Stasiun London Kings Cross.
Suara klakson kereta api berbunyi nyaring memekakkan telinga. Ikut menyumbangkan nada, berusaha memecahkan suara kebisingan orang-orang yang berlalu lalang di stasiun. Terlalu berisik dan ramai dikunjungi oleh orang-orang yang hendak bepergian ke mana pun menggunakan kereta api.
“Akhirnya kita sampai juga di London,” celetuka Reynox seraya merenggangkan otot tubuhnya yang kaku karena terus mendudukkan dirinya di kursi selama beberapa jam selama perjalanan, “Andai saja kereta tercepat di masa lalu tidak ikut hancur.”
Lumiere tersenyum tipis mendengar gerutuan tersebut, “Mau bagaimana lagi. Manusia terlalu berambisi untuk menang, hingga berani menggunakan senjata nuklir dalam Perang Dunia Ketiga. Kemudian ketika dunia mengalami kehancuran, mereka yang berhasil bertahan dan berevolusi mengalami kepahitan karena kehilangan ilmu pengetahuan dan teknologi.”
“Perang belum sepenuhnya selesai walaupun dunia telah ha
Suara-suara berisik yang disebabkan oleh jangkrik dan hewan-hewan nokturnal berhasil tertangkap oleh telinga Lumiere.Keadaan gadis itu tampak mengenaskan. Gaun yang berjuntai indah itu kini kotor dan tampak kusut. Surai cokelat madunya pun tak tertata rapi seperti sebelumnya. Seutas kain putih kotor tampak melingkar untuk menutupi mata biru langit indahnya. Kedua kaki dan tangannya pun terikat cukup kuat oleh seseorang.Kemudian suara derit pintu terbuka terdengar, bersamaan dengan suara ketukan sepatu beberapa orang yang memasuki ruangan di mana Lumiere disekap.“Woi! Bangun!”Suara memekakkan dengan penggunaan kata yang tidak sopan itu menyapa telinga Lumiere yang sedari tadi terjaga. Tubuh mungilnya kemudian bergidik karena kedinginan setelah diguyur oleh seember air. Mungkin orang-orang itu mengira dirinya masih tak sadarkan diri.Gadis itu kemudian meringis kecil ketika seseorang melepaskan ikatan di kakinya denga
Pria berambut panjang itu kemudian menatap tajam pada Lumiere yang tampak tenang dan justru memasang sebuah senyuman penuh kelicikan. Suara derodotan senjata api kemudian terdengar, membuat pria itu panik bukan main. Dengan cepat ia berlari menuju ke jendela besar tersebut untuk melihat situasi di luar sana.Kacau. Asap kelabu pekat membumbung menyelimuti area di bawah kastel ini. Puing-puing bangunan yang dihancurkan oleh sebuah bom tampak berserakan di bawah sana, serta sebagian anak buahnya tergeletak tak bernyawa.“Tentara!? Kenapa mereka bisa berada di sini!?”Pria itu menggeram, membalikkan badan kemudian terkejut dengan Lumiere yang berhasil melumpuhkan beberapa anak buahnya yang ada di dalam ruangan ini.“Pasukanmu kurang terlatih, ya? Mengikat sandera saja tidak becus,” ujar Lumiere seraya melepaskan sarung tangan yang panjangnya hingga sesiku dengan gerakan anggun. Di tangannya terdapat sebuah pencapit ya
“Sebastian, apa kamu mengetahui alasan kenapa Peter terlihat gelisah belakangan ini?”Sebastian yang sedang asyik menikmati sarapan paginya itu pun mendongak, menatap sang pemilik rumah sewa di mana ia dan Peter tinggali.“Peter, ya?” gumam Sebastian seraya meletakkan garpu dan pisaunya yang atas meja, “Ah ... sejak menyelesaikan kasus Mask Rabbit ya?” Sebastian kemudian tersenyum jenaka, “Dia seperti itu karena terpikat pada pesonanya putri tunggal Keluarga Wysteria, Nona Jill.”Wanita berusia 32 tahun yang bernama Jill itu lantas membulatkan matanya karena terkejut, “Pria sedingin Peter bisa terpesona karena kecantikan perempuan juga, ya?”“Memangnya dia homo?”“Aku kira begitu karena selama ini dia lebih memilih berkencan dengan setumpuk kasus-kasus kriminal daripada mendatangi pesta dansa para bangsawan.”Sebastian tak bisa lagi menahan t
Jika kau bertanya pada Lucian tentang apakah ada seseorang yang sangat ingin ia bunuh. Maka, jawaban Lucian hanya ada satu.Saat ini juga ia ingin membunuh Peter Compbell Spade. Pria berkacamata itu menatap tajam pada Peter yang tidak mengalihkan sedikit pun pandangannya dari sang kakak.“Ini ... ini hanya gertakan! Mudah bagi Peter untuk menyelidiki kakak dari informasi yang selama ini kumpulkan. Tidak ada bangsawan muda, bahkan seorang wanita yang menjadi proferor pengajar matematika di universitas ternama.” Mata Lucian kemudian melirik pada sang kakak yang terlihat santai, “Jika kakak menyangkalnya, itu membuktikan bahwa kakak terlibat dengan dua kasus itu.”Lucian menggigit pipi bagian dalamnya. Merasa gemas dan juga tidak sabaran untuk menunggu jawaban dari sang kakak yang sedari tadi hanya terdiam. Detik demi detik berlalu begitu saja dalam kesunyian. Tak ada yang membuka suara, me
