“Hanya kekasih yang bisa menjadi pengobat rindu.”
***
Matt mengejar Selena yang tampak berlari di bawah gerimis dalam gelapnya malam. Dia penasaran ingin kemana gadis itu di tengah malam seperti ini. Sambil diam-diam mengikuti dari belakang, akhirnya dia berhenti di sebuah tempat.
Sebuah rumah besar yang tidak terawat dengan pencahayaan seadanya. Halaman yang luas dengan dipenuhi dedaunan layu dan kering. Kolam air mancur kecil di depan rumah yang benar-benar terbengkalai. Matt mengerutkan kening, kenapa bisa Selena menuju tempat mengerikan seperti ini.
“Apa yang dilakukannya?” gumam Matt yang memilih mengintip Selena dari balik pohon besar.
Gadis itu berjalan tenang dengan dua tangan dikantongi dalam saku jaket. Matanya menatap lurus ke depan, ke arah rumah yang pintunya tertutup rapat. Dia sama sekali tidak sadar kalau sudah diikuti oleh Matt. Fokusnya hanya ingin melihat wajah Rain sekarang juga.
Selena be
“Bagaimana caranya untuk memaafkan sementara dirimu memiliki sifat pendendam?”***Valley High School.Sejak pagi hingga siang, Selena hanya diam tidak bersuara. Bahkan ketika Syilea mengajaknya berbicara, dia hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan kepala. Dia benar-benar bungkam.Dia terus memikirkan tentang keluarganya yang begitu lancang menyakitinya. Mungkin hanya dia saja yang merasa tersakiti, karena kata Matt sebelumnya, itu dilakukan demi menyelamatkan dirinya.Tidak bisa percaya satu kata pun, itu adalah hal yang tersulit. Bukan mau Selena untuk memiliki sifat buruk seperti ini. Dia sendiri sudah lelah membenci. Dia juga ingin menjadi normal seperti Bianca dan Henry. Yang menganggap diri mereka sama seperti manusia normal lainnya meski yang membedakan adalah mereka abadi dan manusia makhluk fana.Seperti yang terjadi sekarang. Saat istirahat makan siang di sekolah, Selena berjalan menuju belakang
“Apa kau lupa caranya tersenyum yang tulus?”***Ada mitos di kalangan vampir yang mengatakan bahwa setiap vampir yang usianya mencapai genap 300 tahun, maka saat itu dia akan diberikan dua pilihan dalam dirinya. Menjadi vampir baik atau vampir jahat. Semua tergantung bagaimana kehidupan dia sebelumnya. Apakah dipenuhi dengan kegelapan seperti kebencian dan dendam atau dipenuhi berkah seperti senyum dan bahagia yang dirasakan.John sempat khawatir pada Selena, apakah anak adopsinya itu akan menjadi vampir baik seperti dirinya atau berubah menjadi vampir yang penuh kegelapan. Dilihat dari kehidupan Selena selama beratus-ratus tahun selalu membenci dan mendendam.Hanya ada satu cara untuk memastikan, yaitu membiarkan Selena jatuh cinta. Membiarkan gadis itu merasakan tentang kepedulian terhadap semua makhluk. Entah manusia atau bukan. Yang jelas Selena harus membuka hatinya agar tidak selalu gelap karena masa lalu yang kelam.***
“Apakah semua pertanyaan pasti memiliki jawaban?”***Masih di ruang kerja John. Hening terasa ketika Selena tengah sibuk memikirkan sesuatu sementara John terus memperhatian gadis muda di depannya. Dia menunggu tanggapan dari Selena tentang penjelasannya baru saja.“Bagaimana kalau ternyata aku tidak seperti kalian?” tanya Selena tiba-tiba.“Aku yakin kau akan seperti kami … kau gadis baik, Elle.” John memastikan dengan kata-kata penuh keyakinan.“Aku sendiri tidak yakin,” gumamnya.“Elle … pelan-pelan buang lah segala dendam yang menghimpit dadamu. Menyimpan perasaan seperti itu sama sekali bukan hal yang baik. Bukankah lebih menyenangkan ketika kamu merasa jatuh cinta?”“Kupikir jatuh cinta pun bukan hal yang membahagiakan,” jawabnya samar.“Kau hanya belum mendapatkan balasan, Elle.”Selena terdiam dan kembali m
“Pemilik senyum dan tatapan menawan itu sudah mengalihkan duniaku.”***Lagi-lagi Selena melihat Rain sendirian di dalam kelas saat jam istirahat. Sepertinya dia memang tidak suka berbaur dengan siapa pun. Bahkan Selena sempat berpikir, sebenarnya yang menjadi vampir itu dirinya atau Rain. Mereka berdua tidak ada bedanya. Sama-sama menjauhi kerumunan dan manusia.Selena menggeser sebuah bangku agar menghadap pada Rain. Dia langsung duduk dan mengamati Rain yang masih menelungkupkan wajah di atas meja. Sadar ada seseorang di dekatnya, Rain mendongak. Dia sedikit kaget karena tiba-tiba saja Selena sudah ada di dekatnya.“Ada apa?” tanya Rain mengernyit.“Halo,” sapa Selena berusaha ramah dan bersahabat. Meski senyumnya tampak terlihat sangat canggung, setidaknya dia mencoba bersikap normal seperti yang dikatakan Bianca.Rain tidak menjawab, dia merasa aneh dan bingung. “Apa yang kau lakukan?&r
