Semua teka-teki mulai terjawab satu per satu. Apa yang ia sampaikan di masa lalu, akhirnya bener-benar sesuai kenyataan. Aku kagum pada magisnya yang dapat memprediksikan segalanya, dengan tepat. Andai Felicia hidup kembali, aku mungkin tidak akan terlalu kesulitan, untuk mendapatkan informasi.Mayat pria bertato angka tujuh itu pun selesai diotopsi. Aku tidak menyangka, Harvey akan meneror kami dengan cara melebihi seorang psikopat. Nyaris saja, aku trauma melihat kentalnya darah merah. Rion—mantan Eunoia, terbunuh pada Rabu, tujuh belas Agustus, lima hari sebelum Eunoia berubah.Ternyata benar kata orang tua zaman dulu. Ya, ketika seorang wanita telah jatuh hati, maka tak peduli luka sebesar apa pun, ia 'kan tetap cinta. Hal itu juga yang terjadi dengan Eunoia. Gadis itu menjadi orang yang berbeda dari sebelumnya—lebih dingin dari es batu.Dua hari sebelumnya, keputusan Presiden Edward dalam menentukan hukum kebebasan untuk kami, akhirnya disetujui. Kami bebas hidup layaknya seorang
"Aku hanya bisa menunda waktu kematian selama setengah jam. Sisanya, alam akan mengambil alih jiwamu," kataku sambil fokus memegangi denyut nadi, di tangannya.Bibir pucat yang perlahan berubah menjadi merah muda itu, tampak mengukir senyum tipis. Raut wajahnya perlahan berubah ceria lagi. Aku bersyukur masih sempat mengelakkan maut, meski hanya sedikit waktu yang bisa ditunda. Ruangan itu hanya tersisa aku dan Ratu Elana. Sera pergi mengurus berkas pengajuan, untuk pindah negara. Sedangkan Eunoia, gadis berambut biru itu sibuk dengan laptop ultraportabelnya, di ruangan sebelah. "Tolonglah, dengarkan cerita ini, hingga akhir, Pangeran Sorcgard! Aku ingin menyampaikan segalanya padamu," tutur Ratu Elana yang memiliki rupa cantik, walaupun telah berusia lanjut itu dengan nada serak.Aku mengangguk pelan, sambil fokus mendengarkan cerita ibu tiriku itu. Ah, entahlah! Aku hanya ingin memangilnya dengan sebutan gelar. Kurasa panggilan "ibu tiri" tidaklah cocok untuknya. Ibuku hanya satu,
Pemakaman yang hanya menyisakan goresan luka. Aku hampir tidak bisa berjalan dengan sempurna, karena memikirkan tentang ibu tiriku. Hujan gerimis seakan selalu menemani, di kala aku kehilangan segalanya. Apakah sepuas itu semesta menyakiti? Aku tidak kuat, jika harus melihat satu per satu orang yang menyayangiku pergi.Bolehkah aku menyusul mereka? Bolehkah aku mengucapkan selamat tinggal pada Sera? Aku ingin tinggal lebih lama lagi, dengan jiwa-jiwa yang telah tiada. Ibuku—Felicia, yang paling banyak menanggung segalanya. Selama ini, aku hanyalah beban baginya. "Kita akan berangkat besok, Ar. Jangan terlalu memikirkan tentang ibu tirimu yang jahat itu!" Eunoia memberikan segelas kopi hangat, di atas meja makan."Sejahat apa pun beliau, dia punya alasan tersendiri untuk disayang layaknya seorang ibu kandung, Eun. Kamu nggak bisa menilai hanya dengan satu sudut pandang saja. Terkadang, kita butuh villain untuk menghasilkan cerita yang menarik," sanggahku.Meja makan tampak dipenuhi, d
Aku hampir dibuat mokad lagi oleh serangan jantung. Jika bukan karena Sera, aku pasti sudah membunuh kakek tua, di sampingku itu. Lelaki paruh baya yang berjalan sambil mendorong sepedanya itu, bercerita tentang banyak hal. Ia bilang, ingin sekali bertemu dengan keluarganya, di belahan bumi yang lain. Karena penasaran tempat anaknya di mana, aku pun bertanya,"Maaf memotong ceritanya, Kek. Kalau boleh tanya, memangnya di sini nggak ada kehidupan, ya?" "Bumi cermin kedua sudah lama ditinggalkan, karena perang yang terus terjadi. Semua hal mengenai manusia telah punah di sini." Langkah kaki kakek itu terhenti. Kemudian, ia tampak mengeluarkan sebatang rokok, dari dalam saku kanan bajunya.Sera mengambil puntung rokok itu, lalu melemparnya jauh. "Kakek, merokok nggak baik buat kesehatan. Kakek, kan, mau ketemu sama keluarga, kenapa malah ingin mengakhiri hidup secara pelan-pelan?""Mereka yang hidup di dunia cermin ketiga, tidak akan pernah ingat apa yang terjadi pada kehancuran kedua.
