Part 13
"Halo, Camelia."
Camelia mengernyit, ia menatap wanita di hadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilannya benar-benar glamor, berbeda jauh dengannya. Wanita itu masuk tanpa menunggu dipersilakan oleh pemilik rumah. Layaknya seseorang yang sudah menghafal setiap sudut bangunan tersebut, wanita itu menjelajah sesuai keinginannya.
"Bukankah ini toilet?"
Camelia menoleh cepat ke arah wanita tersebut. Wanita itu menunjuk ke sebuah pintu yang ada di bawah tangga. Camelia mengangguk pelan dengan wajah bingung.
"Maaf, apa Anda tamu Al?" tanta Camelia.
Wanita itu terkekeh sambil menutup mulutnya dengan punggung tangan. "Maksudmu Pangeran Alaric?"
Camelia mengangguk cepat. "Iya. Apa Anda—"
"Saya Jane, tunangan Al," potong wanita itu dengan cepat. "Kau pasti asisten Al yang baru, ya?"
Camelia menundukkan kepalanya, sejujurnya ia tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Ia lebih memilih mengangg
Part 14Al menyipitkan kedua matanya. Ia terus memandangi Camelia yang tengah memunggunginya. Entah sudah berapa lama wanita itu berkutat di dapur. Padahal berulang kali ia mengatakan kalau rasanya sudah enak. Camelia tersenyum lebar saat berhasil memasak Shrimp and Grits sesuai dengan seleranya."Sampai berapa lama kamu mau membuatnya?" tanya Al.Camelia menoleh, wajahnya berseri bahagia. "Sudah selesai. Kamu mau coba?"Al bangun dari kursi yang ada di meja makan. Ia mendekati Camelia, lalu berhenti tepat di sampingnya. Sejenak Camelia sempat bingung, tapi ia bisa langsung peka saat Al membuka mulutnya."Hanya sekali, ya?" kata Camelia.Al mengangguk cepat. Sejujurnya ia merasa bingung, tapi ia seperti terdorong sesuatu untuk bisa lebih dekat lagi dengan wanita di hadapannya tersebut. Camelia mengambil sendok makan, lalu menyendok makanan yang sudah tersedia di piring. Perlahan senyumnya mengembang, terutama saat tatapan mereka tanpa sengaj
Part 15Al menatap dirinya di depan cermin besar. Entah kapan terakhir kali ia bisa tersenyum secerah ini. Terutama saat Camelia tiba-tiba ada di belakangnya. Wanita itu tersenyum lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang Al."Kamu sudah siap?" tanya Al.Camelia mengangguk dengan senyum manisnya. "Sudah. Mau berangkat jam berapa?"Al mengangkat tangan kanannya untuk melihat arloji. "Sepuluh menit lagi."Camelia melepaskan pelukannya, lalu ia bergegas masuk ke kamar untuk mengambil tasnya. Untuk pertama kalinya, ia merasa pagi hari begitu indah. Biasanya, ia hanya akan dirundung rasa cemas dan diselimuti aura kematian dari suaminya tersebut. Langkah riang kembali membawanya ke ruang tamu. Ia menaikkan kedua alisnya saat melihat Al yang tengah menerima panggilan.Sepertinya penting, batin Camelia.Camelia memilih untuk diam, menunggu suaminya itu selesai dengan aktivitasnya. Begitu Al memasukkan kembali ponselnya, ia menoleh sambil
Part 16Rumah mewah itu kembali diselimuti aura yang mencekam. Sejak kata bercerai itu keluar dari mulut Al, mereka tidak lagi berbincang walau hanya sekedar menyapa. Termasuk pagi yang cerah ini. Mereka duduk berhadapan di meja makan. Namun bersikap seolah tidak mengenal satu sama lainnya. Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing.Ting!Camelia mendecak pelan. Ia tidak sengaja menjatuhkan sendok yang sedari tadi dicengkramnya dengan erat. Ia menggeser kursinya agar bisa masuk ke bawah meja."Bagaimana? Kamu sudah memikirkannya?"Hening.Pertanyaan Al sama sekali tidak digubris oleh Camelia. Ia tidak mau lagi membahas masalah perceraian. Padahal baru beberapa hari ia merasa bahagia. Kini ia sudah kembali diterpa badai besar berupa perceraian."Camelia, tolong berikan saya jawaban!" kata Al, suaranya sedikit meninggi.Camelia dengan cepat mengambil sendok di bawah meja. Ia tidak berniat untuk melanjutkan sarapannya. Tanpa men