“Yang kau lihat, itulah yang seharusnya kau percayai.”***Hubungan Selena dengan Henry dan Bianca berangsur membaik, meski dia tetap saja dingin kepada Matt. Setidaknya Selena tidak menatap penuh kebencian lagi kepada kakak sulungnya itu.Hari berganti demi hari. Selena masih belum berani mengatakan apapun pada Rain sejak hari itu. Yang dia lakukan hanyalah memperhatikan Rain yang masih dengan aktifitas sama, yaitu membenci olahraga, duduk di depan kelas menatap hujan turun dengan pandangan hampa atau tertidur di kelas. Itulah kegiatan Rain yang sama sekali tidak berubah. Namun, anehnya dia selalu berhasil menjawab dengan nilai sempurna setiap ada test. Entah kenapa dia bisa begitu, tidak ada yang tahu. Meski gosip beredar kalau dia memang diistimewakan oleh kepala sekolah yang berteman baik dengan ayahnya. Setidaknya itu isu yang didengar Selena.“Malam ini kita akan ke toko serba ada di kota. Mencari sesuatu yang menarik di s
“Jangan cepat menyimpulkan sesuatu yang belum tentu kebenarannya.”***Syilea sudah sampai di depan rumahnya. Dia begitu senang karena Selena mengantarkannya hari ini, meski dia sudah menolaknya.“Terima kasih, Elle.”Suara Syilea terdengar sedikit keras karena dia begitu senang.Selena mengangguk dan tersenyum lembut. Perlahan dia bisa menjadi lebih baik daripada sebelumnya. “Sama-sama … aku minta maaf karena membatalkan acara kita malam ini.”“Kau sudah mengucapkan itu selama tujuh kali, Elle,” kekeh Syilea.Selena hanya tertawa pelan dan mengangguk lagi. “Baiklah … aku harus pulang sekarang. Saudara-saudaraku sudah menunggu di rumah.”“Hati-hati di jalan, Elle … sekali lagi, terima kasih karena sudah mengantarkanku,” ucapnya.Selena melambaikan tangannya sambil berjalan menjauh. Dia tidak sabar ingin pulang dan berjalan cepat
“Aku hanya berusaha membuat dinding tebal yang tinggi dengan alasan agar mereka tidak dapat menjangkauku.”***Sudah lima hari Selena memerintahkan hati dan dirinya sendiri agar tidak memperhatikan Rain meski jarak mereka semakin dekat. Namun, semesta sepertinya berpihak pada mereka berdua untuk semakin dekat. Contohnya seperti tanpa sengaja mereka satu kelompok dalam tugas di sekolah, berpapasan di depan kelas atau juga mereka berdua disuruh oleh guru untuk membawa buku tugas ke ruang guru.Huh! Kenapa jadi seperti ini? … batin Selena.Sekarang dia ada di ruang musik bersama Syilea. Pelajaran kesenian hari ini membuat Selena sedikit tenang karena tidak ada Rain di sana. Mungkin dia pergi membolos lagi, bukankah itu kebiasaannya.“Ada apa, Elle?” tanya Syilea yang memegang biola.Sudah beberapa kali dia mencoba memainkan alat musik itu dan hasilnya selalu sama. Nada yang keluar dari gesekan bi
“Ibu … aku merindukanmu.” *** Rain menatap sendu sebuah makam yang ada di depannya. Di dalam sana terbaring wanita cinta pertamanya. Wanita yang melahirkan dan membesarkannya dengan penuh cinta. Wanita yang bahkan tidak pernah marah padanya. Wanita yang begitu berharga dan harus pergi begitu cepat hingga membuatnya hampir kehilangan akal karena tidak terima dengan keputusan semesta. “Ibu …,” ucapnya lirih lagi. Entah itu panggilan yang ke berapa kali dia ucapkan sejak dia berdiri di samping makam ibunya. Di tangannya memegang bunga mawar putih segar. Dia ingat bagaimana dulu ibunya selalu menanam berbagai jenis bunga di halaman rumahnya yang luas. Namun, hanya bunga mawar yang menjadi favorit beliau. Rain pernah bertanya kenapa ibunya menyukai mawar lebih dari bunga lainnya. Ibu menjawab seraya tersenyum hangat, beliau mengatakan bahwa bunga mawar melambangkan simbol penuh cinta, kemurnian dan ketulusan. Bunga itu memang sangat cocok