Satu bulan lalu, tepat sebelum neraka bagi Athena dimulai. Gadis itu sedang berada di sebuah Café bersama sahabatnya yang juga suka membuat konten, bedanya sahabatnya yang bernama Sidney itu adalah seorang Youtuber. Mereka berdua membuat semacam perjanjian, bahwa mereka akan bertukar konten jika subscriber atau listener mereka mencapai lebih dari 50 ribu. Karena sudah berhasil mencapai targetnya, maka mereka berdua harus melakukan apa yang sudah mereka janjikan. Dan di sanalah mereka. Sebelumnya, Sidney sudah selesai mencari ide untuk konten di podcast Athena dan akan merekamnya setelah Athena mengambil Video untuk konten di channel youtubenya. Sahabat berponinya itu membuat beberapa tema pada kontennya, seperti memasak, ASMR, dan prank. Karena Athena tidak bisa memasak, dan tidak ingin membuat konten ASMR, maka ia memilih membuat konten prank.
Athena datang dengan tangan kosong ke Café itu. Hanya berpakaian layak dan sedikit berias karena harus tampil di depan kamera. Sebenarnya ia merasa dirinya sudah gila ketika mengiyakan ide Sidney yang berkata akan membuat konten dadakan saat sudah tiba di tempat tujuan, bahkan Athena tidak tahu apa rencana yang akan dibuat Sidney untuk menantangnya melakukan prank di tempat umum seperti itu. Benar-benar gila, bukan? Ya, anggap saja begitu, karena Athena sendiri mulai buntu memikirkan ide untuk podcastnya, bagaimana bisa ia berpikir untuk membuat ide prank seperti itu?
“Gimana, Sid? Gue harus ngapain nih?” Athena dengan tenang duduk di hadapan Sidney yang sedang menelusuri sesuatu di handphone-nya. Sahabat berponinya itu hanya mengisyaratkan tangan tanda bahwa Athena harus menunggu, “Lo lagi lihat apaan? Jangan-jangan lo juga belum tahu apa yang harus gue lakuin, ya?” tembak Athena. Sidney seketika menoleh cepat ke arahnya dan memberikan tatapan galak.
“Enak aja! Gue udah punya ide buat lo, kok.”
“Terus? Lo ngapain dari tadi cuma sibuk natap hp?”
“Gue lagi bacain cerita orang yang pernah bikin konten prank di tempat umum.” Athena menunggu Sidney melanjutkan, “Beberapa ada yang cerita kalau dia hampir dituntut karena ngerusak barang orang, terus ada juga yang hampir dituntut karena bikin orang jantungan dan masuk rumah sakit.”
“HAH?!” teriakan kaget Athena mendapat beberapa lirikan tajam dari pengunjung lain di Café itu. Karena tidak terlalu besar, Café dengan sedikit pelanggan tetap terasa padat, “Lo gila, Sid?!” pekik Athena kemudian dengan suara pelan.
“Gue nggak gila. Lagian ini cuma hampir dituntut kok, nggak sampai dituntut beneran. Mereka dapet kompensasi karena udah kena prank tiba-tiba.” ucapan Sidney seketika mendapat helaan napas lega dari Athena, “Tapi gue nggak tahu ya ide gue ini bakal bikin lo dituntut atau nggak, semoga aja sih nggak.” Athena melotot seketika.
“Sid, jangan aneh-aneh lah ya kontennya. Lo tahu sendiri kan gue tuh susah memulai conversation secara langsung.”
“Nah, karena itu, gue bikin ide yang nggak ngeharusin lo memulai conversation duluan. Tapi langsung bertindak. Lo nggak bakal ngomong kalau nggak ditanya, tapi lo harus sedikit acting sih.” wajah Athena penuh curiga ketika mendengar penjelasan Sidney.
“Sid, serius ya nggak aneh-aneh.”
“Kalau nggak aneh, nggak bakal mantep kontennya, babe.”
“Tapi kan—“
“Sttt… tuh lo lihat dua orang yang baru masuk itu.” Sidney memotong cepat ketika kebetulan rencananya berjalan mulus. Athena menoleh ke pintu masuk Café, terlihat seorang lelaki yang sepertinya sebaya dengan mereka sedang digandeng oleh wanita yang usianya terlihat seperti sudah kepala tiga.
“Kenapa dua orang itu?” Athena mulai curiga dengan rencana Sidney, “Jangan bilang mereka yang bakal kena prank dari gue?”
“Pinter banget lo. Iya, itu target jahil lo.”
“Hah? Terus gue harus ngapain?”
“Lo pura-pura mergokin mereka lagi selingkuh. Lo langsung gandeng aja tangan si cowoknya itu, terus abis gitu lo pura-pura marah kalau ditanya lo siapanya, lo jelasin kalau lo pacar cowok itu.”
“Wait. Please give me a sec, Sid.” Athena berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh sahabat gilanya itu, “Did you mean, I have to flirt with that guy? In front of his mother? Are you kidding me, Sid?!” Athena memekik pelan sambil mencubit lengan sahabatnya itu.
“His mother? Lo nggak lihat itu tante-tante ngegandeng dia? Ngapain kalau mereka hubungan emak sama anak harus gandengan mesra kayak gitu?” Sidney balas mencubit Athena, membuatnya mengaduh pelan.
“Ya, tapi gimana caranya gue bertindak? Mereka aja nempel gitu?”
“Tunggu sampai salah satunya pesen makanan atau ke toilet. Sebelum itu, lo pake buds ini dulu, nyambung sama mic gue, nanti lo harus ikutin aba-aba gue, okey?”
Athena tidak bisa berkata apapun selain menerima uluran buds itu dan mengenakannya cepat. Entahlah, ia hanya berpikir harus segera mengakhiri ini. Beberapa menit mereka mengintai dua pasangan yang menjadi target sambil tetap berpura-pura menjadi pelanggan biasa dari jarak yang aman. Dan beberapa menit kemudian wanita kepala tiga itu pergi entah ke mana. Sidney kegirangan, ia segera mendorong Athena untuk mendekat.
“Inget, dengar aba-aba dari gue.”
Athena hanya menghela napas dan berjalan pelan mendekat ke arah meja pasangan itu. Kebetulan si lelaki sedang fokus dengan gadget-nya. Athena bisa mendengar Sidney sudah mulai merekam dan mengucapkan intro kontennya seperti biasa.
“Hallo, guys. Balik lagi sama gue Poni di channel Sidney Berponi. Sekarang gue lagi jadi kamera tersembunyi buat temen gue si Athena yang bakal nge-prank di tempat umum. Gue pilih Café yang emang nggak terlalu gede biar Athena nggak malu, hahaha.” Sidney mulai ngoceh pada kameranya, “Daripada penasaran, mending kalian tonton video ini sampai habis!”
Athena menarik napas, ia menoleh sekitar, tidak ada yang memperhatikan. Ia menunggu sampai si wanita berjalan menuju meja mereka sebelum benar-benar menjalankan aksinya. Wanita itu sepertinya sudah selesai memesan, dan Athena pun segera duduk dengan cepat di kursi sebelah lelaki itu—sesuai interuksi Sidney, dan bergelayut di lengannya.
Lelaki itu tampak terkejut, tapi Athena berusaha tetap tersenyum, sedikit dibuat agak genit—lagi-lagi sesuai perintah Sidney. Wanita yang bersama si lelaki tadi tiba di meja mereka dan menatap Athena serta lelaki itu bergantian.
“Lo siapa?” sesuai dugaan Sidney, lelaki itu bertanya demikian, maka ia membisikan sesuatu pada mic yang tersambung dengan buds Athena.
“Loh? Kamu kok pura-pura nggak kenal sama aku? Aku kan pacar kamu.” tidak ada respon baik dari si lelaki maupun si wanita setelah Athena berkata demikian. Kemudian Sidney berbisik lagi, yang langsung dituruti Athena, “Terus tante-tante ini siapa? Kamu selingkuh dari aku? Sama tante-tante gini?!” wajah Athena dibuat seakan-akan ia marah, sambil menatap jengah ke arah si wanita.
“Loh, Res? Lo nggak pernah cerita kalau punya pacar?” wanita itu menatap si lelaki sanksi, sedangkan si lelaki masih diam karena terkejut, Athena mulai merasa gelisah entah kenapa, “Kamu pacarnya Ares? Udah berapa lama jadian? Jangan salah paham ya, saya tantenya Ares.” si wanita menatap ke arah Athena.
“A—apa? Tantenya?” Athena seketika melepas gandengannya pada lengan si lelaki. Ia mulai terlihat panik dan salah tingkah, “K—kapan—“ matanya bergantian melirik ke arah si lelaki dan wanita paruh baya.
“Lo siapa sih? Lo salah minum obat? Lo kenal gue? Apa maksud lo pacar?” lelaki yang dipanggil Ares itu membombardir Athena dengan banyak pertanyaan membuat gadis itu semakin gelagapan, bisikan dari Sidney yang menyuruhnya mundur pun tak bisa ia dengar.
“Loh? Dia bukan pacar kamu?” Si wanita bingung.
Athena mundur perlahan, “A—ah, sorry… kayaknya g—gue salah orang.” wajahnya memerah karena malu. Ini namanya senjata makan tuan. Niatnya ia yang menjahili, tapi kenapa rasanya seperti ia yang terperangkap jebakan orang lain?
“Jelasin dulu maksud lo apa? Pacar apa? Emang muka gue pasaran sampai bisa lo samain sama cowok lo yang entah seganteng apa—yang jelas sih gantengan gue.” Athena dibuat melongo. Karena sifat si lelaki yang terlalu percaya diri ditambah dia yang tidak bisa berkata-kata untuk menjelaskan.
“Halo, maaf… ini temen saya emang kayaknya setengah sadar ditambah pengelihatannya yang buruk.” Sidney tiba-tiba datang, dan perkataannya semakin membuat Athena melongo.
“Sid, apa-apaan sih? Sejak kapan pengelihatan gue buruk?” Athena spontan protes, seketika mendapat cubitan keras tanda kode dari Sidney, “Aw!”
“Maaf ya, teman saya ini emang lagi setengah sadar. Kalau malem suka kambuh gitu. Dari tadi saya cariin ternyata ada di sini. Sekali lagi maaf. Permisi.” tanpa menjawab pertanyaan Athena, Sidney segera membunguk beberapa kali, dan menarik Athena pergi dari sana. Meninggalkan pertanyaan besar di kepala Ares. Sedang si wanita hanya menatap sambil tersenyum.
“Lucu ya mereka.”
“Lucu apaan, kayak orang gila sih iya.”
“Lo nggak sadar yang satunya polos banget gitu sampe mau aja disuruh-suruh.”
“Maksud lo?”
“Tadi gue sempet ngelihat temennya yang baru dateng itu pegang kamera dari meja sana. Mungkin yang satunya lagi dikerjain dan nggak berjalan sesuai rencana.” wanita paruh baya itu menunjuk pada salah satu meja di pojok belakang, lalu tertawa kecil di akhir kalimatnya.
“Emang ya, jiwa detektif lo nggak bisa pudar.” lelaki yang diketahui bernama Ares itu menggeleng pelan.
“Yah, gimana lagi. Tante lo yang cantik ini terpaksa harus resign karena mendadak punya Baby." si wanita cekikikan sambil mengelus perutnya yang masih rata, "By the way, thanks ya, Res, udah mau gue kerjain karena ngidam gandeng brondong ke Café.”
Sedangkan dalam pikiran Ares terbesit ide licik yang hanya diketahui olehnya, “Tan, gue kayaknya punya mainan baru. Gue butuh bantuan lo.”
"Ngapain, Res? Jangan macem-macem, ah."
"Cuma mau cari tahu siapa mereka sampai bikin konten kayak gini. Gue juga perlu data diri mereka, jaga-jaga kalau hal yang gue duga terjadi."
"Hal apa?"
"Ya semoga aja nggak terjadi, karena kalau sampai dugaan gue bener, terpaksa, tan."
"Jangan bilang lo bakal ngelakuin hal yang dibenci sama bokap lo?"
Ares hanya tersenyum penuh arti, dan dengan santai menyeruput minumannya.
“Nggak lagi deh gue ngikutin perintah lo, Sid.”Athena dan Sidney sedang berada di kantin sekolah mereka. Kejadian semalam seakan masih menghantui Athena dan ia terus saja menyalahkan Sidney atas semua yang terjadi. Gadis berponi itu hanya bisa cekikikan selama perjalanan pulang mereka kemarin malam, tidak lupa mengelus-elus kepala Athena seperti anak kucing.“Eh, tapi lo nggak bakal masukin video itu ke konten prank lo, kan?” Athena menatap Sidney tajam penuh selidik. Sahabat satu-satunya itu menampilkan deretan gigi putihnya yang dibehel, membuat bola mata Athena membelo seketika, “LO GILA, SID?!”“Udah gue edit, babe. Kalau nggak pake yang itu, emang lo mau bikin konten lain? Gue kira lo masih trauma sama yang semalem.” Sidney dengan antengnya melahap potongan besar bakso sebagai makan siangnya.“Kan yang semalem itu gagal. Terus lo edit kayak gimana?” Athena masih bernada kesal, seak
“Siapa nama lo?”“Oh, nggak usah dijawab, dari name tag udah kelihatan… Athena Amerta.” Ares tersenyum seperti iblis bagi Athena, “Athena Dewi Kebijakan kan? Yang gue tahu, Athena juga Dewi Perang. Lo Dewi Perang, gue Dewa Perang. Lo tahu kan kalau Ares juga nama Dewa Yunani? Kita sama-sama anak Zeus, tapi dari ibu yang berbeda. Tapi lambang kita sama, burung hantu.”Athena hanya bisa melongo melihat Ares yang mengoceh tentang Dewa-Dewi Yunani, ia sama sekali tidak bisa tenang saat Ares duduk di hadapannya. Sidney, sahabat gilanya itu entah kabur ke mana sebelum Ares menerobos masuk ke dalam kelas mereka saat dua detik setelah bel istirahat berbunyi.“Temen lo gue suruh beliin roti dan susu kotak buat gue. Hukuman buat dia sebagai pemilik channel.” Ares menjelaskan seakan bisa membaca apa yang Athena pikirkan ketika gadis dengan rambut dicepol itu melirik ke sekitar seperti mencari seseoran
Dua hari yang lalu, setelah keributan yang dibuat Ares di kantin itu selesai, Athena tidak masuk sekolah selama dua hari itu. Ia tidak bisa menghadapi orang yang menatapinya dengan berbagai macam pandangan. Belum lagi harus bertemu Ares, si iblis dari neraka itu—panggilan Athena pada Ares. Sebagai gantinya Sidney yang mendapat berbagai pertanyaan dari teman sekelas mereka, tapi gadis itu tidak bisa menjelaskan apa-apa. Dia hanya berkata bahwa Athena bukan gadis seperti itu. Sidney juga berusaha berbicara dengan para guru, menjelaskan bahwa saat itu Athena bukan tidak sadar karena mabuk, tapi ia hanya asal bicara dan Ares memanfaatkan itu untuk menjebak Athena. Sebagai ganti agar guru-guru percaya, dua hari lalu Athena menjalani tes alkohol dan NAPZA di Rumah Sakit milik kerabat Sidney. Dan hasil mengatakan bahwa Athena negatif dari alkohol dan NAPZA. Walau setelah itu guru-guru kebingungan siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi karena Sidney membawa bukti dan Ares tidak b
Pagi-pagi sekali Athena sudah bersiap ke sekolah. Ia sengaja membuat bekal lebih banyak. Kebiasaannya adalah membawa makanan ringan untuk dimakan di istirahat pertama yang singkat, ia malas pergi ke kantin yang hanya akan membuatnya berdesakan. Biasanya Athena akan makan ke kantin pada jam istirahat kedua. Tapi karena ia menyadari bahwa telah hadir seorang iblis yang akan mengganggunya di sekolah, maka Athena sengaja membuat bekal lebih banyak agar tidak perlu pergi ke kantin dan bertemu dengan Ares. Tapi semua harapannya pupus. Sia-sia saja ia membawa bekal lebih banyak kalau pagi ini saja ia sudah melihat Ares berdiri di samping mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas, ia melirik iPhonenya yang menampilkan maps pada aplikasi ojol. Abang ojol yang sebentar lagi tiba mungkin bisa ia jadikan alasan untuk menghindari Ares pagi itu. “Selamat pagi, Ana.” “Nggak usah sok baik. Abang ojol gue udah deket.”
Mobil Ares sudah berjalan selama kurang lebih setengah jam, selama itu pula hanya ada keheningan di antara mereka—Athena dan Ares. Gadis yang rambutnya selalu dicepol itu tidak memiliki tenaga lagi untuk menghadapi Ares. Ia hanya akan diam sampai nanti tiba di rumahnya. Sedangkan lelaki yang memiliki mata coklat itu juga hanya bisa berdebat dengan batinnya. “Gue nggak tahu kalau lo tahan diem setengah jam kayak gitu.” Ares akhirnya membuka suara. Athena hanya melirik sekilas ke arahnya, kemudian kembali membuang wajahnya ke luar jendela. “Untuk ukuran yang baru kenal, lo berani juga naik ke mobil gue,” Ares menampilkan senyum liciknya, “Cuma karena kotak makan itu?” dagunya menunjuk pada kotak makan yang sudah ada di pangkuan Athena. “Wah, lo keras kepala ya.” Ares mulai melajukan mobilnya lebih cepat, “Nggak apa-apa. Kita lihat seberapa tahan lo untuk nggak buka suara.” Lalu seketika mobil yang dikendarai Ares melaju begitu cepat, membuat Athena haru
Hari sebelum rencana Ares pindah ke Bogor dan jauh sebelum Ares bertemu Athena dan bersikap kejam pada gadis itu, Ares Adiwangsa adalah seorang lelaki yang baik hati dan penurut. Ada satu kejadian yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Satu fakta yang hampir tidak diketahui siapapun kecuali kerabat dekat dan sahabat-sahabatnya.Ares Adiwangsa memiliki seorang saudara kembar bernama Ariel Adiwangsa. Kembar identik dan hampir tidak bisa dibedakan kecuali dari sifat mereka yang bertolak belakang. Sifat yang berbeda membawa pendapat yang berbeda pula untuk mereka berdua. Dari mulai hal-hal kecil sampai hal besar.“Gue mau jadi pembalap.”Saat itu usia Ares dan Ariel masih 14 tahun, mereka sudah mulai merencanakan cita-cita masing-masing sebelum masuk ke bangku SMA. Dan Ares mengungkapkan cita-citanya sebagai pembalap.“Nggak, lo nggak boleh jadi pembalap.”“Kenapa? Suka-suka gue dong.”“Lo udah gagal
Ares dan Ariel berpikir, mungkin Papanya hanya menggancam saat mengatakan bahwa ia akan menghapus nama Ariel dari daftar keluarga. Tapi mereka berdua salah. Saat Ariel memasuki kelas 2 SMA dan Ares berhasil masuk ke SMA berbasis Internasional, Papanya benar-benar membuang nama Adiwangsa atas Ariel dan menghapusnya dari Kartu Keluarga. Nama Ariel juga tidak ada lagi di dalam daftar wasiat keluarganya lagi.Saat itu, Mamanya—Hera Bahari sangat terkejut karena tidak mengetahui hal itu. pertengkaran di antara Adikara dan Hera pun berlangsung selama satu minggu setiap mereka menyantap makan malam bersama. Ares dan Ariel yang ada di sana, tidak bisa ikut campur jika Mamanya sudah turun tangan. Hera merasa Ariel diperlakukan tidak adil hanya karena ia mengatakan apa yang diinginkannya. Bagaimanapun, Ariel juga adalah darah dagingnya. Lantas kenapa Adikara bisa dengan mudahnya membuang Ariel begitu saja? Pikirnya.“Saya tidak membuang Ariel. Buktinya dia masih ting
-Kembali ke masa kini- “NANA!!” Senin pagi yang tenang milik Athena dibuka dengan suara teriakan Sidney. Athena hanya mengangkat alis sebagai bentuk tanyanya. “Tiga hari lalu, hari Jumat, nyokap lo nelepon gue. Katanya kenapa lo pulang telat.” Sidney meletakan tas di atas meja, “Bukanya waktu itu lo bilang abang ojolnya lo udah di depan? Kok bisa balik telat?” “Lo bilang apa ke nyokap gue?” bukannya menjawab, Athena malah balik bertanya. “Gue bilang aja lo ada kerja kelompok. Abis gue bingung. Lo diteleponin juga nggak bisa, bikin khawatir tahu nggak!” “Thank you, babe. And sorry.” “Jangan menghindar. Kemana dulu lo pas Jumat? Gue sengaja nahan pertanyaan ini waktu nelepon lo weekend kemarin, supaya bisa nanya langsung.” Athena berdeham pelan, “Ah itu, hm… tiba-tiba si iblis nyuruh gue naik ke mobilnya.” “APA? Kok lo mau-mau aja sih?” Sidney menggebrak meja kesa
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr