"Kau ... akan menjualnya bukan?"
"Tentu, tapi baju itu untukmu. Itu hanya contoh saja. Kenapa?"
"Berapa harga gaun ini?" tanya Clara dengan wajah polosnya.
"Hmm ... apa kau yakin ingin tau?" tanya Brian tidak yakin untuk memberitahukan Clara.
"Ya. Katakan saja. Aku ... ingin tau."
"Aku belum menentukan harga gaun itu sih. Tapi, jika kau mau memperkirakannya mungkin sekitar ... tiga puluh lima juta."
"Apa?"
"Apa kemurahan? Kalau begitu empat puluh juta," jawab Brian dengan santainya. Sementara Clara melongo mendengarnya.
"Kau ... bercanda kan?" tanya Clara lagi dengan wajah paniknya.
"Sebenarnya baju itu sangat polos. Dan bahannya mudah panas. Jika aku membuatnya dengan bahan yang lebih halus dan sejuk dan memberikan beberapa berlian dibagian lehernya, mungkin aku bisa menjualnya lebih dari harga itu. Kau tau kan? Aku membuat pakaian ini hanya beberapa buah saja. Jadi, tak semua orang yang bahkan mempunyai uang bisa membe
Clara terbangun dari tidurnya. Ia merasa sangat tidak bersemangat setelah apa yang terjadi kemarin.Clara pun menatap dua gaun yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia mendesah kesal. Clara pun masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Tak lama Clara keluar dengan hanya selembar handuk yang melilit tubuhnya. Dengan malas ia membuka lemari pakaiannya. Tak sengaja, Clara melihat satu style kemeja putih dan celana panjang hitam tergantung dengan dibungkus pelastik. Clara menyentuh pakain itu dan teringat beberapa waktu yang lalu.Terlihat seorang atasan mengomeli Clara yang memakai gaun mini serta sepatu heels di hari pertama kerjanya.“Kau mau kerja atau mau menggoda pria lain hah? Pulang dan ganti pakaianmu itu! Lihat temanmu yang lain, apa ada dari mereka yang berpakaian seperti itu? Dasar! Tidak tau diri, bukannya serius bekerja malah sibuk menggoda pria lain. Kau! Jika kau berpakaian seperti itu lagi, aku akan mengantarkan kau ke kantor yang baru
Seperti kisah cinderella, yang bisa memukau semua orang dengan gaun indah dan penampilan yang menawan. Clara pun datang ke kantor dengan sepatu kaca bertaburan berlian. Dengan dres berwarna pink terang. Clara menggerai rambutnya bahkan membuatnya sedikit bergelombang. Dengan anting panjang berwarna perak. Semua pegawai terpana melihat kedatangannya. Semua mata teralihkan akan pancaran indah dari Clara yang tersenyum dengan sangat manis. Matanya yang melengkung seperti bulan sabit berbinar bagai bintang. Mata Clara tertuju pada satu orang yang sudah berdiri di depan lift dengan melipat kedua tangannya. Clara tersenyum tipis dan berjalan dengan sangat percaya diri menghampiri Rio yang menatapnya dengan datar."Akan kutakhlukkan kau hari ini, Pak Rio," gumam Clara yang terus berjalan hingga ia berhenti tepat dua langkah dari Rio."Kau cantik," ucap Rio dengan senyuman tipis. Clara hampir terbang mendengarnya hingga sebuah kantong plastik besar membungkus dirinya."
Rio sampai melompat turun dari sofa saking terkejutnya melihat penampakan Clara yang tiba-tiba itu. Clara yang baru saja terbangun kebingungan sedang berada di mana."Maaf sebelumnya, apa ini rumah Pak Rio? Kenapa aku tiba-tiba ada di sini?" tanya Clara. Rio melotot kaget melihat penampilan Clara yang sangat berantakan. Rambutnya sudah tak berarturan, bahkan make upnya luntur membuat Clara sangat tidak cantik."Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Rio dan berdiri dengan canggung. Ia masih merasa bersalah terlebih saat melhiat Clara yang seperti habis menangis."Entahlah, aku tidak ingat.""Apa kau mabuk siang hari?" tanya Rio dengan nada marah."Kenapa kau marah-marah? Karena siapa coba aku begini? Aku saja bingung bisa sampai di sini," ucap Clara semakin kesal. Tiba-tiba ia teringat sempat mampir di mini market dan membeli sekaleng bir. Clara yang tidak kuat akan alkohol langsung mabuk seketika dan kembali melanjutkan jalannya. Hingga akhirnya ia m
"Brian, apa ... kau menyukai Clara?" tanya Rio langsung dan mengejutkan keduanya."A-apa yang kau katakan?" tanya Brian lagi merasa tidak enak."Kupikir kalian terlihat sangat serasi saat bersama. Sepertinya kalian pasangan yang ditakdirkan. Brian, kau jomblo bukan? Dan Clara kudengar kau habis dicampakkan jadi kenapa kau tidak mempacari Brian saja yang menyukaimu tanpa syarat. Kau bisa langsung menikah dengannya kalau kalian serius dan berhenti bekerja. Jadilah ibu rumah tangga dan mengasuh anak. Penghasilan Brian cukup besar, jadi kau tidak perlu memikirkan soal biaya hidup," ucap Rio dengan wajah datarnya. Tapi, tentu saja ucapannya itu membuat Brian dan Clara tersinggung."Kau anggap aku apa hah?" teriak Clara berdiri kesal. Rio menatap ke arah Clara. Sekilas tatapannya sangat sendu dan terlihat merasa bersalah."Aku pikir kau bisa jatuh cinta dengan seorang pria kaya dan juga tampan. Dan Brian orang yang cocok untukmu-"Byur!Clara meny
Brian melepaskan tautan keduanya. Clara melirik ke arah tempat Rio tadi. Tapi, Rio sudah tak ada di sana. Tampak raut kekecewaan dalam diri Clara.“Kenapa?” tanya Brian yang menyadari Clara yang tampak tidak senang.“Ah tidak, bukan apa-apa kok. Aku ... mau pulang,” jawab Clara lesu.“Baiklah, tapi aku antar. Tunggu di sini. Aku akan ambil mobil dulu,” ucap Brian dan segera berlari kembali ke rumah untuk mengambil mobilnya.Sementara Rio sedang berada di kamarnya yang digunakan oleh Clara. Rio melihat pakaian basah milik Clara yang ia gunakan. Pikirannya kembali melayang pada saat dirinya yang telah memarahi Clara dan membuat Clara menangis.Bahkan Rio ingat bagaimana raut wajah marah Clara saat dirinya mencoba menjodohkan Clara dengan Brian. Hingga saat Brian mencium bibir Clara dan Clara membalasnya.Hati Rio bercampur aduk tanpa alasan. Rio merasa marah, kesal, menyesal dan patah hati campur menjadi sat
Clara kembali ke mejanya dengan mata yang sembab. Ia melihat tumpukkan dokumen di atas mejanya. Mata melirik pada Rio yang juga baru datang dan menatap datar pada Clara.Clara langsung membuang wajahnya dan mengambil tumpukkan dokumen itu. Clara pun mulai fokus bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya satu-satu.“Nih, minum dulu. Jangan lupa untuk mengisi tenaga,” ucap Anggun yang tiba-tiba memberikan minuman segar.“Terimakasih,” jawab Clara tanpa melirik ke arah Anggun. Clara terlihat sangat serius pada komputernya. Anggun tersenyum senang dan kembali ke mejanya.Sementara, Rio terus menatap Clara yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri.Beberapa saat kemudian, Clara sedang berdiri di depan ruang manajernya. Pak Wisnu.Tok ... Tok ...“Masuk!” ucap Pak Wisnu yang sedang mengecek laporan.“Permisi Pak, saya mau memberikan laporan yang tertunda. Semua sudah saya kirim ke email Pak Wisnu. D
Langkah sebuah sepatu heels menggema ke seluruh ruang kantor. Terlihat beberapa pria yang mengenakan kemeja menoleh pada asal suara sepatu itu. Seorang wanita berjalan dan tersenyum lebar. Matanya menyorot tajam pada seorang pria yang bahkan hanya menatapnya dengan datar.Wanita itu mendekat dan membuat pria itu terpatung.“Penampilannya berubah,” batin Rio.Brak! Wanita itu menggebrak meja yang ada disamping Rio. Ia menatap tajam pada Rio dan mencodongkan tubuhnya hingga jarak wajah keduanya cukup dekat.“Pak Rio, apa kau mau makan malam denganku?” tanya Clara yang menatap dengan mata yang berbinar penuh harap. Rio menatapnya datar bahkan ia menyingkirkan tangan Clara dari mejanya.“Makan sendiri sana!” ucapnya ketus dan pergi dari sana. Semua orang yang melihat itu kembali fokus pada pekerjaan mereka masing-masing. Membiarkan Clara sedih dan kecewa sendirian.“Ish, kapan sih bisa buat pria berhati
“Kau baik-baik saja?” tanya Brian dengan suara basnya. Clara bingung menatapnya. Sementara Rio terpatung melihat sikap temannya itu. “Ah iya, aku baik-baik saja. Terimakasih,” ucap Clara tersenyum kikuk. Rio mendekat dan menggeser Clara untuk menjauh dari Brian. “Clara, sudah berapa kali aku bilang, kenapa kau masih terus mengikutiku hah?” tanya Rio berbisik. “Aku tidak mengikutimu, aku kesini untuk makan malam juga,” elak Clara dan menatap tajam pada Rio. “Kalian saling kenal?” tanya Brian penasaran. “Tidak!” “Iya.” Clara dan Rio menjawab bersamaan. Mereka saling menatap tajam karena jawaban yang berbeda. “Wah, jadi kalian ini apa? Yang satu bilang iya, yang satunya lagi tidak?” tanya Brian lagi dengan tersenyum lebar. Membuat Clara berdebar dan semakin terpesona. “Uh, wajahmu memerah. Apa kau demam?” tanya Brian lagi menunjuk wajah Clara. “Merah apanya, dia memang seperti itu. Dandanannya suka
Clara kembali ke mejanya dengan mata yang sembab. Ia melihat tumpukkan dokumen di atas mejanya. Mata melirik pada Rio yang juga baru datang dan menatap datar pada Clara.Clara langsung membuang wajahnya dan mengambil tumpukkan dokumen itu. Clara pun mulai fokus bekerja dan menyelesaikan pekerjaannya satu-satu.“Nih, minum dulu. Jangan lupa untuk mengisi tenaga,” ucap Anggun yang tiba-tiba memberikan minuman segar.“Terimakasih,” jawab Clara tanpa melirik ke arah Anggun. Clara terlihat sangat serius pada komputernya. Anggun tersenyum senang dan kembali ke mejanya.Sementara, Rio terus menatap Clara yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri.Beberapa saat kemudian, Clara sedang berdiri di depan ruang manajernya. Pak Wisnu.Tok ... Tok ...“Masuk!” ucap Pak Wisnu yang sedang mengecek laporan.“Permisi Pak, saya mau memberikan laporan yang tertunda. Semua sudah saya kirim ke email Pak Wisnu. D
Brian melepaskan tautan keduanya. Clara melirik ke arah tempat Rio tadi. Tapi, Rio sudah tak ada di sana. Tampak raut kekecewaan dalam diri Clara.“Kenapa?” tanya Brian yang menyadari Clara yang tampak tidak senang.“Ah tidak, bukan apa-apa kok. Aku ... mau pulang,” jawab Clara lesu.“Baiklah, tapi aku antar. Tunggu di sini. Aku akan ambil mobil dulu,” ucap Brian dan segera berlari kembali ke rumah untuk mengambil mobilnya.Sementara Rio sedang berada di kamarnya yang digunakan oleh Clara. Rio melihat pakaian basah milik Clara yang ia gunakan. Pikirannya kembali melayang pada saat dirinya yang telah memarahi Clara dan membuat Clara menangis.Bahkan Rio ingat bagaimana raut wajah marah Clara saat dirinya mencoba menjodohkan Clara dengan Brian. Hingga saat Brian mencium bibir Clara dan Clara membalasnya.Hati Rio bercampur aduk tanpa alasan. Rio merasa marah, kesal, menyesal dan patah hati campur menjadi sat
"Brian, apa ... kau menyukai Clara?" tanya Rio langsung dan mengejutkan keduanya."A-apa yang kau katakan?" tanya Brian lagi merasa tidak enak."Kupikir kalian terlihat sangat serasi saat bersama. Sepertinya kalian pasangan yang ditakdirkan. Brian, kau jomblo bukan? Dan Clara kudengar kau habis dicampakkan jadi kenapa kau tidak mempacari Brian saja yang menyukaimu tanpa syarat. Kau bisa langsung menikah dengannya kalau kalian serius dan berhenti bekerja. Jadilah ibu rumah tangga dan mengasuh anak. Penghasilan Brian cukup besar, jadi kau tidak perlu memikirkan soal biaya hidup," ucap Rio dengan wajah datarnya. Tapi, tentu saja ucapannya itu membuat Brian dan Clara tersinggung."Kau anggap aku apa hah?" teriak Clara berdiri kesal. Rio menatap ke arah Clara. Sekilas tatapannya sangat sendu dan terlihat merasa bersalah."Aku pikir kau bisa jatuh cinta dengan seorang pria kaya dan juga tampan. Dan Brian orang yang cocok untukmu-"Byur!Clara meny
Rio sampai melompat turun dari sofa saking terkejutnya melihat penampakan Clara yang tiba-tiba itu. Clara yang baru saja terbangun kebingungan sedang berada di mana."Maaf sebelumnya, apa ini rumah Pak Rio? Kenapa aku tiba-tiba ada di sini?" tanya Clara. Rio melotot kaget melihat penampilan Clara yang sangat berantakan. Rambutnya sudah tak berarturan, bahkan make upnya luntur membuat Clara sangat tidak cantik."Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Rio dan berdiri dengan canggung. Ia masih merasa bersalah terlebih saat melhiat Clara yang seperti habis menangis."Entahlah, aku tidak ingat.""Apa kau mabuk siang hari?" tanya Rio dengan nada marah."Kenapa kau marah-marah? Karena siapa coba aku begini? Aku saja bingung bisa sampai di sini," ucap Clara semakin kesal. Tiba-tiba ia teringat sempat mampir di mini market dan membeli sekaleng bir. Clara yang tidak kuat akan alkohol langsung mabuk seketika dan kembali melanjutkan jalannya. Hingga akhirnya ia m
Seperti kisah cinderella, yang bisa memukau semua orang dengan gaun indah dan penampilan yang menawan. Clara pun datang ke kantor dengan sepatu kaca bertaburan berlian. Dengan dres berwarna pink terang. Clara menggerai rambutnya bahkan membuatnya sedikit bergelombang. Dengan anting panjang berwarna perak. Semua pegawai terpana melihat kedatangannya. Semua mata teralihkan akan pancaran indah dari Clara yang tersenyum dengan sangat manis. Matanya yang melengkung seperti bulan sabit berbinar bagai bintang. Mata Clara tertuju pada satu orang yang sudah berdiri di depan lift dengan melipat kedua tangannya. Clara tersenyum tipis dan berjalan dengan sangat percaya diri menghampiri Rio yang menatapnya dengan datar."Akan kutakhlukkan kau hari ini, Pak Rio," gumam Clara yang terus berjalan hingga ia berhenti tepat dua langkah dari Rio."Kau cantik," ucap Rio dengan senyuman tipis. Clara hampir terbang mendengarnya hingga sebuah kantong plastik besar membungkus dirinya."