Sunyi. Rumah yang beberapa saat lalu diselimuti kehangatan, berubah menjadi sedingin salju. Al terdiam di meja makan. Matanya menatap ke arah pintu kamar yang sudah dua hari ini tidak terbuka. Terkadang timbul rasa ingin meminta maaf. Namun tentu saja ego selalu berada di atas segalanya. Al mengambil nampan yang sudah terisi penuh dengan makanan. Ia sengaja mempekerjakan asisten rumah tangga untuk mengurus keperluannya. Mengingat keadaan Camelia benar-benar memburuk. Jangankan untuk membersihkan rumah, keluar kamar saja ia enggan. "Camelia, makananmu ada di depan pintu." Setelah meletakkan nampan itu, Al bergegas pergi ke kantornya. Camelia yang mendengar suara pintu tertutup langsung keluar dari dalam kamarnya. Ia membawa masuk nampan itu, lalu kembali mengunci pintu kamarnya. Ia termenung memandangi segelas susu putih yang ada di nampan tersebut. Bagaikan dirasuki sesuatu, Camelia melempar gelas itu ke dinding hingga hancur berkeping-keping.
"Camelia ...," panggil Zebedia dari balik pintu.Sementara di dalam, Camelia tengah membersihkan kamarnya yang berantakan. Entah mengapa perasaannya benar-benar hancut berantakan. Ia tidak tahu harus melakukan apa. Kini yang bisa ia lakukan hanya mengerjakan semua yang terbesit dalam pikirannya."Bersih-bersih ... Aku harus merapikan kamar ini," gumam Camelia dengan tangan gemetar.Brak!!Pintu yang sebegitu kokohnya kini terbuka lebar. Camelia begitu terkejut mendapati sosok Al yang sudah berada di depan pintu dengan napas terengah-engah. Pria itu melangkah perlahan ke arahnya. Lalu ia menarik tangan Camelia dan membawanya keluar dari kamar tersebut.Tidak ada satu pun yang bersuara. Termasuk Zebedia dan asisten rumah tangga tersebut. Al merengkuh tubuh istrinya, lalu duduk di salah satu sofa. Sebelah tangan lainnya langsung menghubungi dokter melalui ponselnya. Ia merelakan rapat penting pagi ini hanya karena panggilan dari asisten rumah tanggany
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Suasana di mansion sudah berubah menjadi lebih mewah dan gemerlap lampu memenuhi seisi mansion. Beberapa tamu penting sudah datang dengan menggunakan topeng, ya hari ini tema pesta nya adalah topeng. Leo mengambil topeng hitam miliknya dan mengenakannya sebelum keluar dari kamar."Apa acara sudah di mulai?" Tanya Leo pada Sebastian."Sebentar lagi tuan, apa yang harus saya lakukan?" Ujar Sebastian dengan tenang."Kau harus menjauh dari ku, agar semua orang tak mengenaliku sampai saat perkenalan" balas Leo yang di benarkan Sebastian hanya saja Sebastian merasa ada niat lain di balik acara ini.Leo keluar lebih dulu, dari dalam kamar. Ia melangkah menuju tempat acara tanpa di sadari semua orang. Matanya menelisik seluruh tempat acara, mencari satu orang tanpa di minta.Di tempat pembagian topeng sudah berdiri Lisa dengan gaun berwarna hitam yang sangat simpel, dengan topeng putih yang menutupi wajahnya yang masih bisa Leo kenali."Shit dia terli
