Home / Historical / The Lord of The Criminal / The Murder of The Grapefruit Pie Act 3

Share

The Murder of The Grapefruit Pie Act 3

Author: xynaerylynix
last update Last Updated: 2021-04-06 18:58:37

Sesuai yang dikatakan Lumiere tempo hari. Pada hari minggu, para petani yang menyewa tanah di tanah milik Keluarga Wysteria melakukan pengukuran ulang. Lucius, Lumiere, dan Lucian datang dengan pakaian santai mereka. Saking santainya, mereka terlihat seperti bukanlah seorang bangsawan. Hal tersebut membuat para warga tercengang dan terlihat tidak mempercayai apa yang mereka lihat.

Kegiatan pengukuran ulang tanah sewaan berjalan lancar tanpa ada kendala apa pun. Para petani juga mendapatkan beberapa penjelasan tambahan dari Lumiere perihal tanaman apa saja yang dapat mereka tanam di tanah ini. Setelah menyelesaikan pengukuran, Lucian selaku pengurus Administrasi dan Wilayah kekuasaan menetapkan harga sewa per meternya.

Para petani yang menerima jumlah harga yang harus mereka bayarkan terkejut begitu mengetahui nominalnya. Harga sewa yang jauh lebih murah dari pada yang ditetapkan oleh Baron Rogue.

Esoknya, berita tentang harga sewa tanah di wilayah Wysteria menjadi murah tersebar luas dari mulut ke mulut. Hampir setiap orang di kota kecil ini yang berkumpul pasti membicarakannya. Termasuk para pria yang berkerumun di dekat pedagang buah yang kemarin Lumiere kunjungi.

“Sewa tanah di wilayah Wysteria jadi murah, lho!”

“Kebetulan peternakan ayahku berada di wilayah Wysteria. Beliau bilang, ia hanya perlu membayar satu per tujuh dari total tanah yang ia sewa!”

“Katanya, kalau tidak punya uang, boleh pakai panenan untuk pembayaran!”

“Serius?!”

“Enak, ya.”

“Aku jadi mau pindah dari tanah si Baron gendut itu!”

“Memangnya semudah itu untuk pindah sewa tanah!?” gerutu Pak Hendrik seraya membawa sebuah kotak berisi buah grapefruit hasil panennya. Kaki jenjangnya yang masih terlihat kokoh melangkah tegas menuju si Pedagang buah yang seorang wanita tua.

Dan secara kebetulan, kedatangan Pak Hendrik di lapak wanita tua tersebut bersamaan dengan Lumiere yang sedang melintas menuju ke kampus.

“Bu guru kecil bisa juga, ya! Popularitas keluargamu naik, tuh!” ujar si Pedagang buah mengerling menggoda Lumiere yang menghentikan langkah kakinya.

Lumiere tersenyum canggung, “Bu guru kecil?” batinnya saat mengingat kembali bagaimana wanita tua itu memanggilnya.

“Soalnya kami punya banyak tanah di kota lain, jadi tak masalah meski menurunkan harga sewa,” balas Lumiere senyuman canggungnya.

“Kebanyakan duit nih, ceritanya?” tanya wanita tua tersebut kemudian tertawa lepas yang membuat Lumiere merasa pertanyaan tersebut menohok dirinya.

“Kalian melakukan hal yang mencolok sekali, ya?”

Lumiere sontak menolehkan kepalanya dan mendapati Pak Hendrik datang menghampiri mereka dengan kotak kayu berisikan buah grapefruit.

“Tapi, Tuan tanah tempatku tidak berubah.” Pak Hendrik kembali berbicara seraya meletakkan kotak kayu tersebut ke dalam sisi lapak jualan si wanita tua tersebut.

“Kebun buahnya Pak Hendrik ada di wilayah Baron Rogue, ya?” tanya Lumiere seraya memperhatikan Pak Hendrik yang tampaknya sedang membereskan isi dari kotak kayu tersebut.

