Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Lumiere, Peter mengumpulkan kedelapan awak kereta dan juga beberapa polisi kereta di suatu gerbong. Pria berwajah tampan itu tampak tersenyum puas, menatap awak kereta satu persatu. Seolah-olah ia sedang mengintai seseorang yang sebentar lagi akan masuk ke dalam perangkapnya.
“Setelah melakukan banyak penyelidikan dan tenggelam dalam pikiran. Akhirnya aku dan Lumie sampai pada satu kesimpulan, yaitu ...,” Peter sengaja menggantungkan ucapannya. Pria itu kemudian melipat kedua tangannya di dada, “Pelaku pembunuhan seorang penjual berlian adalah salah seorang awak kereta. Jadi, aku akan memeriksa kalian!”
Ada sebuah kegaduhan yang diciptakan oleh para awak kereta tersebut. Mereka tampak terkejut dengan pernyataan tersebut, kemudian saling melempar pandang ke sesama rekan kerja tanpa bersuara.
“Yang sepatunya berukuran 8, silakan maju ke depan.”
Ada dua orang yang b
“Bisakah kalian berhenti menangis? Aku sudah dengan berbaik hati membawa kalian dari kawasan kumuh London ke wilayah kekuasaanku, sudah paham?”Sesosok pria berambut panjang, berwarna pirang platina dan memakai sebuah topeng pesta yang hampir menutupi separuh wajahnya. Tampak berdiri dengan anggun di hadapan keenam anak kecil yang sedang meringkuk ketakutan, bahkan salah satu mereka sedang menangis.“Namaku Jonathan Casten Redwood,” ujar pria berambut panjang tersebut yang memperkenalkan dirinya sebagai Jonathan. Sebuah senyuman lebar penuh keceriaan terpatri di bibirnya yang sedikit lebih tebal, “Ya, aku adalah seorang bangsawan. Dan apakah kalian tahu jika bangsawan itu hobi berburu?”Anak-anak itu tampak tak mendengarkan dengan baik cerita dari Jonathan. Mereka terlihat bergetar ketakutan, berusaha melindungi satu sama lain dari pria dewasa yang terlihat tidak waras tersebut.“Burung, rusah, ba
London, Kediaman Utama Wysteria.Lucian tampak sedang berjalan menuju ke sebuah rumah kaca yang terletak tidak jauh dari gedung utama kediaman Keluarga Wysteria yang berada di Durham. Pria berkacamata itu tampak sedang mencari-cari seseorang dan kemudian memutuskan untuk mencarinya di rumah kaca tersebut.“Ashen!” suara Lucian terdengar lantang ketika pintu rumah kaca terbuka, menampilkan sesosok pria bersurai hitam kelam yang tengah sibuk mengurusi tanaman bunga mawar merah, “Ternyata kamu di sini.”“Saya lupa untuk menyirami bunga-bunga di sini,” sahut Ashen kembali melanjutkan kegiatan berkebunnya tersebut. Membiar Lucian mendekati dirinya dan fokus memotongi daun-daun yang telah mengering dari tanaman bunga mawar tersebut.“Bunga yang indah,” puji Lucian merasa tenang melihat bunga mawar di hadapannya bermekaran dengan indah, “Kakak pasti senang melihatnya.”“Say
“Kereta kuda itu akan datang pagi ini. Kita harus bergerak secepat mungkin agar tidak kehilangan jejak. Kita semua akan bergerak dalam misi ini. Dan kalian berdua segera untuk bersiap.”Ashen dan Reynox mengangguk mengerti kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar Lumiere untuk bersiap-siap. Keduanya kemudian bertemu dengan Lucian di depan pintu kamar sang gadis. Menyadari tatapan penuh arti dari Lucian, Reynox memberikan kode untuk Ashen pergi terlebih dahulu.“Aku akan bersiap duluan,” pamit Ashen seraya melangkah menuruni anak tangga menuju ke suatu tempat.“Oke,” balas Reynox singkat, padat, dan jelas. Kemudian ia membiarkan Lucian mendekati dirinya untuk mengatakan sesuatu.“Rencana baru ya?”Reynox mengangguk ringan, “Iya, kamu harus bergerak sebelum fajar.”Ada jeda keheningan di antara mereka selama beberapa saat.“Sepertinya Ashen merasa jauh
