*BEBERAPA SAAT SEBELUMNYA...
Dexter berusaha menyelesaikan meeting mingguan dan penandatanganan berkas-berkas untuk hari ini dengan secepat mungkin karena ia ingin bertemu dengan Jelita.Damned it! Dexter benar-benar kesal karena wanita itu terus-menerus menghindarinya sepanjang hari ini.Dexter sengaja meminta Jason untuk datang ke Gedung Alpha Green dalam meeting yang membahas klausul perjanjian kerjasama dengan salah satu perusahaan.Hanya alasan, tentu saja.Dexter sudah paham semua poin-poin yang tertera di dalam perjanjian itu. Ia hanya ingin bertemu dengan Jelita, ingin memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja.Dexter tak bisa menampik perasaan was-was yang membuatnya resah atas keselamatan Jelita, pasca penculikannya semalam.Diam-diam, Ia juga menugaskan Nero dan beberapa bodyguard untuk mengikuti Jelita setiap hari, dan melaporkan semua aktivitasnya.Dexter tak peduli jika ia dianggap berlebihaJelita berlari secepat mungkin menuju lokasi dimana mobilnya terparkir. Ia benar-benar tidak berani menoleh lagi ke belakang, dan hanya fokus untuk melarikan diri dari Dexter.'Dexter sialan! Keluarga Green sialan! Kenapa aku harus kembali bertemu dengan mereka?! Selama sepuluh tahun ini hidupku begitu tenang dan damai tanpa keluarga Green, dan tiba-tiba sekarang aku harus menghadapi mereka lagi!'Jelita pun memacu mobilnya seperti kesetanan, sebelum akhirnya ia merasa aman dari Dexter. Ia menghentikan mobil di sebuah parkiran minimarket, lalu menangis sejadi-jadinya. Jelita bahkan tidak tahu alasan kenapa ia menangis, cairan bening itu tiba-tiba keluar begitu saja dari sudut matanya.Mungkin karena ia takut pada Dexter... dan Jelita tidak tahu harus berbuat apa untuk mengalahkan kekuasaan keluarga Green. Mereka sangat menakutkan!Farrel memang jahat, menculik dan berniat memperkosa Jelita. Tapi seharusnya dia diprose
"Ya, Mr. Green? A-ada apa?" suara seseorang yang terdengar takut-takut, menjawab sambungan video call Dexter. Suara yang familier itu pun membuat Jelita sontak membelalakkan matanya.Itu suara Farrel! Jelita tidak akan pernah melupakan suara berat yang menjengkelkan itu. Suara orang yang telah menculiknya!"Aku hanya ingin memastikan kalau semuanya baik-baik saja." Nada suara Dexter pun berubah menjadi dingin, dan pertanyaan selanjutnya malah tersirat seperti ada nada yang mengancam di dalamnya. "Apa ada masalah di sana?" "Tidak, Mr. Green. Semuanya baik-baik saja," jawab Farrel yang terdengar agak gugup. "Saya... saya mengerjakan semua tugas yang Anda berikan, Mr. Green." "Good. Bagaimana dengan Alaska? Betah?" tanya Dexter dengan seringai puas di bibirnya."Y-ya, saya betah di sini... Dingin, tapi suasananya tenang dan alamnya indah," sahut Farrel lagi. Jelita pun membelalak kaget. Apa dia tidak
*FLASHBACK ENAM TAHUN YANG LALU(Melbourne, Australia)Dexter terlihat masih sibuk berkutat dengan materi-materi presentasinya. Besok malam ASX (Australian Stock Exchange / Bursa Efek Australia) kembali memintanya menjadi pembicara mengenai saham dalam sebuah seminar dengan durasi selama tiga jam. Sebagai pialang saham sukses dan cukup dikenal dengan sepak terjangnya yang luar biasa di usia yang masih muda, Dexter memang beberapa kali diminta oleh beberapa bursa efek untuk membagikan ilmu serta tips spekulasi seputar trading dan investasi di dunia saham. Sedikit lagi materi presentasinya akan segera selesai, namun suara dering ponselnya membuat Dexter berpaling dari laptop ke samping meja kerja, dimana ponsel itu tergeletak.Ada nomor tidak dikenal tertera di layar ponsel, namun Dexter tetap menerimanya karena bisa jadi itu adalah perwakilan dari ASX yang menanyakan kesiapan materi untuk seminar malam ini.Karena