“Iya. Dan tanah tidak bisa dipindahkan begitu saja ...” jawab Pak Hendrik dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah sendu saat akan melanjutkan kembali ucapannya, “... apa boleh buat.”

Baik wanita tua itu ataupun Lumiere sama-sama terdiam. Mereka juga bingung ingin mengatakan apa lagi mengingat keadaan Pak Hendrik yang seperti itu. Dirasa cukup bosan memandangi dua orang di hadapannya, si Wanita tua itu tanpa sengaja menoleh ke arah lain.

“Oh? Wah Michelle, apa kabar?” tanya wanita tua tersebut saat netranya yang masih berfungsi dengan sempurna menangkap sosok seorang wanita cantik yang ia panggil Michelle, sedang berjalan menghampiri lapak dagangannya.

Lumiere lantas menoleh ke arah lain saat wanita tua itu melontarkan pertanyaannya. Sedangkan Pak Hendrik, ia tampak tersentak terkejut dan membeku untuk beberapa saat.

“Selamat pagi, Bu Ariel.” Wanita cantik bernama Michelle itu menjawab pertanyaan si Wanita tua yang ternyata bernama Ariel tersebut dengan senyuman manisnya yang terkesan tidak hidup.

“Tumben sekali, sudah baikan?” Bu Ariel kembali bertanya sembari memperhatikan Michelle yang sedang meneliti satu persatu buah dagangannya.

“Ya. Tak baik mengurung di rumah.”

Pak Hendrik melepas topi yang sedang ia kenakan dan menunduk dalam saat Michelle menjawab pertanyaan kedua dari Bu Ariel. Kesedihan tampaknya sedang menghampiri pria paruh baya tersebut. Terlihat dari ekspresi wajahnya yang menunjukkan percampuran antara sedih dan juga menyesal. Menyesal dengan apa yang terjadi di antara ia dengan Michelle.

Karena faktanya, Pak Hendrik dan Michelle adalah sepasang suami istri. Namun karena suatu hal, terjadi perang dingin di antara mereka. Lebih tepatnya, Michelle membenci suaminya tersebut.

“Lho? Nona Lumiere?”

Bu Ariel tampak terkejut saat Michelle yang mengenali Lumiere yang sedang memamerkan senyuman manisnya, “Sudah kenal?”

Michelle mengangguk singkat, “Kemarin saya ditolong oleh beliau saat terjatuh waktu pergi ke luar.”

Michelle bergerak sedikit, menghadap Lumiere yang membuat sang Gadis kebingungan. Tanpa ucapan apa pun lagi, Michelle tiba-tiba membungkukkan badannya sembilan puluh derajat yang membuat Lumiere terkejut bukan main, “Terima kasih sudah berbaik hati kepada saya!”

“T–tidak, kok. Sudah sewajarnya manusia saling membantu,” balas Lumiere tersenyum canggung. Ucapannya barusan membuat Michelle menegakkan tubuhnya kembali.

Michelle kembali tersenyum, kembali berbalik untuk memilih buah yang akan ia makan nanti. “Mau buah apa?” tanya Bu Ariel seraya menatap Michelle.

“Hmm... minta grapefruit, deh!”

Pak Hendrik terkejut mendengar jawaban sang Istri. Saking terkejutnya, wajahnya sampai kembali menegak yang semula menunduk dalam.

“Silakan ...” ujar Bu Ariel berhenti sejenak untuk menatap sekilas Pak Hendrik, “... akhirnya panen suamimu berhasil, lho! Rasanya asam dan enak!”

Ada perubahan di raut wajah Michelle saat mendengar kelanjutan dari ucapan Bu Ariel, “Oh... kalau begitu, tidak usah.”

Ucapan tanpa emosi namun cukup mampu menohok hati Pak Hendrik yang kembali menunduk dalam. Lumiere yang kebetulan melihatnya menatap bingung Pak Hendrik dan Michelle secara bergantian. Ada apa dengan mereka?

