Raut Rendy terpengah dengan gigi merapat rapi saat tatapan matanya tersorot pada seorang gadis. Gadis yang menjadi pasangan kencan buta termasuk kegagalan semata. Davira berbalik, berjalan cepat dengan membawa segala emosinya.
Sementara Rendy beranjak cepat, kembali memperhatikan seluruh ruangan sepi. Tak ada satu pun manusia, kecuali dirinya seorang.
Dengan cekatan, ia pun mulai melangkah menuju ruang kelas berikutnya. Dimana langkah sendiri kini dikejutkan seseorang dari balik dinding kepadanya.
“Duar!!” teriak Nevan kepadanya.
“Haaaa!!” sergah Rendy terbelalak lebar dengan dua tangan meninggi ke atas.
Pandangan matanya ke arah si lelaki yang dikenalnya, seorang teman sekaligus tempat berbagi cerita.
“Haa, Nevan. Elo ngagetin gue aja nih! Jantung gue hampir copot, tau!” gerutu Rendy menggusarkan dadanya perlahan.
Nevan yang menahannya di balik cekikikan yang ditutup
Cuplikan bab selanjutnya! “Hah? Tidak mungkin,” gerutu Cho Ye Joon mulai menguasai tubuh Nevan. Di samping dirinya, Bellona terbaring pingsan tak berdaya. Dirinya melirik perlahan, ketika bola mata mulai berubah menjadi kemerahan. Jangan lupa vote cerita ini!
Nevan membelalakkan matanya ke arah depan penglihatan. Tampak dari kehadiran kedua orang tuanya begitu dingin, berbeda dari biasanya. Nevan mulai menegakkan tubuhnya ketika melirik dan memperhatikan dari kedua orang tuanya. “Ibu, Ayah,” lirih Nevan mulai curiga. Sang ibu yang mulai perlahan menoleh ke arah belakang dengan sebuah tatapan mata merah. Sontak, Bellona tak kuasa menahan apa yang dilihat lalu jatuh pingsan. Apa? Apa yang terjadi sekarang ini? Mata Nevan mencelang lebar ketika melihat dari perubahan kedua orang tuanya terjadi. Sosok dua pria itu pun memperlihatkan diri dengan wujud asli. “Hah? Tidak mungkin,” gerutu Cho Ye Joon mulai menguasai tubuh Nevan. Di samping dirinya, Bellona terbaring pingsan tak berdaya. Dirinya melirik perlahan, ketika bola mata mulai berubah menjadi kemerahan. Grrr! Cho Ye Joon mulai memperlihatkan diri dengan perubahan jiwa se
Nevan menatap wajah Bellona dengan memegangi kedua bahu kekasihnya. Tatapan kali ini lebih tajam dan lurus. Bellona terkesima dengan penglihatan Nevan kepadanya. Sosok Cho Ye Joon sesekali memperlihatkan rupanya tepat di hadapan dirinya.Bellona mengerutkan keningnya sembari menggelengkan kepala berkali-kali. Dirinya tak percaya ketika memperhatikan dua wujud yang sama persis.“Nevan, kamu …,” keluh Bellona mengacungkan jemari telunjuk tinggi-tinggi ke arahnya.“Ya, kami memiliki jiwa dan rupa yang sama,” sebut Cho Ye Joon.Kini, penglihatan Bellona diredupkan kembali. Rupa yang ia lihat kini kembali menyatu dengan baik. Masih pertahanan pada tubuh Nevan, sedangkan Cho Ye Joon bersembunyi dengan menguasai seluruh naluri tubuh Nevan.Bellona melemahkan tubuhnya lalu meredupkan mata, hingga dirinya terjatuh pingsan dari dalam dekapan tangan Nevan.“Bell
Sorotan cahaya menembus para musuh di antara kekalahan dua pria tangguh. Penampakan dari salah pria yang dikenal itu pun mulai membuat musuh terkesima. Cahaya bulan yang terang memantul kuat ke arah dua musuh terpingkal jatuh.“Felix?” sebut Nevan terkesima dengan kehadirannya yang tiba-tiba ini.Lantas, kejutan apakah ini? Dengan kedua matanya tertutup oleh lengan kekarnya.“Ayo kita pergi!!” seru Go Jo Woo kepada bawahannya.Melihat dua musuh itu melarikan diri, dengan cekatan si gumawo itu beranjak membawa tubuh Nevan mendekati Felix. Bersamaan dengan Kim Dae Jung mulai terpelangah dengan aksi Felix yang tanpa terduga ini.“Kau??” tunjuk Kim Dae Jung kepada mahasiswanya.Felix menurunkan jam antik yang memiliki sinar batu permata bulan. Pandangannya kini mulai melirik ke arah kedua pria dikenalnya.“Ya, seperti yang kau katakan!” sebut Felix kepada Kim Dae Jung. Tatapannya melurus ke
Dengan kedua tangannya yang menguasai malam kalbu. Nevan akhirnya memegangi erat kepala si kekasih, hingga mengecup keningnya dengan pelan.Keduanya saling menatap manja dengan tatapan hangat yang bersatu.***Nevan mulai melirik ke arah samping tempat tidur, dimana meja kecil melekat di dinding ruangan. Jam tangan itu duduk dengan manis tanpa terganggu oleh tangan yang nakal.Ia menarik kaki menjulurkannya ke luar dari tempat tidur. Tatapannya kali ini pada sebuah hadiah yang paling mengagumkan.Tangannya meraih pelan jam tangan unik tersebut, lalu memencet tombol kecil di samping kepala jam.Tit! Tit! Tit!“Hmm, tampak biasa. Tapi, buat lonceng peringatan ini cukup luar biasa!” tuturnya melebarkan bibir memanjang.Raut manis dari ujung penglihatan menampakkan pesona tampan menawan dari Nevan itu sendiri. Gumaman sendirinya mengakhiri pagi begitu saja. Meletakkan kembali jam tangan, kemudian bergegas entah ke mana?
Nevan memasuki pintu menuju kamar. Dirinya membawa raut yang dipenuhi dengan sejuta tawa dalam penglihatan. Langkahnya mengguyur ruangan menghadap cermin kaca yang ada di dekat dinding. “Kau pasti akan menjadi seorang duta besar, atau kau bisa menyediakan tempat Artifak dari seluruh dunia,” tutur Nevan melebarkan bibir yang memanjang. Wajah yang ditampakkan ke depan cermin begitu sempurna, dengan penglihatan matanya pada sosok Cho Ye Joon. “Jangan lupakan misi pertama kita!” sebut Cho Ye Joon mengingatkan. Nevan menganggukkan kepala sembari merunduk hormat. “Aku berjanji untuk melakukannya,” gumamnya memejamkan mata sesaat. Jiwa yang menyatu dengan erat dalam satu jasad yang masih bernyawa kental. Satu urusan yang menjadi misi pertama adalah sebuah jalan keluar. Sang musuh yang hadir adalah satu penghalang bagi Cho Ye Joon. “Aku ingin mencari tahu kenapa Go Jo Woo ingin sekali meng
Kedua kelopak mata si adik Felix berkedip keheranan. Kebingungan menghantui mereka yang saling menatap. Felix menurunkan pandangan lalu melengkungkan kedua tangannya ke atas pinggang. Tatapannya lurus menatap si adik yang menaikkan alis sebelah mata. “Ooo … benda ini datang dari masa lalu?” ledek si adik menggeliatkan bibirnya lalu pecah. “Hahaha,” kekeh si adik terpingkal-pingkal ketika mendengar lelucon dari sang kakak. Felix menatap aneh dari si adek yang membludak pecah di hadapannya. Kedua tangannya mulai menurun sambil mendekati tubuh si adik. Lalu, mulai mendorong pundak si adik untuk keluar dari ruang kamarnya. “Nah, Tawa aja lu sepuasnya! Buat apa lo ngetawain lelucon gue?” gerutu Felix mendorong tubuh si adik. “Hei, Napa lo ini Kak?!” teriak dari si adik menoleh spontan. Keduanya hendak melawan, tetapi apalah daya jika sang lelaki adalah lawan yang tidak seimbang.
Felix yang menggelengkan kepala seorang diri. Beberapa dari temannya berlalu melalui dirinya yang masih kebingungan mencari keberadaan Nevan dan Bellona. “Udah ah, mending aku balik sendiri aja!” putusnya melewati trotoar menuju halte bus. Tak sengaja bertemu, terlihat Nevan dan Bellona yang duduk bersantai di bawah keteduhan halte bus. Dengan bersemangat, Felix melebarkan senyuman membawa langkah cepat menuju keduanya. “Woi!” sapa Felix melambai. Keduanya tertoleh akibat seruan yang berasal tak jauh mengarah mereka. Felix yang kegirangan tampak mempesona penglihatan. “Eh, tu Felix!” tunjuk Nevan. Dengan cekatan, Felix mengambil posisi duduk bersama mereka. Nevan memandangi wajah sahabatnya yang ceria lagi kegirangan. “Kenapa lu?” tanya Nevan penasaran. “Hah? Gue?” sahut Felix masih tersenyum lebar. “Iya nih! Dari tadi senyum-senyum mulu, aneh,” timpal Bello
Dari beberapa anak-anak sekolah. Tampaknya wajah mereka sudah tidak lagi kekanak-kanakan, melainkan sisi remaja yang mencolok. Bersemangat dalam mengikuti perjalanan wisata akhir ujian sekolah menuju situs-situs bersejarah. Lebih tepatnya di kota sendiri, yakni kota Depok. Nevan berdiri di hadapan semua orang, sembari melirik dengan tatapan kehangatan. “Kakak mau tanya, kira-kira … siapa yang tahu dengan rumah ini?” tanya Nevan melebarkan senyuman. Salah satu remaja lelaki mengacungkan tangan tinggi-tinggi. Artinya, pemuda itu pasti sudah mengetahui apa nama dari sebuah tempat bersejarah ini. “Monumen Cornelis Chastelein,” sebut si pemuda itu. Nevan meranggul bangga dengan sebuah tepuk tangan meriah. “Nah, salah satu dari kalian sudah tahu. Pastinya kalian semua tahu dong tempat sejarah ini, sebenernya sih masih banyak tempat yang akan kita kunjungi.” “Tapi, untuk pertama kalinya,