Felix yang menggelengkan kepala seorang diri. Beberapa dari temannya berlalu melalui dirinya yang masih kebingungan mencari keberadaan Nevan dan Bellona.
“Udah ah, mending aku balik sendiri aja!” putusnya melewati trotoar menuju halte bus.
Tak sengaja bertemu, terlihat Nevan dan Bellona yang duduk bersantai di bawah keteduhan halte bus. Dengan bersemangat, Felix melebarkan senyuman membawa langkah cepat menuju keduanya.
“Woi!” sapa Felix melambai.
Keduanya tertoleh akibat seruan yang berasal tak jauh mengarah mereka. Felix yang kegirangan tampak mempesona penglihatan.
“Eh, tu Felix!” tunjuk Nevan.
Dengan cekatan, Felix mengambil posisi duduk bersama mereka. Nevan memandangi wajah sahabatnya yang ceria lagi kegirangan.
“Kenapa lu?” tanya Nevan penasaran.
“Hah? Gue?” sahut Felix masih tersenyum lebar.
“Iya nih! Dari tadi senyum-senyum mulu, aneh,” timpal Bello
Ikuti kisah selanjutnya ya. Terima kasih sudah setia dengan cerita ini. Akan saya sediakan isi bab yang lebih menarik dari ini. Akan banyak hal yang menegangkan sekaligus mencemaskan. Lebih banyak dapet bapernya ya.
Dari beberapa anak-anak sekolah. Tampaknya wajah mereka sudah tidak lagi kekanak-kanakan, melainkan sisi remaja yang mencolok. Bersemangat dalam mengikuti perjalanan wisata akhir ujian sekolah menuju situs-situs bersejarah. Lebih tepatnya di kota sendiri, yakni kota Depok. Nevan berdiri di hadapan semua orang, sembari melirik dengan tatapan kehangatan. “Kakak mau tanya, kira-kira … siapa yang tahu dengan rumah ini?” tanya Nevan melebarkan senyuman. Salah satu remaja lelaki mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Artinya, pemuda itu pasti sudah mengetahui apa nama dari sebuah tempat bersejarah ini. “Monumen Cornelis Chastelein,” sebut si pemuda itu. Nevan meranggul bangga dengan sebuah tepuk tangan meriah. “Nah, salah satu dari kalian sudah tahu. Pastinya kalian semua tahu dong tempat sejarah ini, sebenernya sih masih banyak tempat yang akan kita kunjungi.” “Tapi, untuk pertama kalinya,
Mendengar perkataan yang akhirnya terungkap dari keinginan besar si musuh. Cho Ye Joon seraya mendatar dengan dua bola mata membuntang lebar. Go Jo Woo bahkan menaikkan alis keyakinannya dalam pertahanan tubuh. “Heuh! Ternyata itu yang kau inginkan dariku,” cecah Cho Ye Joon menggeram. Memperkokoh pertahanan jiwa dengan menyilangkan lengan di depan dorongan Go Jo Woo. Satu langkah Cho Ye Joon menghempaskan tubuh Go Jo Woo terpelanting jauh. Swiiish! Cho Ye Joon melaju pelariannya untuk sekali melawan dan kembali menyerang dalam waktu yang cepat. Keduanya lagi-lagi bertarung di atas tanah perkotaan. Semua orang sama sekali tak menyadari bahwa kedua sedang beradu tangan. Pow! Pow! Pukulan, lemparan tangan, siku, lengan, bahkan tendangan melaju tinggi. Kini, memuncak dari beberapa serangan lagi. Cho Ye Joon terdorong dari pukulan Go Jo Woo dengan begitu keras. Di