“Aku tak butuh hasil panen dari tanah busuk itu.” Setelah mengucapkan kalimat pedas tersebut, Michelle melangkah pergi begitu saja tanpa membeli buah.

Meninggalkan Lumiere yang memperhatikannya dengan pandangan bingung. Juga meninggalkan Pak Hendrik yang kembali larut ke dalam rasa penyesalannya.

“Yang tadi itu ...”

“Tiga tahun lalu... putra kami meninggal karena radang paru-paru. Sayangnya saat itu dokter kota sedang tidak ada.”

***

Tetesan air hujan jatuh dengan derasnya membasahi tanah Kota Durham. Karenanya, sebagian besar masyarakat memilih untuk tetap berada di dalam rumah. Melindungi tubuh berharga mereka dari air hujan yang bisa saja membuat mereka jatuh sakit.

Namun, bagi Pak Hendrik dan Bu Michelle, air hujan bukanlah penghalang bagi mereka untuk pergi ke dokter. Pasalnya, anak tunggal mereka demam parah dan juga nafasnya terdengar sesak. Dengan panik kedua pasangan suami istri ini berlari menerjang hujan menuju rumah sang Dokter.

Sayangnya, sang Dokter yang menjadi cahaya harapan mereka sedang tidak berada di tempat. Sang Dokter sedang pergi ke pernikahan putrinya dan tidak akan pulang malam ini. Itu pun mereka mengetahuinya saat Bu Ariel menghampiri mereka.

“Kalau tidak salah, di rumah Baron Rogue ada dokter pribadi,” ujar Bu Ariel setelah mengingat bahwa ada dokter lain di kota ini.

Ekspresi Bu Michelle berubah cerah. Lantas, wanita cantik itu segera membujuk sang Suami untuk bergegas menuju ke rumah Baron Rogue.

“Ayo kita ke sana, sekarang!”

Kedua pasangan yang sudah mengikrarkan janji suci di hadapan tuhan ini kembali menerjang hujan deras yang entah kapan redanya. Tujuan mereka hanya satu, yaitu kediaman Baron Rogue.

Cahaya harapan yang kembali menyala itu perlahan meredup begitu mereka tiba di sana. Kepala pelayan rumah tersebut mengatakan bahwa, tuan rumah sedang kedatangan tamu dan tidak ingin diganggu oleh siapa pun.

Dengan perasaan marah, Pak Hendrik berteriak, “Bukan saatnya bicara begitu! Tolong panggillah dia kemari.”

“Tapi ...”

“Berisik sekali!”

Wajah Pak Hendrik kembali cerah, memanggil sang Atasan dan hendak menghampirinya. Belum sempat menginjak karpet mahal, Baron Rogue berteriak. Mengisyaratkan agar Pak Hendrik tidak melanjutkan langkahnya.

“Hentikan! Karpetku ini masih baru! Kalian tahu tidak itu harganya berapa, hah!?” bentak Baron Rogue dengan urat di lehernya menonjol karena amarah yang memuncak.

Michelle mengeratkan gendongannya pada sang Anak, “Maaf, tapi ...” Ucapan Michelle dipotong oleh Baron Rogue.

“Ooh. Mau pinjam dokter? Itu cuma masuk angin. Suruh tidur juga sembuh!”

Dari arah dalam rumah, terdengar sebuah teriakan yang meminta Baron Rogue untuk kembali bergabung dengan permainan mereka.

“Rogue, cepat! Sekarang giliranmu!”

“Ah, tunggu sebentar!”

Michelle panik saat melihat Baron Rogue berbalik untuk kembali bergabung dengan tamu-tamunya, “Maaf, dokter ...”

“Rumah ini luas! Aku lupa dia di kamar mana.”