Itukah yang disebut dengan multiverse? Tidak, kurasa dunia pararel. Aku terbang dengan kekuatan nol. Gravitasi di luar angkasa terasa beda. Tubuhku melayang di antara batu-batu besar. Banyak planet yang tersusun rapi secara horizontal. Ternyata ada gunanya juga belajar ilmu astronomi, di akademi dulu.Tunggu, ke mana Sera dan Eunoia? Aku menoleh ke samping kanan-kiri, tetapi tidak menemui siapa pun, kecuali diriku sendiri. Apakah aku terpisah lagi? Aku mencoba mencari tahu, apakah dugaanku benar atau salah?Seekor hewan seperti kadal muncul tiba-tiba, di antara bintang-bintang indah yang bertaburan. Ia sangat besar, dan mempunyai lidah seperti ular. Ya, komodo. Seekor komodo raksasa muncul. Di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang mirip, dengan milik Sang Dewa Naga kepala tujuh. Aku membungkuk hormat padanya."Guardian, akhirnya kita bertemu kembali," katanya sambil memasang wajah ramah. Berbeda jauh dari sebelumnya, ia tampak mudah mempermainkan ekspresi—dari sangar sampai terlihat
"Lo selama ini ke mana aja, Ar!? Lo pikir enak menjalankan misi tanpa seorang kapten?" Vano memukul perutku, menendangnya dengan mudah.Aku mengambil sebotol anggur di atas meja. Kemudian, melemparnya hingga membentur dinding, di samping Vano. Pria yang mengenakan pakaian robot yang di desain sedemikian rupa, sehingga mirip toxedo itu, menghindar dengan cepat. Saat itulah, aku menarik lehernya, lalu memukulnya habis-habisan.Tingkah laku berjalan beriringan dengan norma. Tidak ada sopan santun, berarti hidupnya dipenuhi dengan cacian. Ketika seseorang berilmu berhadapan dengan orang yang berakal, maka keduanya adalah perpaduan manusia yang sempurna. Namun, semakin majunya teknologi, nyatanya semakin menipis pula yang namanya etika.Filter pikiran atau yang lebih dikenal dengan, berpikir dulu baru melakukan adalah kelebihan manusia. Otak diciptakan agar manusia bisa berpikir mana yang benar, dan mana yang salah. Terkadang, tak khayal banyak yang punya otak, tetapi tidak difungsikan den
Kekuatan magis pada zaman masih berdirinya Kerajaan Aksa I ditujukan, untuk melindungi diri dari musuh abadi—iblis pure. Aturan-aturan dibuat agar para penyihir tidak menyimpang dari keseimbangan alam. Manusia itu ada empat jenis. Satu yang jahat, satu yang baik, satu yang tidak memihak keduanya, dan satu lagi yang memihak kedua-duanya. Aku menggunakan magic dasar untuk membuat sebuah perahu kecil. Melihat pohon kelapa sebagai tanda kepergian seorang pahlawan, membuat kalbuku sakit bak teriris-iris pisau. Ya, apa yang mereka bilang nyatanya benar, tidak ada yang lebih pedih daripada sebuah kehilangan.Vano terlihat ragu, saat aku mengajaknya untuk menjemput Sera. Harusnya aku sadar, saat itu, dia secara tidak langsung menunjukkan bahwa, dirinya phobia terhadap lautan. Menurut penuturan Eunoia, Vano sejak kecil memang tidak bisa berenang. Akrabnya perusahaan Ayah Vano dengan Mr. Robert, menjadikan hubungan mereka terjalin akrab. Kabarnya dulu, Eunoia sempat dijodohkan, tetapi ditolak.
Argh!Aku jatuh menabrak dahan-dahan pepohonan liar. Pelatihan yang diberikan oleh kraken, terbilang sangat sulit, dan menguji adrenalin. Sejak menetap di pulau itu, kami berlatih kekuatan air dari Monsta, dan Kraken. Dunia yang kami tempati adalah dunia bawah alias dunia buangan.Kota Scramble bagian bawah hanyalah sebuah sampah, bagi orang-orang kaya. Di sana hanya tinggal manusia-manusia, yang menunggu ajal menjemput. Vano bohong, jika mengaku bahwa, dia hidup bahagia, di tengah-tengah populasi manusia lansia yang hampir mati.Keadilan hanya milik orang-orang yang selamat, dari batu meteor raksasa, dua belas tahun sebelumnya. Pembuatan planet lain yang mirip dengan bumi, atau yang disebut sebagai calon bumi ke-empat oleh presiden Edward, mengecam banyak hujatan. Pasalnya, apa yang dia lakukan, sudah melewati batas sebagai seorang manusia biasa.Kabut asap tebal berwarna putih di atas sana adalah lapisan ozon buatan, yang dikembangkan oleh salah satu perusahaan dunia—Svoz. Svoz didi