“Kau mengikat jiwa dan ragaku. Maka aku takkan bisa lepas darimu.”
***
Henry termenung melihat Syilea yang sudah tertidur pulas di dalam kamarnya. Henry menggendong gadis itu sejak pingsan lalu diam-diam membawanya ke kamar tidur melewati jendela yang tak dikunci.
“Kenapa seperti ini? Bukankah usiaku belum tiga ratus tahun?” gumam Henry dengan berpangku dagu dengan tangannya. Matanya tidak lepas memindai seluk wajah Syilea.
Gadis itu manis meski memiliki kulit coklat, tidak seputih dirinya. Rambutnya juga keriting dan tampak menggemaskan.
Henry tersenyum simpul dan ingin menyentuh Syilea lagi, tapi diurungkannya. Dia tidak ingin membuat gadis itu semakin lemas karenanya.
“Sebaiknya aku pulang,” ucap Henry pelan lalu keluar lagi di tempat pertama dia masuk, jendela.
***
Sementara itu di sisi lain. John terpaku dengan keberadaan Danna yang berdiri mematung di depan hotel. Berteduh di b
"Akan selalu ada yang datang dan pergi. Lahir dan mati. Sedih dan tawa. Semesta hanya ingin kita belajar dari berbagai banyak hal."***Selena bersyukur ketika hujan turun dengan derasnya sehingga tidak perlu baginya sepanjang malam berada dalam kamar karena bulan purnama. Awan hitam dengan baik hatinya menutupi bulan tersebut sehingga membuat kondisinya menjadi lebih stabil.Sekarang hujan hanya rintik-rintik saja. Tanpa membuang banyak waktu, Selena memilih untuk berlari keluar setelah menyambar mantel berwarna coklat tua miliknya. Dia harus pergi ke rumah Rain sekarang juga. Memastikan apakah lelaki itu masih hidup atau ancaman Matt hanya sebatas isapan jempol semata.“Rain … kau baik-baik saja ‘kan?” gumam Selena sambil berlari menuju rumah lelaki itu.Di persimpangan jalan, tiba-tiba saja dia menabrak seseorang dengan kerasnya sehingga harus terpental ke belakang dan lumayan jauh. Tentu saja yang dia
“Ketika kenyataan mengalahkan logika dan perasaan. Kau takkan bisa berbuat apa-apa.”***Valley High School.Selena sudah mengatakan pada Henry tadi malam bahwa dia tidak akan berangkat sekolah bersama Matt. Untuk ke sekian kalinya dia dan Matt harus tidak bertegur sapa atau perang dingin dalam satu rumah. Namun, untuk sekarang Matt sepertinya membiarkan Selena dan tidak ada niat sedikit pun untuk meminta maaf. Dia masih marah dan Selena tak peduli akan hal itu.Koridor masih lumayan sepi dari murid sekolah. Selena menggerai rambutnya yang sedikit basah karena hujan belum juga berhenti sejak tadi malam. Dia tidak sabar menuju kelasnya agar bisa melihat Rain di sana. Memastikan apakah lelaki itu masih bernapas atau berdarah dingin seperti dirinya.Ruang kelas sangat sepi, tentu saja. Tidak ada yang masuk ke sekolah di jam 06.30 pagi kecuali dirinya. Bahkan di luar sana langit masih gelap karena mendung.“Se