“Ahh ...” Pak Hendrik yang ingin sekali lagi mengatakan permintaannya mendadak terdiam karena istrinya kembali berteriak.

“Kami mohon, setidaknya obat! Atau air pun boleh!” teriak Michelle yang membuat Baron Rogue menghentikan langkah kakinya.

“Kalian... berani bayar berapa untuk airnya?”

Pak Hendrik dan Bu Michelle mematung terkejut begitu pertanyaan  tersebut terlontar dari mulut Baron Rogue.

Di malam yang hujan turun dengan deras, seorang anak tidak berdosa meninggal dunia karena penyakit radang paru-paru.

***

“... dia mendendam pada aku yang tetap bekerja di tanah milik orang itu. Membenciku yang tak bisa kabur ataupun melawan,” ujar Pak Hendrik mengakhiri cerita tentang anaknya yang telah meninggal belum lama ini.

“Tapi, Michelle jauh lebih dendam pada bangsawan. Kamu pasti menyembunyikan statusmu, ya?” tanya Bu Ariel seraya menatap Lumiere yang berekspresi sendu. Sepertinya gadis cantik ini merasa iba dengan kejadian yang menimpa keluarga Pak Hendrik.

“Hei, Bu Guru kecil ...” Lumiere menoleh ketika Pak Hendrik memanggil namanya dengan suara parau penuh keputusasaan, “... mau mendengarkan keluhan hubungan suami istri tidak?”

Lumiere tersentak terkejut. Ia cukup kaget mendengar kata ‘keluhan hubungan suami istri’. Sejujurnya sih Lumiere tidak mempermasalahkan hal apa pun yang ingin dikonsultasikan. Hanya saja, baru kali ini ia mendapatkan permintaan menyangkut urusan rumah tangga orang lain. Walaupun begitu, Lumiere akan tetap menyanggupinya jika ia sanggup.

“Aku harus melakukan apa? Bagaimana caranya menolong istriku?” tanya Pak Hendrik seraya mengacak-acak rambutnya gelisah. Dengan tiba-tiba, Pak Hendrik mendongak. Menatap Lumiere dengan aura membunuh yang terasa samar.

“Asalkan dia hilang... asal dia ...”

“... mati!”

***

Karena gegernya tentang harga sewa tanah di Wilayah Wysteria, para petani di Wilayah Rogue pun melakukan aksi protes ke Baron Rogue. Hal tersebut tentunya membuatnya marah dan akhirnya membawanya menuju Kediaman Wysteria. Pria tua bertubuh gemuk itu bermaksud melakukan protes kepada Lucius yang merupakan kepala keluarga.

Tanpa menjalani etika seorang bangsawan ketika bertamu, Baron Rogue masuk begitu saja setelah Lucian membuka pintu kediaman. Berjalan dengan langkah lebar mencari Lucius yang ternyata sedang berada di ruang bacanya.

“EARL WYSTERIA! SAYA KESUSAHAN NIH!” adu Baron Rogue begitu melihat Lucius baru saja meletakkan cangkir teh ke meja, “Buruh tanimu minta sewa tanahnya diturunkan dan pajak dihapus! Bahkan sampai ada yang bilang mau pindah ke wilayahmu saja!”

Lucius hanya terdiam, terus mendengarkan ocehan demi ocehan yang Baron Rogue keluarkan dari mulutnya dengan penuh amarah.

“Kalau ini terus berlarut, keluargaku bisa bangkrut! Dan kemudian tersingkirkan dari pergaulan kelas atas! Kamu suruh aku jadi apa nanti!?”

Lucius sebenarnya ingin tertawa mendengar ocehan terakhir dari Baron Rogue. Sudah setua itu masih memikirkan pergaulan kelas atas? Memangnya, ada seorang wanita yang mau menikah dengannya?

Baron Rogue memicingkan matanya, “Kalian yang memprovokasi warga kota, ya?”