Sekumpulan benda-benda antik sudah terpajang rapi di dalam etalase bening. Para pria dan wanita terhormat berdiri sambil memperhatikan ke masing-masing benda antik yang bernilai tinggi. Namun, dari salah satu wanita terkesima ketika melirik Felix yang sedang menegak tinggi. Membusungkan dada tepat di depan sebuah etalase kaca bening. Sebuah jam antik aneh berdiri tegak di dalamnya. Memiliki jarum jam yang lancip dan pendek. Dengan latar ruangan berlukis aneka gambar naga, memiliki angka Romawi terjejer rapi, bentuk yang sangat unik, dua sudut yang melancip, dua sisi kaki yang bulat dengan warna abu-abu gelap. Memiliki batu mengilap putih berada di tengah-tengah bulatan jarum. Diikuti oleh mereka yang memiliki minat pada sebuah jam tersebut. “Wah, ini sangat menarik!” tutur dari seorang wanita. Jam yang memiliki bentuk kepala rumah adat Cina, sedangkan kakinya yang berbentuk bulat. “Ini san
Sang ibu yang memelotot tajam kini meredup lalu mengempaskan tubuh secara tidak sadar. Nevan terkinjat ketika melihat ibunya roboh tepat di depan mata. “Hagh!” “Ibu!” seru Nevan meloncatkan penglihatan. Mata merah seketika padam menjadi normal, dimana langkahnya menuju tubuh ibu yang terbaring di tanah halaman rumah. Tas kecil milik ibunya terjatuh di samping tubuh, sedangkan dirinya merangkul badan leher. “Ibu,” lirihnya mencoba memapah tubuh Henni. Akhirnya, dengan kekuatan barunya. Ia pun membawa tubuh ibu yang jatuh pingsan menuju ke dalam rumah. [Apa yang sudah aku lakukan?] Dalam hati Nevan merasa gusar. “Hei, jangan tampakkan perubahan yang tiba-tiba! Apalagi di depan semua keluargaku, ini sangat berbahaya,” gerutu Nevan kepada diri sendiri. “Ini bukan keinginanku,” sahut Cho Ye Joon dari dalam tubuhnya. Nevan menyusuri langkah menuju sofa emp
“Aku adalah manusia yang memiliki darah iblis,” ungkap Go Jo Woo. Sang iblis tercengang, begitu pun dengan Nevan dan Cho Ye Joon yang terkinjat mendengarnya. Kedua mata saling menatap tajam, Go Jo Woo meluruskan pandangan mengeluarkan aroma darah iblis yang lebih kental. Sang iblis itu pun memundurkan bayangannya, sehingga kembali pada sisi tongkat. Di ujung tembok gubuk, Nevan memperhatikan dengan mata merah yang menegang. Satu langkah hendak maju. Namun. “Jangan bertingkah konyol!” cegah Cho Ye Joon kepada sosok Nevan. Satu tubuh yang menyatu akhirnya berbalik untuk mengulurkan niat penyerangan. [Aku tidak tahu harus bagaimana?] Dalam hati Nevan berkata. “Tenang saja! Kita masih punya cara dengan mencari arah timur bersama dengan benda tumuan dari Felix,” pungkas Cho Ye Joon. Nevan menegakkan tubuhnya, lalu menatap perjalanan kembali. Dalam bukit yang terjal, mereka tetap menuruni tanpa adanya
Nevan menatap lurus dari kedua temannya yang baru saja tiba. Petang menyambut kedatangan mereka. Felix yang memegangi hangat dari benda asing ditemukannya. Berdiri di samping Bellona yang tidak mengatakan apapun.Kim Dae Jung kini berhadapan ke arah kedua dari sahabat Nevan.“Kalian datang di waktu yang sangat tepat!” sambut Kim Dae Jung.Bellona keheranan sampai-sampai harus memandang wajah Felix berikut Nevan. Pria yang ada di balik punggung Kim Dae Jung—Nevan sendiri melangkah maju.“Minggu depan,” sebut Nevan.“Kita sudah tidak punya banyak waktu,” sambung Kim Dae Jung.Felix memperhatikan benda yang dipeluk olehnya. “Benda ini datang dari dunia yang sangat aneh. Kemunculan sejarah perkembangan jam belum pernah ada. Ini sebuah keajaiban,” tuturnya.Felix mendongakkan kepala sambil mengungkap keasingan dari jam aneh it