BRAK!“KAKAK!” teriakan Lucian menggema, bersamaan dengan jembatan rapuh tersebut rusak. Raut wajahnya benar-benar menunjukkan jika pria berkacamata tersebut mengkhawatirkan kakaknya yang sedang menyebrangi jembatan yang telah rusak itu.Namun beruntungnya, Lumiere dengan gesit melompat ke tanah di seberangnya. Pergerakannya cukup lincah walaupun ia adalah seorang wanita. Helaan napas terdengar dari Lumiere yang telah menginjakkan kakinya di tanah.“Dasar, bikin keringat dingin saja,” gerutu Reynox dengan kekhawatiran yang tidak berguna karena Lumiere yang berhasil selamat dari jembatan patah tersebut.Lumiere menghadap ke arah teman-temannya yang berada di seberang sana, “Kita serang tiap lokasi sendiri-sendiri. Aku akan pergi ke benteng yang paling besar.” Lumiere mulai memasangkan tudung jubah yang ia kenakan saat ini, menutupi surai cokelat madu serta sebagian dari wajahnya, “Kalian pergi ke d
Reynox yang sedang menggendong Daniel lantas menoleh ketika terdengar suara letusan senjata api yang memekakkan telinga, hingga membuat burung-burung yang bersembunyi dibalik rimbunnya pepohonan beterbangan.Pria bertubuh tinggi itu lantas menyeringai, merasa puas dengan keberhasilan Ashen menghabisi bangsawan yang sedang mereka buru tersebut, “Beres tuh.”Lucian menghentikan langkah kakinya ketika ia berhasil menemukan dua benteng yang menjadi tujuan mereka selanjutnya, “Archenar, itu ... bentengnya sudah terlihat.”Reynox memalingkan wajahnya seraya menghampiri Lucian yang tampak fokus memperhatikan benteng di sebelah kiri. Pria bertubuh tinggi itu pun ikut memperhatikan bentuk benteng tersebut, berusaha mencari-cari kejanggalan jika memang ada.“Tampak seperti benteng pada umumnya,” celetuk Reynox seraya melangkah menuju ke benteng di sebelah kanan, “Lucian, kau urus benteng di sebelah kiri.&rd
Lucius mendongakkan wajah, mengalihkan sejenak perhatiannya dari sebuah buku yang sedang ia baca, ketika telinganya mendengar suara ketukan di pintu masuk ruangan ini. Dengan gerakan santai, pria berwajah tampan ini beranjak dari duduk setelah meletakkan buku tersebut ke meja.“Selamat malam, Direktur,” sapa Lucius hangat ketika ia membukakan pintu dan mendapati Oscar Compbell Spade yang bertamu di malam hari seperti sekarang. Lucius tersenyum ramah namun mengandung makna yang misterius, “Anda sampai datang kemari di tengah malam begini ... pasti ada hal yang sang mendesak, ya?”Oscar hanya menyeringai miring seraya merapikan long coat yang tidak ia pakai, “Tidak perlu mengkhawatirkannya secara berlebihan. Sebuah urusan yang cukup genting sampai aku menggedor pintumu malam-malam begini.”“Wah, maaf,” ujar Lucius menyingkir dari pintu masuk, memberikan jalan untuk direkturnya tersebut agar
