Share

Chaps 45: Trust

Author: Veedrya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Azra's Curret POV

"Kamu ngirim foto apa, sih, Sayang?" Tanyanya saat wajah Icha sudah muncul di layar ponselnya. Iya, mereka sedang  melakukan video call.

"Foto." Icha menjawab. Ya memang, calon istrinya itu barusan memang mengiriminya foto. Tapi bukan itu yang dia ingin tanyakan. Melainkan maksud Icha mengiriminya foto tersebut. Di latar belakang, dia bisa mendengar suara Nisya terkikik.

"Kamu lagi sama Nisya? Lagi di luar? Dimana?" Dikap posesifnya ikut absen mengecek keberadaan Icha.

"Abis muter - muter. Makan Carbonara di Moses. Tadi Nisya pengen itu, terus lanjut nge mall window shopping sama nonton film. Ini lagi mau pulang, tapi Nisya bilang pingin cobain kedai kopi baru. Ini kita masih disini."

"Itu foto apaan? Kamu ngap

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • The Memories (BAHASA)    Chap 46: Sayonara

    Azra Current POV Mereka, Azra dan Amyra, sudah sampai di bandar udara Cengkareng. Masih ada cukup waktu untuk check in dan mungkin membicarakan hal - hal yang harus dibicarakan, mengingat mereka berdua sedari tadi hanya saling diam sepanjang perjalanan kemari. Tidak biasanya, karena Amyra bukan tipe yang diam dan menyukai kesunyian. Dia seperti radio yang siap siaran penuh dua puluh empat jam. Tidak peduli yang diajak ngobrol sudah berada diawang - awang sekalipun karena mabok mendengar suaranya. Tapi hari ini, selain sapaan dan kalimat 'ah, lo dateng juga ternyata' mereka sama - sama bungkam. "Thanks, ya." Akhirnya Amyra bersuara. Saat mereka hampir sampai di gate check-in

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 47: Gown Fitting

    Icha Current POV Icha menutup dada bagian atas dan pundaknya yang kini terekpos bebas. Dia risih. Memang sih, yang di sini perempuan semua, tapi kalau gaun ini yang jadi pilihannya, dia akan memakainya nanti di depan ratusan orang di acara pernikahannya. Mental Breakdown lah! Dia nggak pernah pakai baju yang seterbuka ini. Di depannya, Bulik Indah bertepuk tangan heboh. Terlihat puas dengan hasilnya. "Bulik udah ngira, kamu bakal cocok banget pake gaun model ini!" Dia meringis. "Nggak dipakein lengan Bulik? Nanti Icha masuk angin." Tanyanya pelan. Takut menyinggung perasaan buliknya. "Masuk angin apa. Ini cuma baju buat resepsi kok, salah satunya nanti pake baju - baju ini nanti." Icha mendelik saat asisten Bulik Indah membawa dua baju lagi untuk dicoba. "Pas akad na

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 48: Pingitan

    Azra's Current POV Mereka melewati hari yang berkualitas berdua selama Azra ada di Jogja. Besoknya Icha yang menemani Azra gantian fitting jas pengantin. Nggak banyak, cuma tiga, sama seperti Icha. Beskap (baju adat laki - laki jawa - jas lengan panjang, blangkon dan Jarik) yang akan dipakai saat resepsi sudah paten, hanya tinggal menyesuaikan ukuran saja. Kata Bulik Indah, lengannya perlu sedikit di pendekin biar yang pakai merasa nyaman. Mereka nurut saja. Yang tau soal baju kan memang Bulik Indah. Beliau pakarnya, jadi manut saja lah sama pakarnya. Undangan juga sudah dimasukkan ke cetak. Persiapan pernikahan mereka sudah delapan puluh persen. Dua puluh persen nya ada pada hari H. Intinya, persiapannya sudah amat matang. Sebulan lagi, malah nggak sampai. Dua puluh tujuh hari lagi karena sekarang sudah bulan Maret awal. Sore itu, saat Azra menjemput Icha untuk mengantarnya pulang ke Bandara, dia ketemu

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 49: How Time Flies When Actually I'm Longing For You