Clara terbangun dari tidurnya. Ia merasa sangat tidak bersemangat setelah apa yang terjadi kemarin.Clara pun menatap dua gaun yang tergantung di belakang pintu kamarnya. Ia mendesah kesal. Clara pun masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Tak lama Clara keluar dengan hanya selembar handuk yang melilit tubuhnya. Dengan malas ia membuka lemari pakaiannya. Tak sengaja, Clara melihat satu style kemeja putih dan celana panjang hitam tergantung dengan dibungkus pelastik. Clara menyentuh pakain itu dan teringat beberapa waktu yang lalu.Terlihat seorang atasan mengomeli Clara yang memakai gaun mini serta sepatu heels di hari pertama kerjanya.“Kau mau kerja atau mau menggoda pria lain hah? Pulang dan ganti pakaianmu itu! Lihat temanmu yang lain, apa ada dari mereka yang berpakaian seperti itu? Dasar! Tidak tau diri, bukannya serius bekerja malah sibuk menggoda pria lain. Kau! Jika kau berpakaian seperti itu lagi, aku akan mengantarkan kau ke kantor yang baru
"Kau ... akan menjualnya bukan?""Tentu, tapi baju itu untukmu. Itu hanya contoh saja. Kenapa?""Berapa harga gaun ini?" tanya Clara dengan wajah polosnya."Hmm ... apa kau yakin ingin tau?" tanya Brian tidak yakin untuk memberitahukan Clara."Ya. Katakan saja. Aku ... ingin tau.""Aku belum menentukan harga gaun itu sih. Tapi, jika kau mau memperkirakannya mungkin sekitar ... tiga puluh lima juta.""Apa?""Apa kemurahan? Kalau begitu empat puluh juta," jawab Brian dengan santainya. Sementara Clara melongo mendengarnya."Kau ... bercanda kan?" tanya Clara lagi dengan wajah paniknya."Sebenarnya baju itu sangat polos. Dan bahannya mudah panas. Jika aku membuatnya dengan bahan yang lebih halus dan sejuk dan memberikan beberapa berlian dibagian lehernya, mungkin aku bisa menjualnya lebih dari harga itu. Kau tau kan? Aku membuat pakaian ini hanya beberapa buah saja. Jadi, tak semua orang yang bahkan mempunyai uang bisa membe
Clara berjalan masuk ke dalam kantornya. Semua mata memandang dirinya dengan tatapan terpana. Clara yang memakai mini dress bermotif dengan warna merah menyala membuat dirinya terlihat lebih memukau dan sangat cantik. Rambutnya yang digerai dengan bebas tampak membuatnya lebih anggun. Berjalan dengan lebih percaya diri, Clara menatap pada satu arah. Dimana Rio yang baru keluar dari ruangan direktur dengan membawa sebuah berkas, menatap tidak percaya pada Clara yang selalu tampak cantik dengan berpenampilan seperti itu.Hingga Clara berhenti tepat di depan Rio yang tak mengalihkan pandangannya, Clara tersenyum licik dan berbalik dengan cepat hingga rambutnya menampar wajah Rio yang tersadar akan lamunannya. Clara yang puas melihat reaksi Rio seperti itu dengan senang duduk di kursinya dan berpura-pura baik-baik saja. Padahal hatinya sangat berbunga melihat reaksi Rio yang berbeda dari biasanya."Clara, kamu habis pameran dimana? Kenapa memakai pakaian seperti itu?" tany
Clara terbangun dari tidurnya dengan rambut yang acak-acakan. Ia terkejut saat melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit."Astaga! Aku kesiangan!" teriak Clara dan langsung bergegas ke kamar kecil. Ia pun menggosok giginya dan membasuh wajahnya hanya dengan air tanpa mandi terlebih dahulu. Dengan panik Clara mengambil pakaian yang ada ditumpukkan pakaian kering. Dengan mengoles make up tipis, Clara menyetrika pakaiannya yang kusut dengan setrika uap. Ia pun menggulung poninya dan meluruskan rambutnya dengan catokkan kecil. Mengoleskan lisptik berwarna pink dan membubuhinya dengan glitar agar lebih mengkilap. Lalu menyemprotkan parfum yang banyak agar tidak kentara bahwa ia belum mandi.Setelah itu, Clara berlari dengan menggunakan heelsnya menuju kantor yang hanya berjarak lima menit itu. Ia berhenti di gerobak roti bakar pinggir jalan dan membeli dua lembar roti bakar. Clara kembali berlari sambil mengunyah roti bakar seharga lima ribua