“Aiden... Dengarkan mama, kamu harus pindah kembali kesini, son. Mama-”
“Maafkan aku mama, I can’t.” Laki-laki yang dipanggil Aiden itu hanya memandang mamanya dengan tatapan menilai.
“Tidak, mana bisa kamu pisahkan grandma dengan cucunya sendiri. Move here, and I’ll be fine then...”
Perempuan paruh baya itu tetap bersikeras jika putranya seharusnya mendengarkan perkataannya, kenapa putranya ini harus mirip sekali dengan karakternya ayahnya. Luar dalam, semuanya bagaimana bisa semirip ini dengan William Weygandt, suaminya. Hanya saja, wajah putranya adalah perpaduan miliknya dengan William, anaknya seharusnya berterima kasih punya wajah malaikat sebening itu, dengan pengecualian tingkah lakunya yang benar-benar mirip ayahnya seorang, begitu memusingkan.
“If you still ask me for... I am not fine, mama...” Ujar pria itu singkat, benar-benar ayah anak sama saja keras kepalanya.
“I shall go now, I have to pick up Won...” Aiden William Weygandt benar-benar pergi dan meninggalkan ruangan besar yang kini hanya berisi mamanya seorang.
“Aiden anakku!!” mamanya menjerit hampir frustasi, tetapi sayang putranya itu telah berlalu pergi.
Aiden yang memang berniat menghindari amukan ibunya, dia kini pergi menyeberangi teras tengah rumahnya. Teras tengah rumahnya memang luas, ayahnya biasanya menggunakan teras tersebut untuk tempat beristirahat sore selepas pulang kerja, tentu di sana lebih disukai ayahnya karena berhadapan dengan kolam renang berisi air biru yang dingin. Aiden berjalan santai, dia melewati meja kayu dan jejeran kursi malas menuju taman di depan ruang tengah keluarganya, menuju seorang anak kecil yang sedang ditemani dua pelayan rumahnya.
Anak itu tertawa-tawa mengejar anak ayam Bangkok jenis Ai Jae peliharaan ayahnya. Anak ayam itu lari terbirit-birit dikejar si bocah, suara tawanya sungguh menggemaskan. Pria itu tersenyum cerah sampai matanya, sebuah senyum yang akan membuat semua perempuan yang tiap memandangnya pasti memiliki pipi yang bersemu merah. Malu jika tertangkap memandangi wajah pria itu.
Tanpa sepengetahuan Aiden, di sekelilingnya, beberapa pelayan yang kebetulan sedang berada di taman itu mencuri pandang ke arahnya. Sudah sedari tadi semenjak kedatangan pria muda itu, bisik-bisik di rumah berlantai tiga itu dimulai, namun melihat objek yang menjadi bahan pembicaraan itu hampir di depan muka mereka, mau tak mau para pelayan itu merasa gatal juga untuk tidak mengutarakan hasil penglihatan mata mereka. Putra tuan besar Weygandt sangatlah tampan.
“Serius itu tuan Aiden Weygandt?” bisik seorang gadis kepada gadis yang membawa kain lap warna putih, gadis itu berseragam hitam putih dengan apron putih berenda di roknya, itu adalah seragam pelayan rumah besar Weygandt sejak bertahun – tahun yang lalu. Gadis lainnya mengangguk gugup.
Bukannya mengelap kaca rumah, gadis itu malah berhenti dan menjulurkan kepalanya saat putra bungsu tuan mereka melewatinya. “Kenapa aslinya lebih bening begini, padahal fotonya saja sudah bagus.” Mata gadis itu masih mengikuti dimana anak bungsu majikannya pergi.
“Tak tahu lagi, jika beliau benar-benar akan tinggal disini lagi. Aku pasti akan gugup tiap kali bertemu beliau.” Ketiga gadis itupun tertawa cekikan kembali.