Nevan menduduki kursi di antara dua sahabatnya mendampingi malam bersama. Meja batu bulat kecil keramik bertengger rapi di sudut dinding. Nevan mengeluarkan beberapa kaleng minuman ke atas meja. “Karna gumiho elo jadi orang yang paling hebat!” puji Felix meraih kaleng yang sudah berdiri di atas meja. “Ya, lo memang pandai ngemuji gue,” sahut Nevan menahan tawa. Bellona menjulurkan tangan ke arah Nevan dengan memperlihatkan raut memintanya. “Sekarang gue,” pintanya. “Ya, elo pasti selalu kebagian,” sahut Nevan melebarkan senyuman. “Sebentar lagi natal tiba, apa kita nggak usah merayakannya bersama? Ayah gue ada bisnis di luar kota. Jadi, mau nggak mau, gue harus ada di sana,” sambung Felix menimpalinya. “Ya, gue hanya liat kalian dengan kesibukan masing-masing,” lanjut Bellona. Nevan merundukkan pandangan sembari membuka pengunci dari penutup kaleng. Minuman soda mulai terde
Genji—si ketua geng kampus Arkeologi. Pemuda yang suka berurusan dengan kekerasan, bahkan kejahilan yang pernah ada. Duduk di antara tumpukan papan kayu kering. Dua pria mengacungkan tinggi-tinggi dari tongkat berenergi seram itu. Go Jo Woo menarik energi dari dalam sinar bulan mengarah pada tubuh si pemuda bernama Genji. Dirinya menjulurkan melurus ke arah pemuda itu. Mulutnya berguman dipenuhi dengan mantra ajaib. Kedua mata Genji terbuka lebar secara spontan. Menjegil, bahkan tidak menggerakkan tubuhnya. Namun, sorotan matanya tidak menyala-nyala. Terdiam, seakan-akan menunggu perintah. Cahaya kegelapan menerobos ke dalam tubuh Genji. “Pergilah!” perintah Go Jo Woo kepadanya. “Pergi dan rebut manik tubuh Cho Ye Joon,” lanjutnya. “Bawa tubuh Bellona sekaligus satu orang temannya.” Genji beranjak tegak sembari memperhatikan jelas ke sorotan tepat mata Go Jo Woo. Seorang pe
#Happy reading. Kembali ke kota Depok. Sekumpulan teman bersama-sama kembali. Nevan menduduki kursi paling ujung bersama ketiga rekannya. Di sampingnya, Bellona melirik pelan ke wajahnya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Bellona. Nevan menggelengkan kepalanya. Mereka tiba-tiba turun dengan tanpa rasa sadar kalau perkotaan menjadi gelap kehitaman. Satu per satu menerawang gulungan awan yang menutupi langit kala itu. Nevan mulai melirik Kim Dae Jung dengan sorotan mata aneh lagi curiga. Kemudian cahaya putih terang mendatangi mereka, dimana orang-orang telah menjauh semua karena takut. Namun mereka masih berada di sana. Nevan, Bellona, Felix, dan Kim Dae Jung sendiri. Apsara itu kembali di depan mata. Sosok makhluk kayangan itu berdiri menyambut kepulangan mereka. Menatap lurus mengarah Nevan. “Kau harus melawan musuhmu di malam ini juga. Kita tidak punya waktu, kecuali kau ak
Pelarian mereka setelah menjauh dari ketiga musuh. Nevan dan Kim Dae Jung mulai memberhentikan diri di ujung pemukiman warga. Setelah bertemu banyak orang, mereka tampak lelah sekaligus gelisah. “Sepertinya kita sudah lebih aman,” tutur Nevan. Kim Dae Jung meranggul kepala, sembari melepaskan lengan Felix bersama dengan tindakan Nevan. Bellona dan Felix yang merasakan kelelahan akhirnya membungkuk sambil memegang kuat ransel besar. “Kau tidak kenapa-kenapa kan?” tanya Nevan khawatir. Bellona memegangi lutut sambil meringis kelelahan, tetapi kepalanya menggeleng. “Nggak apa-apa, Van. Aku nggak apa-apa,” sahutnya. Nevan memegangi lengan kekasihnya, membantunya bangkit dengan tegak. “Gimana kalo kita cari kos-an saja?” usul Felix. “Ide bagus!” sahut Nevan. “Kalian pergilah, aku harus membuang aroma tubuh kalian agar Go Jo Woo dan iblis itu tidak bisa menemu