"kau tidak akan di pindah, jadi jangan menangis" ujar Leo yang mengejutka Lisa.Dengan terburu-buru Lisa berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Leo, ia menunduk di depan pria itu."Tuan maaf malam itu, aku yang salah aku juga sudah mulai melupakan nya" ucap Lisa dengan pasti.Leo yang mendengar itu merasa terenyuh, ia merasa jika ia tak rela Lisa melupakan semua kejadian itu. Namun disisi lain ia juga malu jika harus mengakui bahwa dialah yang memulai semuanya.***Semua berjalan lancar sejak perbincangan di perpustakaa, Leo mulai sibuk dengan pekerjaannya dan Lisa juga sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya. Beberapa kali Leo menunggu kedatangan Lisa di meja makan namun selalu bukan gadis itu yang datang.Beberapa kali juga ia melihat Lisa dari kejauhan saat gadis itu membersihkan taman. Namun untuk berinteraksi Leo tak bisa memulai nya lebih dulu."Aku butuh seseorang untuk memata-matai orang, di dalam rumahku" ujar Leo
Lisa masuk jedalam kamar Leo dengan ragu. Ia melihat keadaan kamar yang berantakan dan Leo yang hanya megenakan sebuah handuk."Ada apa kau datang ke sini?" Tanya Leo tanpa melihat kearah Lisa."Begini tuan ada yang ingin aku tanyakan, tapi sepertinya sangat tidak mungkin saat ini karena ini""Samantha keluarlah dulu, lima belas menit lagi kembalilah" ujar Leo membuat Samantha terdiam.Hatinya lenuh tanda tanya apa yang akan dibicarakan mereka berdua, ia melirik Lisa sinis ia berjanji akan membuat pelajaran pada Lisa setelah ini.Lisa yang paham dengan arti tatapan Samantha hanya bisa menghembuskan napasnya dalam. Ia harus bersiap dengan kejadian buruk yang akan menimpanya setelah ini.Setelah Samantha pergi tinggalah mereka berdua. Lisa semangin ragu untuk menanyakan masalahnya. Namun Leo terlihat sangat penasaran dengan apa yang akan ia ucapkan."Katakan" perintah Leo terdengar mutlak.Pria berbadan atletis itu masih mena
Leo menatap Lisa dengan ragu, ia melihat Lisa yang mulai bernafas dengan lebih baik. Jarak mereka yang dekat memudahakan Leo melihat perubahan ekspresi dari wajah Lisa."Bagaimana tuan apa sudah aman untuk saya keluar?" Tanya Lisa saat sadar jika Leo masih belum juga menjauh darinya.Leo yang mendengar ucapan Lisa dengan perasaan sungkan menjauh sambil mengusap lengannya dan menjauh."Aku akan melihat situasi terlebih dahulu baru kau boleh keluar." Balas Leo lalu keluar dari kamar mandi.Leo berjalan kearah pintu lalu melihat situasi di luar, dan seluruh pelayan sedang sibuk di taman dan dapur. Leo melihat Lisa yang sudah bersiap."Keluar sekarang" ucapnya."Baik tuan, maaf_""Cepat pergi" potong Leo acuh.Lisa yang melihat sikap acuh Leo hanya mampu menahan dengusan kesal. Ia keluar dengan mengendap-endap lalu berlari menuju kamarnya. Ia bergegas mengganti bathrobe yang ia pakai menjadi pakaian pelayan, tak lupa menye
Langit telah berubah menjadi gelap dengan derai hujan yang menyertai. Malam ini Leo menghabiskan malam nya dengan setumpuk berkas laporan milik perusahaannya. Matanya mengarah ke meja kecil di tepi tempat tidurnya, memastikan jika ada segelas air disana."Bagai mana airnya bisa belum di isi" ujarnya sebelum ia meletakan Ipad lalu melangkah mengambil gelas kosong miliknya.Dengan santai ia keluar dari dalam kamarnya berniat memanggil seorang pelayan, namun pandanganya terpaut dengat seorang gadis yang melintas tepat di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang basah."Kau pulang kuliah selarut ini?" Sindir Leo pada Lisa.Lisa dengan enggan menghentikan langkahnya lalu berbalik dan membungkuk di hadapan Leo."Maaf tuan, aku sudah pulang sejak sore hanya saja""Kau pergi bermain? Menemui seorang pria?" Sela Leo sarkas.Hal itu membuat Lisa sedikit terkejut, ada rasa nyilu di dadanya. Ia merasa Leo sangat merendahkannya sebagai seorang perem