"Aku hanya berandai-andai. Jika saja sesuatu terjadi padaku di masa depan, maukah kamu mendampingi Jelita sebagai tempatnya untuk bersandar, Dexter?"--Zikri Gerhana Sutomiharjo--***Jelita pun tercenung. Zikri... berkata seperti itu? Zikri suaminya? Tapi... kenapa? Kenapa dia masih saja tidak percaya bahwa Jelita hanya mencintainya? Hati yang belum sembuh dari rasa kehilangan kini makin terasa nyeri, seakan luka baru telah tumbuh di atas luka lama itu. Jiwanya pun kembali terkoyak hanya dengan mengingat Zikri, suaminya, cinta terakhirnya. Jelita memejamkan matanya yang mulai terasa lembab itu sambil mendesah. Rasanya masih sama meskipun lima tahun telah berlalu. Selalu ada rasa sesak di dada yang tak tertahankan saat rindunya tak terbalaskan. Zikri berada begitu dekat di hati dan pikiran Jelita, tapi wanita itu tak akan dapat lagi menyentuhnya.Apa yang diceritakan oleh Dexter barusan tak pelak m
Makan malam di rumah keluarga Sutomiharjo hari ini terasa begitu berbeda dengan kehadiran Dexter Green yang satu meja dengan Dirga, Jelita dan kedua anak kembarnya. Aura seorang CEO yang terpancar dari lelaki itu terasa amat jelas saat berbincang santai dengan Dirga Sutomiharjo mengenai seluk-beluk dunia bisnis. Diam-diam Jelita pun melirik papa mertuanya itu, dan seketika hatinya mencelos. Melihat betapa berbinarnya sorot mata Dirga saat berdiskusi dengan Dexter tentang segala hal, membuat Jelita merasakan hatinya tercubit dan nyeri karena sedih. Ia tahu bahwa lelaki berusia lima puluh tahun itu sebenarnya merindukan Zikri, anaknya. Berbincang santai, menceritakan seluruh kegiatan hari ini sambil makan di meja makan adalah salah satu kebiasaan Dirga dan Zikri dulu. Mungkin sekarang Dirga bahkan sedang membayangkan bahwa dirinya sedang berbincang dengan Zikri, bukan Dexter.Dan beda Dirga, beda pula halnya dengan Axel, anak
Suara gemuruh tepuk tangan mengiringi ayunan langkah pasti dari seorang Dexter Green. Sosoknya yang tinggi dan proporsional terlihat berkelas, dengan jas abu tua dan vest di dalamnya yang dijahit sempurna mengikuti lekuk tubuh maskulinnya. Ia berjalan dengan tenang dan penuh wibawa, seakan setiap lebar langkahnya penuh dengan perhitungan yang cukup rumit."Selamat siang, para hadirin, rekan kerja serta teman-teman sekalian. Selamat datang di Alpha Dream Cruise!" riuh tepuk tangan pun kembali terdengar bersahut-sahutan ketika suara tegas itu terdengar di seluruh penjuru."Siang ini, perkenankanlah saya selaku CEO dari Alpha Green mengucapkan terima kasih, atas kinerja dan dedikasi Anda semua selama satu bulan pertama perubahan organisasi di perusahaan Alpha Green.""Saya tahu, banyak dari Anda yang mungkin terpaksa lembur berhari-hari karena padatnya pekerjaan akhir-akhir ini. Dan saya juga tahu jika beberapa dari Anda pasti diam-diam me