    Azra's Current POV Masa pingitannya berlalu alot bagi Azra. Dia dilarang oleh Bulik Indah dan Neneknya untuk berhubungan dengan Icha dalam bentuk apapun. Mama sih santai. Nggak percaya sama yang begitu. Bapak juga lebih ke nggak boleh ketemu dulu tapi masih boleh berhubungan, teknologi katanya. Tapi tiap malam salah satu dari mereka, Bulik Indah dan Nenek selalu mengeceknya. Dan dia tidak bisa berbohong pada orang - orang terdekatnya. Lebih gampang walk out daripada mencari alasan untuk berbohong. Makanya dulu saat ada masalah dengan Icha dia lebih memilih menghindar. Oke, itu memang karena dia pengecut. Tapi kira - kira seperti itulah alasannya. Tapi apakah dia menurutinya? Tentu saja... nggak. Kangennya lebih besar! Dia lihat polanya Bulik Indah dan Neneknya kalau bertanya. "Hari ini nggak telpon Icha, kan? Wasapan? Sms?" Hanya seputar tiga itu. Dia nggak menyebutkan skype an di sana. Jadi, Azra

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 50 - You'll Be Mine, Soon!

    Azra's Current POV Dia menurut, mengikuti Jijah masuk kembali ke mobil dengan masih bertanya - tanya. Kok Hafid sama Ida di sini? Mereka sakit? Sakit apa? Kok nggak ngabarin apa - apa. Dia pulang masih setengah memikirkannya. Jalanan macet. Seperti biasa. Bukan Jakarta kalau nggak macet. Tapi mereka sampai rumah tepat waktu. Nggak terlalu malam. Mama sudah menunggunya di dalam, sedang menata meja makan yang sekarang penuh dengan makanan. Mereka berdua segera masuk dan salim Pada Mama sebelum bebersih dan kembali turun untuk makan malam bersama Mama. "Whuiiih pesta kita ini pesta... bentar." Jijah yang awalnya heboh excited melihat isi meja mendadak memegang dagunya. Kepala ditelengkan ke kiri. Gayanya sok mikir. "Kok Jijah perhatiin ini semua makanan kesenengannya Mas Azra aja? Kesenengannya Jijah mana Mama?" Dia mulai protes. "Dasar nggak bersyukur. Udah dimasakin padahal sama Mama capek - capek." Azra menjambak pelan rambut adiknya ya

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 51: The Day Before The Vow

    Azra's Current POV Masih mode pingitan. Tapi seenggaknya, karena sudah memasuki prosesi pernikahan, Nisya sering main ke rumah Icha untuk membantu. Tentunya hal itu dimanfaatkan dengan seksama dan semaksimal mungkin oleh Azra. Apalagi, kalau bukan jadi perantara komunikasinya dengan Icha. "Kok upil, kamu. Mentang - mentang aku di sini, terus ponselku dibawa Icha terus." Protesnya saat Azra menelponnya siang itu sebelum berangkat ke bandara. Tinggal nunggu Jijah pulang aja, dan mereka akan langsung cuss bandara buat ke Jogja. "Sama temen ini, bantuin lah. Jangan pelit - pelit." pintanya dengan nada memelas. "Bantuin sih bantuin, tapi udah dua hari gini terus." "Kan gue nggak bolehnya w******p sama telpon Icha. Kalo telpon lo kan boleh." Dia ngeles mulus kayak bajaj ngepot. Suara Nisya yang mendengus keras terdengar hingga ke sisinya. "Sa ae lu. Tapi kan aku juga susah. Nanti kalo pasienku telpon darurat gimana?" Nis

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 52: The Wedding Chaos I

    Icha Current POV Hari bahagia itu akhirnya datang juga. Tiga bulan yang berat bagi Icha dan Azra. Kesibukan pekerjaan dan persiapan pernikahan yang membuat mereka stress luar biasa. Jarak yang membuat komunikasi mereka tidak maksimal dan sering miskom, terutama saat masa pingitan. Dan perselisihan kecil hingga besar yang tak terelakkan. Semua bagaikan roller coaster. Kalau bukan Azra, rasanya dia ingin menyerah saja. Seperti sekarang ini. H-2 pernikahan, saatnya pengajian, hanya hitungan jam sebelum Azra mengucap ijab - qobul dan membuat mereka sah meni suami istri di mata hukum dan agama, tapi dia malah sedang tidak berbicara dengan Azra. Mereka sedang bertengkar. Bukan hal besar sebenarnya, tapi mood mereka sedang dalam mode saling berteriak dan

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 53: The Wedding Chaos II

    Icha's Current POV Tidak seperti acara pernikahan Ida dan Hafid yang digelar di rumah, pernikahan Icha dan Azra diadakan di gedung. Ballroom hotel lebih tepatnya. Hasil lobi - lobi supplier, biar dapat diskon. Kan lumayan, uang sisanya bisa buat ditabung buat masa depan. Dan kebetulan supplier yang mau kerjasama dan menawarkan kerjasama lumayan banyak. Mungkin karena embel - embel Azra yang manager regional di kantornya dan mereka berdua yangbpekerja travel dan pariwisata. Sehari sebelum perhelatan, mereka sudah sampai di gedung dan malamnya, mereka melakukan gladi resik resepsi. Rencananya, akadnya akan dilakukan secara tertutup di dalam salah satu kamar hotel dengan keluarga dan sahabat dekat sebagai saksi. Biar khidmat. Kemudian dilanjutkan den

Latest chapter

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 83: If This is A Dream, Don't Wake Me Up

    Icha's Curent POVHasilnya mungkin sebentar lagi keluar. Dia kembali ke kamar dengan tubuh gemetaran. Ya karena lemas, ya karena harap - harap cemas."Gimana?"Azra bertanya saat dia membuka pintu kamar.Dia langsung menyerahkan strip tipis yang dipegangnya pada suaminya itu. "Kamu aja yang lihat, aku nggak berani." Jawabnya pelan.Azra diam, mengambil strip tersebut, sementara dia duduk di sebelah Azra. Tangannya saling terkepal di pangkuannya. Takut, cemas. Mimpi buruknya beberapa bulan lalu seperti terulang lagi. Azra yang seperti tahu kecemasannya, menggapai tangannya dan meremasnya pelan. Seolah memberikan kekuatan melalui genggaman tangan tersebut.Beberapa saat berlalu dalam keheningan seperti itu. Kenapa Azra diam saja? Seharusnya sudah terlihat kan, hasilnya? Kenapa nggak dibuang itu stripnya? Kalau negatif harusnya langsung dibuang saja, nggak usah dilihatin. Bikin sakit hati."Ja?""Hmm?""Negatif ya?" Dia mem

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 82: With You, Forefer & After

    Azra's Current POVEmpat bulan... beberapa hari lagi, mereka hampir lima bulan menikah, dan Azra masih merasa luar biasa karena bisa menjadikan Icha miliknya. Perempuan mungil yang sedang tertidur meringkuk dengan rambut setengah basah di sampingnya ini, adalah istrinya.Selepas subuh bersama, Icha langsung merangkak naik lagi ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya. Salahnya, dia mengacaukan tidur istrinya semalam. Entahlah, dia merasa akhir - akhir ini sangat ingin memiliki istrinya seutuhnya. Berapa banyak pun mereka melakukannya semalam dan kemarin, rasanya masih belum cukup.Azra tersenyum sembari mengelus pipi lembut Icha yang hanya dibalas gumaman tak jelas. Gemas sekali. Dia sudah rapi. Berkas yang dibutuhkannya juga sudah siap di meja samping pintu kamar. Hari ini dia ada rapat direksi hotel. Sekitar lima belas menit lagi. Karena alasan itulah mereka menginap di sini dua hari ini. Dan seperti biasanya, dia memanfaatkannya dengan sangat baik.

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 81: Your Body Is my Wonderland

    Icha's Current POVDia hanya berjalan - jalan sebentar di pantai yang ada di sekitaran hotel. Sunset yang jadi cita - citanya terpaksa dia nikmati dari resto saja. Nggak terlalu bagus karena tertutup pepohonan magrove, tapi dia tetapdapet golden hournya. Lumatan. Karena kalau harus masuk hutan dan lewat jempatan setapak, dia tidak yakin akan selamat saat pulang nanti. Gelap, takut tercebur ke air.Bukan karena nggak bisa berenang, tapi dulu sekali waktu dia masih kecil, Mas Eka pernah menakutinya saat liburan ke pantai Mangrove di Kulon Progo, katanya, Mangrove itu rumahnya buaya putih. Jadi kalo kamu nakal, kamu bisa di lempar ke perairan mangrove dan nantinya dimakan sama buaya putih. Nah, dia takut gara - gara itu.Setelah matahari terbenam, dia berjalan - jalan di sepanjang gang masukke hotel. Di sana banyak stall makanan dan souvenir. Dia tetiba kepikiran ingin membelikan Azra sesuatu."Silakan, Kak, dilihat - lihat souvenirnya." Salah satu pramuniag

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 80: Sweet Weekend

    Azra's Current POVMereka sudah bersiap sejak pagi. Sabtu mereka yang biasanya dihabiskan dengan bangun siang, hunting sarapan di luar, lanjut belanja mingguan dan memberekan urusan domestik, kini berganti dengan travel kit yang terpacking rapi di bagasi belakang mobilnya untuk staycation mereka semalam saja di Angke Kapuk sekalian Azra menyelesaikan pekerjaannya di sana.Dia melihat istrinya yang amat bersemangat. Katanya tadi, Akhirnya dia bisa lihat usaha yang dikelola oleh suaminya itu jauh sebelum mereka menikah. Siapa tau dia juga bisa diajak staycation di hotel yang di Batam besok - besok. Well, itu tentu saja, tapi mungkin setelah Highseason berakhir.Dan dia juga sempat bilang pada Istrinya itu, kalau profit tahun ini bagus, mungkin mereka bisa membuka sister hotel satu lagi di pantai Wates dekat bandara baru Yogyakarta.Dan reaksi istrinya tentu saja heboh dan bahagia sekali. Dia berharap banget kalau hal itu terlaksana.Katanya, kalau it

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 79: The Burden

    Azra's Current POV Dia sampai rumah lagi - lagi jam setengah sepuluh malam. Lembur lagi. Dia sudah mengabari istrinya tentang hal ini, dan Icha bilang dia akan menunggu. Ida sudah dijemput Hafid sekitar jam tujuh malam tadi. Temannya itu memang selain akhir bulan, jadwalnya amat bikin iri. Masuk jam sembilan pagi dan pulang jam enam sore, idaman, sungguh! Dia membawakan Icha oleh - oleh bakmie jawa yang khas Jogja yang dimasak dengan arang. Hitung - hitung mengurangi kerinduan Icha pada kampung halamannya. Memang Icha tidak pernah bilang, tapi doa jadi suami kan harus tau diri. Masa biasanya kumpul, serumah, pas pergi nggak dikangenin. Dia melangkah ke dalam rumah dengan langkah ringan. Menemukan istrinya menonton TV sambil rebahan. Segera dia membungkuk di atas istrinya untuk mengecup dahinya, membuat Icha kaget. "Eh, udah pulang. Kok nggak denger suara mobil kamu?" Tanyanya heran. "Kamu fokus banget kali, nontonnya sampe nggak denger

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 78: Time For Truth

    Icha's Current POV"Ada apa, Da? Kamu kenapa?"Dia bertanya sambil menggeser badannya mendekat ke arah sahabatnya yang sekarangs edang sibuk menatap apa saja asak bukan matanya. Ida menghindari bertatap mata dengan orang lain? Sejak kapan?"Da?"Dia menangkup tangan Ida yang berada di atas meja, membuat sahabatnya itu tidak punya pilihan lain selain menatap balik Icha yang ada di sebelahnya."Ada apa?""Gue... Nggak tau harus cerita apa. I do have a lot to talk to somebody. Tapi aku nggak tau sama siapa.""Kamu kan bisa cerita sama aku, Ida." Dia mengingatkan.Tapi Ida malah menggeleng dengan wajah sedih. " Di antara semua orang, justru gue paling nggak mau cerita sama lo." Hah? Kenapa? Apa salahnya? "Gue nggak pengen lo terlibat kedalam sesuatu yang se... menjijikkan ini.""Maksudnya?" Dia bertanya bingung. Tidak bisa sama sekali menerka maksud Ida akan dibawa kemana pembicaraan mereka.Helaan nafas dalam dan ber

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 77: Accompanied by a Friend

    Azra's Current POV"Kalo kenapa - kenapa langsung telpon aku, ya." Dia mewanti - wanti istrinya sebelum berangkat ke kantor pagi itu.Icha bersandar di kusen pintu depan rumah mereka, sementara Dia berdiri di depan istrinya, memerangkap perempuan itu di antara tubuhnya dan kusen pintu depan rumahnya."Iya, jangan khawatir."Gimana nggak khawatir sih?! Kan dia lagi sakit gini. Sekarang sih sudah mendingan, dia sudah nggak se pucat saat masih di rumah sakit dan awal - awal dia pulang ke rumah kemarin. Istrinya beneran sudah baikan. Tapi kan tetal aja, rasa khawatir itu ada."Besok aku temenenin kamu seharian di rumah." Janjinya.Tapi Icha malah cemberut nggak terima."Seminggu di rumah terus nggak kemana - mana. Bosen tau. Jalan - jalan, yuk!" Dia menatap Azra dengan pandangan berbinar dan memohon, menunggu persetujuan."Tapi kan kamu baru sembuh....""Iya. Dan senen aku udah mulai kerja lagi. Kasihanilah istri

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 76: Rebound!

    Azra's Current POVHari ini dia lembur. Bete banget, dan sepertinya besok pun dia masih harus lembur. Highseason berarti banyak tamu datang, yang berarti juga banyak pemasukan, tapi berarti juga banyak masalah karena tempat wisata hampir semuanya jadi ramai.Ada saja yang jadi objek permasalahan. Mulai hal yang serius seperti alergi yang lupa diinformasikan kepada pihak hotel atau restoran, sampai masalah ada cicak dan nyamuk di dalam kamar.Ya gimana dong, mereka liburan ke Indonesia, minta penginapan dengan konsep country natural dan tropical heaven sebagai view utama, tapi kamarnya ada cicaknya mereka protes. Namanya Hutan, ya udah bagus nggak ada babi hutan masuk kamar, yang masuk cuma cicak aja.Ada juga pasangan honeymoon yang minta twin bed alias bed terpisah. Masa ini beneeran pasangan bulan madu? Kok dia kemarin sama istrinya nggak gitu, ya? Atau mereka berantem di pesawat pas mau ke Indonesia? Jadi di hotelnya mereka diem - dieman? Nggak sayang

  • The Memories (BAHASA)    Chaps 75: This Loneliness Killing Me

    Icha's Current POVIni sudah hari ketiga dia bedrest di rumah. Kalau pagi, dia akan ditemenin Azra, suaminya itu bahkan memasak sarapan untuknya. Ya macem - macem menunya, kadang dia masakin Icha bubur, kadang cuma sandwich, kadang juga nasi goreng, atau pernah juga pas Azra kesiangan bangun dia cuma masakin Icha omelet.Padahal kalau cuma omelet mah, dia juga bisa sendiri bikinnya.Bukan dia nggak bersyukur. faktanya, dia malah seneng banget. Awalnya dia kaget memang karena Azra bahkan bisa membuat bubur. Soal rasa, walaupun nggak bisa bersaing dengan masakan Mama, tapi rasanya masih amat layak untuk dikonsumsi, kok. Dan nafsu makannya juga sudah berangsur - angsur pulih beberapa hari terakhir ini, meskipun kadang, dia masih suka mual dan muntah setelah makan.Jangan - jangan dia hamil?! Azra pernah berpikir seperti itu. Tapi Icha sudah mengetesnya dengan stock testpack yang dibelinya sejak dia awal menikah dulu. Negatif. Yah, usia pernikahan merek

DMCA.com Protection Status