“Menjadi lemah di matamu, agar aku bisa kau lindungi.”***Rain tidak pernah begitu semangat. Meski di luar langit masih kelabu karena hujan, setidaknya dia begitu tak sabar untuk ke sekolah. Alasan satu-satunya kenapa dia sangat bersemangat hanyalah ingin bertemu dengan Selena. Ya, ini memang gila. Tapi, entah sejak kapan semua jadi berbalik. Rain menjadi candu untuk menatap wajah bak peri itu.Selena memang seperti dewi atau malaikat yang diutus oleh Tuhan untuk selalu muncul di sisinya. Terus terang saja dia selalu merasa tenang setiap kali menatap dua bola mata indah gadis tersebut. Namun, karena sifatnya yang tertutup dan begitu dingin itulah yang menyebabkan dia susah untuk menunjukkan secara terus terang pada Selena.“Hari ini aku akan membawanya ke tempat itu. Aku harus menjelaskan padanya apa yang terjadi padaku. Aku tidak membencinya. Hanya itu yang ingin kukatakan.” Rain sudah berlatih tersenyum sejak pagi sekal
“Berlari bersamamu, sejauh apapun aku siap.”***Selena hanya bisa tersenyum di belakang Rain sambil mengimbangi langkah lelaki itu. Di sudut hatinya merasa sangat senang dan bahagia karena bisa berlari bersama, meski sebenarnya Selena bisa saja lebih cepat darinya. Hanya saja untuk menjadi ukuran normal, ini sudah sangat pas.Sementara Rain terus mengatur napasnya yang tersengal karena berlari. Sesekali dia melihat ke belakang, bukan untuk menatap Selena yang menundukkan kepala, melainkan melihat orang-orang dewasa yang mengejarnya.Tidak ada jejak dari empat lelaki tersebut, seharusnya sudah aman. Namun, tidak ada salahnya untuk terus berlari hingga sampai ke tujuannya.Sampai akhirnya mereka berdua tiba di sebuah tempat yang dikenal Selena. Gadis vampir itu mengerutkan kening dan menatap rumah yang dipenuhi dengan lumut itu dari luar.“Ini rumah hantu itu ‘kan?” tanya Selena pada Rain.Rain ti
“Satu hal kecil yang aku tahu tentang dirimu, yaitu kita berdua sama. Lebih menyukai kesunyian daripada kebisingan.”***Rain menawarkan diri untuk mengantarkan Selena hingga rumah dengan selamat. Dia merasa harus bertanggung jawab karena sudah membawa Selena ke rumah persembunyiannya dan membuat gadis itu harus bisa keluar saat sore hari.Selena melirik jam tangannya dan tampak ragu. Waktu menunjukkan pukul lima sore yang mana artinya semua saudara dan ayahnya sekarang ada di rumah. Itu pasti akan sangat canggung saat Rain satu-satunya manusia ada di antara lima vampir.“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri,” tolak Selena mulai memasang tas ranselnya ke bahu.“Aku harus mengantarmu, Selena.”“Aku baik-baik saja. Mungkin para penjahat itu sudah tidak ada di Breavork. Lagipula, mereka takkan mengenaliku,” sanggah Selena mengeluarkan berbagai alasan untuk menolak.“Apa kamu m
Selena perlahan menundukkan wajahnya, membiarkan rambut coklatnya tergerai menutupi sebagian pipi. Dia sama sekali tidak bergerak.Tangan Rain menyentuhnya, membuat konsentrasinya menjadi buyar. Butuh beberapa menit untuk Selena mencerna kenapa Rain melakukan itu padanya."Untuk apa kau mandi malam, Selena?" Bisik Rain yang tidak berpindah posisinya dari hadapan Selena.Ruangan yang dipenuhi dengan cahaya lilin yang bergoyang-goyang. Tempat tidur besar dengan selimut beludru berwarna ungu masih rapi di atas ranjang. Hanya ada jendela kembar di dalamnya. Pemandangan langit malam yang dipenuhi bintang bisa dilihat Selena dibalik gorden yang tertiup angin sepoy-sepoy."Aku hanya ingin terlihat segar, itu saja." Selena menjawab dengan mata yang masih tertunduk.