Jelita tersenyum menatap mata sipit dan senyum berlesung pipinya yang manis. Not bad. Wajah oriental lelaki ini tampan juga. "Minum? Tapi... bukannya sekarang masih jam kerja ya?" tanya Jelita.Lelaki itu hanya mengedikkan bahunya dengan santai. "Bukankah Mr. CEO menyuruh kita untuk bersenang-senang?" ia pun balik bertanya, mengacu pada pidato Dexter sebelumnya."Humh... Benar juga. Let's drink, then!" sahut Jelita sambil tersenyum.Si Finance pun melambaikan tangannya kepada bartender untuk memesan minuman."Sex on the beach," tukas Jelita, menyebut sebuah nama cocktail sambil mengerling menggoda si Finance. Minuman itu memang sering dijadikan bahan flirting, karena namanya yang menimbulkan banyak arti."Nice choice," ucap lelaki itu sambil tersenyum dan memandangi bibir Jelita yang sensual. Ia pun akhirnya memesan minuman yang sama juga."Apa yang kamu lakukan sendirian di sini?" tanya si Finance m
Kelakuan Jelita makin parah gaess... sekali lagi jangan takjub ya wkwkwk***"Kamu tidak membawaku ke dalam kamar?" tanya Jelita heran pada Samuel.Ketika Samuel berhasil memenangkan tantangan minum dari Jelita, lelaki itu langsung membopong tubuhnya keluar dari bar dan memasuki lift ke lantai paling atas. Jelita baru tahu juga kalau kapal pesiar ini ternyata memiliki kolam renang outdoor yang besar di atasnya.Dan di sinilah mereka sekarang, duduk bersisian di salah satu kursi malas di depan kolam.Samuel memandangi wajah Jelita sambil tersenyum. "Aku ingin kita bercinta atas dasar suka sama suka, Miss Lawyer. Bukan karena hadiah," sahutnya ringan dalam senyum berlesung pipinya. "Sejujurnya, aku benar-benar menyukaimu. Bolehkah jika aku mendekatimu?"Jelita pun serta-merta terbahak mendengarnya. "Mendekatiku?" ulangnya sambil kembali tertawa."Aku bukan tipe wanita untuk didekati, Samuel. Kecuali kam
"Ya, aku di sana, Sayang. Saat Anaya lahir, aku memanjat dinding rumah sakit dan duduk dengan cemas di ruang sebelah. Mendengar semua rintihan kesakitanmu, dan mendengar tangisan pertama anak perempuan kita."***Sehabis Dexter dan Jelita bertemu dan bercinta semalaman, paginya lelaki itu langsung menemui anak-anak serta seluruh keluarganya. Tentu saja mereka semua sangat kaget, namun juga terharu dan menangis penuh rasa bahagia melihat Dexter bisa kembali berkumpul bersama mereka. Bahkan sejak saat itu Axel, Aireen, Ellard dan Ellena selalu ingin tidur di kamar orang tuanya, bersempit-sempitan dalam satu ranjang master bed.Jelita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum melihat kelakuan anak-anaknya yang seperti tidak mau berpisah lagi dengan Daddy mereka. Seperti juga malam ini. Meskipun malam ini sudah malam ke-lima kembalinya Dexter ke rumah, empat anak mereka itu masih saja rela tidur bersempit-sempit di ranjang Jelita dan Dexter. Untung saja ranjang itu superbes
Jelita menatap dengan segenap penuh kerinduan pada manik karamel yang selalu membuatnya terbuai, tenggelam dalam kedalamannya yang seakan tak berdasar itu. Ada begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam hati Jelita, namun entah mengapa kali ini seolah bibirnya terkunci.Hanya desah tercekat yang lolos dari bibirnya ketika Dexter menggores bibirnya di leher Jelita yang seharum bunga. Kesepuluh jemari wanita itu telah terbenam di dalam kelebatan rambut Dexter yang sedikit lebih panjang dari biasanya, wajahnya mendongak dengan kedua mata yang terpejam rapat.Lelaki itu menyesap kuat lehernya bagaikan vampir kehausan yang membutuhkan darah segar agar ia tetap hidup. Rasa sakit itu begitu nyata, begitu nikmat dirasakan oleh Jelita. Untuk kali ini, ia benar-benar tak keberatan jika Dexter menyakitinya. Jelita justru ingin disakiti, ia bahkan tidak akan menolak jika Dexter ingin membawanya ke dalam Love Room dan membelenggunya dengan rantai besi lalu menyiksanya seperti Dexter di