Leo melangkahkan kakinya menuju pintu keluar utama Bandara Altenrhein. Penampilannya yang terlihat maskulin dengan kemeja putih yang ia gulung sampai sebatas lengan dan celana berwarna coklat membuat prnampilanya terlihat santai namun tetap mempesona. Dengan menarik kepernya ia melihat kesekelilingnya mencari seseorang yang ia tugaskan untuk memjemputnya.Dari kejauhan terlihat pria paruh bayar denganstelam jas formal yang memegang papan bertuliskan nama Leo denga tulisan tangan. Dengan perlahan Leo mendekati pria itu, saat sadar jika tuannya sudah datang pria itu bergegas mengambil koper milik Leo."Apa kabarmu Robert?" Tanya Leo yang tetlihat sangat sanatai."Saya baik tuan, silahkan mobil anda sudah siap" balas Robert dengan formal membuat tertawa kecil melihat pria paruh baya yang sudah ia anggap ayah nya sendiri namun tidak sebaliknya.Leo berusaha mensejajarkan langkah mereka namun Robert terus saja satu langkah di belakangnya. Leo yang sudah lelah
Camelia berdiri dari tempat duduknya. Ia menoleh sekilas ke arah pintu. Kemudian kembali memandang tali yang ada di langit-langit kamarnya. Ia sudah bersusah payah mengikat tali itu di sana. Bahkan kakinya sampai terluka karena terantuk lemari yang menjadi pijakannya."Al," panggil Camelia."Ada apa? Apa kamu mau keluar?" tanya Al dengan antusias."Tidak, Al. Kita bicara seperti ini saja."Al mendengus pelan. Sebenarnya ia tidak ingin seperti ini. Namun jika itu pilihan Camelia, tidak ada jalan lain selain menurutinya. Lagi pula mustahil untuk memaksa wanita keras kepala itu. Al duduk di depan pintu dengan wajah lesuh."Sebenarnya kamu sedang apa, Camelia?" tanya Al.Camelia di dalam kamarnya tersenyum. Ia menatap pintu kamarnya sambil tersenyum kecil. "Menyiapkan kejutan untukmu. Ini 'kan hari ulang tahunmu."Al tersenyum. "Apa yang kamu siapkan? Aku jadi penasaran."Camelia terkekeh mendengar ucapan pria tersebut. Ia berjalan
Jane memberontak, ia berusaha keras untuk melepas tali yang mengikat kedua tangannya. Entah bagaimana caranya, namun Sean yang merupakan sopir pribadinya itu membelot pada Reidan. Ia melaporkan semua kejahatan yang dilakukan wanita itu terhadap Camelia.Sopir sialan! batin Jane.Reidan mendekati Jane, lalu mencengkram dagu wanita itu dengan kasar. Ia mengamati setiap inci wajah wanita tersebut. Lalu melayangkan tamparan kecil di pipinya."Bukankah saya sudah bilang untuk tidak mengganggu Alaric?" kata Reidan.Sean yang berdiri di samping Reidan tersenyum puas. "Apa yang harus saya lakukan pada wanita ini?""Buang saja ke laut."Jane mendelikkan kedua matanya. Tentu saja ia tidak menyangka dibalik sifat ramah seorang Reidan, menyimpan sisi gelap yang begitu menyeramkan. Awalnya ia mengira itu candaan karena sama sekali tidak ada pergerakan. Namun begitu pintu terbuka, kini ia yakin kalau kedua pria itu berniat membuangnya."Masukkan ke
"Bagaimana ini, Pak? Jumlah wartawan di depan gedung terus bertambah."Al menatap ke luar gedung dengan perasaan yang tidak karuan. Banyak sekali wartawan yang berkumpul di sana hanya untuk menunggunya datang. Padahal satpam sudah berulang kali mengusir mereka.Al melempar tatapan pada sekretarisnya. "Sudah hubungi petugas keamanan?"Sekretarisnya mengangguk. "Saya sudah hubungi polisi untuk membubarkan kerumunan tersebut.""Tapi mengapa belum datang?""Polisi datang dalam waktu 5 menit."Al mendengus, ia sudah sangat ingin pulang ke rumah. Padahal jam kantornya sudah berakhir sejak 3 jam yang lalu. Tapi karena di luar gedung terlalu banyak wartawan, ia pun diminta untuk tetap berada di kantor sampai suasana membaik.Tujuannya kembali pada kursi yang sudah menjadi singgasananya selama ini. Ia memijat pangkal hidungnya. Ingatan buruk tentang perlakuannya pada Camelia terus terngiang-ngiang. Ia sedikit menyesal walau pikirannya seakan m