“No Rain, No Flowers.”***Nada alunan yang keluar dari alat musik gesek itu terdengar sangat merdu dan indah. Rain tersenyum menatap gadis yang memainkan biola tersebut. Dia duduk paling belakang sehingga takkan ada yang sadar bagaimana sudut bibirnya terangkat ke atas. Sungguh hal langka melihat pemandangan itu dan hanya Selena yang beruntung.Jarinya menekan senar dengan kuat dan satu tangannya mengayunkan busur biola. Sesekali dia memejamkan mata agar suara tampak harmoni dan dia bisa menyampaikan pada pendengar bagaimana permainannya. Dan saat dia membuka mata, langsung mengarah pandangannya kepada Rain yang tak teralihkan netranya menatap Selena.Latihan hari ini tidak akan dilewatkan Rain. Dia ingin mendengar secara langsung, bukan diam-diam seperti sebelumnya. Tentu saja Selena tersenyum mengetahui hal itu. Ada perasaan salah tingkah dan tersipu saat Rain ikut serta dengan teman-temannya bertepuk tangan setelah permainan berak
“Saat aku mengikrarkan janjiku. Maka dengan sepenuh hati akan kupenuhi janji tersebut.” *** “Apa yang akan terjadi jika manusia mengetahui keberadaan kalian?” tanya Danna pada John yang tengah menikmati segelas cokelat hitam hangat. Kembali lagi, hujan turun di kota yang selalu lembab dan diliputi awan itu. John meneguk minuman yang dibuatkan Danna sebelum menjawab. “Mereka akan kuhilangkan ingatannya,” jawab John. “Bagaimana denganku?” Mata John bertemu dengan mata Danna. Dia tersenyum lembut dan menjawab dengan suara indahnya. “Kau akan tetap mengingatku sampai kapan pun, Danna.” Danna termenung mendengar jawaban John, membuat lelaki tersebut harus meletakkan gelasnya di atas meja kecil samping sofa yang didudukinya. John bangkit dari duduknya dan beranjak mendekati Danna yang berbaring di atas tempat tidur. John mencium punggung Danna yang terbuka, tanpa sehelai benang. “Apa yang kau khawatirkan?” tanya Joh
Setelah musim panas berakhir, maka masuklah musim paling syahdu yaitu musim gugur. Sisa hawa panas memang masih ada, namun angin pun sudah mulai berembus. Selena memakai kaos tipis yang dilapisi dengan mantel panjang berwarna merah favoritnya, Ia tampak begitu sangat cantik malam ini. Terlebih jeans panjang dengan sepatu ankle boot hitam membuatnya menjadi tampak sempurna.Sama seperti Selena, Bianca dan Erika pun juga memakai outfit yang sama meski beda warna dan hiasan baju lainnya. Mereka semua sudah siap untuk pergi ke festival musim gugur bersama dengan pasangan masing-masing.“Aku tidak memiliki pasangan. Lalu, nanti sama siapa setelah di sana?” tanya Erika kebingungan.“Jangan cemas. Kamu bisa bersamaku, Bianca atau Syilea.” Selena mencoba menenangkan Erika.“Aku tidak ingin mengganggu kesenangan kalian,” tolak Erika dengan segan.“Ah, begini saja … bagaimana kalau kita tidak usah berpencar? K
Syilea sangat terkejut dengan serangan ciuman dari Henry. Pupil matanya membulat sempurna tatkala sebuah memori ingatan melemparkannya ke suatu tempat yang aneh. Di mana ia melihat dirinya dan Henry yang sedang berciuman di ruang tamu rumahnya, pernyataan cinta dari Henry, hadiah bunga dan jalan-jalan malam di festival hingga akhirnya ia melihat seorang vampir yang berdiri di hadapannya dengan seringai menyeramkan beserta taring tajam.Jantung Syilea berdentam dengan sangat cepat ketika dia potongan memori ingatannya kembali seperti puzzle yang mulai tersusun hingga membentuk gambar sempurna.Satu detik … Dua detik … Tiga detik … Empat detik … Lima detik.Seketika pandangan Syilea menjadi samar bersamaan dengan Henry yang menarik mundur wajahnya. Dengan tatapan sayu, Syilea menatap Henry yang dikenalnya sebagai kekasihnya, bukan orang asing lagi.“Henry,” bisik Syilea dengan lirih.“Apa kamu sudah ingat
