Pagi-pagi sekali Athena sudah bersiap ke sekolah. Ia sengaja membuat bekal lebih banyak. Kebiasaannya adalah membawa makanan ringan untuk dimakan di istirahat pertama yang singkat, ia malas pergi ke kantin yang hanya akan membuatnya berdesakan. Biasanya Athena akan makan ke kantin pada jam istirahat kedua. Tapi karena ia menyadari bahwa telah hadir seorang iblis yang akan mengganggunya di sekolah, maka Athena sengaja membuat bekal lebih banyak agar tidak perlu pergi ke kantin dan bertemu dengan Ares.
Tapi semua harapannya pupus. Sia-sia saja ia membawa bekal lebih banyak kalau pagi ini saja ia sudah melihat Ares berdiri di samping mobilnya yang entah sejak kapan terparkir di depan rumah Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas, ia melirik iPhonenya yang menampilkan maps pada aplikasi ojol. Abang ojol yang sebentar lagi tiba mungkin bisa ia jadikan alasan untuk menghindari Ares pagi itu.
“Selamat pagi, Ana.”
“Nggak usah sok baik. Abang ojol gue udah deket.”
“Terus?”
Athena hanya bisa mengerutkan dahi, heran, “Ya maksudnya, gue nggak mau berangkat sekolah sama lo. Paham, kan?”
Ares terkekeh, memegangi perutnya, “Kata siapa gue mau nganter lo ke sekolah?”
“Apa?” Athena jadi malu sendiri. Terus kenapa ada di depan rumahnya kalau tidak ingin mengajaknya berangkat sekolah bersama? Bukannya di novel-novel biasanya begitu?
Abang ojol seperti penolongnya, ia tidak perlu berlama-lama malu di depan Ares, “Neng Nana, betul?” tanya abang ojol memastikan setelah melirik nama pengguna Athena pada aplikasi ojol. Gadis itu mengangguk, dan segera menerima uluran helm dari abang ojol—yang menatapnya dan Ares bergantian, mungkin kebingungan.
“Berangkat, Bang.” Athena memberi aba-aba bahwa ia sudah duduk dengan nyaman.
“Hati-hati ya, Bang, bawa motornya. Pelan-pelan aja, takut dia terbang karena badannya kekecilan.” pinta Ares dengan wajah serius, padahal maksudnya hanya bercanda. Athena menatapnya tajam, sedangkan si abang ojol hanya mengacungkan jempol.
Ojol yang dinaiki Athena berjalan. Ares juga tidak membuang waktu, ia segera masuk ke dalam mobil silvernya dan mengikuti ojol dari belakang. Sesuai permintaan Ares, Abang ojol membawa motornya dengan pelan, sampai membuat Athena geram sendiri. Berpikir mungkin saja ia bisa telat jika terus pada kecepatan seperti siput itu.
“Bang, ngebut juga nggak apa-apa. Kata-kata orang tadi nggak usah didengerin. Nanti saya telat kalau abang pelan-pelan gini.”
“Oh, maaf, Neng. Abis tadi muka pacar Neng serem banget gitu, jadi saya ikutin aja amanatnya. Lagi berantem ya sama pacarnya?”
“Pacar apaan, dia bukan pacar saya, Bang. Nggak waras dia, terobsesi buat ganggu saya. Dari mukanya aja nyeremin kayak iblis. Abang lihat sendiri tadi.”
“Waduh, Neng udah pernah ketemu iblis?”
“Itu dia iblisnya.”
Si abang ojol hanya tertawa. Menganggap bahwa Athena berkata demikian karena sedang bertengkar dengan pacarnya yang dia sebut iblis. Kemudian ojol itu melaju lebih cepat sesuai perintah Athena dengan alasan takut terlambat.
###
“Wah, lo bener-bener hebat banget kalau soal menghindar.”
Setelah pagi bertemu Ares, Athena benar-benar berusaha bersembunyi dari lelaki itu. Selama jam istirahat, Athena membawa bekalnya dan mencari tempat yang tidak bisa ditemukan oleh Ares. Tapi tetap saja, pada istirahat kedua lelaki itu berhasil menemukannya.
“Gila emang. Gue pikir cewek kalau sembunyi itu di perpustakaan, UKS, rooftop, atau taman belakang sekolah… nggak nyangka gue malah nemuin lo di ruang soundsystem. Kayaknya kalau guru ngebosenin itu nggak nyuruh gue ngambil kabel buat masang LCD, hari ini gue nggak bakal ketemu sama lo.”
“Udah ngocehnya?” Athena menaikan satu alisnya, “Kalau udah, minggir dikit. Gue mau balik ke kelas.”
Lelaki itu tidak membantah, ia langsung menyingkir dari hadapan Athena. Walau sedikit membuat gadis itu bingung karena marasa Ares tidak seperti biasanya yang menurut begitu. Dengan tenang ia membuka pintu ruang soundsystem. Tapi tiba-tiba lehernya terbelit kabel yang muncul dari belakang. Athena hampir tidak bisa bernapas, kotak bekalnya jatuh dari pegangan.
“A—Ares!” Ia berusaha berteriak.
Senyum licik terpantri di wajah Ares. Lelaki itu memegang sambungan kabel yang melilit di leher Athena, lalu menyeret gadis itu keluar dari sana. Ia menoleh ke sekitar, koridor dekat ruang soundsystem memang sepi, tapi pasti ada satu dua murid yang lewat karena ada dua kelas yang harus melalui jalan itu. Ketika ia melihat segerombol siswi yang berjalan sambil membawa jajannya, Ares memulai dramanya.
“Ana! Ya ampun, Ana. Kamu nggak boleh bunuh diri di sekolah. Gantung diri pake kabel yang ada bikin kamu mati kesetrum, bukan kehabisan napas.”
Ares berlagak melepaskan lilitan kabel pada leher Athena. Gadis itu terbatuk-batuk setelah lilitan berhasil terlepas. Para siswi yang melihat kejadian itu terkejut, seketika mereka berbisik, ada pula beberapa yang berhasil merekam.
“Ana, kamu nggak apa-apa?”
“LO GILA?!”
“Kamu yang gila. Dari tadi aku nyariin kamu kemana-mana ternyata ada di sini. Kalau aku nggak dateng, mungkin kamu bakal jadi hantu penunggu sekolah karena bunuh diri di sini.”
“Sarap lo. Gue masih mau hidup lebih lama dari lo!”
Athena kesal setengah mati. Ia tidak peduli apa yang dipikirkan para siswi yang melihatnya dan Ares tadi. Ia hanya harus segera pergi dari hadapan Ares atau lelaki Psikopat itu benar-benar akan membunuhnya. Sedangkan Ares hanya menatap Athena yang berjalan menjauh. Wajahnya datar.
Kemudian ia melirik pada para siswi yang masih berdiri mematung. Salah tingkah, para siswi itu segera pergi dari hadapan Ares. Lelaki itu menatap kotak bekal Athena yang terjatuh di lantai. Ia mendapat ide baru untuk alasan bertemu Athena lagi.
###
“Athena, emang bener ya lo mau bunuh diri?”
“APA?!” Sidney yang sedang bersama Athena di dalam kelas, terkejut mendengar pertanyaan dari teman sekelasnya itu, “Lo mau bunuh diri, Na?”
“Nggak lah.” Athena dengan malas menjawab sambil memasukan alat tulisnya ke dalam tas, bersiap pulang.
“Rumornya gitu. Ada anak kelas 10 yang lihat lo sama Ares di depan ruang soundsystem, katanya leher lu kelilit kabel terus Ares nolongin lo,”
“Salah orang kali. Emang ada anak kelas 10 yang kenal gue?” Athena tak acuh dan menjawab asal. Si Ares itu emang biang onar.
“Ada videonya, Na.”
“Demi apa lo?” seketika pergerakan tangan Athena terhenti, teman sekelasnya itu mengangguk cepat lalu menyerahkan HPnya pada Athena, “Dapet dari mana ini?”
“Ada di portal draf sekolah. Lo tahu kan, akun sekolah yang dibuat alumni buat ngirim pesan anonim gitu lewat LINE.”
“Hah… beneran sarap tu cowok.” Athena bergumam, tapi masih bisa didengar.
“Jadi bener?”
“Ya nggak lah. Gue belum jadi podcaster terkenal, belum bisa beli Apartemen sendiri, belum punya kendaraan pribadi, belum punya deposito satu miliar dan saham. Nggak mungkin gue mau bunuh diri.”
“Oh gitu.” Teman sekelasnya itu hanya mengangguk canggung, syok mendengar target hidup Athena yang ternyata seperti itu, “Jadi lo cuma cari perhatian, ya?”
“Apa lo bilang?!” Sidney memekik tidak terima, “Sejak kapan cari perhatian dengan nyekek diri sendiri sampe kehabisan napas kayak gitu? Lo nggak lihat di videonya? Itu tangan si Ares jelas-jelas megangin bagian belakang kabelnya. Cowok itu yang psikopat, bukan Athena yang cari perhatian!” tegas Sidney, otomatis membela Athena karena dirasa gadis itu hanya akan diam dan menerima sebutan pencari perhatian.
“Kok lo nggak nyangkal, Na?”
“Gue udah punya juru bicara.” jawab gadis yang rambutnya dicepol itu sambil tangannya menunjuk Sidney dan tidak lupa tersenyum manis.
Dua teman kelasnya yang tadi mengintrogasi akhirnya mengangguk-angguk dan pergi dari hadapan Athena dan Sidney. Dada Sidney masih naik turun menahan amarah walau dua gadis tadi sudah pergi. Ia paling tidak bisa mendengar sahabat baiknya diejek seperti itu, apalagi di depan mata kepalanya sendiri. Sedangkan Athena dengan tenang segera menggendong ranselnya, dan menjinjing tas laptopnya.
“Hari ini balik sama gue aja, Na.” Sidney mengikuti Athena berjalan ke luar kelas.
“Gue udah pesen ojol, abangnya udah di depan.” Athena menunjukan layar iPhone yang menunjukan fotmat pemesanan ojolnya.
“Bagus deh, gue cuma takut lo diseret sama si iblis itu.”
“Sekarang senjata gue adalah abang ojol, hahahaha.” Athena tertawa riang. Sidney ikut menepuk-nepuk kepala sahabatnya itu, ikut senang.
Saat tiba di depan gerbang, Athena tidak melihat ada Abang ojol satupun. Jemputan Sidney sudah datang, “Eh itu jemputan gue. Duluan ya, Na.” gadis berponi itu melambai.
Athena balas melambai pada Sidney. Dua menit ia menunggu, kepalanya celingukan mencari motor yang berplat nomor sama dengan di aplikasi, tapi ia tidak menemukannya. Lalu format pesanannya tiba-tiba dibatalkan oleh si Abang ojol.
“Lah kok di-cancel?” Athena memekik pelan, “Bisa-bisanya si Abang nolak rezeki.” lanjutnya bermonolog pada diri sendiri.
Kemudian tangannya dengan cekatan bersiap mencari driver lain. Tapi suara klakson mobil yang kencang mengejutkannya. Ia menoleh pada mobil itu, tahu betul siapa yang ada di balik kemudi mobil silver tersebut. Dalam hati Athena mengumpat pada kebetulan yang terjadi. 'Kenapa juga sih dia muncul pas abang ojolnya udah ngebatalin pesanan?!'
“Butuh tumpangan?” Ares menurunkan kaca mobil.
“Nggak.” jawab Athena cepat.
“Yakin?”
“100 persen.”
“Oh, okey. Kalau gitu kotak bekalnya buat gue aja, ya?”
“Apa?”
Athena kebingungan, lalu dia teringat kotak bekal yang tidak sengaja dijatuhkan ketika Ares mencekik lehernya dengan kabel siang tadi. Seketika matanya membulat sempurna. Dia bisa kena omel kalau Mamanya tahu sepaket alat makan merek ternama itu hilang begitu saja. Namanya mungkin akan dicoret dari kartu keluarga.
“Res, nggak lucu. Balikin.”
“Naik.”
“Nggak.”
“Okey.” Ares menginjak gasnya sedikit, Athena refleks mencegah mobil Ares berlalu.
“Fine!” akhirnya gadis itu membuka pintu belakang mobil Ares.
“Enak aja duduk di belakang, emangnya gue supir lo?”
Tanpa berkata apa-apa, Athena menutup kembali pintu belakang mobil, dan duduk di kursi penunpang sebelah kemudi. Gadis itu langsung memejamkan mata, menolak bicara dengan Ares melalui gesturnya.
“Pasang seatbelt sendiri. Jangan berharap gue pasangin buat lo.”
Tangan Athena dengan cepat memasang seatbelt, “Lupa. Lagian siapa juga yang mau dipasangin sama lo.” cibirnya.
“Ya… siapa tahu lo berharap ada adegan romantis sama gue.”
“Adegan romantis? Sama lo? Jangan harap!”
“Jangan terlalu benci sama gue. Nanti lo naksir.”
“Harusnya gue yang ngomong gitu.”
“Loh, gue nggak benci sama lo.”
“Nggak benci, tapi dendam, kan.”
“Lebih tepatnya, gue suka kalau lihat lo tersiksa.”
“Nggak waras emang lo.”
“Aku nggak pernah bilang kalau aku waras, Ana.” mata coklat Ares mengerling pada Athena. Sedangkan mata hitam pekat gadis itu hanya menatapnya jengah.
“Udah gue duga.”
Mobil Ares sudah berjalan selama kurang lebih setengah jam, selama itu pula hanya ada keheningan di antara mereka—Athena dan Ares. Gadis yang rambutnya selalu dicepol itu tidak memiliki tenaga lagi untuk menghadapi Ares. Ia hanya akan diam sampai nanti tiba di rumahnya. Sedangkan lelaki yang memiliki mata coklat itu juga hanya bisa berdebat dengan batinnya. “Gue nggak tahu kalau lo tahan diem setengah jam kayak gitu.” Ares akhirnya membuka suara. Athena hanya melirik sekilas ke arahnya, kemudian kembali membuang wajahnya ke luar jendela. “Untuk ukuran yang baru kenal, lo berani juga naik ke mobil gue,” Ares menampilkan senyum liciknya, “Cuma karena kotak makan itu?” dagunya menunjuk pada kotak makan yang sudah ada di pangkuan Athena. “Wah, lo keras kepala ya.” Ares mulai melajukan mobilnya lebih cepat, “Nggak apa-apa. Kita lihat seberapa tahan lo untuk nggak buka suara.” Lalu seketika mobil yang dikendarai Ares melaju begitu cepat, membuat Athena haru
Hari sebelum rencana Ares pindah ke Bogor dan jauh sebelum Ares bertemu Athena dan bersikap kejam pada gadis itu, Ares Adiwangsa adalah seorang lelaki yang baik hati dan penurut. Ada satu kejadian yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Satu fakta yang hampir tidak diketahui siapapun kecuali kerabat dekat dan sahabat-sahabatnya.Ares Adiwangsa memiliki seorang saudara kembar bernama Ariel Adiwangsa. Kembar identik dan hampir tidak bisa dibedakan kecuali dari sifat mereka yang bertolak belakang. Sifat yang berbeda membawa pendapat yang berbeda pula untuk mereka berdua. Dari mulai hal-hal kecil sampai hal besar.“Gue mau jadi pembalap.”Saat itu usia Ares dan Ariel masih 14 tahun, mereka sudah mulai merencanakan cita-cita masing-masing sebelum masuk ke bangku SMA. Dan Ares mengungkapkan cita-citanya sebagai pembalap.“Nggak, lo nggak boleh jadi pembalap.”“Kenapa? Suka-suka gue dong.”“Lo udah gagal
Ares dan Ariel berpikir, mungkin Papanya hanya menggancam saat mengatakan bahwa ia akan menghapus nama Ariel dari daftar keluarga. Tapi mereka berdua salah. Saat Ariel memasuki kelas 2 SMA dan Ares berhasil masuk ke SMA berbasis Internasional, Papanya benar-benar membuang nama Adiwangsa atas Ariel dan menghapusnya dari Kartu Keluarga. Nama Ariel juga tidak ada lagi di dalam daftar wasiat keluarganya lagi.Saat itu, Mamanya—Hera Bahari sangat terkejut karena tidak mengetahui hal itu. pertengkaran di antara Adikara dan Hera pun berlangsung selama satu minggu setiap mereka menyantap makan malam bersama. Ares dan Ariel yang ada di sana, tidak bisa ikut campur jika Mamanya sudah turun tangan. Hera merasa Ariel diperlakukan tidak adil hanya karena ia mengatakan apa yang diinginkannya. Bagaimanapun, Ariel juga adalah darah dagingnya. Lantas kenapa Adikara bisa dengan mudahnya membuang Ariel begitu saja? Pikirnya.“Saya tidak membuang Ariel. Buktinya dia masih ting
-Kembali ke masa kini- “NANA!!” Senin pagi yang tenang milik Athena dibuka dengan suara teriakan Sidney. Athena hanya mengangkat alis sebagai bentuk tanyanya. “Tiga hari lalu, hari Jumat, nyokap lo nelepon gue. Katanya kenapa lo pulang telat.” Sidney meletakan tas di atas meja, “Bukanya waktu itu lo bilang abang ojolnya lo udah di depan? Kok bisa balik telat?” “Lo bilang apa ke nyokap gue?” bukannya menjawab, Athena malah balik bertanya. “Gue bilang aja lo ada kerja kelompok. Abis gue bingung. Lo diteleponin juga nggak bisa, bikin khawatir tahu nggak!” “Thank you, babe. And sorry.” “Jangan menghindar. Kemana dulu lo pas Jumat? Gue sengaja nahan pertanyaan ini waktu nelepon lo weekend kemarin, supaya bisa nanya langsung.” Athena berdeham pelan, “Ah itu, hm… tiba-tiba si iblis nyuruh gue naik ke mobilnya.” “APA? Kok lo mau-mau aja sih?” Sidney menggebrak meja kesa
“Arghhh… nggak tahu lagi deh gue.” Athena menepuk-nepuk kepalanya dengan kotak pensil di hadapannya. Sidney yang melihat hanya bisa ikut geleng kepala,“Masih masalah yang sama?” Sidney memangku kepalanya dengan tangan yang ia letakkan di atas meja. Athena menghela napas dan mengangguk pelan.Dua hari sudah berlalu sejak terakhir Ares memesan pizza ke sekolah bukan hanya untuk Athena, tapi juga untuk teman sekelasnya—memang pencari perhatian, menurut Athena. Dua hari Athena tidak diganggu oleh keberadaan Ares, karena ternyata lelaki itu absen selama dua hari, begitu yang Athena dengar dari gosip yang entah kenapa bisa dengan cepat sampai ke telinganya.Masalah yang sedang Athena hadapi sekarang adalah tentang dirinya yang tidak bisa menentukan tema atau topik untuk konten podcastnya. Selain karena ia merasa harus lebih baik, Athena juga belum menemukan orang yang bisa diajak untuk berbincang di podcastnya.“Menur
Dua hari yang tenang milik Athena harus sirna ketika dia melihat mobil Ares sudah terparkir di depan rumahnya. Gadis itu menatap malas ke arah si lelaki bermata coklat, yang dibalas dengan tatapan licik darinya.“Selamat pagi, pacar.”“Pacar pale lo gundul.”Athena dengan cekatan segera memesan ojek online pada aplikasi, namun Ares langsung merebut benda persegi panjang itu dari tangan Athena. Gadis itu hanya bisa menghela napas menahan kesal. Ares membuka pintu penumpang sebelah kemudi dan mengisyaratkan Athena untuk masuk dengan gerakan kepalanya. Gadis itu menurut tanpa mengatakan apapun.“Seatbelt.” Ares mengingatkan.“Gue juga tahu.” jawab Athena malas. Mobil Ares langsung melaju menuju sekolah.“Setelah diturunin di tengah jalan, ternyata lo masih mau naik ke mobil gue. Kalau gue nurunin lo di tengah jalan lagi, terus ngambil HP lo gimana?”“Bagu
“Menurut kalian, cinta itu apa?” Athena memulai episode podcast terbarunya dengan pertanyaan setelah melakukan intro, “Beberapa dari kalian, mungkin ada yang bisa mendeskripsikan cinta itu tentang kebahagiaan, seperti cinta yang ada di antara anggota keluarga, sahabat, atau kepada hewan peliharaan sekalipun. Dan akan ada beberapa di antara kalian yang mendefinisikan cinta sebagai teman dari luka. Kenapa aku bisa berkata demikian? Karena dari pengalaman yang diceritakan temanku, walau dia sudah beberapa kali jatuh cinta, dan beberapa kali terluka, dia tidak bisa menghindari keduanya. Maksudnya, sebelum kita merasa jatuh cinta, biasanya dimulai karena awalnya kita punya luka. Kemudian seseorang datang bagai menjadi obat untuk luka itu dan kita jatuh cinta padanya. Tapi kemudian, setelahnya pun, kita akan terluka lagi saat merasa kehilangan. Kalau begitu terus siklusnya, maka hubungan antara cinta dan luka tidak bisa dipisahkan, bukan?” Athena memenggal kalimatn
“Ngapain lo senyum-senyum?”Ares masuk ke dalam kamar Ariel dan mendapati kembarannya itu sedang duduk di meja belajarnya dan tersenyum sambil menatap layar Handphonenya. Ariel menoleh sebentar ke arah Ares, kemudian kembali menatap layar HPnya.“Nggak apa-apa.”“Bohong lo. Lagi suka sama cewek ya?” Ares merebahkan tubuhnya di kasur Ariel.“Hm, bukan suka yang kayak gitu sih.” Ariel menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.“Terus? Suka yang kayak gimana?”“Suka sebagai penggemar, lebih tepatnya.”“Ooh. Siapa tuh? Cantik nggak? Lihat dong!” Ares mendekat, Ariel dengan cepat menyembunyikan HPnya dari Ares, “Pelit banget lo. Apa nama sosmednya, biar gue lihat sendiri.” lanjut Ares, bersiap mengetikan sesuatu di HPnya.“Gue nggak tahu nama aslinya, nggak tahu juga mukanya.” jawab Ariel dengan suara yang sedikit
Halo para pembaca "The Reason Why" di manapun kamu berada!Akhirnya setelah menempuh perjalanan panjang, buku ini selesai dituliskan. Sejak Juni 2021 sampai Mei 2022, saya mengalami banyak hal selama penulisan buku ini; lika-liku-luka, susah-senang-sakit, dan masih banyak lagi. Tapi itu semua berhasil saya lewati berkat kalian yang selalu mendorong saya untuk terus menulis. Terima kasih saya ucapkan dengan setulus hati.Buku ini memang selesai dituliskan. Tapi sebenarnya, kisah semua karakter yang ada di buku ini akan selalu berlanjut serta berkelana di hati dan benak para pembaca sekalian! Bagaimana kisah selanjutnya, hanya kalian yang bisa menentukan di dalam imajinasi masing-masing. Selamat berpetualang!Oh ya, saya juga menulis buku baru dengan judul "Terbelenggu Takdir". Buku baru saya ini bisa dikatakan masih satu kaitan dengan "The Reason Why". Sedikit spoiler: beberapa karakter TRW akan muncul di buku saya yang baru! Karena itu, kalau kalian penasaran juga, silakan baca!Sekian
Ares's Point of ViewLo tahu kenapa sekarang gue senyum kayak orang gila? Karena di sebelah gue ada perempuan lagi tidur sambil mangku buku tebel yang judulnya pake bahasa Inggris. Dia Athena Amerta.Konyol, kan? Dulu gue benci banget sama cewek ini. Tapi lebih konyol lagi, gue lupa kenapa gue bisa sampai sebenci itu sama cewek yang bahkan enggak pernah muncul di hidup gue. Tapi tiga tahun setelah hari pertama gue ketemu sama cewek ini di Cafe bareng tante gue, Dita, sekarang gue dan dia lagi duduk di pesawat menuju bandara Soekarno-Hatta di Jakarta, dari Boston.Kita sama-sama nyeselasiin program pertukaran mahasiswa dari kampus tepat satu tahun. Setahun lalu, bokapnya minta gue ikut program magang dari kantornya yang kerja sama bareng cabang perusahaan rekannya di Amerika. Alasannya sih supaya anak cewek satu-satunya ini ada yang ngawasin dan jagain selama jauh dari pantauannya. Dulu gue mikir, 'Apa enggak salah nitipin anak perempuannya ke lelaki yang notabenenya adalah sang pacar,
Athena’s point of view Di dalam sebuah ruang tunggu klinik terapis, aku menantikan Ares muncul dari balik pintu yang bertuliskan “ruang konsultasi”. Sudah genap dua tahun aku dan Ares menjalin hubungan. Walau satu tahun kami habiskan dengan LDR—karena aku harus kuliah di Jakarta, sementara dia menyelesaikan SMA-nya—tapi satu tahun berikutnya Ares menyusul ke kampus yang sama dengan jurusan Manajemen, satu fakultas dengan Sidney. Sekarang, kami sedang sama-sama menikmati liburan semester dan pulang ke Bogor untuk menghadiri acara keluarga. Oh ya, omong-omong aku dan Ares sudah mendapatkan restu dari kedua orang tua kami untuk terus menjalin hubungan—meski pada awalnya mamaku masih setengah hati menerima Ares—dan kedua adikku menggunakan kesempatan itu untuk seenaknya datang dan pergi ke apartemen Ares di Jakarta. Saat aku sibuk dengan pikiranku sendiri, Ares muncul dari balik pintu dengan senyuman manis khasnya, yang dulu sempat aku sebut sebagai senyum iblis. Hey, pada awalnya senyu
Satu tahun kemudian …Athena sedang merapikan meja di dalam studio siaran kampusnya. Kertas-kertas script yang berisi poin-poin penting isi siarannya berserakan hingga ke bawah meja. Itu semua terjadi karena Sidney yang tiba-tiba datang ke dalam studio siaran sambil berteriak—padahal dirinya jelas-jelas sedang on-air—dan hal itu menyebabkan dirinya diberikan hukuman untuk merapikan studio sementara rekan satu club nya sudah pergi lebih dulu.“Lama banget sih, Na!”“Ini semua karena lo yang teriak di dalem ruang siaran! Suara lo masuk dan akhirnya ngebocorin siaran live gue!”Sudah satu tahun Athena menjalani kehidupan kampus—yang sialnya harus dilewati juga bersama Sidney—dan selama itu pula Athena tidak bisa menjalani hari yang normal sebab ulah Sidney yang sering seperti hari ini; tiba-tiba datang ke studio saat Athena sedang siaran, atau masuk ke kelas Athena di tengah presentasi dosen.“Salah siapa lo ngotot beda fakultas sama gue. Jadi gue harus selalu nyariin lo ke sini!” Sidney
“Menurut kalian arti kehidupan itu apa?”Athena membuka episode podcastnya dengan sebuah pertanyaan.“Apa kalian pernah bertanya-tanya kenapa kalian hidup selama ini? Apa kalian pernah mencari tahu alasan kenapa Tuhan menciptakan kehidupan untuk kita? Mungkin saja selama ini Tuhan membiarkan kita hidup untuk merasa. Kehidupan yang kita jalani ini dilewati dengan tawa, tangis, cinta, luka, tantangan, cobaan, dan hikmah di balik itu semua.”“Dalam pencarian jati diri, aku menemukan hal-hal baru tentang sebuah rasa yang sebelumnya tidak pernah ada. Sebuah rasa benci yang muncul tiba-tiba bisa membawa hidupku sampai di titik ini. Kenapa bisa begitu? Ya, mungkin saja karena emosi itu bisa berkembang—entah ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk.”“Banyak di antara kita pasti punya rasa yang mengganjal di hati, entah karena apa sebabnya, yang jelas kita tidak pernah ingin perasaan itu ada di hati kita. Perasaan itu bisa berkembang dan terus berkembang menciptakan jati diri kita. Pada dasar
Tiga hari kemudian Athena sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Luka jahitannya sudah mengering dan hanya perlu datang untuk check-up beberapa kali. Sementara Roy sudah mendapat jadwal operasi yang akan dilaksanakan dua hari berikutnya. “Na, lo yakin enggak mau balik sama gue?” Sidney yang datang untuk menjemput Athena keluar dari rumah sakit, kini sedang memberikan ekspresi cemberut sambil menopang dagunya. “Sori ma fren, gue udah janjian balik sama Ares.” Athena menjawab tanpa nada sesal sama sekali. Tangannya fokus memasukkan baju-bajunya ke dalam tas. “Oh jadi gitu ya? Karena sekarang lo udah nemuin true love, sampe sahabat sendiri lo lupain.” Bukannya merasa bersalah mendengar nada kesal Sidney, Athena justru tertawa. “True love? Istilah lebay apa lagi, tuh?” Sidney yang semula meletakkan kepala pada ranjang rumah sakit yang telah dirapikan, kini bangkit berdiri dan mendekat ke arah Athena dengan wajah tidak percaya. “Apa? Lo bilang lebay? Coba sini gue cek dulu.” Sidn
Dua puluh menit telah berlalu. Athena dan Ares keluar dari ruang rawat Roy usai menemui pria paruh baya itu. Raut wajah Athena menggambarkan perasaan yang lebih lega dari sebelumnya, namun garis-garis khawatir masih kentara di sana. “Kamu lebih lega sekarang?” Ares bertanya sambil mengusap pelan punggung gadis yang lebih pendek darinya itu. Athena mengangguk pelan. “Iya. Walaupun cuma bisa sebentar ketemu, karena ternyata Papa harus banyak istirahat sebelum operasi. Aku lega udah bisa nunjukin kalau aku baik-baik aja ke Papa, dan Papa juga dengan bijak ngerti situasinya meskipun aku tahu ini semua enggak mudah diterima sama Papa, terlebih Papa sama sekali enggak ngelarang aku buat ketemu sama kamu.” Athena dan Ares duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Roy. Tangan Ares tidak pernah melepas rangkulannya pada bahu Athena. “Aku ikut lega kalau kamu lega.” Ares mengusap puncak kepala Athena. “Aku masih enggak nyangka akhirnya Papa punya kesempatan untuk sembuh kayak dulu lagi, Res.
Haloo para pembacaku sekalian di manapun kalian berada.Ini pertama kalinya saya menulis catatan penulis untuk para pembaca. Dan untuk yang pertama kalinya ini, saya ingin memberikan informasi sekaligus meminta maaf kepada para pembaca sekalian.Dalam beberapa hari ke belakang, saya tidak update bab terbaru The Reason Why dikarenakan kondisi kesehatan saya yang naik turun. Saya tidak bermaksud memberi alasan apapun karena keterlambatan update ini. Namun, selain kondisi kesehatan saya, masalah lainnya adalah sibuknya jam perkulian saya yang padat. Jujur saja, perkuliahan yang padat dan hari libur saya gunakan untuk mengerjakan tugas yang sangat banyak (meskipun sudah saya cicil), ditambah rapat organisasi kampus. Mungkin karena terlalu banyak kegiatan itulah, tubuh saya mengalami drop, kurang tidur, dan juga panas dalam.Karena itu saya meminta maaf jika para pembaca sekalian menunggu bab terbaru The Reason Why. Saya hanya bisa menulis sedikit demi sedikit di waktu yang
Beberapa saat sebelumnya. Ares yang sedang duduk di depan ruang rawat Athena mendapat telepon dari Malik. Asisten Papanya itu memberikan kabar yang cukup mengejutkan, yaitu fakta bahwa Roy harus dibawa ke rumah sakit karena mengalami serangan jantung. Saat Ares menerima telepon, kebetulan Alfred keluar dari ruang rawat Athena, dan lelaki yang lebih muda 3 tahun dari Ares itu juga sedang menerima telepon dari seseorang. Ketika pandangan mereka bertemu, baik Ares maupun Alfred seperti bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran masing-masing. “Jangan kasih tahu Nana soal ini.” begitu kata Alfred setelah menutup teleponnya. “Nggak bisa. Ana harus tahu. Lagipula om Roy pasti dapet perawatan terbaik setelah pindah ke rumah sakit tempat nyokap gue kerja. Di sana juga udah ada donor untuk beliau.” “Lo lupa sama kondisi Nana sekarang? Lo mau bikin dia tambah drop?” Alfred sudah bersiap melayangkan tinju seandainya Ares kembali membantah. “Alfr