Kedua lelaki itu masih terus melakukan baku hantam, tak berhenti saling melancarkan serangan serta pukulan yang mematikan untuk membuat lawannya tak berkutik. Ruangan besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan para anggota Black Wolf itu pun kini tak berbentuk lagi. Meja lonjong panjang dari kayu jati itu telah terbelah, setelah Dexter melemparkan tubuh Kairo ke atasnya. Potongan-potongan kayu itu pun mereka jadikan senjata yang cukup berbahaya karena ujung-ujung patahannya yang runcing.Dexter telah merasakannya, karenq Kairo menusuk kakinya dengan kayu runcing iti ketika ia lengah.Dua puluh kursi yang berada di sana pun menjadi sasaran untuk dijadikan senjata. Pertempuran itu benar-benar sengit. Kairo melemparkan kursi terakhir yang masih utuh kepada Dexter yang sedang terjengkang setelah sebelumnya terkena tendangan, namun untung saja di detik terakhir dia masih sempat menghindar.Dengan sisa-sisa tenaganya, Dexter menerjang tubuh Kairo dan menjatuhkannya ke lantai, lalu b
Rasanya setiap sendi di kaki Jelita mau lepas dari engselnya, tapi ia abaikan semua rasa sakit itu dan terus saja berlari, untuk mengejar sesosok tinggi yang ia rindukan dan telah berada jauh di depannya.Aaahhh, sial... sekarang lelaki itu malah menghilang!!Dengan napas yang tersengal, Jelita berhenti di depan pintu sebuah cafe untuk bersandar sejenak di tiang putih besarnya. Berlari dengan heels 5 senti sambil membawa tas dan dokumen tebal benar-benar sebuah perjuangan.Ditambah lagi sudah sebulan terakhir ini dia juga jarang berolahraga. Lengkaplah sudah.Sambil mengatur napasnya yang berantakan, Jelita mengamati spot terakhir dimana Dexter terakhir terlihat. Atau mungkin, orang yang sangat mirip dengan Dexter Green, suaminya yang telah meninggal dua tahun yang lalu. Tidak, itu pasti Dexter. Jelita sangat yakin lelaki yang barusan ia lihat adalah Dexter!Jelita tak tahu apa yang ia rasakan saat ini, karena hatinya serasa ditumbuhi bunga yang bermekaran namun juga sekaligus dina
Cuma ngingetin, ini novel yang 100% happy ending ya. Jadi... jangan kaget baca bab ini. Peace.***Tubuh Jelita membeku dengan tatapan kosongnya yang lurus terarah pada pusara penuh bunga di hadapannya. Tak ada satu pun isak tangis yang keluar dari bibir pucat itu, karena airmatanya telah mengering.Tubuh dan hatinya kini telah kebas, menebal dan mati rasa.Ini terjadi lagi. Untuk yang kedua kalinya.Apakah dirinya pembawa sial? Apakah dirinya memang tidak ditakdirkan untuk bahagia?Apakah dia tidak layak untuk mendapatkan cinta yang begitu besar dari seseorang yang luar biasa? Dulu Zikri, dan sekarang...Sekarang...Jelita mengangkat wajahnya yang pucat dan melihat Heaven yang berada di seberangnya. Wanita itu tengah tersedu dengan sangat pilu, sementara William terus memeluk dan berusaha menenangkan istrinya.Seketika Jelita pun merasa iba. Heaven telah kehilangan putrinya, dan kini kejadian itu pun terulang kembali. Dia kehilangan putranya.'Maafkan aku, Mom.' 'Putra tercinta
Jelita menatap lelaki paruh baya yang sedang terbaring diam itu dengan tatapan sendu. Matanya terpejam rapat, alat bantu napas menutup sebagian wajahnya dan beberapa infus terlihat menancap di tubuhnya. Ayahnya berada dalam kondisi koma. Pukulan keras yang beberapa kali menghantam kepalanya membuat otaknya mengalami trauma. Wajahnya penuh lebam dan luka, begitu pun sekujur tubuhnya. Robekan di sepanjang lengannya bahkan harus dioperasi karena merusak banyak syaraf-syaraf penting.Wanita itu pun kembali terisak pelan ketika mengingat penyiksaan keji kepada ayahnya itu. Seorang ayah yang baru ditemuinya setelah tiga puluh satu tahun hidupnya. Seorang ayah yang sempat ia benci ketika mengetahui kisahnya di masa lalu."Ayah, maafkan aku..." lirih Jelita sambil terus terisak. Ia mengunjungi Allan menggunakan kursi roda dengan diantarkan oleh suster jaga. Heaven pulang sebentar untuk melihat anak-anak Jelita di rumah, sekaligus membawa barang-barang yang diperlukan untuk rawat inap me
