"Ohhh ... Aku pikir apa?" ucap Arka pelan.
Zella masih menggendong Gea sambil menepuk -nepuk bokong gadis kecil itu penuh kasih sayang.Sesekali, Zella menatap jam tangannya untuk melihat waktu saat ini. Besok adalah acara anniversarynya, jadi usahanya tidak boleh gagal sama sekali. Perusahaan yang baru ia rintis juga tidak boleh di ketahui oleh Marcell, suaminya."Kenapa? Kamu kayak gelisah? Kalau sibuk, silahkan pulang duluan, biar Gea aku gendong," ucap Arka pada Zella."Gak apa -apa? Aku ada perlu soalnya," ucap Zella merasa tak enak."Gak apa -apa. Gea itu putriku, jadi tak masalah. Aku sudah biasa mengurusnya sendiri sejak Gea bayi," ucap Arka penuh keyakinan."Mengurus sendiri? Istrimu?" tanya Zella dengan cepat karena penasaran.Arka memejamkan kedua matanya sebentar dan membuka kedua matanya kembali. Rasanya malas untuk membahas istrinya yang menurutnya sangat tidak baik itu. Bisa -bisanya ia meninggalkan bayinya sendiri di rumah sakit setelah melahirkan dan pergi entah kemana."Ceritanya sangat panjang Zella," jawab Arka sengaja menutup aib rumah tangganya sendiri.Zella mengangguk paham dan tidak memaksa sama sekali untuk menjawab pertanyaannya apalagi harus menceritakan secara detail tentang rumah tangganya."Oke baiklah. Aku juga tidak memaksa. Maaf kalau sudah kepo sama urusan kamu, Arka. Aku pergi dulu, ini Geanya," ucap Zella berpamitan untuk mengundurkan diri."Iya. Teriam kasih sudah menjaga Gea. Hati -hati di jalan," ucap Arka dengan senyum ramah yang sangat manis sekali.Zella pun membalas senyuman Arka dan mengangguk kecil."Kamu juga hati -hati, jaga Gea dengan baik. Dia anak yang sangat manis sekali," ucap Zella lembut lalu pergi meningalkan restaurant itu menuju perusahaan barunya.***"Bu Zella, Perusahaan mendapatkan laba yang sangat banyak sekali. Kita perlu masuk ke setiap perusahaan untuk menawarkan promosi?" tanya Galih pelan. Galih adalaha orang kepercaayaan Marcell namun berkhianat karena ada sesuatu masalah diantara keduanya."Nanti kita adakan rapat," ucap Zella pelan sambil mencari -cari cara untuk mendongkrak omset bulanan yang belum mencapai target."Ibu Zella kenapa mebangun usaha sendiri? Bukankah usaha Pak Marcell juga sudah maju pesat?" tanya Galih kemudian merasa penasaran."Karena aku mau mandiri. Aku tidak mau bergantung dengan marcell, suamiku," ucap Zella tegas tanpa menjelaskan apapun yang terjadi dalam pernikahannya. Zella bukan tipe wanita yang suka berkoar -koar tentang masalahnya. Dia memilih diam dan melakukan sesuatu melalui tindakannya, seperti saat ini yang Zella lakukan.Galih mengangguk kecil dan tersenyum penuh arti."Biasanya wanita yang menginginkan suatu kemandirian, dia adalah wanita yang sedang menutupi kekecewaannya," ucap Galih sok tahu."Itu menurut pandangan laki -laki. Menurutku bukan itu permasalahannya. Aku hanya ingin mandiri, agar aku bisa mengelola bisnis juga. Lelaki itu ibarat barang, dia hanya titipan. Titipan Tuhan, untuk aku. Namanya titipan tentu akan diambil sewaktu -waktu yang terkadang kita sendiri terkejut dan merasa kehilangan. Ya, kalau gak mati pasti akan di ambil pelakor kan?" ucap Zella santai tanpa menuduh.Galih tertawa keras sampai terbahak -bahak."Jadi, Bu Zella sudah tahu?" tanya Galih dengan cueknya.Kedua mata Zella membola seolah ia kaget dengan ucapan Galih. "Tahu apa?" tanya Zella penasaran."Tahu soal Pak Marcell?" ucap Galih seperti orang kelepasan bicara."Marcell? Ada apa dengan Marcell?" tanya Zella bingung."Ekhemmm ... Tidak ada apa -apa. Lupakan saja, Bu Zella," ucap Galih sedikit gugup.Galih dan Marcell tetaplah bersahabat. Galih tidak mungkin mengumbar aib Marcell selama ia di percaya sebagai tangan kanannya."Kamu telah membuatku penasaran, Galih," ucap Zella sambil menyipitkan kedua matanya seolah ia benar -benar sedang penasaran."Maafkan aku, Bu Zella," ucap Galih pada Zella."Lih ... Besok kan acara anniversaryku sama Marcell. Kita bikin perayaan di sini. Kita pesan makanan dan makan bersama. Gimana? Setuju gak?" tanya Zella pada Marcell."Boleh saja. Kami tidak di undang ke acara itu?" tanya Galih."Kalian mau di tanya Marcell? Sekarang kalian bekerja dimana? Kita sudah punya kontrak untuk tidak membeberkan rahasia ini sampa kapan pun," ucap Zella pada Galih."Oke. Baiklah," ucap Galih penuh semangat.***"Papah? Mamah mana?" tanya Gea yang tiba -tiba saja menangis histreis saat terbangun dari tidurnya dan hanay melihat Papahnya saja.Arka yang sedang menelepon seseorang pun terganggu. Nanny Gea pun langsung mengangkat Geauntuk dipangku seperti biasa. Namun, Gea malah makin histeris hingga saluran pernapasannya terhambat. Gea sesak anpas.Arka mematikan ponselnya dan langsung menyuruh supir untuk menggati arah tujuannya ke rumah sakit. Gea seperti orang sekarat. Arka sangat khawatir dengan kondisi Gea."Apa yang terjadi pada anak saya, dok?" tanya Arka yang terlihat cukup panik."Tidak apa -apa. Semuanya aman saja. Tidak ada yang perlu di risaukan," ucap dokter itu masih memeriksa Gea yang sudah lebih tenang."Ohhh ... Syukurlah," jawab Arka lebih tenang."Gea sudah bisa di bawa pulang kalau sudah terbangun. Dia memiliki sedikit gangguan kecemasan. Jika cemas berlebihan ia akan menangis hiseris dan sesak. Jaga emosinya agar tetap stabil," ucap dokter itu menjelaskan."Gangguan kecemasan? Dia masih kecil, dok," ucap Arka merasa tak yakin dengan apa yang di ucapkan dokter itu."Kecemasan biar mengenai siapa saja. Tidak usia dewasa atau anak kecil, ini di timbulkan dari rasa tak nyaman dan emosi hingga muncul rasa cemas yang brelebihan," ucap doketr itu pada Arka.Arka hanya mengangguk kecil memahami setipa penjelasan dokter itu."Baiklah dokter. Saya akan lebih menjaga emosi Gea," ucap Arka pada dokter itu."Ya. Itu yang sebaiknya kamu lakukan. Saya permisi dulu. Masih ada pasien lainnya," ucap dokter itu berpamitan.***"Argh!! Kenapa setiap hari omset tidak mencapai target!! Pelanggan yang biasanya memesan pun perlahan mulai nenghilang bagai di telan bumi," ucap Marcell keras sambil menggebrak meja."Sabar dong sayang," ucap Aluna yang berusaha menyemangati Marcell. Aluna berdiri di belakang Marcell dan memeluk lelaki itu sambil menciumi pipi Marcell.Tangan Aluna memeluk dada Marcell dari arah belakang dan sesekali keningnya di satukan dengan kepala Marcell."Hemmm ... Aku sudah sabar, Luna. Aku hanya tidak ingin besok malam bakal banyak pertanyaan seputar usaha aku ini. Bagaimana aku menjawabnya?" ucap Marcell mulai gusar."Jawab saja apa adanya. Persaingan begitu ketat semenjak ada perusahaan baru di kota besar. Siapa sih pemilik perusahaan itu?" tanya Aluna jadi penasaran sendiri.Marcell masih terdiam di kursinya sambil melipat tangannya di meja kerjanya."Ke Cafe yuk? Kita minum? Biar kamu fresh lagi," pinta Aluna pada Marcell."Boleh. Tapi puaskan aku semalaman," pinta Marcell bernegosiasi."Tanpa kami minta pu, aku sudah pasti melayanimu, Cell," ucap Aluna mencium pipi Marcell berulang kali.Marcell pun menarik tubuh Aluna dan memangkunya diatas kedua paha Marcell dan menjepit tubuh Aluna diantara tubuhnya dan meja."Sepertinya bibirmu sedang perlu nutrisi bukan?" tanya Marcell sambil mencium bibir Aluna dengan gemas.Hari yang di tunggu akhirnya tiba. Acara segera akan du mulai. Para tamu undangan juga telah hadir memenuhi hall room hotel tersebut. Alunan musik akustik pimpinan Arka juga menampilkan persembahan yang sangat memukau para tamu undangan.MC acara sudah mulai membuka acara dengan sambutan salam. Azela nampak duduk manis dengan balutan pakaian hitam yang elegan dengan manik mengkilau. Riasan Azela juga nampak sangat berbeda dari biasanya. Malam ini Azela memakai MUA agar dirinya terlihat sangat cantik. Marcell juga telah datang dan duduk di samping Azela. Aluna, kekasih Marcell juga berada tak jauh dari Marcell dengan senyum sumringah berkumpul dengan keluarga besar Marcell termasuk Opa MArcell.Marcell memperkenalkan Aluna sebagai sekertaris hebat yang memiliki multi talenta. Konisi perusahaan yang sdeang tidak baik -baik saja berhasil di manipulasi oleh Aluna agar terlihat baik dan hebat.Setengah jam kemudian, Azela dan Marcell maju ke depan untuk memotong kue tart anniversary mereka
Tatapan Arka begitu sinis kepada Zella. Rasa empati dan simpatinya mulai hilang saat Arka di bentak oleh Zella karena tidak usah mencampuri urusannya."Nanny ... Tolong siapkan kamar untuk tamu kita. Malam ini biar Gea tidur dengan saya di kamar," titah Arka yang pergi begitu saja tanpa bicara sepatah kata pun pada Zella.Gea melambaikan tangannya saat sang Papah menggendongnya erat dan membawanya ke lantai dua menuju kamar pribadi Papah Gea.Zella hanya bisa diam di tempat dan tertegun menatap gadis kecil yang polos sedang bersedih."Nona ... Kemarilah. Kamarmu sudah siap," ucap Nanny yang berjalan menunjukkan kamar untuk Zella pakai malam ini."Iya," jawab Zella sedikit gugup karena terlalu fokus melihat punggung Arka dan Gea yang terus menatapnya seolah meminta tolong.Zella berjalan menghampiri Nanny dan masuk ke dalam kamar tamu itu. Kamar yang cukup luas dan terlihat sangat nyaman untuk di tinggali."Aku Zella, kamu?" tanya Zella mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan gad
Zella sudah menyajikan semua makanan yang ia buat di meja makan. Ada nasi goreng spesial, nugget, dadar telor, kerupuk udang, sosis bakar dan mie kuning."Sudah selesai ... Mandi dulu terus baru makan. Tidak mungkin aku makan pakai baju seperti ini," ucap Zella lirih dan kemudian segera pergi dari ruang makan itu tanpa melihat ke arah depan dan ...Bruk!!"Arghhh ..." teriak Zella yang terjatuh tersungkur di lantai. Daster pendeknya ikut tersingkap ke atas hingga pangkal paha hingga pahanya yang mulus dan putih itu terlihat dengan jelas oleh Arka. Arka sama sekali tak berkedip dan terus menatap tajam ke arah pemandangan indah itu.Zella melotot dan langsung menutup pahanya dengan kedua tangannya."Apa yang kamu lihat?" teriak Zella ketus. Tubuhnya bukan tontonan gratis. Zella terpaksa memakai baju seperti ini karena tidak ada lagi pakaian.Arka mengatupkan kedua bibirnya dan kemudian membalikkan tubuhnya dan mengucap kata maaf kepada Zella. "Maafkan saya."Zella langsung berdiri dan m
Marcell tak bisa melepaskan Zella begitu saja. Ada banyak hal yang membuat Marcell tetap harus mempertahankan Zella.Kedua tangan dan kaki Zella sudah terikat di ranjang kamar tamu. Kamar yang biasa Zella tempati. Istri SAH Marcell yang terasa seperti menumpang dirumah besar itu.Mulutnya juga dibungkam dengan kain agar teriakan Zella tak mengganggu.Kedua mata Zella terus menatap tajam ke arah Marcell dengan Aluna, kekasih Marcell yang terus menempel pada Marcell."Mulai berani kamu sama aku? Hah!!" bentak Marcell pada Zella.Zella hanya menggelengkan kepalanya pelan dan tetap menatap Marcell. Marcell berjalan menghampiri Zella dan duduk ditepi ranjang lalu membuka sumpalan kain yang menutup mulut Zella."Kamu pikir, aku akan biarkan kamu pergi begitu saja? Setelah kamu berhasil mempermalukan aku dimalam anniversary kita? Ternyata malam itu sudah kamu buat sandiwara besar hingga Kakek tahu semuanya. Lalu kamu pergi, kamu menceraikan aku dan aku akan gigit jari tak mendapatkan sepeser
"Kamu lapar?" tanya Arka melirik sekilas ke arah Zella."Ekhemm ... Iya," jawab Zella meratp sedih pada nasibnya."Kita makan dulu ya. Kebetulan, Nanny sudah tidak bekerja lagi dirumah," ucap Arka tetap fokus mengendarai mobilnya."Kenapa?" tanya Zella penasaran."Ada sesuatu," jawab Arka tak mau menjelaskan lebih lanjut.Zella mengangguk kecil dan menangkap tubuh mungil Gea yang langsung melompat dari arah depan ke arahnya."Mama kenapa pergi. Gea sedih," cicit Gea dengan manja sambil memeluk Zella. Arka menatap Zella yang kebingungan untuk bersikap dari kaca spion tengah.Zella mengusap kepala Gea yang terus memegang Zella dengan sangat erat karena takut pergi menjauh seperti kemarin."Maaf ya, Gea. Mama kemarin harus pergi karena ada sesuatu hal," ucap Zella terlihat sedikit tertekan menjawab.Gea hanya mengangguk kecil dan emmejamkan kedua matanya. Rasanya nyaman sekali berada didalam pangkuan Zella. Gea menikmati hubungan batin antara Ibu dan anak.Siang ini, Arka, Zella dan Gea
Arka masih berdiri sambil menyeruput kopi yang baru saja ia buat sendiri. Zella menatap Arka dari arah samping dengan bibir yang sedikit menganga membentuk bulatan seperti huruf O.Arka melirik ke arah Zella dan menyipitkan kedua matanya menatap lekat ke arah wanita yang kini ikut tinggal bersamanya."Kenapa? B aja kali. Aku mengajak kamu menikah, bukan karena cinta, ini semua demi Gea, itu hal yang paling utama. Kedua, Kita ini hidup satu rumah, satu atap dan bahkan satu kamar. Aku tidak ingin ada orang yang memfitnah macam-macam. Paham ya?" ucap Arka menegaskan.Sebenarnya sulit mengatakan kebohongan itu. Ucapan yang sama sekali tak sesuai dengan isi hati itu sungguh menyakitkan hatinya. Tapi, Arka tidak mau dianggap sebagai lelaki yang mudah jatuh cinta karena ada celah."Eumhh ... Oke. Tapi, Aku belum resmi bercerai. Lagi pula, kalau surat cerai itu sudah terbit. Tidak mungkin aku langsung menikahi kamu, Mas Arka. Apa kata orang nanti? Bisa-bsia orang akan berpikiran macam-macam s
Hidup Zella seolah berhenti lagi setelah masuk ke dalam perangkap Marcell. Malam itu, Marcell sengaja memberikan air mineral pada Zella dan ternyata minuman itu sudah di campur dengan obat perangsang.Terlihat samar siapa yang ada di dalam Zella saat itu. Zella benar benar tidak ingat. Zella hanya ingat ia terbangun dan sudah berada di Apartemen Arka kembali.Malam itu terasa nikmat dan begitu cepat. Zella seperti di bawa terbang ke angkasa yang begitu tinggi. Hanya hembusan napas hangat dan aroma wangi yang cukup kental khas dalam indera penciuman Zella. Namun, Kedua mata Zella seperti sulit terbuka dan melupakan hal itu.Zella merasa tubuhnya lelah dan lemah. Bagian intinya juga begitu terasa sakit dan perih. Ada sesuatu yang hilang dari dalam diri Zella namun tak tahu apa itu.Hanya saja, Sejak saat itu Zella tak lagi bisa bertemu dengan Arka. Apartemen itu begitu sepi dan sunyi. Arka hanya meninggalkan secarik surat yang terlipat dengan rapi. Zella cukup terkejut membaca itu semua
Hingar bingar kota semi besar ini sudah menyeruakkan alunan musik keras yang terdengar dari satu kawasan terkenal di lorong barbie. Begitulah namanya, lorong gelap menuju surga dunia kota semi besar itu. Di sana akan banyak di temui manusia se -cantik barbie. Tak hanya itu saja, semua perlakuannya pun manis seperti barbie. Saking manisnya, sampai lupa kalau obat itu rasanya pahit. Karena obat para hidung belang habya masuk ke lorong barbie dan menikmati surga dunia hingga pagi.Pina Kartika (19 th), alias Pinka Barbie. Nama beken Pina saat memulai bekerja di sebuah tempat karaoke sekaligus tempat dugem. Ya, Pinka adalah gadis yang baru saja lulus dari sekolah menengah atas. Ia langsung ďi ajak bekerja di dunia malam oleh Ayahnya sendiri yang suka main judi. Ia sudahbsatu tahun ini menjadi seorang Purel atau pemandu karaoke. Menemani para hidung belang yang kesepian atau terlalu banyak uang dan bingung cara menghabiskan uang.Samuel (50 th), biasa di panggil Paman Sam. Ia adalah tangan
Itulah Adzan. Lelaki pemberani dan kuat yang tak akan menyerah dalam situasi apapun. Adzan adalah lelkai yang menjaga harga diri keluarganya. Baginya keluarga adalah prioritasnya. Barang siapa yang mengganggu keluarganya, maka akan berhadapan dan berurusan dengan dirinya.Adzan sudah mematika mesin motornya dan turun masuk ke dalam gedung tua. Disana terlihat Marko sedang bersantai dan minum -minuman keras bersama komplotannya."Marko!! Kamu apkan Ainul!!" ucap Adzan dengan suara yang begitu keras dan lantang. Adzan masuk ke dalam gedung sendirian. Reza dan teman -temannya bersembunyi di tempat lain sesuai arahan Adzan tadi.Marko meletakkan botol minumannya di atas meja dan bangkit berdiri untuk melihat siapa yang memanggil namanya dengan berani. Kedua matanay menyipit dan emnatap tajam ke arah Adzan."Kamu? Adzan bukan?" tanya Marko dengan suara tak kalah lantang.Sebagai pemimpin genk motor, Marko tak boleh terlihat lemah didepan anak buahnya. Apalagi yang datang adalah orang asing
"Umi kenapa sih, Kak?" tanya Ainul pada Adzan yang sambil mencuci piring. Adzan sedang mengelap meja makan dan menutup smeua sisa makanan denagn tudung saji."Umi cuma lelah aja. Cepat Ainul, kamu juga harus istirahat terus belajar. Besok hari terakhir ujian. Kmau harus semangat," titah Adzan lalu menyapu ruang makan dan menyeruknya dan membuang sampah."Iya Kak. Oh ya, Memang Kakak mau ke Mesir juga?" tanya Ainul lembut sambil mencuci tangannya setelah selesai mengerjakan tugasnya."Iya. Biar mimpimu kamu tidak terhenti," ucap Adzan kemudian lalu membuatkan susu untuk Ainul.Adzan memberikan susu itu pada AInul dan menyuruhnya cepat masuk ke dalam kamar. Adzan juga masuk ke dalam kamarnya dan belajar untuk hari terakhir ujian.***Pagi ini, suasana rumah sudah kembali seperti biasa. Pinka dan Sean hanay membeli makanan dari ujung gang rumahnya. Hari ini, Sean ingin memanjakan istrinya agar tidak memasak dan membiarkan membeli semuanya."Tumben makanannya begini," ucap Fatima menatap
Satu jam sudah Ainul bercerita tentang semuanya. Tak ada satu cerita pun yang di lewatkan oleh Ainul. Awal mula cerita tentang Marko dan ancaman Marko hingga Ainul bisa terjebak dalam kehidupan malam MArko.Adzan terdiam sesaat. Ia mencari solusi yang tepat dan cara untuk bicara denagn baik tanpa menimbulkan masalah baru bagi Ainul."Jadi benar itu anak Marko?" tanya Adzan pada AInul yang mengangguk pasrah sambil menunduk.Kedua mata Ainul sudah basah dan tak bisa lagi membendung air mata itu. Adzan memebrikan sapu tangannya kepaad Ainul."Ini ... Hapuslah air mata kamu. Jangan bersedih Ainul. Semua yang sudah terjadi itu adalah takdir. Sekarang bagaiaman kita menyikapi maslaah itu sebagai ujian dan pendewasaan. Ada Kakak, kita bisa cari solusi bersama. Kamu sekarang maunya gimana?" tanya Adzan pada Ainul.Ainul sedang menghapus air matanay dan cairan dari hidung yang keluar begitu saja. Lalu mengangkat wajahnya dan menatap Adzan dengan malu. Wajaah Ainul sudah memerah karena menahan
Adzan tetap setia menunggu Ainul didepan ruang BK. Setelah mencari tahu, ternyata Ainul sedang mengerjakan ujian kemarin yang memang tidak dikerjakan karena tidak masuk.Adzan sudah menyuruh beberapa teman- temannya di Panti untuk mencari tahu keberadaan Marko. Ada kabar berita yang cukup membuat Adzan terkejut.Satu jam kemudian Ainul keluar dari ruang BK dengan wajah lesu dan tubuh yang etrlihat lemas. Adzan menyodorkan susu kotak untuk IAnul setelah melihat Ainul keluar dari ruang BK."Minumlah biar tubuhmu gak lesu begitu. Kasiha janinmu," bisik Adzan pada Ainul.Ainul menatap Adzan yang tidak menatap Ainul dan hanya menyodorkan susu kotak tanpa harus menatap adiknya. Adzan tak tega melihat wajah Ainul yang begitu terlihat kelelahan."Makasih," jawab Ainul pasrah. Ia menerima susu kota itu dan menancapkan sedotan dilubang kotak itu dan menyeruput nikmat. Susu strawberry yang begitu dingin dan manis sungguh membuat kerongkongan Ainul kembali basah dan mEnghilangkan rasa dahaga yang
Ainul masuk ke dalam sekolah dengan perasaan marah terhadap Adzan. Kedua kakak adik itu biasanya selalu akur dan harmonis. Tapi, kini keduanya bagai kucing dan anjing yang siap menerkam satu sama lain.Adzan yang begitu sayang pada AInul terlalu posesif. Ainul yang sedang tertimpa masalah juga egois menyembunyikan masalahnya itu sendirian saja tanpa ingin diketahui oleh siapapun."Ainul? Kamu kenapa kemarin gak masuk? Dipanggil guru BK katanya ingin susulan kapan?" ucap teman Ainul yang memberikan informasi langsung dari gurunya."Oh oke. Makasih ya, Vin. Aku kesana sekarang," ucap Ainul yang merasa ada sesuatu yang tak beres. Dadanya bergemuruh dan perasaannya tiba -tiba menjadi tidak enak.Ainul mengetuk pintu ruangan BK dan dari dalam terdengar sahutan Bu Eri yang menyuruhnya segera masuk."Masuk!""Maaf Bu. Ibu panggil Ainul?" tanya Ainul kemudian."Ohh Ainul? Iya. Ibu cari kamu. Sini masuk. Kemarin kamu tidak masuk kenapa? Tidak ada permohonan ijin atau surat keterangan sakit dar
Keesokan paginya, Adzan tetap merencanakan semua apa yang telah ia rencanakan bersama anak panti untuk mengikuti Ainul kemana pun perginya seharian ini. Adzan sudah duduk manis disalah satu kursi makan sambil menikmati sarapan paginya. Pikiran Adzan jelas sedang bercabang sejak kemarin. Kenapa dihari penentuan nasibnya untuk lulus malah dihadapkan pada masalah besar seperti ini.Sean sudah masuk ke ruang makan untuk sarapan pagi bersama ketiga buah hatinya. Fatima menyusul dengan wajah serius dan Ainul belum nampak sama sekali batang hidungnya. Ada perasaan penasaran dihati Adzan dan ingin menghampiri Ainul ke kamar gadis itu. Tapi Adzan tetap berusaha tenang dan tidak tereburu -buru dengan segala egonya. Ia tidak ingin membuat Pinka, Uminya menjadi khawatir. Perempuan setengah baya itu terlalu peka untuk urusan kecil seperti ini."Mi ..," panggil Abi setelah menyeruput kopi hitam.Pinka pun masuk ke ruang makan sambil tergopoh -gopoh dan membawa telor dadar di piring besar."Iya Bi?
Hari ini pukul satu dini hari, Adzan terbangun dan bangkit dari tempat tidurnya lalu membuka kamarnya. Suasana dirumah itu begitu sunyi dan hening. Adzan berjalan menuju dapur untuk mengambil air dan cemilan di lemari es untuk mengisi perutnya yang mulai terasa lapar dan menemani ia belajar hingga pagi menjelang.Sesekali Adzan mendengar suara desahan dari kamar kedua orang tunya. Adzan hanya tersipu malu mendengarnya."Ainul? Kamu sedang apa?" tanya Adzan menatap Ainul yang sedang sibuk memasak air.Ainul menoleh ke arah belakang melihat Adzan yang berjalan pelan menghampirinya."Kak Adzan ngapain? Peduli amat?" ucap Ainul yang semakin ketus."Lho ... Kakak kan emang peduli sama kamu, Nul. Kamunya aja yang gak paham dan gak peka," ucap Adzan lembut.Adzan tahu Ainul ingin menikmati mie instant malam ini. Adzan mengambilkan beberapa bakso dan sosis yang kemudian direbus didalam air."Ainul gak mau pakai sosis sama bakso. Ainul mual, Kak," ucap Ainul langsung menutup hidungnya dengan
"Semua orang tua pasti akan memberikan yang terbaik untuk anak -anaknya. Mana ada orang tua yang membiarkan buah hatinya mearsakan, kesakitan, kesedihan, kegagalan. Makanya setiap orang tua akan selalu mendoakan anak -anaknya agar berhasil dan sukses menjadi orang hebat," ucap Umi Pinka begitu tulus."Umi ... Kalau ternyata Ainul gagal menjadi anak yang baik bagaimana?" tanya Ainul dengan raut wajah begitu sedih.Ainul merasa hidupnya semakin etrtekan jika membohongi dirinya sendiri dan keluarganya seperti ini.Pinka terus menatap Ainul yang menangis tanpa henti. "Sebenarnya ada apa? Kamu seperti menyembunyikan sesuatu dari Umi? Kamu dan Adzan bertingkah aneh hari ini. Memangnya ada masalah apa? Mungkin Umi bisa bantu?"tanya Pinka begitu pelan dan membuat hati Ainul semakin berdesir.Ainul kembali memeluk Uminya. Ia belum sanggup menceritakan semuanya. Ainul berjanji setidaknya sisa ujian akhir ini bisa ia kejar untuk mendapatkan nilai yang baik.Pinka membalas pelukan itu dengan penu
"Kakak tanya sama kamu, Nul!! Jawab pertanyaan Kakak!!" tanya Adzan mulai geram.Sejak tadi Ainul seperti menyembunyikan sesuatu membuat rasa penasaran Adzan semakin membuncah.Ainul melengos dan menatap ke arah atap kamarnya. Ia tak mau peduli dengan pertanyaan Adzan yang membuat dirinya mati kutu tak bisa menjawab.Semua ini adalah salahnya!! Memberkan celah untuk Marko. Lalu saat ini? Marko ternyata hanya mempermainkannya saja karena rasa penasaran."Cepat jawab!! Atau bukti ini Kakak berikan pada Umi dan Abi?" ucap Adzan mengancam sambil menunjukkan alat tespek tadi."Bawa sini Kak!! Itu milik orang lain, bukan aku," ucap Ainul membela diri.Ainul berusaha berdiri dan mengambil bungkusan itu dari tangan Adzan."Sini Kak!!" ucap Ainul dengan suara keras."Gak akan!! Ini adalah bukti. Satu lagi, kakak tidak percaya kalau ini punya orang lain. Kakak akan cari siapa lelaki yang telah menghamili kamu? Marko kah?" tuduh Adzan dengan tepat sekali.Ainul menggelengkan kepalanya cepat. "Bu