Bibi Taylor, Kepala Pelayan kediaman keluarga Weygandt mengeleng-geleng tak percaya melihat kelakuan anak didiknya tersebut. Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi kepala pelayan rumah itu untuk menetralisir keadaan supaya dapat kembali ke situasi yang mendekati kondusif, namun sekali lagi suatu perubahan yang terjadi sedikit banyaknya pasti akan berdampak pula pada perubahan lain akhirnya. Tentu ini yang menjadi salah satu pemicu keributan ini.
Bagaimana tidak, bulan lalu adalah masa pensiun hampir 60% dari populasi pelayan rumah besar kediaman Weygandt, membuat tuan besarnya dengan berat hati memberikan masa pensiun kepada orang-orang yang mengabdi puluhan tahun di rumah mereka. Hingga kemudian, tempat kosong mereka diganti oleh pelayan-pelayan baru berumur di kisaran delapan belas tahunan ke atas. Sebagai tenaga kerja yang masih muda, tentu pekerjaan mereka lebih bisa diharapkan dan diandalkan.
Bibi Taylor dapat melihat mereka bisa membersihkan lantai dua dan tiga bahkan sebelum matahari mulai bersinar di langit kota Melbourne. Mereka juga dapat memasak masakan Western hingga Timur Tengah yang diminta oleh tuan besarnya, bahkan hingga hal-hal kecil seperti kemampuan menguasai bahasa asingpun mereka dapat kuasai.
Sesuatu yang sangat sulit ditemukan pada pelayan seumuran bibi Taylor dulu. Untuk dapat belajar bahasa asingpun, kepala pelayan Taylor bahkan menjadwalkan kelas bahasa tiap Sabtu malam di pavilliun pelayan, membuat nyonya besarnya tertawa melihat rumahnya berubah menjadi sekolah bahasa khusus manula.
Kembali lagi kepada definisi tidak ada hal di dunia ini yang mendekati sempurna, para pelayan muda itupun pasti memiliki celah tentu saja. Sepenurut-penurutnya mereka, kepala Pelayan Taylor hampir lupa kalau mereka masih remaja normal seumuran remaja diluar sana.
Remaja yang gemar sekali melihat tampilan Boyband, film, hingga drama dengan taburan aktor muda dengan wajah rupawan, yang mungkin bagi sebagian orang, fans girls seperti gadis-gadis itu justru kekanakan. Disinilah semua dalih tersebut dapat ditujukan, asal dari suatu konsesus yang tak dapat terbantahkan. Jika mau mempekerjakan gadis-gadis muda, risikonya adalah seperti itu.
“Ahh Daddy!!!” Anak kecil tadi menoleh ke pria yang mendekatinya. Melihatnya, anak kecil itu tersenyum lebar dan berlari ke arah daddy-nya.
“Daddy, Daddy, you come, you come...” Anak kecil berambut brown black mirip ayahnya itu menubruk Aiden dan memeluk kakinya.
Aiden mengangkat tubuh anak itu, putranya, dan kebanggaannya akan seorang ayah, Won Christian Weygandt. Aiden sangat mencintai anak ini, anaknya.
“Are you happy, son?” tanyanya pada anaknya yang masih belum genap tiga tahun itu. Putranya itu sedang mengelap tangannya yang kotor terkena tanah ke kemeja cream miliknya. Melihat kemeja dadnya yang menjadi kotor, Won mencebikkan bibirnya merasa kesal.
“Kemeja daddy kotor, jadi kotor.” kicau mulut kecil Won Weygandt.
Won masih menepuk nepuk bagian bahu kemeja milik ayahnya, tetapi nodanya semakin parah dan kian melebar. Menyadari itu, Aiden hanya tertawa. Di belakang mereka, kedua pelayan rumah keluarga Kim berusaha mati-matian untuk tak mengabadikan momen ayah dan anak yang menurut mereka terlalu gemas untuk dilewatkan saja.
“It’s fine, tak apa, young boy... Kamu kangen dad tidak, hemm?” Aiden kembali mencium pipi gembul milik putranya, dan Won semakin terkikik geli.
“Yes.. My miss you, dad.” Aiden semakin tertawa mendengar pelafalan anaknya. Putranya belum bisa menyusun kalimat sesuai dengan English structure dengan tepat.
“Do you like chicken? Let’s have fried chicken!” Pria muda itu mengajak putranya untuk makan siang, dia tahu, ini jam makan siang putranya. Oleh karena itu dia mengajaknya untuk makan siang.
“We eat dat chicken, daddy?”
Won menunjuk anak ayam Ai Jae kakeknya. Ayam itu mendadak berhenti makan paletnya, dan kembali berlari kesana kemari. Aiden mengikuti arah jari anaknya, dia lagi-lagi ingin tersenyum kesekian kali. Ayahnya bisa marah jika ayam puluhan juta dollar-nya berakhir di penggorengan dapur keluarganya.
“Ayam grandpa kurang enak... Kita makan di luar, okay?” Yang dijawab anggukan oleh anak laki-laki itu. Aiden Weygandt mengeratkan gendongannya, dan menolak tawaran pelayannya yang mendekatinya untuk menawarkan diri menggedong putra kecilnya, Won. Pria itu kemudian mengambil tas putih cangklong isi peralatan kebutuhan Won.
“Kalian mau kemana?” Tiba-tiba mama Aiden sudah berada di sisinya. Perempuan itu berjalan tergopoh-gopoh saat tahu anak dan cucunya mau pergi entah kemana tanpa sepengetahuannya.
“Kami mau mencari makan siang, mama di rumah saja.” kata Aiden agak acuh tak acuh. Bahaya sekali jika mamanya minta ikut pergi juga. Dia ingin pergi ke suatu tempat sendiri. Aiden terus beranjak hingga sudah mencapai arah tempat parkir rumahnya. Tetapi, mamanya terus membuntutinya.
“Kalian mau makan siang diluar?” tanya nenek dari Won, Elisabeth Weygandt.
“We will eat dat chicken! Chicken, yummy!” Won menirukan anak ayam milik kakeknya. Aiden hanya tersenyum sesekali melirik Won yang berada di gendongannya.
“Tanpa babysitter?” Mama dari Aiden itu merasa ngeri.
Aiden William Weygandt mengangguk.
“Tanpa pelayan?” ulang wanita itu tak percaya, suaranya seperti tercekik melihat putranya yang mengangguk.
“Grandma, are you okay? Okay, grandma?” Won khawatir melihat neneknya yang seperti itu.
“Aiden.... Ahhh!!!” Nyonya Elisabeth itu hampir memekik andai saja dia tak melihat wajah polos cucunya. Bayi di bawah tiga tahun itu melihatnya penuh rasa ingin tahu.
“Aiden, my son...” Elisabeth Weygandt mengulang ucapannya, dia sudah semakin pusing dengan sikap putranya ini.
Bagaimana putranya ini bisa tenang saja mengurus anaknya tanpa bantuan baby sitter? Di depannya, anak laki-lakinya itu masih sabar meladeni sifat hiperbola mamanya, pria muda itu menaikkan alisnya. Rupanya, pria muda itu menunggu apa yang akan dikatakan oleh mamanya sebentar lagi.
“Tanpa guard?” Wajah mama Aiden sudah seperti orang yang sesak nafas.
Aiden hanya mengangguk kembali, dan beralih ke sisi kursi penumpang mobilnya untuk menaruh tas peralatan dan barang-barang milik Won. Pria itu kemudian membuka pintu depan mobil warna silver miliknya. Namun sebelum mendudukkan Won di kursi depan mobilnya, sebuah lengan mencegahnya.
“Mama mau ikut! Titik!!” Tetapi pewaris keluarga Weygandt itu kalah cepat dengan mamanya. Wanita itu mengucapkan kalimat finalnya.
“Mama, Don’t...” Aiden menolak, dia merasa keberatan.
“Titik itu iya...” Mama dari Aiden William Weygandt itu semakin bersikeras, wanita itu sekarang mengambil alih Won untuk menggendongnya. Bayi itu menatap daddy-nya yang tak percaya melihat ulah grandmanya yang sungguh kekanakan sekali.
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Sementara itu, kembali ke kampus Dania. Tak pernah sama sekali dalam diri Dania untuk membayangkan akan tiba saatnya dimana dia akan merasa ingin menjadi seperti Angela. Semua ini karena perihal bagaimana gadis bernama belakang Brown itu yang masuk dalam tim penelitian milik dosennya. Dia memang tak pernah punya niat untuk menyibukkan diri dengan semua hal yang bisa menguras energi dan otaknya. Dania dulu bahkan tak pernah keberatan jika Angela selalu hilang tiba-tiba tiap bertemu dengan Mr. Albert ataupun dosen lainnya, dan sekarang Dania sungguh keberatan saat Mr. Albert mengajak Angela pergi saat ini.Jika Mr. Albert tidak dapat mengizinkan Angela tinggal sesaat untuknya, setidaknya Mr. Albert juga mengajaknya ikut serta. Baiklah pada kapasitas apa juga, Mr. Albert mengajaknya ikut, kenal Dania juga hanya seba
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Meskipun universitas tempatnya sekarang bukanlah universitas favorit nomor satu di negaranya, tetapi baginya kampusnya sudah sangat bagus dan lebih dari cukup bagi dirinya yang serba biasa–biasa saja ini. Seingatnya, mamanya dan dirinya bahkan terlalu bahagia hingga tujuh hari tujuh malam saat mengetahui dia bisa diterima di kampusnya itu. Dania Adelaine Sanders mengedipkan matanya berulang kali, ia hampir menolak prasangka tersebut, semua itu pasti masa dimana dia belum bertemu Mrs. Rose Amanda Jolie, ibu dosen galak satu itu, ya tuhan!Dengan kakinya yang kurus itu, Dania menapaki jalanan di gedung fakultas sebelah. Gedung bewarna putih di sebelah fakultasnya adalah fakultas Psikologi, di fakultas tersebut rutinitas mahasiswanya tidak sesibuk di fakultasnya. Mungkin cerminan dari apa yang diajarkan di fak
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Menunggu Jeanne punya jam kosong di pagi hari, akhirnya hari ini datang juga. Dania pagi itu memutuskan menculik Jeanne dari kelas Business in Design milik gadis itu. Beruntungnya saat ia sampai di kelasnya, dosen yang mengajar Jeanne sedang izin tidak masuk kelas. Dari kemarin, Dania memiliki rencana untuk melihat tempat magang yang direkomendasikan oleh Angela. Jika Dania cocok, dia akan mengirimkan proposal magang yang tentu harus direviu terlebih dahulu oleh Mrs. Rose Jolie.Mengingat ibu dosen di fakultasnya satu itu, Dania sudah ingin pusing, mual, dan ingin muntah. Aduh, aduh.... Besar sekali dampak Mrs. Jolie di hidup masa muda seorang Dania Adelaine Sanders. Jadi tidak mengherankan jika sekarang baik Angela dan Jeanne sudah ada di tempat yang sama dengan Dania, untuk menemani gadis itu menginspeksi
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Jangan berharap pada selain tuhan, apalagi berharap pada manusia. Bukankah di dalam kitab suci berulang kali dijabarkan bila menginginkan sesuatu seharusnya berdoa dengan bersungguh-sungguh, meminta kepada tuhan-nya, bukan malah meminta sana-sini kepada makhluknya. Kalau sampai seperti itu, menduakan tuhan namanya! Manusia memang makhluk tuhan yang memegang juara terkait mematahkan harapan sesamanya dengan begitu sempurna.Itulah yang terjadi dengan Dania sekarang. Karena terlalu berharap dengan seorang makhluk tuhan yang langsing, pinter, bintang kelasnya pula, sekarang gadis bernama belakang Sanders itu jadi jatuh ke jurang kekecewaan. Jurang yang Dania lagi nyari dimana letak tangga naiknya dan juga tali penyelamatnya di pinggir tebing jurang. Bahkan di situasi seperti ini Dania Adelaine Sanders