Makhluk kayangan itu memperlihatkan dirinya dengan baju putih panjang. Rambut putih dengan mata bersinar cerah. Menatap lurus ke hadapan Nevan yang sekaligus menyatu dengan gumiho dari masa lalu tersebut.“Untuk apa kalian memanggilku kemari?” tanya Apsara mengerutkan kening.“Kami membutuhkan bantuanmu,” pinta Nevan mendongakkan wajahnya.Di balik dua sisi Nevan berada. Bellona dan Felix mulai terpelangah. Ketiganya mulai beranjak setelah berdekam merunduk ke hadapan Apsara tersebut.Malam yang redup ini mempertemukan mereka pada kejutan menakjubkan. Nevan mulai menegakkan tubuhnya, membusungkan dada ke depan pandangan. Tangannya mulai menunjuk dirinya sendiri.“Di dalam tubuhku ini ada dua jiwa yang menyatu,” ungkap Nevan.“Lalu, apa kalian ingin memintaku agar mengeluarkan kalian dari satu tubuh?” tanggap Apsara.Nevan
Sebuah gua yang jauh dari pemukiman warga. Akan tetapi, ditutupi oleh dedaunan menghijau dan lebat. Nevan mulai mendekati mulut gua bersama kedua temannya. Langkah pertama mereka tiba di tempat yang mereka inginkan. “Kita harus nemuin sumber Apsara itu,” putus Nevan. Felix dan Bellona pun mengikuti langkah Nevan memasuki gua tersebut. Di antara kegelapan gua menyelimuti kesepian mereka. Penglihatan mulai meredup. Akhirnya, cahaya senter terbias menyorot ke jalanan gua. “Van, apa lo yakin?” tanya Felix ragu. “Ini bukan keputusan gue, tapi si Cho Ye Joon,” sebut Nevan membalikkan badan. Wajahnya dipenuhi dengan segala rahasia yang segera terbuka. Kembali menelusuri ruangan gua yang gelap. Dipenuhi dengan kelelawar bergelantungan sekaligus berterbangan. Nevan mulai berhenti di sudut dinding ruangan. Tangannya menggenggam lonceng emas diarahkan ke depan pandangan. K
Ransel, sepatu boots hitam mengilap, dua pria menggunakan celana Tactical, satu wanita menggunakan celana denim. Dari arah bawah terlihat langkah saling menyatu dalam kebersamaan mengiringi jalan. Mulai terpampang jelas dari arah balik punggung baju kemeja berwarna kelabu di tengah. Dua pria menutupi posisi wanita di tengah. Menggunakan langkah santai mereka sembari memegangi ransel tebal. Angin melambai pesona anak muda tampan dan cantik. Sampai pada penampilan wajah-wajah mereka bertiga. Bellona melebarkan senyuman mengiringi langkah. Nevan meraih tangan Bellona dan saling menatap. Sementara Felix menari bersamaan langkah mereka. Seruan angin menyentuh pipi secara lembut. Menyentuh lebih hangat melihat pasangan yang saling menjalin hubungan terbaik mereka. Berhenti di penghujung jalan. Tak beberapa lama bus pun berhenti perlahan. Nevan melirik satu per satu orang yang ada di