“Waktunya sangat sempit. Lumie, ayo cepat!”Lumiere tersenyum santai, mengangkat sedikit ujung gaunnya agar mempermudahnya melangkahkan kaki, “Tentu saja.”Lumiere kemudian menoleh pada seorang pegawai kereta yang sedari tadi memperhatikan perdebatan konyol mereka, “Bolehkah saya meminta denah kereta dan dafta nama penumpang?”Pegawai kereta tersebut mengangguk dengan wajah yang memerah karena tersipu malu, “Baik, akan saya bawakan.” Kemudian pria berseragam rapi itu melenggang pergi meninggalkan tempat kejadian perkara untuk membawakan permintaan Lumiere.Peter kembali menghampiri pintu kabin yang terkunci tersebut. Pria itu merosotkan tubuhnya, bertumpu pada sebelah lulutnya kemudian mengutak-atik lubang kunci untuk membuka pintu tersebut.CEKLEK!GREEK!“Kabinnya dikunci oleh pelaku, ya?” gumam Lumiere seraya melangkah mas
Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Lumiere, Peter mengumpulkan kedelapan awak kereta dan juga beberapa polisi kereta di suatu gerbong. Pria berwajah tampan itu tampak tersenyum puas, menatap awak kereta satu persatu. Seolah-olah ia sedang mengintai seseorang yang sebentar lagi akan masuk ke dalam perangkapnya.“Setelah melakukan banyak penyelidikan dan tenggelam dalam pikiran. Akhirnya aku dan Lumie sampai pada satu kesimpulan, yaitu ...,” Peter sengaja menggantungkan ucapannya. Pria itu kemudian melipat kedua tangannya di dada, “Pelaku pembunuhan seorang penjual berlian adalah salah seorang awak kereta. Jadi, aku akan memeriksa kalian!”Ada sebuah kegaduhan yang diciptakan oleh para awak kereta tersebut. Mereka tampak terkejut dengan pernyataan tersebut, kemudian saling melempar pandang ke sesama rekan kerja tanpa bersuara.“Yang sepatunya berukuran 8, silakan maju ke depan.”Ada dua orang yang b
“Bisakah kalian berhenti menangis? Aku sudah dengan berbaik hati membawa kalian dari kawasan kumuh London ke wilayah kekuasaanku, sudah paham?”Sesosok pria berambut panjang, berwarna pirang platina dan memakai sebuah topeng pesta yang hampir menutupi separuh wajahnya. Tampak berdiri dengan anggun di hadapan keenam anak kecil yang sedang meringkuk ketakutan, bahkan salah satu mereka sedang menangis.“Namaku Jonathan Casten Redwood,” ujar pria berambut panjang tersebut yang memperkenalkan dirinya sebagai Jonathan. Sebuah senyuman lebar penuh keceriaan terpatri di bibirnya yang sedikit lebih tebal, “Ya, aku adalah seorang bangsawan. Dan apakah kalian tahu jika bangsawan itu hobi berburu?”Anak-anak itu tampak tak mendengarkan dengan baik cerita dari Jonathan. Mereka terlihat bergetar ketakutan, berusaha melindungi satu sama lain dari pria dewasa yang terlihat tidak waras tersebut.“Burung, rusah, ba
London, Kediaman Utama Wysteria.Lucian tampak sedang berjalan menuju ke sebuah rumah kaca yang terletak tidak jauh dari gedung utama kediaman Keluarga Wysteria yang berada di Durham. Pria berkacamata itu tampak sedang mencari-cari seseorang dan kemudian memutuskan untuk mencarinya di rumah kaca tersebut.“Ashen!” suara Lucian terdengar lantang ketika pintu rumah kaca terbuka, menampilkan sesosok pria bersurai hitam kelam yang tengah sibuk mengurusi tanaman bunga mawar merah, “Ternyata kamu di sini.”“Saya lupa untuk menyirami bunga-bunga di sini,” sahut Ashen kembali melanjutkan kegiatan berkebunnya tersebut. Membiar Lucian mendekati dirinya dan fokus memotongi daun-daun yang telah mengering dari tanaman bunga mawar tersebut.“Bunga yang indah,” puji Lucian merasa tenang melihat bunga mawar di hadapannya bermekaran dengan indah, “Kakak pasti senang melihatnya.”“Say
Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl
Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng
Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba
“Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te
Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p
Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba
Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly
“Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per
Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p