Keesokan harinya, Selena sudah bersiap menuju sekolah dijemput Rain seperti biasa. Seperti yang dikatakan Arion tadi malam, mulai hari ini dia tidak akan muncul lagi di hadapannya. Perpisahan tadi malam sudah cukup menguras emosinya hingga membuat Selena merasakan seperti ada duri tertancap di hatinya.“Kenapa aku merasa tidak rela untuk kehilangannya?” gumam Selena sambil berjalan menuju anak tangga.“Elle … berangkat dengan Rain?” tanya Bianca yang tiba-tiba saja berjalan di sisinya.“Ya.” Selena menjawab singkat.“Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat linglung,” heran adiknya.“Bia … apa kamu tahu kalau Arion pergi?” tanya Selena akhirnya pada Bianca.“Iya, tau. Ayah sudah menceritakan pada kami semua tadi malam saat kamu dan dia pergi jalan-jalan,” jawab Bianca.“Kenapa kamu tidak sedih?”“Buat apa? Dia kan hanya pergi untuk
Masih di bar khusus para vampir. Selena tidak meminum apapun, ia hanya melihat Arion yang sudah menghabiskan empat gelas kecil berisi darah manusia.“Sepertinya kamu sudah terlalu lama menahan ini semua,” sindir Selena pada Arion yang meletakkan gelas terakhir di atas meja.“Maafkan aku. Tidak mudah untuk membuang kebiasaan,” jawab Arion yang memberi kode pada bartender untuk mengisi gelasnya lagi.“Setidaknya sekarang kamu sudah bersahabat dengan kata maaf,” jawab Selena tersenyum. “Setelah ini, kamu ingin membawaku kemana lagi?”“Pantai,” jawab Arion.Selena mengernyit dan bingung. “Pantai?” ulangnya.“Bukankan kamu sangat suka melihat laut?” tanya Arion.Selena mengangguk. Ia tak membantah tebakan Arion. “Ya. Aku suka.”“Laut akan terlihat indah bila dilihat saat malam hari,” lanjut Arion lalu kembali minum.&ld
Para gadis sudah tiba di rumah saat pukul delapan malam. Saat itulah mereka melihat para lelaki berkumpul di ruang keluarga. Ada John, Arion, Stefan, Henry dan Matt. Mereka tengah berbincang santai dan sesekali terdengar tawa karena joke yang dilontarkan oleh Arion.Selena tersenyum ketika melihat bagaimana Arion yang berdiri di depan mereka semua sambil membawakan sebuah lelucon seolah sedang melakukan stand up, lalu terdengar suara tawa Henry yang paling keras.“Hai, girls … sudah selesai bersenang-senangnya?” tanya Matt ketika sadar dengan kehadiran Bianca, Selena dan Erika.Bianca menghampiri Matt dan langsung duduk di pangkuan lelaki itu tanpa malu dilihat oleh John dan Stefan. Lagipula mereka adalah keluarga, bersikap romantis di depan keluarga bukan hal yang aneh, kan?“Ya … itu tadi adalah shopping paling menyenangkan,” ungkap Bianca dengan penuh semangat yang menggebu-gebu. Ia lalu melemparkan pandangan pada