Suasana yang telah diperlihatkan dengan jelas di depan pandangan batinnya. Nevan melewati malam setelah mengadakan ritual sesaat. Kini, ia pun bergegas perlahan layaknya manusia normal kembali.Nevan berhenti di sudut jalan perkotaan. Terbias lampu jalanan mengiringi langkah menyelinap di antara wajah cerianya.Rona berkilauan gemerlapnya redup malam. Dirinya mengelilingi pandangan ke seluruh pandangan mata. Seisi perkotaan menemaninya pada tujuan yang sudah ditemukan.Kedua tangannya mengepal bulat. “Go Jo Woo, kau memang cerdik dan licik!” geramnya memandangi kegeraman di kala malam menyelimuti.Langkahnya kembali tergerak menuju kepulangan. Di sisi pertemuan yang menjadi kisah akhir dari musuhnya.Senyuman miring dengan tatapan sinisnya. “Heuh! Kau pikir akan menang?” sebutnya meledek. Nadanya terdengar menyeru semangat. Menutupi malam menjadi kesenduan ke
Kedua jiwa saling mengobrol, meresapi perasaan mereka masing-masing. Dari hubungan yang pernah terjalin indah dan sempurna. Seakan runtuh, terbuai oleh satu pertanyaan kebimbangan. Wajah itu lebih terlihat menegang. Ketika mulut telah melebar, kini giliran rahangnya mengatup perlahan. Cho Ye Joon meruntuhkan segala pandangan setelah mendengar lontaran kata Nevan. Mungkin, hati lebih sensitif dari sebuah penglihatan. Perasaan sungguh lebih tertekan dengan sangat mendorong keinginan. Raga hanya menampung segala beban kekuatan. Namun, mereka tak lagi melangkah akibat sebuah lara. “Kau benar!” sahut Cho Ye Joon melusuh. “Aku mengerti,” timpal Nevan. “Kau mungkin satu raga denganku. Walau kita berbeda, kurasa kita memiliki tujuan dan kisah yang sama,” lirih Nevan merunduk lesu. “Kim Dae Jung, aku ingin bicara dengannya.” Kepalanya seakan terbawa oleh pemikiran yang jauh. Bah
Tubuh Nevan yang terjengkang di atas lantai jalan tepat di depan gerbang rumah Felix. Kedua temannya hanya menatap keheranan kenapa tubuh sekuat Nevan bisa saja jatuh pingsan. Yang tidak masuk akal terjadi. Keduanya saling menatap. Tanpa harus menunggu lama lagi, Bellona segera meraih lengan Nevan untuk membantu posisi terbaring segera terbawa. Tanpa harus ada tekanan apapun, Felix pun turut membantu. Namun, Bellona merasakan hal aneh yang bereaksi dari dalam tubuhnya. Spontan ia merasakan hal sedemikian rupanya perubahan. Kedua tangannya yang sempat menyentuh lengan Nevan kini runtuh. Terlepas dari lengan Nevan, sehingga tubuh Nevan kembali jatuh. “Aaaargh!” ringisnya dengan ekspresi yang menyakitkan. Felix menatap curiga dari perubahan tubuh Bellona. Keningnya berkerutan mellihat yang baru saja terjadi. “Bel, e lo kenapa?” tanyanya terheran. Be
Nevan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Sebuah batu giok berwarna hijau tampak biasa, tetapi lebih bersinar dari umumnya. Dalam genggaman Nevan, ia pun menunjukkannya ke depan Felix berada.“Kita cuma butuh nyatuin batu ini sama jam antik itu. Di dalam tempat itu akan memperkuat kekuatan dari dalam batu supaya bisa membuka lorong waktu sekaligus ngeluarin gumiho dari tubuh gue,” ungkap Nevan kepada Felix.Tatapan Felix masih saja memperhatika ke arah batu yang ditunjukkan oleh Nevan. Dia kembali menutupi batu tersebut dengan genggaman tangannya.Sementara Felix mendongakkan wajah menatap rupa dari sahabatnya.“Gue pasti akan bersiap!” tegas Felix meranggul sekali.*** Dari dunia yang berbeda. Dari alam yang menyatukan energi dua elemen yang tidak bisa disatukan. Satu dunia