Lucius mendongak, menatap wajah penuh amarah Baron Rogue, “Anda mau ikut makan malam dengan kami? Di sana, kita bisa membicarakan masalah ini.”

“Boleh ...” balas Baron Rogue menerima tawaran makan malam Lucius. Tangannya tergerak membenarkan kerah bajunya yang terasa mencekik lehernya, “... tapi di rumahku! Siapa juga yang mau terjun ke wilayah musuh!?”

“Memangnya wilayah Anda bukan musuh bagi kami, ya?” batin Lucian yang sedari tadi memperhatikan di pintu.

Setelah mengatakannya, Baron Rogue pamit undur diri. Dengan sigap, Lucian mengantarkan kepergian sang Baron dan memandangi kereta kuda hitam tersebut yang melaju semakin menjauh.

“Baron Eugene Rogue. Istri meninggal, tidak memiliki anak. Empat pelayan, satu dokter pribadi. Penyakit Hipertensi dan Arteri Koroner,” ujar Lucian dengan mata yang lurus ke depan saat Lucius muncul di belakangnya, “Informasi dari klien kita tampaknya akurat, kak.”

***

Related chapters

  • The Lord of The Criminal   The Murder of The Grapefruit Pie Act 4

    Pada malam harinya, Baron Rogue menatap peta Kota Durham dan sesekali memijit pelipisnya yang berdenyut. Kepalanya pusing karena memikirkan satu persatu tanah di wilayah kekuasaannya ditinggalkan oleh penyewa.Baron Rogue mengerang, membanting kasar peta tersebut ke meja, “Ugh... kalau begini terus, pemasukanku ke depan ...”Tok! Tok! Tok!Pintu ruang kerja Baron Rogue diketuk tiga kali dan kemudian terbuka cukup lebar, menampilkan salah satu pelayan yang bekerja di rumahnya. Pria berpakaian rapi tersebut tampaknya ingin menyampaikan sesuatu kepada majikannya tersebut.“Tuan, Keluarga Earl Wysteria dan Tuan Hendrik, sudah tiba.” Pelayan tersebut tanpa basa-basi lagi langsung menyampaikan kabar tersebut. Baron Rogue mengernyitkan dahinya saat mendengar nama yang cukup asing terdengar di telinganya.“Baiklah. Antarkan mereka ke ruang makan!”Si Pelayan itu mengangguk dan bergegas menjalan

    Last Updated : 2021-04-12
  • The Lord of The Criminal   The Murder of The Grapefruit Pie Act 5

    “Bayaranku yang sebenarnya adalah hidupku ini akan kuserahkan pada Nona Wysteria.”Baron Rogue terkejut bukan main. Kalau begitu, bagaimana caranya ia membayar dua kali lipat dari yang Michelle bayarkan kepada Lumiere? Pria tua ini masih ingin hidup.“Nah ...” ujar Lumiere memberi jeda untuk ia menegakkan kembali tubuhnya dan kembali memberikan tatapan tajam pada sang Baron, “... ada soal matematika. 10 × 0 tetap 0! Apa Anda berani bayar 20 kali nyawa Anda?”Baron Rogue memandang Lumiere dengan ekspresi penuh penyesalana, “Ma–maaf. Maafkan aku atas apa yang sudah kulakukan.”Permintaan maaf yang tidak terduga itu tampaknya membuat Pak Hendrik dan Michelle terkejut. Sedangkan Lumiere hanya memasang wajah datar tanpa berniat menunjukkan reaksinya. Namun, itu tidak bertahan lama. Karena selanjutnya, Lumiere menoleh ke arah Pak Hendrik dan Michelle.“Bagaimana?

    Last Updated : 2021-04-12
  • The Lord of The Criminal   The Blue Sky Eyes Act 1

    Suara ketukan yang dihasilkan dari kapur tulis yang bertemu dengan papan tulis hijau terdengar memenuhi salah satu ruang belajar di Universitas Durham. Kelas matematika yang dibimbing oleh Profesor Lumiere Crowe Wysteria sedang berlangsung.Para siswa yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki ini tampak fokus memperhatikan apa yang Lumiere jelaskan. Sang gadis begitu cakap dalam menjelaskan rumus-rumus persamaan yang bagi para murid cukup sulit untuk dikerjakan."Baiklah. Sampai di sini, ada yang dipertanyakan?" Tanya Lumiere setelah menyelesaikan menulis materi yang sedang ia ajarkan kepada anak didiknya."Profesor!" Suara ini berasal dari bangku paling atas ruang belajar ini. Seorang pria berparas tampan tampak mengangkat sebelah tangannya guna menarik atensi sang profesor muda tersebut, "Bisakah Anda menceritakan masa kecil Anda?"Lumiere cukup terkejut dengan pertanyaan yang tidak terduga tersebut. Dengan kata lain, mereka ingin menanyakan sesuat

    Last Updated : 2021-04-12
  • The Lord of The Criminal   The Blue Sky Eyes Act 2

    Tok! Tok! Tok!Si Gadis kecil bermata biru langit dengan perlahan membuka pintu berdaun dua tersebut setelah mendengar sahutan dari dalam. Ruang baca dengan dekorasi mewah dan seorang wanita cantik menjadi pemandangan yang ditangkap oleh indra penglihatan si Gadis.“Saya sudah kembali,” ujar si Gadis seraya melangkah menghampiri sang Wanita yang merupakan Countess Wysteria.“Suratku sudah kau kirimkan?” Tanya Countess Wysteria tanpa menatap si Gadis dan lebih memilih melanjutkan kegiatan membaca bukunya.Si Gadis tersenyum manis dengan kedua matanya yang terpejam. Terlihat sangat jelas bahwa senyumannya tidak begitu tulus ia keluarkan, “Ya, Ibu.”Mendengar kata ‘ibu’ yang terucap dari mulut si Gadis. Countess Wysteria mendelik tajam kepadanya, berdiri secepat mungkin dan kemudian berteriak, “JANGAN SALAH PAHAM, YA! MERAWAT ANAK YATIM PIATU ITU CUMA KEWAJIBAN SEORANG BANGSAWAN! INI TINDAKAN AMAL! MANA SUDI MENG

    Last Updated : 2021-04-29
  • The Lord of The Criminal   The Blue Sky Eyes Act 3

    Setelah menganiaya Lucy, waktu terus bergulir. Matahari yang selama setengah hari duduk manis pada singgasana, menyinari Tanah Inggris dengan kehangatan sinarnya yang terkadang terasa menyengat ketika di musim panas, telah tergantikan dengan bulan yang bersinar lembut. Walaupun hari telah menjadi gelap, aktivitas masyarakat di Kota London tidaklah berhenti begitu saja.Sebagian besar masyarakat yang merupakan bagian dari ‘Kelas Pekerja’ masih beraktivitas, dan sebagian lagi yang merupakan kaum bangsawan lebih memilih beristirahat di kediaman mereka yang super mewah. Beristirahat sembari menikmati makan malam yang mewah, kemudian dilanjut tidur di kasur yang empuk dan hangat.Termasuk Keluarga Wysteria yang saat ini sedang menikmati makan malam mereka. Berbagai menu makanan mewah tersedia di hadapan mereka yang berjumlah empat anggota keluarga. Dimulai dari daging steak yang berkualitas tinggi, olahan Jamur Truffle Putih yang pada saat ini harganya men