This Novel is owned by Ailana Misha Please, don’t copy and remake! Shark Royal Hotel At 08.00 p.m. Tak seperti biasanya, jika malam hari seperti ini, pasti akan banyak tamu – tamu atau pegawai hotel yang berlalu - lalang di lobby hotel, keluar masuk dari salah satu hotel ternama di Melbourne, Australia itu. Malam ini yang ada adalah kontrast dari hiruk - pikuk aktivitas para tamu jet set itu. Selepas mata memandang aula depan hotel, lantai marmer lebih mendominasi. Sudah dua hari ini, manager Shark Royal Hotel menginstruksikan untuk membatasi tamu yang mem-book kamar hotel mereka, selang ada meeting penting yang akan dilakukan oleh pemilik hotel mereka di sana besok siang. Sebagai gantinya, hal yang tak kalah heboh ada di ruang meeting utama dan ruang interior hotel itu, para pegawai
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!“Saya bisa saja polisikan anda segera! Now!” kata pria asing itu dengan nada tenang yang tak disukai oleh Dania.Eh? Ini kenapa pak polisi jadi disangkut-pautin disini? Dania menggerutu dalam hati mengetahui arti kata dari lawan bicaranya. Memangnya salahnya dia apa? Yang mana? Iris hitam milik gadis muda itu membeliak lucu saat pria itu mengatakan akan mempolisikan dirinya.Seumur-umur Dania Adelaine Sanders menjadi warga negara Australia, berdomisili di Melbourne sebagai kota kelahirannya, ia tak pernah berurusan dengan satupun polisi negara ini. Menghilangkan anak anjing tetangganya dulu saja ia hanya berhadapan dengan security perumahannya. Dia, Dania, lebih sering berurusan dengan Mrs. Jolie, ibu dosen galaknya malah. Duh, lagi-lagi yang ia bahas jadi Mrs. Jolie.
This Novel is owned by Ailana Misha Please, don’t copy and remake! In Shark Weygandt, Corp. Melbourne, Australia Setelah hampir semalaman mengamuk kepada ketiga temannya, bahkan ia tidak merespons direct message dari Angela, Jean, dan juga Kevin. Dania akhirnya diberikan rekomendasi nama perusahaan lagi oleh Angela. Sahabat dari gadis bernama Dania Adelaine Sanders itu pagi-pagi sekali memberi tahu Dania jika ia punya perusahaan yang bisa jadi tempat magang yang bagus untuk Dania nanti. Awalnya Dania tidak percaya dengan apa yang ditulis oleh Angela di chat grup Line mereka, sekali sudah Dania merasa patah hati dan di-PHP-in oleh Angela, gadis berambut cokelat itu tidak mau lagi untuk merasakan kedua kalinya. Nanti takutnya bukan sebuah p
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Jarum jam sudah menunjukkan angka setengah sepuluh malam waktu Australia. Belum terlalu larut malam sebenarnya, mengingat kota Melbourne terkenal dengan aktivitas bisnis dan juga segala hiruk-pikuk kehidupan kota megapolitannya.Membahas kota megapolitan, kota yang masuk megapolitan memang harus memiliki jumlah penduduk lebih dari lima juta jiwa, dan berdasarkan The Australian Bureau of Statistics (ABS), Biro Statistik Australia, pihaknya telah memproyeksikan jika dalam kurun waktu empat puluh tahun mendatang Melbourne akan menjadi kota berpopulasi terbesar di Australia, mengalahkan Sidney.Semakin malam sebenarnya semakin ramai jika para turis ingin mengelilingi kota Melbourne sampai titik-titik sudut yang ada. Namun berbeda dengan seorang laki-laki yang duduk di belakang kemudi mobil Merced
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Lois, perempuan berambut pirang itu menatap tajam sebuah LCD besar di ruangan meeting divisinya, Human Resources Department yang sedang ia naungi. Perempuan yang memakai blazer warna biru tua itu mendekapkan lengannya. Ia bersama tiga staffnya sedang mengawasi tayangan rekaman kamera yang berada di lobby perusahaan.Di rekaman tersebut terlihat beberapa orang, meskipun sekarang waktu sudah menunjukkan office hours, jam untuk kerja di kantor Lois, orang-orang itu masih saja duduk di sofa yang berada di lobby, seperti sedang menunggu sesuatu.“Aiden, apa yang ada di dalam kepalamu sekarang?” gumam Lois masih dengan suara yang rendah.“Are you speaking to me?”Lois terkejut saat rekannya menanyakan apakah ia sedang berbicara d
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Tahukah kalian terkait suatu cerita dan kisah dimana tuhan mengabulkan permintaan umatnya yang berdoa dengan bersungguh-sungguh? Yang kalau doa pagi, siang, malam? Lebih sering dari pada jadwal minum obat dari resep dokter?Jadi ini yang terjadi sekarang kepada Dania Adelaine Sanders. Gadis berambut cokelat panjang itu tak menyangka tuhan akan mengabulkan permintaannya dengan begitu cepat. Ia berharap dirinya segera dapat tempat magang untuk mata kuliah internship programnya segera, dan tuhan dengan baiknya mengabulkannya lewat Angela.Temannya yang berotak liquid itu bahkan mencarikannya tempat magang yang sesuai dengan kriteria kadar perfeksionis milik Mr. Rose Jolie. Dania Adelaine Sanders, gadis itu selama di perjalanan ke perusahaan Shark Weygandt Corporation merapalkan semua puja dan pu
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!FlashbackAda banyak deru suara mobil yang terdengar bising, ada suara bunyi air hujan yang jatuh. Suaranya memecah jalan setapak bersemen coklat pekat, dan jatuh lagi, satu hal lagi yang menambah basah sol sepatu dari kulit itu menjadi semakin basah. Pemilik sepatu coklat kulit itu mengeratkan gagang payungnya. Payung hijau itu menjeplak terbuka sedari satu jam lalu, menangkup kubangan air hujan yang diluluh lantakkan langit malam ini. Ia basah, begitu juga tepian kain yang digunakan oleh gadis dibawah payung hijau itu.Sekarang ia sudah berada di jalan yang lebih besar. Jalanan beraspal penuh air hujan yang pertama kali ia lihat. Yang membedakan, hanya mobil–mobil di depannya terus saja melaju tanpa hent
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Matahari belum naik ke ufuk timur, seorang gadis berambut panjang kecokelatan tengah membongkar tas ranselnya dengan kecepatan sangat brutal. Bagaimana enggak bisa disebut brutal, bila hampir separuh isi tasnya sudah diambil dan dilempar oleh gadis bernama belakang Sanders itu. Mulai dari tepak pensil, note book kecil, dompet koin, hingga barang-barang kecil milik gadis itu sudah berhamburan tersebar di atas ranjang berbed cover motif polkadot kecil-kecil itu.“Ya ampun, aku taruh mana semalam?” rutuknya sendiri.“Aduhhh, kemana sih?”“Oh my god, enggak ketemu,” teriak Dania langsung mengacak gemas rambutnya yang sudah megar, dan semakin megar.Gadis itu sudah membuka menutup resleting tasnya sampai kesekian kali, setelah resl
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Angela baru sampai di rumahnya cukup petang, gadis itu baru saja selesai membantu mengerjakan proposal Dania. Ternyata untuk membantu mengerjakan proposal magang seseorang membutuhkan waktu yang tidak singkat. Saat dia dan Jeanne mengira proposal Dania telah selesai, Angela baru menyadari jika Dania belum membuat daftar pustaka. Halaman yang sama pentingnya dengan halaman daftar isi.Lucunya disini, Dania lupa dari mana saja dia mengutip kutipan-kutipan kalimat yang menjadi referensinya. Alhasil dalam membuat Bibliography itu Angela kesusahan apabila harus menggunakan aplikasi Mendeley. Jika seorang mahasiswa ingin menggunakan aplikasi Mendeley maka jurnal ilmiah dan buku harus dimasukkan ke dalam aplikasi Mendeley itu terlebih dahulu. Itulah mengapa selama dua jaman, Dania
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Pernah lihat ada banyak buku-buku di sebuah coffee cafe? Bisa saja sebenarnya, karena memang ada juga cafe yang menempatkan beberapa buku sebagai tambahan desain interiornya, atau bahkan sebagai salah satu ikon jika coffee cafe itu juga menyediakan bacaan gratis bagi pengunjung cafenya. Hal itu adalah salah satu dari cara branding untuk bisnis cafe tersebut, seperti yang sering dipraktikkan di cafe yang tersebar di sekitar kawasan universitas ataupun kampus di negara bagian Victoria, Australia ini.Masalahnya lain lagi jika coffee cafe itu tak menyediakan buku bacaan di beberapa sudut ruangannya, seperti di rak-rak buku ataupun beberapa spot meja dengan kursi berbentuk bubble untuk duduk santai. Pemandangan yang mencerminkan hal itu merujuk pada satu meja yang tepat
This Novel is owned by Ailana Misha Please, don’t copy and remake! Jeanne ternyata sudah menunggu Dania di gedung C. Fakultas Ekonomi dan Bisnis adanya di gedung C, gadis berwajah bulat itu berdiri dari duduknya, saat ia melihat kedatangan Dania dengan Kevin. Jeanne melambai pada kedua temannya itu, ia sudah tahu jika Angela sedang sibuk dengan urusan penelitiannya. Gadis berambut panjang itu absen lagi kali ini dari kelasnya. “Jeanne, aku baru saja mau mengirimimu chat!” seru Dania saat Jeanne sudah di dekatnya. “Aku ingat kalau aku ada janji sama kamu, Dan,” jawab Jeanne santai. Jeanne Wu membenarkan cardigan Dania yang terbelit oleh tas ransel gadis itu, Dania tertawa kecil. Dia suka menerima perhatian kecil seperti ini, dalam batin gadis bernama belakang Sanders itu, Nathan sangat beruntung memiliki Jeanne jadi pacarnya. “Cepat lihat Mrs. Jolie sana, Dan
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Kawasan perumahan elit di salah satu kawasan luxury housing di kota Melbourne ini berada di salah satu jalan utama di pusat kota Melbourne, Australia. Itu membuat kawasan perumahan ini sebagai Beverly Hills-nya Melbourne, perumahan disini sungguh indah dan megah. Masuk akal jika kebanyakan politisi besar, artis terkenal Australia, eksekutif bisnis sukses hingga para ekspatriat asing memilih perumahan ini sebagai huniannya, menimbang pada banyaknya orang penting yang tinggal disana, membuat keamanan dan kenyamanan distrik itu berlapis dan eksklusif. Disanalah pula rumah besar keluarga inti Weygandt berdiri selama berdekade-dekade.“Apa anak nakal itu sudah menghubungimu? Hari ini kudengar dia akan mengadakan rapat yang seharusnya diadakan untuk tiga hari ke depan,” tanya seorang pri
This Novel is owned by Ailana Misha Please, don’t copy and remake! Sejujurnya Dania belum memutuskan ia akan mengirimkan proposal magang ke Shark Weygandt Corp. atau tidak, dia memang sudah tahu lokasi perusahaan itu, bukankah kemarin siang ia telah datang kesana bersama teman-temannya? Tetapi justru karena ia sudah tahu dengan perusahaan itu, Dania jadi insecure sekarang. Dia tidak sepercaya diri itu melamar magang ke sebuah perusahaan multinasional, saingannya Apple dan Samsung. Apakah sekarang ceritanya Dania sedang mundur sebelum naik kuda perang? Dia mau jalan kaki aja deh kalau begitu. Angela lagi-lagi dipanggil Mr. Albert untuk mendiskusikan penelitian dosennya itu, ada kabar jika Angela masuk tim mahasiswa yang membantu dalam program dana hibah penelitian dari pemerintah untuk kampus mereka yang memang universitas publik itu. Univers