Dengan sekuat tenaga, Dexter melempar ponselnya membentur dinding hingga hancur berkeping-keping.Kemarahan yang terasa membakar dadanya ingin sekali ia lampiaskan kepada Prisilla Pranata, wanita iblis jahanam itu."Aaaarrghhhh!!!" Dexter menarik kursi yang ia duduki lalu mengangkatnya tinggi-tinggi, dan membantingnya ke lantai dengan keras hingga hancur berantakan."Mr. Green..." Nero masuk ke ruangan itu dan tidak heran lagi saat melihat suasana di sekelilingnya yang kacau-balau bagai terjangan angin badai memporak-porandakan seluruh isinya. Tuan Mudanya itu memang selalu menghancurkan barang-barang jika sedang murka.Seseorang telah berani mengusik istri dari Dexter Green, dan Nero memastikan kalau orang itu beserta kaki tangannya tidak akan bisa selamat dari kemurkaan lelaki itu. Dexter Green biasanya memang tidak sekejam ayahnya jika berhadapan dengan musuh-musuhnya, namun Nero tidak terlalu yakin lagi setelah apa yang ia lihat hari ini.Sisi psikopat Dexter yang selama ini jau
Kening berkerut Prisilla Pranata semikin penuh dengan lipatan saat ia mengernyit. Sudah tiga jam James tidak dapat dihubungi. Ada apa ini? Tak biasanya anak lelaki satu-satunya itu hilang kontak selama ini. Cih, paling-paling ia mabuk-mabukan dan bermain dengan jalang di night club. Hanya saja saat ini Prisilla membutuhkan James menemui Alarik. Wanita itu ingin mendapatkan bukti yang meyakinkan bahwa Alarik benar-benar sudah menculik dan menyiksa Allan beserta kedua putrinya itu. Lebih baik lagi jika ada videonya, pasti Prisilla akan sangat puas melihat jerit kesakitan dan permohonan ampun mereka yang menjijikkan.Dan sekarang entah kenapa tiba-tiba saja wanita yang masih terlihat anggun di usia lanjut itu merasa gelisah, karena Alarik belum memberikan kabar apa pun. Terakhir kira-kira beberapa jam yang lalu si pembunuh bayaran itu hanya memberi kabar kalau berhasil menangkap ketiga orang itu, tapi setelahnya tidak ada info apa pun lagi. Brengsek! Dimana sih mereka? James dan
"DEXTER, HENTIKAAN!"Kalimat perintah dari William Green itu sebenarnya terdengar begitu keras dengan suaranya yang menggelegar, namun putra satu-satunya yang ditegur itu seperti tidak bisa mendengar apa pun lagi. Telinga, mata dan hatinya sudah tertutup oleh kemurkaan yang begitu besar, sehingga tubuhnya pun bergerak bagai robot mematikan yang terus menghancurkan lawannya tanpa henti."KATAKAN DIMANA ISTRIKU, BEDEBAH!!" Bentakan keras itu diiringi oleh tatapan pekat dari netra karamel Dexter yang dalam dan menakutkan, seakan mampu menghisap seluruh jiwamu hingga kering tak bersisa.BUUUGH!!!Kembali, pukulan kuat itu telak ia layangkan kepada James Pranata, yang sudah terdiam di lantai dengan tubuh dan wajah yang penuh bersimbah darah.William Green pun akhirnya memberikan kode kepada ajudannya Nero dan tiga orang pengawal untuk menahan putranya agar tidak membunuh James yang sepertinya sudah sekarat itu.Bukan karena William peduli dengan nyawa James, ia hanya ingin mendapatkan inf