Rowling Street Nomor 5.Peter memandang lesu sebuah amplop surat yang berada dalam genggaman tangannya. Matanya terlihat lelah, mencirikan jika pria bersurai perak itu tidak mengistirahatkan tubuhnya semalam. Entah karena sengaja bergadang atau memang tidak bisa tidur karena iai kepalanya berisik, menyerukan banyak dugaan-dugaan perihal misteri-misteri yang belum terpecahkan hingga sekarang. Tidak, hanya ada satu misteri yang sukar dipecahkan olehnya.Identitas asli Bangsawan Kriminal.Peter benar-benar memikirkannya sedalam itu hanya untuk menemukan titik terang dari misteri tersebut. Siapa Bangsawan Kriminal, tujuannya melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh Profesor James Moriarty ribuan tahun silam. Kenapa ia berniat memakai cara yang fenomenal tersebut untuk mengubah tatanan negara yang kembali bobrok ini.Peter tidak munafik. Ia juga membenci negara ini.Pria itu lebih membenci pada sistem negara ini
Peter dengan gerakan yang sangat santai mematikan puntung rokok yang sebelumnya ia hisap tersebut ke asbak. “Ayo pergi ke tempat si Wendy Manionz itu,” ajak Peter seraya melangkah keluar untuk pergi menuju ke alamat yang tertera pada secarik kertas yang baru saja ia ambil dari saku jas. Sebastian menatap terkejut pada Peter, “Ini sudah jam sepuluh lho?” “Ya terus?” “Memangnya wajar ya mengunjungi wanita yang tidak dikenal selarut ini?” tanya Sebastian menatap jengkel pada Peter yang terlihat acuh dengan tata krama tersebut. “Ah masa?” Kan ... Peter bahkan terlihat tidak memedulikannya, “Tapi kalau lelet, bisa-bisa dia keburu pindah dari tempat yang sudah ditemukan oleh Yang Mulia lho.” Peter tersenyum culas, “Dan jangan, lupa kita sudah dibayar 2000 pound sterling di muka.” “Ugh ... baiklah, kali ini pengecualian! Tapi kita akan pergi kalau dia menolak,” ujar Sebastian dengan sangat terpaksa menuruti ucapan Peter terse
Kedua alis Lumiere saling bertaut. Gadis bersurai cokelat madu tersebut tampaknya sangat tidak menyukai apa yang baru saja ia dengar.Inggrid Rovein, pria yang menjadi target misi mereka kali ini tersebut, sedari tadi melontarkan bualan tentang kesehatan dan sumber ketakutan manusia. Pria beralis tebal tersebut pria tersebut mengatakan, kematian merupakan sumber ketakutan palin dasar yang diderita oleh manusia. Meskipun seorang manusia telah menjaga kesehatannya, dan bahkan memiliki kekayaan yang banyak, mereka tidak dapat menghindari kematian yang kedatangannya tidak bisa diprediksi tersebut.Dan hal yang semakin membuat Lumiere merasa muak adalah, pria itu dengan santainya mengatakan bahwa, ia telah menemukan cara untuk hidup kembali setelah mengalami kematian. Perhatian Lumiere pun kini tertuju pada sebuah peti mati yang telah terbuka, menampilkan sesosok mayat seorang perempuan, usianya diperkirakan baru menginjak delapan belas tahun. Kulitnya terl
Miya, bahkan sampai Lucian pun memandang takjub kapal pesiar mewah dan berukuran besar di hadapan mereka.“Jadi ... ini adalah kapal RMS Titanic yang pernah karam ribuan tahun yang lalu?” tanya Miya seraya memalingkan pandangannya ke arah Reynox. “Kau beruntung sekali bisa ikut naik ke kapal besar itu.”Reynox berdecak, memilih untuk mengabaikan Miya. Kedua netra emasnya yang tajam itu mengamati seluruh bagian dari tubuh kapal berukuran super besar tersebut. Reynox tahu soal tenggelamnya sebuah kapal, yang kisahnya menjadi legendaris hingga ribuan tahun tersebut. Dan Reynox sendiri menjadi ragu, apakah kapal kedua dari RMS Titanic ini akan memiliki nasib yang sama seperti kakaknya, atau tidak.“Tolong antarkan barang bawaan kami di kamar nomor A12 kelas satu,” ujar Peter pada seorang petugas kapal yang menghampirinya. Setelah memastikan petugas kapal tersebut mengangkut barang bawaannya dan Lumiere, Peter meng
Lumiere membenarkan kembali letak topeng pesta yang sedang dipakai olehnya. Gadis bersurai cokelat madu tersebut kemudian memantapkan kembali hatinya, memantapkan niatnya untuk mengunjungi pasar gelap yang dikelola oleh pemerintah Inggris.“Tidak perlu takut,” bisik Peter yang memaksa untuk ikut. Pria itu membantu istrinya tersebut untuk merapikan penampilannya tersebut. “Kita hanya perlu melakukan penyelidikan, tanpa membuat keributan apa pun selain mau membeli manusia yang akan dijajakan oleh mereka.”Lumiere mengangguk, mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah tampan Peter yang bersembunyi dibalik tudung jubah yang pria itu kenakan tersebut. “Sepertinya, setelah ini kamu harus memotong rambutmu.”“Benarkah? Sayang sekali kalau dipotong,” ujar Peter seraya menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Lumiere. “Padahal kamu sangat menyukai rambut panjangku ini.”“Atau uba
“Ini informasi terkait Inggrid Rovein yang kamu minta.”Lumiere menerima satu bundel dokumen yang diserahkan oleh Ashen tersebut. Gadis bersurai cokelat madu itu langsung membacanya. Tenggelam dalam ribuan kosa kata yang tertulis di sana, menyampaikan informasi tentang sesosok Inggrid Rovein yang terasa misterius sekaligus terasa tidak asing tersebut.“Dia ... satu jenis dengan Charles Evanescene,” ujar Ashen yang membuat Lumiere dan Peter menatapnya terkejut. “Ada sedikit perbedaan di antara mereka. Charles melakukan pemerasan untuk melihat kesengsaraan orang lain. Sedangkan Inggrid ... dia murni melakukannya untuk mendapatkan seseorang.”“Hah?” Kedua alis Peter terangkat, merasa bingung dengan maksud dari perkataan Ashen tersebut. “Apa maksudnya?”“Perdagangan manusia,” jawab Ashen dengan wajah yang menggelap karena menahan amarahnya. “Inggrid melakukan hal te
Darius menggigiti kuku-kuku jari tangannya. Pria paruh baya tersebut terlihat cemas lantarana putra dan calon menantunya tersebut menghilang sejak kemarin.“Sayang, sudahlah,” ujar Viona terlihat santai memandangi jari-jari tangannya yang terlihat indah tersebut. “Mereka pasti sedang pergi ke suatu tempat untuk menikmati waktu bersama. Sebentar lagi juga mereka akan pulang.”“Ini sudah hampir siang hari, Viona!” bentak Darius yang membuat Viona tersentak terkejut. “Mana mungkin mereka pergi selama ini.”“Ya terus kita harus bagaimana? Mencari mereka? Kita saja tidak tahu mereka pergi ke mana!” Viona balik membentak, karena merasa kesal setelah dibentak oleh Darius tersebut. “Kita tidak bisa berbuat banyak untuk saat ini. Lebih baik kamu duduk tenang dan menunggu kedatangan mereka. Mereka pasti pulang.”Perdebatan mereka kemudian terhenti saat mendengar suara ketukan p