    Last Updated : 2021-05-01
  • The Lord of The Criminal   The Blue Sky Eyes Act 4

    “Bisa-bisanya ketiduran tanpa mengerjakan tugas! Kalian mengira kasta kalian sedikit lebih tinggi dari kami karena menjadi anak angkat keluarga ini!?” seru seorang wanita tua berpakaian pelayan tajam. Menatap Lucy dan Lucian yang sedang menaiki tangga untuk membersihkan tempat lilin di sepanjang koridor rumah.“Hei, Underclass! Pokoknya, pagi ini 550 tempat lilin harus sudah digosok!” Satu orang pelayan lain menambahkan dengan nada mencemoohnya yang terdengar menjengkelkan bagi Lucian.“kami mau tidur dulu!” ujar si Wanita tua tersenyum meremehkan pada Lucy yang memasang wajah memelas. Dua pelayan ini kemudian pergi meninggalkan mereka berdua yang sedang berkutat dengan tempat lilin.“Kalian tidur saja yang nyenyak, sana!” Suara seorang anak laki-laki terdengar dari gelapnya kegelapan lorong karena hampir semua lilin yang terpasang di setiap sisi tembok telah dimatikan apinya.Pelayan wanita tua yang terkejut lantas mengarahkan

    Last Updated : 2021-05-18
  • The Lord of The Criminal   The 1st Rank Cursed Act 1

    Lumiere menatap bingung salah satu bangku yang biasanya diduduki oleh salah satu mahasiswa terpintar kini telah kosong. Padahal, mahasiswa tersebut tak pernah absen untuk mengikuti jadwal kelas profesor muda ini. Tentu saja hal ini mengundang pertanyaan di benak Lumiere.“Tumben sekali Darius tidak hadir,” ujar Lumiere menyebutkan nama mahasiswa tersebut, “Apakah dia sakit?”“Profesor,” panggil Vincent yang kembali mengikuti kelas Lumiere, “Aku mendapatkan kabar kalau semalam Darius kembali ke rumahnya sebentar karena ayahnya meninggal dunia.”“Maksudmu Baron Ellard?” Mahasiswa yang duduk bersebelahan dengan Vincent melontarkan pertanyaan, “Bukankah beliau sedang berada di Swiss untuk urusan bisnis?”Alis Lumiere terangkat sebelah, namun tidak sedikit pun ia bersuara untuk bergabung ke dalam obrolan tersebut.“Eh? Jadi maksudmu, Darius berbohong?” tanya Vincent.“Lalu, apa tujuan Darius terhadap kepergiannya semalam? Bukankah kelas

    Last Updated : 2021-05-29
  • The Lord of The Criminal   The 1st Rank Cursed Act 2

    Kaki ramping Lumiere yang terbalut celana bahan berwarna hitam melangkah dengan anggun menyusuri deretan rak buku perpustakaan Universitas Durham. Mata biru langitnya menerawang setiap deretan judul buku. Lumiere membutuh waktu yang cukup lama untuk menemukan buku yang ia cari. Bukan tanpa alasan Lumiere mencarinya sendiri karena petugas perpustakaan sedang tidak ada di tempat. Alhasil, mau tidak mau Lumiere harus mencarinya sendiri. Buku tebal bersampul coklat. Terlihat usang di mata Lumiere namun, isinya sangat membantu proses investigasinya.Dari penjelasan Vincent saat istirahat tadi, ada lima dosen yang menjadi penyokong Anne Rovein untuk menjaga tempatnya agar tidak dilengserkan oleh siapa pun. Namun, hanya satu dosen saja yang berani melakukan pembunuhan ini. Bisa dapat Lumiere simpulkan bahwa, keempat dosen lainnya hanya melakukan manipulasi nilai terhadap Anne Rovein.Buku usang itu kemudian dibuka. Sang Profesor muda ini mulai membaca satu persatu kalimat dal

    Last Updated : 2021-05-29

Latest chapter

  • The Lord of The Criminal   Aurora Association Act 2.

    Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl

  • The Lord of The Criminal   Aurora Association Act 1.

    Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 9.

    Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 8.

    “Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 7.

    Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 6.

    Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 5.

    Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 4.

    “Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per

  • The Lord of The Criminal   The Story about Lucius and His Lover Act 3.

    Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status