Sambungan via telepon handphone antara Henry dan Syilea ….“Kenapa kamu baru tiba di rumah?” tanya Henry setelah teleponnya baru diangkat oleh gadis tersebut dan Syilea mengatakan bahwa dia baru saja sampai rumah.“Aku harus pergi ke rumah sakit untuk bertemu dengan ibu sebentar,” jawab Syilea jujur.Henry mengangguk paham. “Seharusnya kamu tidak perlu menolak tawaranku ketika ingin mengantarkanmu pulang,” sesalnya lagi.“Tidak apa-apa. Aku tidak ingin merepotkanmu. Kita hanya teman dan seharusnya aku harus tahu batasan,” jelas Syilea dengan bijaksana.“Kalau begitu … bagaimana jika seandainya kita bukan hanya sekedar teman?” pancing Henry.“Ma-maksudmu?” gagap Syilea mendengar hal yang bisa langsung dia asumsikan tentang hal lebih dari teman.“Ya, maksudku … seperti hubungan yang lebih dekat,” jawab Henry pelan. Dia sendiri merasa
Selena membawa Erika ke kamar yang akan ditinggali oleh gadis penyihir itu. Sengaja ia memilihkan kamar dengan kasur baru dengan alasan khusus untuk manusia.“Karena kamu membutuhkan tidur yang nyenyak daripada kami,” kata Selena saat mendapati Erika yang begitu sungkan.“Terima kasih,” ucap Erika dengan tulus.“Tapi … apa kamu tidak takut tinggal serumah dengan banyak vampir?” tanya Selena ragu.Erika hanya tersenyum penuh arti. “Bahkan sebelumnya aku pernah serumah dengan vampir yang sangat bengis dan haus darah manusia.”Selena mengerti siapa yang dimaksud oleh Erika. Tentu saja dia adalah Arion. Mereka memang pernah serumah dan bahkan bercinta karena memiliki hubungan khusus.Erika mulai mengeluarkan beberapa pakaiannya yang usang dan lusuh lalu membuka lemari. Selena mengernyit melihat pakaian penyihir itu. Baru dia sadari ada sesuatu yang memprihatinkan sekarang.“Erik
Rain dan Selena hari ini pulang sekolah sambil berjalan kaki. Ini sesuai permintaan Selena yang katanya rindu berjalan-jalan di tengah hutan sambil menuju rumahnya sendiri. John sudah menyampaikan pesan lewat Arion yang datang ke sekolah untuk menyuruh semua anaknya pulang ke rumah tepat waktu. Tidak ada yang boleh mampir ke suatu tempat apalagi pacaran kata Arion tadi. Dan tentu saja mendapat dengusan sebal dari Selena dan Bianca.“Memangnya ayah kenapa menyuruh kita langsung pulang?” tanya Selena pada Rain. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan satu sama lain.Rain mengedikkan bahu. “Aku tidak tahu. Mungkin ayah kalian ingin mengumumkan sesuatu mungkin.”“Apa ayah akan menikah lagi?” tanya Selena dengan tatapan tak percaya.“Masa? Bukankah ayah kalian tidak dekat dengan siapapun juga,” heran Rain yang kurang percaya dengan kesimpulan tak masuk akal dari Selena.“Selama ini ayah paling pint
Keesokan harinya John dan Arion akhirnya memutuskan untuk menemui Stefan di kediamannya. Sebuah rumah kecil dengan dinding kayu di tengah hutan. Pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa dan ada pohon di depannya. Bisa ditebak bahwa pohon tersebut adalah pohon cokelat yang tumbuh dengan suburnya. Stefan sengaja membangun rumah di samping pepohonan cokelat agar bisa bertahan hidup.Melihat kehadiran Arion dan John yang datang bersama-sama awalnya membuat Stefan sedikit kaget, namun pada akhirnya ia tersenyum dan mempersilakan dua anak adopsinya masuk ke dalam.Arion memerhatikan sekitar rumah yang begitu hangat meski tak terlalu besar. Beda dengan rumahnya yang mewah dan besar namun terasa dingin.Stefan memberikan dua gelas cokelat hitam panas pada dua lelaki yang dia sayangi. Lelaki tua itu tersenyum bijaksana dan terlihat jelas bagaimana ia senang melihat kehadiran kakak beradik itu. Melihat keakuran yang akhirnya terjalin di antara keduanya. Stefan benar-bena