Kediaman Keluarga Wysteria, sekaligus markas MI6, digegerkan oleh kedatangan Arnold Rudeus yang membuat keributan di pagi hari. Bahkan pria bertempramen buruk itu sampai merangsek maju dan menerobos masuk. Sampai-sampai membuat Reynox harus turun tangan karena sama-sama bertubuh besar.Tujuan Arnold melakukan hal tersebut adalah, untuk merebut kembali Alyn yang diculik oleh Lucius kemarin pagi. Namun pada kenyataannya, Lucius hanya menyelamatkan Alyn dan kekejaman Arnold. Yang tidak segan-segan melakukan tindak kekerasan terhadap wanita.“Tenangkan dirimu, Bung!” bentak Reynox seraya menahan tubuh besar Arnold yang hendak menerobos masuk semakin dalam. Bahkan, Reynox harus mengeluarkan seluruh kekuatan tubuhnya agar bisa menghentikan pergerakan Arnold.“Minggir! Aku harus membawa pulang Alyn!” rutuk Arnold berusaha terus melangkah maju.“Jangan membuat kekacauan di kantorku, Tuan Muda Rudeus!”Ba
Alyn mengernyit ketakutan ketika apa yang terjadi pada hari itu, hari di mana ia disiksa oleh Arnold, kembali terlihat di matanya. Bukan hanya melihat adegan tersebut, Alyn juga mampu merasakan perasaan takut yang ia rasakan pada saat itu.Dan ketika adegan itu beralih, di mana Arnold menindih tubuhnya tersebut, Alyn tersentak dan terbangun dari tidurnya. Bahkan terduduk dalam satu kali gerakan hingga membuat kepalanya berdenyut nyeri. Dan pada saat itu pula Alyn mulai menyadari, ini bukanlah kamarnya.Alyn menolehkan kepalanya saat merasakan pergerakan pada kasur di sisi kanan. Membulatkan matanya saat melihat Lucius yang sedang menggeliat tidak nyaman, terlihat sekali bahwa tidur pria berwajah tampan tersebut terusik karena dirinya.“Sudah bangun?” tanya Lucius seraya membuka matanya, dan mendapati wajah ketakutan Alyn. “Kamu bermimpi buruk?”GREP!Lucius tersenyum lembut saat Aly
“Dari mana saja kamu? Seharian tidak pulang ke rumah dan tanpa kabar pergi ke mananya.”Tubuh Alyn membeku saat terdengar pertanyaan bernada rendah dan penuh amarah, ketika ia baru saja memasuki kediaman Baron Rudeus tersebut. Alyn mendadak kikuk, tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut.“Aku diajak pergi oleh Suster Diana untuk mengunjungi pusat kota. Karena terlalu malam ketika sampai di panti, aku menginap di sana,” jawab Alyn setelah terdiam selama beberapa saat hanya untuk mengumpulkan keberaniannya tersebut. “Maafkan aku jika telah membuatmu khawatir, Arnold.”“Kau kira aku mudah dibohongi hah!” pekik Arnold merasa geram dengan kebohongan Alyn yang mudah terendus olehnya tersebut. “Kau pikir aku bodoh? Aku mendatangi panti asuhan tempat di mana kamu berasal itu semalam! Mereka mengatakan jika kamu tidak mengunjungi mereka. Dan justru per
Tubuh Alyn kembali membeku, dengan senyuman manisnya yang melebar ketika ia kembali mendapati Lucius tengah menunggunya di depan gerbang panti asuhan. Gadis bersurai hitam legam tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, karena kembali bertemu dengan Lucius. Bahkan, Alyn terlihat menari-nari kecil sembari mendekati Lucius. Membuat pria yang berada di hadapannya kini itu, tidak bisa menyembunyikan senyumannya.“Sesenang itukah kamu bertemu denganku?” tanya Lucius begitu Alyn berdiri di hadapannya.Alyn mengangguk antusias, “Kita bertemu lagi, Lucius.”“Senang bertemu denganmu, Alyn.”Keduanya kemudian berjalan-jalan memutari taman, sembari menikmati jajanan pinggir jalanan untuk mengganjal perut mereka. Saling bertukar cerita, walaupun percakapan itu didominasi oleh Alyn. Namun, mereka terlihat begitu serasi dan dekat, terlihat seakan-akan mereka adalah sepasang suami istri yang masih merasakan p