“Siapa nama lo?”
“Oh, nggak usah dijawab, dari name tag udah kelihatan… Athena Amerta.” Ares tersenyum seperti iblis bagi Athena, “Athena Dewi Kebijakan kan? Yang gue tahu, Athena juga Dewi Perang. Lo Dewi Perang, gue Dewa Perang. Lo tahu kan kalau Ares juga nama Dewa Yunani? Kita sama-sama anak Zeus, tapi dari ibu yang berbeda. Tapi lambang kita sama, burung hantu.”
Athena hanya bisa melongo melihat Ares yang mengoceh tentang Dewa-Dewi Yunani, ia sama sekali tidak bisa tenang saat Ares duduk di hadapannya. Sidney, sahabat gilanya itu entah kabur ke mana sebelum Ares menerobos masuk ke dalam kelas mereka saat dua detik setelah bel istirahat berbunyi.
“Temen lo gue suruh beliin roti dan susu kotak buat gue. Hukuman buat dia sebagai pemilik channel.” Ares menjelaskan seakan bisa membaca apa yang Athena pikirkan ketika gadis dengan rambut dicepol itu melirik ke sekitar seperti mencari seseorang.
“Tenang aja, temen lo itu bakal gue jadiin babu seminggu doang kok. Kompensasi pengganti pembatalan tuntutan. Lo juga bakal dapet bagian.”
“Apa?” Athena terbelalak, “Gimana bisa lo nuntut, padahal gue sama Sidney nggak ngerugiin lo, karena rencananya aja gagal!” protesnya.
“Gimana bisa, kata lo? Lo nggak sadar ya, masukin muka gue ke konten kayak gitu sama aja kayak ngejual wajah rupawan ini buat dipertontonkan. Dan gue bisa aja nuntut lo berdua karena melanggar hak gue yang nggak mau wajahnya tersebar di internet.”
Athena seketika tertawa kencang, menertawakan kenarsisan lelaki di hadapannya sekaligus perkataannya soal hak dan penyebaran wajahnya di internet. Bagaimana bisa ada orang yang sensitif soal itu? Jaman semakin canggih, dan media sosial semakin banyak. Tidak ingin wajahnya ada di internet? 'Orang ini ngaco kali ya?' Pikir Athena dalam hatinya.
“Kenapa ketawa?” Ares dibuat kesal, “Heh antena TV, jangan pikir gue bercanda.”
“Lo pikir gue percaya? Mana bisa muka lo nggak ada di Internet? Emangnya lo nggak punya akun sosial media? HAHAHAHAHA.” Athena kembali tertawa. Tidak sadar dirinya disebut sebagai antena tv.
“Iya. Gue nggak pakai akun sosial media. Terus kenapa? Gue nggak mau muka ganteng gue ini kesebar dan disalahgunakan sama orang yang nggak bertanggung jawab.”
Seketika Athena terdiam. 'Eh serius?' Batinnya.
“Kenapa sekarang lo diem? Kaget? Penasaran?”
“Ngapain juga gue penasaran sama lo? Yang ada lo kelihatan kuno, norak, dan nggak update banget soal teknologi.”
“Nggak pakai sosmed bukan berarti gagal teknologi, duh.”
“Tapi lo punya akun youtube.”
“Terpaksa bikin karena Xavier tiba-tiba nelepon gue dan ngasih tahu muka gue ada di youtube.” gumam Ares pelan.
“What? Savi what?”
“Budek lo. Udah lah, mending ikut gue ke kantin.”
“Ngapain? Lagian Sidney udah beliin lo roti sama susu kotak kan, katanya.”
“Ketemu sama pacar lo.” Ares menarik tangan Athena secara paksa sampai pergelangan tangan gadis berambut cepol itu memerah.
“Aw! Sakit! Lepas, nggak?”
“Semakin lo berontak, semakin kenceng cengkeraman gue.” Ares tidak main-main, rasa sakit di pergelangan tangan Athena semakin terasa perih.
“Ketemu pacar gimana kalau gue aja nggak punya pacar.”
“Sebentar lagi lo punya pacar.”
