Siang itu, Elok terbangun dengan kondisi tubuh yang sudah terasa lebih baik. Kondisi perut yang terasa lapar, membuat Elok mau tidak mau harus membuka mata. Setelah melihat jam digital di layar ponsel yang ternyata sudah menunjukkan pukul dua siang. Karena itu Elok segera menghubungi room service untuk memesan makan siang.Sambil menunggu, Elok membuka sebuah aplikasi pesan yang sempat dilihatnya pada notifikasi pop up di layar ponsel. Ada beberapa pesan yang masuk, dan Elok tidak berniat untuk membukanya satu per satu. Hanya ada beberapa pesan masuk, yang memang harus Elok buka dan balas untuk tetap menjalin silaturahmi. seperti sebuah pesan dari Harry, yang bertanya mengenai kabar Elok saat ini.Juga ada pesan dari Adi, yang hanya Elok baca dan tidak ingin ia balas sama sekali. Seperti biasa, Adi selalu saja menggodanya dan hal tersebut membuat Elok sangat kesal.Berbeda dengan Dianti, yang justru berpesan agar Elok tidak gegabah dalam mengambil setiap keputusan. Walau, apapun jalan
“Aku minta maaf.”Napas Lex tertarik panjang, saat mengangkat wajah untuk menatap hamparan langit luas di atas sana. Setelah mematung dan hanya berdiam diri dengan banyak hal yang berkecamuk di kepala, Lex akhirnya bersuara. “Aku …” Lagi-lagi Lex menarik napas panjang, saat kembali melihat gundukan tanah yang benar-benar terawat. “Aku menyerah memintamu menjemputku setiap hari selama 17 tahun ini. Sampai … akhirnya dia datang, dan, ternyata aku masih ingin melanjutkan hidup.”Lex melangkah pelan menuju batu nisan, lalu berjongkok di sebelahnya. Tangannya mengusap pelan permukaan kepala batu nisan berbahan granit, dan berhenti pada sebuah nama yang terukir di sana. Telunjuk Lex berjalan pelan, menyusuri setiap lekuk huruf yang tertulis dan membacanya. “El … leanor.”Hening.Lex kembali terdiam sambil menatap pusara makam yang ada di hadapan. Setelah lebih dulu menghampiri makam kedua orangtuanya yang berada di tempat berbeda, Lex segera mendatangi tempat peristirahatan terakhir istri
“Ayooo, Om!” Kaki Lex baru saja menginjak garbarata saat Kasih dengan tidak sabar langsung meraih satu tangan bebasnya, dan menarik dengan sekuat tenaga. Gadis kecil itu seolah sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang mama, yang saat ini pasti sudah menunggu di terminal kedatangan. Sebenarnya, Kasih sempat kebingungan karena yang berangkat ke Bali bersamanya bukanlah Dianti, tapi Lex. Adi sengaja merencanakan semuanya dan meminta untuk menyembunyikan hal tersebut, agar Kasih tidak mengatakan apapun pada Elok. Alhasil, Dianti tidak jadi menemani Kasih ke Bali, karena sudah digantikan oleh Lex. “Yaaa.” Lex pun mempercepat langkahnya, sambil menyeret kopernya, dan travel bag kecil milik Kasih. Gadis yang tampak sangat gembira itu, bahkan sempat melompat girang di tengah keramaian bandara. Lex juga sempat mendengar Kasih bersenandung, walaupun ia tidak mengerti dan tidak pernah mendengar lagu yang nyanyikan oleh gadis kecil itu. “Om!” panggil Kasih yang tiba-tiba berhenti ketika mer
Sepanjang perjalanan menuju pantai, Elok sibuk melipat bibir dalam-dalam untuk menahan senyum yang sungguh tidak bisa dibendung. Elok hanya akan membuka mulut, untuk menjawab pertanyaan Kasih dan menanggapi setiap ucapan putrinya. Seperti mimpi. Elok tidak menduga Lex akan langsung mengambil langkah sejauh itu. Pria itu sudah berniat untuk mendekati Kasih, sekaligus mendeklarasikan pernikahan mereka tanpa bernegosiasi lagi dengan Elok terlebih dahulu. “Mama.” Kasih kembali memanggil untuk kesekian kalinya. “Iya?” “Awan bilang.” Kasih memutar tubuhnya yang masih berada dalam kungkungan sabuk pengaman. Ia menoleh ke belakang, sambil memeluk sandaran jok untuk melihat Elok. “Papanya lagi bikin rumah. Terus, di kamarnya nanti, atapnya pake kaca. Jadi, dia kalau tidur bisa lihat langit.” Apa lagi sekarang? Jangan sampai, Kasih juga minta tinggal di rumah serupa, seperti yang tengah dibangun oleh Aga. Atau, Kasih akan meminta rumah Adi di renovasi dan dibuat seperti rancangan kamar A
“Apa boleh?” Kasih mengerjap pelan, dan terdiam setelah pertanyaan Lex. Bagi Kasih, semua yang terjadi dengannya belakangan ini terlalu mendadak, sehingga ia belum bisa memberi jawaban apapun untuk Lex. Baru saja ia mendapati kabar kedua orang tuanya berpisah, sekarang Kasih harus dihadapkan dengan dua hal mengejutkan lainnya. Sang papa dikabarkan akan memiliki anak entah dari siapa, dan mamanya tiba-tiba hendak menikah dengan Lex. Tidak bisakah kedua orang tuanya itu bersabar, dan memberi Kasih waktu untuk memproses semua hal? Pada akhirnya, Kasih memilih beralih kembali pada pasirnya. Meneruskan kesibukannya membangun apartemen pasir dalam diam. Tenggelam, dalam pikirannya sendiri. Lex ikut diam. Tidak memaksa Kasih untuk memberi jawaban saat itu juga. Lex bisa memahami, Kasih butuh waktu untuk memproses semua hal yang baru saja gadis kecil itu dengar. Kasih juga belum kenal dekat dengan Lex, jadi wajar bila gadis itu belum bisa menjawab pertanyaannya dan masih mempertimbangkan se
“Kalau begitu, kapan Om mau nikah sama mama?” tanya Kasih masih menjabat tangan Lex dengan tegas dan kuat.“Dua mingguan lagi, boleh?” balas Lex langsung melempar pertanyaan agar situasi di antara mereka semakin jelas. Tidak perlu mengulur waktu, agar semua masalah cepat terselesaikan. Lex tidak suka digantung, maupun menggantung seseorang atau masalah.“Nikahnya, kayak tante cantik sama papanya Awan?”“Untuk itu, nanti kita bicarakan sama-sama,” ucap Lex masih belum berpikir sampai sejauh itu. Yang terpenting bagi Lex ialah, mengesahkan hubungannya dengan Elok terlebih dahulu. Masalah resepsi dan lain sebagainya, bisa dibicarakan belakangan sesuai dengan kesepakatan bersama.Kasih menggeleng karena masih ada yang mengganjal di hatinya. Ia pun masih belum melepas jabat tangan, karena merasa belum ada kesepakatan yang membuatnya yakin 100 persen. “Nanti kalau sudah nikah, tinggalnya nggak boleh pisah-pisah kayak mama sama papaku. Pokoknya nggak boleh pisah, nggak boleh berantem. Om mau
Kasih membaca secarik kertas yang diberi oleh Lex dengan seksama. Sebuah surat perjanjian yang telah mereka bicarakan sore tadi. Seluruh isinya ditulis tangan oleh Lex, sesuai dengan permintaan Kasih. Bukan sebuah surat perjanjian formal, melainkan berisi kalimat yang mudah dipahami oleh Kasih.“Apa seperti itu?” tanya Lex tetap tenang, walaupun penasaran. Gadis kecil itu terlalu serius membacanya, sampai-sampai dahi Kasih tampak mengerut dan bibirnya pun mencebik. “Atau ada yang kurang dan mau ditambahkan?”Elok melihat dan ikut membaca isi surat yang berada di tangan putrinya, dari belakang tubuh Kasih yang bersandar padanya. Untuk ukuran seorang pria, tulisan Lex terlihat sangat rapi melebihi Elok.“Apa begini, Ma?” tanya Kasih sedikit mendongak dan memutar kepalanya agar bisa melihat sang mama. Isi dari surat perjanjian tersebut sebenarnya sangat mudah untuk dicerna bagi Kasih. Namun, ia juga perlu meminta pertimbangan dari Elok terlebih dahulu sebelum melabuhkan tanda tangan di t
Aneh.Perasaan Elok benar-benar terasa aneh. Dua hari menghabiskan liburan bersama Lex dan Kasih, ternyata sungguh berada di luar ekspektasinya. Lex memperlakukan Kasih seperti seorang princess, tapi dengan sikap tegas dan kakunya. Mereka berdua lebih cenderung melakukan semua hal dengan negosiasi, dan terlibat banyak perbincangan. Hal yang tidak pernah dilihat Elok, ketika Kasih berinteraksi dengan Harry.Mungkin karena Harry adalah papa kandungnya, Kasih bisa dengan bebas meminta semua hal dan sang papa hanya menjawab dengan kata, iya. Tidak ada perbincangan lebih jauh, seperti yang dilakukan Lex terhadap Kasih.“Ada masalah di kantor?” tanya Lex setelah Elok kembali duduk setelah menerima telepon yang cukup lama. Wanita itu meninggalkan Lex dan Kasih, hanya berdua di meja makan executive lounge bandara. Tidak sampai setengah jam lagi, mereka bertiga akan kembali ke Jakarta. Menjalani rutinitas penat seperti biasanya, tetapi dengan status hubungan yang lebih serius dari sebelumnya.
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak The Real CEO, yaaa : Amy : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Call me Jingga : 750 koin GN + pulsa 150 rb LiaKim?? : 500 koin GN + pulsa 100 rb Tralala : 350 koin GN + pulsa 50 rb NuNa : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari rabu, 29 maret 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari kamis ke pihak GN. Tapi, kalau sudah terkumpul semua sebelum itu, bisa langsung saia setor secepatnya. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Mas Triplex dan Mba Elok …. Kissseeess …..
Kasih baru saja menuruni tangga rumah dengan seragam olah raga, ketika ia mendengar suara yang belakangan ini sungguh menyayat hati. Sudah semingguan ini, sang mama hampir tidak bisa melakukan kegiatan apapun karena selalu saja muntah-muntah. Awalnya, Kasih sangat gembira ketika mengetahui akan mendapatkan seorang adik lagi. Namun, setelah itu Kasih sungguh tidak tega saat melihat sang mama lebih banyak menghabiskan waktu di kamar untuk berbaring. Tidak seperti kehamilan adik pertamanya saat itu, yang tidak pernah ada drama muntah-muntah dan lemas seperti sekarang. “Mama, kenapa nggak di kamar aja?” Kasih segera menghampiri Elok yang menunduk di wastafel. Wajah sang mama pucat, dan sangat terlihat lelah. “Mama bosan di kamar,” jawab Lex yang tengah menggendong balita berusia dua tahun di tangan kanannya. Sementara satu tangan lagi, sibuk mengusap tengkuk sang istri yang belum memakan makanan apapun sedari tadi. “Nanti Ayah ke sekolah, mau ngurus antar jemput sekolah Kakak. Nggak pap
“Hei!” Elok menepuk bahu Gilang yang sejak tadi duduk diam, sambil memandang ke arah halaman depan kediaman Mahardika. Ada Kasih, Kiya, dan beberapa orang dari Event Organizer yang bernaung di bawah Gilang, tengah menyelesaikan dekorasi pesta kecil yang sebentar lagi akan adakan dengan amat sederhana. Hanya dihadiri keluarga inti, tanpa mengundang orang luar sama sekali. Pesta kecil usulan Kasih, yang lagi-lagi langsung disetujui oleh Lex tanpa harus berpikir dua kali. Kasih menginginkan sebuah pesta kejutan, untuk mengetahui jenis kelamin sang adik yang akan lahir tiga bulan lagi. Usut punya usut, ternyata ide tersebut Kasih dapatkan dari Bening saat suatu ketika Elok sempat telat menjemput di sekolah. Kedua orang itu berbicara panjang lebar, sampai Bening mengusulkan untuk membuat pesta kecil yang sudah sering dilakukan para kalangan artis atau pengusaha di ibukota. “Kalau suka, dilamar,” ujar Elok kemudian duduk pada kursi besi yang berada di teras. Tepat bersebelahan dengan Gilan
Bersyukur dan berterima kasih. Dua hal itu tidak pernah lepas diucapkan Elok setiap hari, atas kesempatan kedua yang sudah Tuhan berikan. Di antara masalah yang datang bertubi padanya kala itu, Elok masih memiliki keluarga dan banyak sahabat yang bisa dipercaya. Mereka sudah membantu Elok hingga bisa sampai di titik sekarang. Yaaa, walaupun ada yang harus ditukar dan dikorbankan, tetapi hasilnya sangat sepadan. “Jadi, misal nanti adeknya yang lahir cowok, Kasih harus sayang juga.” Sedari awal, Elok harus menjelaskan hal tersebut pada putrinya. Mau apapun jenis kelamin sang adik nanti, Kasih tetap harus bersikap baik karena mereka adalah saudara dan memiliki ibu yang sama. Tidak hanya itu sebenarnya, Kasih juga harus berbuat baik kepada semua orang, tidak terkecuali dan tidak boleh pilih kasih. “Kan, enak kalau punya adek cowok. Nanti kalau sudah besar, ada yang jagain Kasih.” Kasih bersila dan bersedekap sambil menatap perut sang mama yang duduk di tepi ranjangnya. Sebenarnya, saat
“Mas …” “Ya?” “Kenapa di dalam tadi lebih banyak diamnya?” Bila Elok perhatikan lagi, Lex lebih banyak diam sejak mereka dalam perjalanan ke rumah sakit. Pada dasarnya Lex juga bukan pria yang banyak bicara, tetapi, Elok merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran suaminya itu. “Apa ada masalah di kantor?” Lex mengeratkan tautan jemari mereka yang ada di atas pahanya. Menatap counter apotek, dari kursi tunggu yang mereka duduki saat ini. Ada banyak perasaan yang tidak bisa Lex urai, karena mengingat masa lalunya. Karena itulah, selama ia dan Elok berada di ruang periksa, Lex hanya mendengarkan semua perkataan dokter dengan seksama. Déjà vu. Ada rasa takjub dan bahagia yang sama, selama Lex berada di ruang periksa bersama Elok. Melihat layar hitam putih dengan sebuah kantung janin berusia lima minggu, sungguh membuat Lex tidak bisa berkata-kata. “Usia kehamilan almarhum istriku juga lima minggu waktu kami pertama periksa.” Kalimat itu muncul begitu saja dari mulut Lex. Ada hal yang
“Kalau lantainya ada tiga, bisa bikinin nggak, Om?” Sedari tadi, Kasih hanya menempel pada Aga. Ia melihat pria mencorat-coret desain interior rumah, yang rencananya akan direnovasi dalam waktu dekat.Aga lantas tertawa menatap Lex. Bagi Aga, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya tinggal menunggu persetujuan pemilik rumah, barulah ia bisa mengerjakannya. “Gimana, Mas? Tiga lantai?”“Tapi dikasih lift, Om,” sambung Kasih semakin membuat Aga tertawa keras. “Kan, capek, kalau naik tangga dari lantai satu sampai atas.”“Sayang.” Elok meletakkan nampan berisi tiga buah mangkok es campur di atas meja, lalu menatanya satu per satu. “Rumah tiga lantai itu terlalu besar.”“Kan, biar opa sama oma nanti tinggal di rumah kita.” Kasih menggeleng saat melihat es campur yang disajikan Elok. “Terus, ada adek-adekku juga nanti, kan, banyak.”“Banyak?” Lagi-lagi Aga tertawa mendengar kepolosan Kasih. “Memangnya, Kasih mau adek berapa?”Kasih mengulurkan tangan kanannya pada Aga, dan membuka lebar telapak
“Sayang, A …” Lex kembali menutup mulut, saat ada dua orang perempuan yang kompak memberi tatapan tanya padanya. Tadinya, Lex mengira Kasih sedang berada di kamarnya. Namun, saat Lex baru saja keluar kamar setelah mandi, gadis kecil itu ternyata sedang berada di dapur bersama Elok. Kedua tangan Kasih berada di dalam sebuah mangkok besar dengan berlumur tepung. Rupanya, gadis itu sedang “membantu” Elok membuat makan malam.“Ayah manggil aku? Atau, Mama?” tanya Kasih kembali meremas-remas ayam yang sudah ia lumuri adonan tepung.“Mama!” Lex menunjuk Elok yang tengah mengaduk sesuatu di panci. Sungguh sebuah pemandangan hangat yang tidak pernah Lex lihat seumur hidupnya, dan ini sangat luar biasa. Lex membayangkan, apa jadinya bila ia tetap bersikukuh dengan kesendirian, dan hanya fokus pada rasa kehilangan yang selalu menggerogoti jiwa. Mungkin, Lex tidak akan bisa berada di situasi seperti sekarang.“Kenapa, Yah?” tanya Elok lalu mematikan kompor di hadapan. Namun, tetap membiarkan tun
Lex terdiam melihat kantong belanjaan yang baru saja ia letakkan di kitchen island. Setelah sekian lama hidup menyendiri, ini kali pertama Lex melihat barang belanjaan yang sangat banyak ada di tempatnya. “Aku rasa, kita harus pindah.” Lex mengeluarkan satu per satu barang belanjaan dari kantong, lalu meletakkannya di kitchen island. Sementara istrinya, sedang berjongkok di depan lemari pendingin untuk meletakkan beberapa minuman kemasan di dalam sana. “Kenapa?” Elok tidak menoleh, agar bisa membereskan semua barang belanjaan yang masih ada di kitchen island dengan cepat. “Kamar Kasih sepertinya kurang besar dengan boneka yang sebanyak itu.” Lex pernah membawa Kasih yang tertidur, ke kamar gadis itu di kediaman Mahardika. Namun, Lex tidak memperhatikan gadis kecil itu ternyata memiliki boneka yang begitu banyak di kamarnya. “Mas, jangan manjain Kasih,” pinta Elok memang harus sedikit lebih tegas pada Lex. Pria itu sepertinya sama sekali tidak bisa menolak permintaan Kasih. Sementar
“Mas?” Elok menoleh ke arah jendela saat tidak mendapati Lex berada di sampingnya. Masih terlihat gelap. Belum tampak bias cahaya yang menyelinap di antara celahnya. Elok melihat ke arah nakas. Jam digital yang berada di atasnya menunjukkan sudah menunjukkan pukul 04.58. Detik itu juga, Elok mengumpat. Segera bangkit dari tempat tidur, lalu berlari menuju kamar mandi. Elok mengambil bathrobe dan segera membalut tubuhnya seraya berjalan cepat keluar kamar. “Pagi, Mas!” Elok sempat terkejut saat mendapati Lex sudah berkutat di dapur. Entah apa yang dilakukan suaminya itu, tetapi Elok tidak bisa menghampiri Lex lebih dulu. Ada Kasih yang harus dibangunkan, agar tidak kesiangan berangkat ke sekolah. “Pa …” balasan Lex terhenti karena Elok baru saja tenggelam di kamar Kasih. Tidak terlalu penasaran dengan hal yang dilakukan Elok di kamar putrinya, Lex kembali melanjutkan membakar rotinya di atas wajan anti lengket. Tidak sampai lima menit berlalu, Elok kembali keluar dari kamar Kas