'Sarap ni orang.' Athena membatin. Tidak berani berkata langsung. Takut orang yang menarik tangannya itu semakin menggila, dan bisa saja benar-benar mematahkan pergelangan tangannya. Ia juga merasa heran, bagaimana bisa kelasnya sangat sepi saat jam istirahat? Biasanya beberapa dari mereka membawa bekal dan makan di kelas, atau ada yang malas pergi ke kantin yang sesak dan memilih tidur selama jam istirahat, kemudian cabut ke kantin saat jam pelajaran. Tapi ke mana perginya semua orang itu?
Ternyata jawabannya ada di sini. Mereka semua ada di kantin. Ruangan sebesar 15 kali 20 meter itu sekarang penuh sesak. Seperti ada hal menarik yang membawa mereka semua ke sini. Athena masih tidak mengerti. Sampai sebuah suara dari speaker entah di mana mengagetkannya. Athena bisa melihat sebuah LCD dan layar putihnya yang entah sejak kapan bisa berada di kantin, ditambah semua orang seakan siap menonton tayangan apapun yang akan diputar di sana sambil menyantap makan siang mereka.
“Eh itu adik kelas yang baru pindah itu, kan?”
“Itu dia yang tadi minta mang Jajang masang LCD di kantin?”
“Gue denger dia mau bikin perhitungan sama Sidney karena konten yang nggak diizinin itu malah ditayangin?”
Athena bisa mendengar bisik-bisik orang di dekatnya yang melihat kedatangan mereka ke kantin. Apa katanya? Membuat perhitungan pada Sidney? Athena segera mencari keberadaan sahabat berponinya itu. Takut jika Sidney mendapat serangan panik tiba-tiba.
“Lepasin gue dulu. Gue harus nyari Sidney. Di mana dia?” Athena berusaha melepaskan cengkeraman Ares pada pergelangan tangannya.
“Ah, gue lupa ngasih tahu lo. Sidney bukan beliin gue roti dan susu kotak. Tapi dia jadi operator hari ini. Sebentar lagi video kontennya bakal ditayangin. Ayok kita cari tempat duduk.” Ares bukannya melepas pergelangan tangannya malah menarik Athena ke tengah kerumunan di kantin. Beberapa orang menyingkir, memberikan tempat duduk untuk Ares dan Athena. Gadis bercepol itu hanya bisa bengong keheranan. 'Dia nyogok apa sampe mereka pada nurut gini?' Batin Athena.
“Lo harusnya nggak heran lagi. Kalau pindah sekolah aja hal yang gampang buat gue, hal-hal kayak gini nggak ada apa-apanya.” bisikan Ares seperti bisikan iblis baginya. 'Pantes aja lo dinamain Ares, Dewa perang yang bisanya bikin kerusuhan dan kehancuran. Persis kayak lo sekarang.' Athena menyumpah dalam hati.
“Semua orang kayaknya udah nonton video itu. Lo nggak perlu bikin layar tancep segala buat nunjukin ke semua orang soal wajah rupawan lo itu.” dengan penuh sarkasme gadis itu berucap.
“Kata siapa gue mau nunjukin wajah rupawan? Hari ini gue mau ngenalin pacar baru lo.” senyum licik masih terpantri di wajah Ares, “Lihat aja, setelah ini lo bakal sadar, siapa yang lebih kuat dari siapa.” Ares berbisik sangat pelan di telinga Athena, hampir seperti hembusan napas.
Lalu sebuah video diputar. Atensi penghuni kantin seketika teralihkan, dari makanan ke layar putih di depan. Suara dari speaker juga cukup besar dan mungkin bisa didengar sampai ke kelas di sekitar kantin. Walau enggan, Athena juga penasaran, apa yang akan Ares perlihatkan. Dan di sana, video yang diunggah Sidney di channelnya diputar. Sama persis seperti sebelumnya. Tidak ada yang aneh, pikir Athena. Lalu saat video selesai, muncul wajah Ares di layar. Sedang duduk di kursi tepi sebuah kolam renang. Memegang secangkir sirup dengan kaki disilangkan. Terdengar suara bisik-bisik ramai yang mengatakan bahwa wajah Ares sangat tampan, bahwa latar tempat video itu adalah vila pribadinya, dan lain-lain.
Lalu Ares mulai bicara di video itu, “Hi guys, pasti kalian heran kan kenapa tiba-tiba ada gue muncul di layar. Jadi sebenarnya, Athena itu nggak salah orang. Benar kalau gue itu pacarnya…”
“ARES!” Athena seketika berdiri dari duduknya ketika mendengar pengakuan palsu Ares di Video.
“Ana, kamu nggak usah marah gitu. Emang udah waktunya mereka tahu kalau kita itu pacaran dari lama. Dan fakta kalau kamu lagi mabuk di video kontennya Sidney. Kamu inget-inget lagi deh, di sebelah Café itu ada Bar, kan? Kamu lupa kalau kamu habis mabuk-mabukan di sana dan Sidney nyuruh kamu buat bikin konten? Sebenarnya kamu yang dikerjain. Aku sama tanteku disuruh dateng sama Sidney ke Café itu, dan pura-pura jadi target kamu. Dan Sidney ngebuat seolah-olah aku nggak kenal sama kamu, biar bikin kamu bingung. Karena kamu bakal bener-bener kehilangan kesadaran kalau lagi mabuk.” Ares dalam video melanjutkan, memotong amarah Athena pada Ares di sebelahnya.
“Ana, jangan marah sama Sidney. Dia cuma mau ngebantu aku buat minta maaf sama kamu lewat video ini. Kamu pasti stress ya karena aku ngancem bakal mutusin kamu, karena kamu pengen terus nyembinyiin hubungan kita, hm? Aku sampai rela pindah sekolah buat kamu. Aku nggak tahu kalau Sidney bakal beneran upload video itu, kupikir cuma buat ngancem kamu aja supaya mau mengakui hubungan kita.”
Athena bergeming. Tangannya mengepal kuat di samping tubuhnya yang masih berdiri. Matanya menatap tajam ke arah Ares, penuh kebencian. Video itu sepertinya belum berakhir, tapi kemarahan Athena tidak bisa ditahan lagi. Dengan sekuat tenaga ia menampar pipi Ares kencang. Semua mata menoleh ke arah mereka. Bisik-bisik mulai terdengar lagi. Ada yang percaya pada Ares, ada juga yang menganggap pria itu sudah gila. Tapi karena Athena adalah gadis yang tertutup selama ini, banyak orang lebih percaya pada Ares. Fakta bahwa yang memutar video itu adalah Sidney—sahabat baik Athena, membuat orang semakin percaya pada Ares. Beberapa ada yang tahu tentang Café itu dan berkata bahwa benar, di sebelah Café itu terdapat Bar yang cukup terkenal. Tanda tanya semakin banyak. Athena yang terlihat sebagai gadis baik-baik tertanya tak benar adanya, karena diduga suka mabuk-mabukan. Mungkin saat ini fakta itu sudah sampai ke telinga para Guru.
Athena segera pergi dari kantin karena tidak tahan mendengar bisik-bisik dari orang lain yang mengolok-oloknya. Video ditutup dengan beberapa kalimat dari Ares, “Buat kalian semua, tolong jangan menggunjing Athena. Wajar kan dia kayak gitu kalau cintanya sama gue udah setengah mati. Mungkin Athena malu karena tahu gue adalah anak yang sering pindah sekolah karena berulah dan beberapa kali nggak naik kelas, makanya dia nyembunyiin hubungan kita. Yah, seharusnya gue sekarang udah kuliah semester satu. Jadi Athena nggak pacaran sama brondong, karena gue lebih tua dua tahun dari dia.” lalu selesai.
Sidney muncul dari balik layar putih dengan air mata yang sudah berlinang. Ia menatap Ares dengan pandangan yang tidak dapat diartikan. Tapi orang-orang menganggap bahwa Sidney merasa bersalah karena sudah mengkhianati Athena dan malah membantu Ares mengungkap hubungan mereka. Padahal dalam hati, Sidney rasanya sangat jahat karena sudah menuruti perintah Ares dan menyesal telah mengupload video prank gagalnya sampai jadi seperti ini. Apa seharusnya ia rela dituntut dan menyewa seorang pengacara saja?
Dua hari yang lalu, setelah keributan yang dibuat Ares di kantin itu selesai, Athena tidak masuk sekolah selama dua hari itu. Ia tidak bisa menghadapi orang yang menatapinya dengan berbagai macam pandangan. Belum lagi harus bertemu Ares, si iblis dari neraka itu—panggilan Athena pada Ares. Sebagai gantinya Sidney yang mendapat berbagai pertanyaan dari teman sekelas mereka, tapi gadis itu tidak bisa menjelaskan apa-apa. Dia hanya berkata bahwa Athena bukan gadis seperti itu. Sidney juga berusaha berbicara dengan para guru, menjelaskan bahwa saat itu Athena bukan tidak sadar karena mabuk, tapi ia hanya asal bicara dan Ares memanfaatkan itu untuk menjebak Athena. Sebagai ganti agar guru-guru percaya, dua hari lalu Athena menjalani tes alkohol dan NAPZA di Rumah Sakit milik kerabat Sidney. Dan hasil mengatakan bahwa Athena negatif dari alkohol dan NAPZA. Walau setelah itu guru-guru kebingungan siapa yang benar dan siapa yang salah. Tapi karena Sidney membawa bukti dan Ares tidak b
Pagi-pagi sekali Athena sudah bersiap ke sekolah. Ia sengaja membuat bekal lebih banyak. Kebiasaannya adalah membawa makanan ringan untuk dimakan di istirahat pertama yang singkat, ia malas pergi ke kantin yang hanya akan membuatnya berdesakan. Biasanya Athena akan makan ke kantin pada jam istirahat kedua. Tapi karena ia menyadari bahwa telah hadir seorang iblis yang akan mengganggunya di sekolah, maka Athena sengaja membuat bekal lebih banyak agar tidak perlu pergi ke kantin dan bertemu dengan Ares. Tapi semua harapannya pupus. Sia-sia saja ia membawa bekal lebih banyak kalau pagi ini saja ia sudah melihat Ares berdiri di samping mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas, ia melirik iPhonenya yang menampilkan maps pada aplikasi ojol. Abang ojol yang sebentar lagi tiba mungkin bisa ia jadikan alasan untuk menghindari Ares pagi itu. “Selamat pagi, Ana.” “Nggak usah sok baik. Abang ojol gue udah deket.”
Mobil Ares sudah berjalan selama kurang lebih setengah jam, selama itu pula hanya ada keheningan di antara mereka—Athena dan Ares. Gadis yang rambutnya selalu dicepol itu tidak memiliki tenaga lagi untuk menghadapi Ares. Ia hanya akan diam sampai nanti tiba di rumahnya. Sedangkan lelaki yang memiliki mata coklat itu juga hanya bisa berdebat dengan batinnya. “Gue nggak tahu kalau lo tahan diem setengah jam kayak gitu.” Ares akhirnya membuka suara. Athena hanya melirik sekilas ke arahnya, kemudian kembali membuang wajahnya ke luar jendela. “Untuk ukuran yang baru kenal, lo berani juga naik ke mobil gue,” Ares menampilkan senyum liciknya, “Cuma karena kotak makan itu?” dagunya menunjuk pada kotak makan yang sudah ada di pangkuan Athena. “Wah, lo keras kepala ya.” Ares mulai melajukan mobilnya lebih cepat, “Nggak apa-apa. Kita lihat seberapa tahan lo untuk nggak buka suara.” Lalu seketika mobil yang dikendarai Ares melaju begitu cepat, membuat Athena haru
Hari sebelum rencana Ares pindah ke Bogor dan jauh sebelum Ares bertemu Athena dan bersikap kejam pada gadis itu, Ares Adiwangsa adalah seorang lelaki yang baik hati dan penurut. Ada satu kejadian yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Satu fakta yang hampir tidak diketahui siapapun kecuali kerabat dekat dan sahabat-sahabatnya.Ares Adiwangsa memiliki seorang saudara kembar bernama Ariel Adiwangsa. Kembar identik dan hampir tidak bisa dibedakan kecuali dari sifat mereka yang bertolak belakang. Sifat yang berbeda membawa pendapat yang berbeda pula untuk mereka berdua. Dari mulai hal-hal kecil sampai hal besar.“Gue mau jadi pembalap.”Saat itu usia Ares dan Ariel masih 14 tahun, mereka sudah mulai merencanakan cita-cita masing-masing sebelum masuk ke bangku SMA. Dan Ares mengungkapkan cita-citanya sebagai pembalap.“Nggak, lo nggak boleh jadi pembalap.”“Kenapa? Suka-suka gue dong.”“Lo udah gagal
Ares dan Ariel berpikir, mungkin Papanya hanya menggancam saat mengatakan bahwa ia akan menghapus nama Ariel dari daftar keluarga. Tapi mereka berdua salah. Saat Ariel memasuki kelas 2 SMA dan Ares berhasil masuk ke SMA berbasis Internasional, Papanya benar-benar membuang nama Adiwangsa atas Ariel dan menghapusnya dari Kartu Keluarga. Nama Ariel juga tidak ada lagi di dalam daftar wasiat keluarganya lagi.Saat itu, Mamanya—Hera Bahari sangat terkejut karena tidak mengetahui hal itu. pertengkaran di antara Adikara dan Hera pun berlangsung selama satu minggu setiap mereka menyantap makan malam bersama. Ares dan Ariel yang ada di sana, tidak bisa ikut campur jika Mamanya sudah turun tangan. Hera merasa Ariel diperlakukan tidak adil hanya karena ia mengatakan apa yang diinginkannya. Bagaimanapun, Ariel juga adalah darah dagingnya. Lantas kenapa Adikara bisa dengan mudahnya membuang Ariel begitu saja? Pikirnya.“Saya tidak membuang Ariel. Buktinya dia masih ting
-Kembali ke masa kini- “NANA!!” Senin pagi yang tenang milik Athena dibuka dengan suara teriakan Sidney. Athena hanya mengangkat alis sebagai bentuk tanyanya. “Tiga hari lalu, hari Jumat, nyokap lo nelepon gue. Katanya kenapa lo pulang telat.” Sidney meletakan tas di atas meja, “Bukanya waktu itu lo bilang abang ojolnya lo udah di depan? Kok bisa balik telat?” “Lo bilang apa ke nyokap gue?” bukannya menjawab, Athena malah balik bertanya. “Gue bilang aja lo ada kerja kelompok. Abis gue bingung. Lo diteleponin juga nggak bisa, bikin khawatir tahu nggak!” “Thank you, babe. And sorry.” “Jangan menghindar. Kemana dulu lo pas Jumat? Gue sengaja nahan pertanyaan ini waktu nelepon lo weekend kemarin, supaya bisa nanya langsung.” Athena berdeham pelan, “Ah itu, hm… tiba-tiba si iblis nyuruh gue naik ke mobilnya.” “APA? Kok lo mau-mau aja sih?” Sidney menggebrak meja kesa
“Arghhh… nggak tahu lagi deh gue.” Athena menepuk-nepuk kepalanya dengan kotak pensil di hadapannya. Sidney yang melihat hanya bisa ikut geleng kepala,“Masih masalah yang sama?” Sidney memangku kepalanya dengan tangan yang ia letakkan di atas meja. Athena menghela napas dan mengangguk pelan.Dua hari sudah berlalu sejak terakhir Ares memesan pizza ke sekolah bukan hanya untuk Athena, tapi juga untuk teman sekelasnya—memang pencari perhatian, menurut Athena. Dua hari Athena tidak diganggu oleh keberadaan Ares, karena ternyata lelaki itu absen selama dua hari, begitu yang Athena dengar dari gosip yang entah kenapa bisa dengan cepat sampai ke telinganya.Masalah yang sedang Athena hadapi sekarang adalah tentang dirinya yang tidak bisa menentukan tema atau topik untuk konten podcastnya. Selain karena ia merasa harus lebih baik, Athena juga belum menemukan orang yang bisa diajak untuk berbincang di podcastnya.“Menur
Dua hari yang tenang milik Athena harus sirna ketika dia melihat mobil Ares sudah terparkir di depan rumahnya. Gadis itu menatap malas ke arah si lelaki bermata coklat, yang dibalas dengan tatapan licik darinya.“Selamat pagi, pacar.”“Pacar pale lo gundul.”Athena dengan cekatan segera memesan ojek online pada aplikasi, namun Ares langsung merebut benda persegi panjang itu dari tangan Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas menahan kesal. Ares membuka pintu penumpang sebelah kemudi dan mengisyaratkan Athena untuk masuk dengan gerakan kepalanya. Gadis itu menurut tanpa mengatakan apapun.“Seatbelt.” Ares mengingatkan.“Gue juga tahu.” jawab Athena malas. Mobil Ares langsung melaju menuju sekolah.“Setelah diturunin di tengah jalan, ternyata lo masih mau naik ke mobil gue. Kalau gue nurunin lo di tengah jalan lagi, terus ngambil HP lo gimana?”“Bagu
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr