Sehari Sebelumnya.
“Apa kau sudah memikirkan langkah yang akan kau lakukan?” tanya Nicko di tengah-tengah meja makan.
Seketika semua orang berhenti mengunyah, dan mereka melihat ke arahnya secara serentak.
“Hey, kau bertanya pada siapa?” tanya Gavin dengan wajah kebingungan.
Nicko menyeka mulutnya menggunakan serbet, sebelum akhirnya dia menatap ke arah Jaxon yang melanjutkan suapan. Sama sekali tidak peduli dengan interupsi barusan. Bahkan, pria itu makan dua kali lebih banyak dari biasa. Membuat beberapa teman-temannya was-was, karena itu artinya Jaxon sedang mengumpulkan tenaga untuk memukul mereka satu per satu.
Kejadian kemarin saja sudah cukup membuat Danny, Connor, dan Gavin nyaris dilarikan ke rumah sakit. Itu sebabnya masing-masing wajah rupawan anggota Red Cage itu dipenuhi perban.
Hampir saja Danny memakai kruk andai saja Jaxon tidak dihentikan oleh Nicko. Begitu pula Connor yang kesulitan
Saat Ini.Jantung Mia berdetak keras begitu bunga mawar yang berada tepat di hadapannya bergeser dan memunculkan sosok laki-laki yang menjungkir balikkan hidupnya beberapa hari ini.Penampilan pria itu sama seperti sebelum-sebelumnya. Jas hitam melekat di tubuh dengan dasi sama hitamnya, rambut seperti tinta dan manik mata segelap malam. Namun, yang berbeda hanyalah kantung mata yang terlihat menggelayut, tetapi tidak sedikit pun mengurangi wajah rupawannya yang mengesankan.Dan dengan tatapan lembut penuh perasaan yang hendak tumpah, Jaxon memandang Mia lekat-lekat.“Dolcezza,” bisik pria itu sembari mendekat bersama buket mawar dalam genggaman.Dia tampak gugup.Pemandangan yang sangat asing dari sosok kuat dan tegasnya selama ini, membuat Mia mengedipkan mata beberapa kali untuk memastikan bahwa pria yang berdiri di hadapan benar adalah suaminya, Jaxon Bradwood.“Apa yang …” Ucapan Mi
Lama Mia memandangi buket mawar yang berada dalam pelukan. Dia bahkan tidak henti-hentinya membaui setiap kelopak mawar yang mekar. Bahkan, tangannya sesekali mengusap lembut setiap tangkai demi tangkai mawar yang sangat indah dengan warna merah menyala di bawah terpaan sinar mentari.Rey yang sejak tadi memerhatikan setiap kegiatan Mia dari luar restaurant akhirnya tidak tahan untuk berdiam saja. Dia pun mengabadikan momen-momen tersebut melalui kamera ponsel, lalu mengirimkannya ke grup.AllOfYouAreLiar: Misi berhasil, Brothers.Seketika, dia mendapat jawaban secara bertubi-tubi dari penghuni grup yang selalu tidak sabar mendapat berita terbaru.HusbandMaterial: *Emoticon Smirk* That’s My Wife.Melihat nama Jaxon yang telah berganti dari NotHusbandMaterial menjadi HusbandMaterial, Rey pun terkekeh pelan. Dia tidak mengira temannya itu akan dengan cepat mengganti nama aliasnya.Setelah puas mengganggu para penghuni grup, Rey pun memas
Pagi itu, Mia hanya memandangi buket bunga yang terletak di dalam kamarnya berlama-lama. Dia tampak enggan beranjak dan hanya duduk diam memperhatikan rangkaian mawar di meja.Kegiatan itu dia lakukan selama beberapa waktu, sampai pada akhirnya terdengar ketukan dari luar pintu yang Mia yakini pelakunya adalah Rey.Selama beberapa hari tinggal bersama pria itu, Mia dapat melihat kesedihan yang menyelimutinya, namun pria itu tutupi dengan rapi.Hal itu membuat mata Mia sedikit terbuka, bahwa pria paling ditakuti sekali pun tampaknya memiliki sesuatu yang disimpan sendiri. Mereka memiliki beban masing-masing, yang membuat Mia bertanya-tanya, mungkinkah Jaxon juga merasakan apa yang dirasakannya saat ini?Melihat kantung matanya yang bagai panda saat pertemuan kemarin, rasa bersalah perlahan memakan kesadaran Mia, membuatnya membenamkan kepala di antara paha sembari membayangkan masa depan mereka. Terutama, ada satu nyawa yang akan hadir dalam pernikahan ini
Jaxon tidak henti-hentinya tersenyum begitu melihat sonogram bayi mereka yang berupa gambar hitam putih. Dia bahkan berkali-kali menyentuh perut Mia dengan perasaan penuh kembagaan. Bahkan, beberapa kali Mia menepis tangan Jaxon yang seakan ingin menempel pada tubuhnya itu.“Berhenti menyentuhku terus, Jaxon!” geram Mia, karena tangan pria itu selalu saja kembali pada perutnya, seolah-olah tidak ada hal menarik lainnya yang bisa Jaxon lakukan selain menyentuh, mengelus dan berprilaku seperti seorang pria yang memenangkan suatu pertempuran.Tanpa mendengarkan protes Mia, Jaxon mendaratkan satu kecupan di bibir wanita itu sebanyak tiga kali.Mendapati hal tersebut, kemarahan Mia surut seketika, namun dia tetap melempar delikan yang sama sekali tidak Jaxon pedulikan.“Twins,” gumam Jaxon, seakan tidak percaya dengan ucapannya sendiri. “Kau dengar tadi, Dolcezza, kita akan mendapatkan bayi kembar!”Tentu saja Mia den
Rey melihat keluar jendela, pada pasangan sejoli yang tampak enggan berpisah namun masih malu-malu untuk tetap bersama, membuatnya menggelengkan kepala sembari berdo’a kedua insan itu mengakhiri drama.Ketika Jaxon hendak mencium Mia, segera Rey menutup tirai jendela. Cukup baginya untuk mengintip sesuatu yang dia sendiri tidak ingin saksikan.Sementara itu, Jaxon yang masih ingin menghabiskan waktu bersama Mia, tampak berat hati melepas tangan sang istri.“Aku ingin membawamu dinner besok malam,” ucap Jaxon dengan suara sedikit melunak. “Akan kujemput jam tujuh.”Mia tidak langsung menjawab, dia memilih untuk diam sejenak.Karena tiada jawaban juga, Jaxon pun terus mengutarakan apa yang dia inginkan.“Setelahnya, aku ingin membawamu ke suatu tempat. Karena ada seseorang yang ingin kupertemukan denganmu, Dolcezza.”Mendengar itu, Mia memberikan setengah perhatiannya, membuat Jaxon merasa itu a
Pagi itu, Jaxon bangun lebih cepat dari biasa. Dia bahkan berjalan dengan langkah yang sangat ringan saat menuruni tangga menuju dapur. Dan seperti kebiasaan anggota Red Cage lainnya, setiap pagi hanya ada Jaxon, Nicko, dan Gideon, namun langkahnya terhenti saat dia melihat Rey ada di sana.Melihat ketiga temannya yang lain sudah duduk di tempat masing-masing, Jaxon pun memilih untuk bergabung. Namun, pandangannya terfokus pada Rey yang duduk di sebelah.“Kau seharusnya menjaga Mia saat ini,” ucap Jaxon, terdengar tidak senang dengan kehadiran temannya di saat Mia sendirian di rumah singgah.Tanpa sekali pun mengangkat kepala dari piring di depan wajah, Rey mengatakan; “Ada banyak orang yang menjaga tempat itu, bahkan granat saja enggan untuk singgah.”Bukannya tertawa karena candaan tersebut, wajah Jaxon semakin masam.“Aku tidak mempercayai orang lain selain dirimu, jadi jangan terlalu lama di sini,” balas Jaxo
Mendapat serangan tiba-tiba disaat menurunkan kewaspadaan, Jaxon pun refleks memasang kuda-kuda dengan posisi siap bertahan, namun kedua tangannya menggantung di udara ketika dia menyadari bahwa Nicko hendak menyerang kembali.“Whoa… Bro,” kata Jaxon sembari menarik wanita bergaun merah itu menjauh.Namun, bukannya kemarahan Nicko reda, dia malah semakin melayangkan pukulan cepat hingga nyaris mengenai pipi Jaxon.“Ada apa denganmu?”Mendapat pertanyaan itu, mata Nicko berkilat merah.“Ada apa denganku? Seharusnya aku yang bertanya padamu, Idiot!”Satu pukulan kembali Nicko layangkan dan kali ini mengenai sisi perut Jaxon sebelah kiri, mengakibatkan tubuhnya terdorong sedikit ke belakang saat menahan serangan yang hendak menargetkan dada.Rey, Gideon dan yang lain memperbaiki kursi yang tergetak di lantai akibat insiden amukan Jaxon barusan. Satu per satu mereka pun duduk merapat sembari meny
Suara bell pintu menyadarkan Mia yang saat itu tengah membereskan baju-bajunya ke dalam lemari. Dalam beberapa jam setelah kepergian Rey pagi itu, dia memikirkan keputusannya yang hendak berpisah dengan Jaxon.“Hhhh …,” hela wanita itu sembari menutup pintu lemarinya kembali.Setelah diingat-ingat lagi, tidak akan ada pria yang akan melindunginya seperti Jaxon yang melindungi Mia. Dan sekeras apa pun dia berpikir, anak dalam perutnya pastilah membutuhkan kehadiran sosok ayah.Lagi pula, pria itu bukannya selingkuh atau melakukan sesuatu yang melukai dirinya, hanya sikap overprotectivenya saja yang berlebihan. Dan dia juga bukan pria biasa, melainkan kepala sebuah organiasi yang berbahaya.“Kau benar-benar membuatku bingung,” bisik Mia sembari menjauhi lemari, menuju pintu yang setengah terbuka.Dia baru saja turun ke lantai bawah, saat salah satu penjaga yang Rey tugaskan bersamanya hendak membuka pintu depan. D
Halo, Blezzia mengucapkan terima kasih kepada pembaca setia The King Of Denver :) Dan ya, seperti yang kalian baca, kisah ini baru saja berakhir SEASON PERTAMA-nya dan itu artinya akan ada SEASON KE-DUA yang akan Blezzia lanjutkan. Sesuai permintaan beberapa pembaca, yang tidak ingin novel ini berakhir dengan cepat, maka Blezzia mempertimbangkan akan membuat Season KE-DUA kisah Jaxon dan Mia (Bukan Nicko dan Disya) setelah menyelesaikan kisah Danny dan Hilda di Novel Wanita Rahasia CEO, oleh karena itu, Blezzia minta maaf untuk Delay yang terjadi. Karena ini novel kesayangan Blezzia, jadi kisah mereka akan sangat panjang. (Kalau perlu sampai anak cucu) Do'ain saja semoga diberikan izin oleh pihak GN ya ~ Biar nanti Blezzia lebih fokus ke Denver dan bisa update tiap hari nantinya <3Jika tidak ada halangan, maka diperkirakan Juni/Juli 2022 seluruh novel on-going yang sedang Blezzia tulis akan tamat. Lalu, bagaimana dengan kisah Nicko dan Disya? M
Mia terlihat sibuk berbincang dan tertawa bersama Disya di gazebo, saat tiba-tiba keduanya mendengar suara langkah kaki dari arah kanan taman. Serentak, wanita-wanita itupun menoleh bersamaan ke arah sumber suara, yang tak lain adalah Allana. Dengan senyum terkembang di wajah, Mia menyambut kedatangan pelayan terdekatnya itu, lalu meminta wanita tersebut untuk ikut bergabung di meja. Akan tetapi, Allana menolak sembari menoleh sedikit ke arah jalan yang tadi dilaluinya. Hal itu pun membuat Mia dan Disya mengikuti arah pandang pelayan wanita itu. Namun, mereka tidak menemukan apa-apa di sana, membuat Mia bertanya-tanya. “Ada apa?” Allana kembali menoleh pada dua wanita di hadapan, dan dia hanya menjawab dengan gerakan ragu-ragu. “Ada... seseorang yang ingin menemui... anda dan Miss Flontin,” ucapnya, sembari melirik ke arah Disya yang tetap duduk tenang dengan secangkir teh dalam genggaman. Mendengar penjelasan tersebut, sek
Jaxon memasuki ruang tengah kediaman keluarganya, dan tepat di hadapannya telah duduk Jeff Bradwood dengan ditemani ibu tirinya, Ruby. Melihat kehadiran anggota Red Cage dalam ruangan, seketika bahu Jeff tampak tegang, padahal dia sudah mendengar kedatangan mereka sebelum mencapai gerbang. Namun, melihat pria-pria yang parade saat masuk ke dalam ruangan, Jeff pun tak mampu bergerak dari tempatnya duduk di sofa.“Jeff,” sapa Jaxon, dengan kedua tangan berada di saku celana.Bukannya menyahut, Jeff Bradwood hanya berdeham sembari menatap ke segala arah. Sengaja menghindari tatapan bosan puteranya.Pandangan Jaxon pun beralih pada Ruby yang tersenyum dengan sensual. Tetapi dia abaikan. Kini, perhatiannya kembali pada sang ayah yang mencoba memasang wajah poker face.“Aku melihat keadaanmu baik-baik saja,” ucap Jaxon, berbasa-basi sembari duduk di sofa.Dia menatap kedua orang di hadapan dengan pandangan yang sulit dibaca.
Jaxon yang saat itu sedang menyesap batangan rokok di balkon sendirian, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Nicko dari arah belakang. Kedua pria itu tampak diam ketika berdiri sejajar pada railing. Namun, gestur Jaxon yang hendak berbagi batangan rokok di tangan menunjukkan bahwa apapun di antara mereka sebelumya telah terlupakan.Kini, kedua pria itu terlihat mengepulkan asap bersamaan. Sedangkan pandangan keduanya saling menerawang ke arah langit yang menyuguhkan pemandangan indah dengan taburan milk way di atas mereka.Di pulau ini, keduanya dapat melihat pemandangan langit malam yang jarang didapatkan jika di perkotaan. Bahkan, langit di sana jauh lebih cerah dari apa yang biasanya mereka lihat sebelumnya. Tidak hanya itu, rembulan yang cahayanya kemerahan, tampak tergantung indah di antara pemandangan malam lainnya, seolah tidak mau kalah untuk memanjakan mata para pen
“Apa kau sudah memberitahunya?” kejar Jaxon saat Nicko baru saja keluar dari ruang perawatan.Kepala pria itu menggeleng lemah. Dan, dengan berat dia mengatakan; “Belum. Aku tidak bisa melakukannya.”Melihat ekspresi Nicko yang tercekat, Jaxon pun menarik temannya itu ke dalam pelukan. Satu tangannya menepuk-nepuk punggungnya pelan, sementara dia membisikkan kata-kata penuh dukungan.“Aku bisa melakukannya jika kau mau.”Setelah keduanya memisahkan diri, Nicko yang berwajah sendu pun menatap ragu-ragu. Dia tidak ingin terbawa suasana, seperti saat di salam sana.“Terima kasih, Brother.”Kedua pria itu saling memandang paham.“Baiklah, aku akan kembali ke mansion lebih dahulu,” ucap Nicko, meninggalkan kumpulan teman-temannya yang duduk di kursi tunggu dengan masing-masing memegang chips dan roti yang tadi Gavin bawa.“Bye brother,” kata pria-pria itu serent
Nicko menutup ponselnya ketika dia mendengar laporan dari Henrieta. Beberapa kali dia menarik napas, sebelum membuangnya perlahan. Sekembalinya nanti, dia akan memberikan penjelasan pada kekasihnya yang bisa saja sedang menahan marah di seberang lautan sana.Meskipun dia tidak tahu apa yang akan menantinya, Nicko berharap Disya mau mendengarkan penjelasan.Dia hendak berbalik badan, saat tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara yang memanggil namanya pelan. Seketika bulu romanya berdiri, dan jantungnya berpacu saat suara tua itu menyebutkan namanya dengan nada sedikit bergetar.“Nicko … Anderson?”Perlahan, Nicko pun menoleh ke arah tubuh tua yang tadinya terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Kini, mata itu memandang lurus ke arahnya, membuat Nicko tanpa sadar menundukkan kepala. Sebuah gesture penghormatan yang sulit dia tinggalkan.Sejak masih balita, anak-anak yang terlahir di Famiglia telah diajarkan untuk tidak mena
Kehebohan terjadi di Kastil Aurelia. Kedatangan seorang wanita berparas sama seperti Mia membuat semua pelayan berbondong-bondong hendak ke lantai dua, di mana wanita itu saat ini berada. Bahkan, Snow kesulitan untuk menghalau mereka agar kembali bekerja.“Astaga, aku tidak mengira parasnya serupa,” bisik Allana yang pura-pura membersihkan patung singa di bawah tangga.Piper yang juga tidak diperbolehkan naik ke lantai dua mengangguk membenarkan.“Ya, tidak hanya bentuk wajah, tetapi rambut dan ekspresinya tidak jauh berbeda,” timpal Piper yang juga berpura-pura mengelap keramik di dekat Allana.Sementara itu, Emily memilih untuk diam sembari mencuri-curi lihat ke lantai dua. Dia tampak sibuk membersihkan buffet dan pegangan tangga.Melihat ketiga wanita itu, tentu saja Snow hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia sangat yakin bahwa mereka akan langsung terbirit-birit ke dapur saat ditegur, sehingga pria itu pun mengawasi saja
Jaxon yang tidak tahan duduk terlalu lama akhirnya berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di hadapan mereka semua. Dengan napas sedikit memburu dan amarah tertahan, pria itu seakan ingin meledak dan mengatakan sesuatu. Namun, Salvador yang menyadari hal itu pun hanya bisa menatap rekannya dengan ekspresi yang sulit dibaca.Seketika saja Salvador mengalihkan perhatian terhadap Fabiana yang saat ini mengkerut di kursi dengan pandangan terluka.“Bibi,” panggilnya pelan, yang membuat Fabiana mengangkat kepala. “Aku bisa pastikan untuk membawa Romero, tetapi aku tidak janji bila dia bebas dari luka.”Tatapan yang Fabiana berikan, membuat Salvador sedikit merasa bersalah. Selama menikah dengan Gioluca, wanita itu selalu berusaha terlihat lebih dominan dan sedikit arogan. Namun, Fabiana yang ada di depannya saat ini sangatlah jauh dari dua kata tersebut.Wanita yang dianggap paling kuat dan berkuasa, ternyata hanyalah seorang ibu yang terluk
Jaxon dan Salvador yang menunggu kedatangan Nicko tampak termangu di atas sofa. Keduanya lebih banyak diam sembari menanti kedatangan rombongan Famiglia yang akan membawa Gioluca ke kediaman Vitielo. Sementara itu, Rey serta yang lainnya duduk di seberang dengan posisi serupa. Mereka tampak menanti penuh antisipasi.Tidak ada satu pun suara, kecuali detak jam dinding serta kicauan burung di pepohonan dekat taman. Atmosfer di sekitar benar-benar sangat tegang dan intens.Di tengah-tengah keheningan, tiba-tiba saja terdengar ketukan pelan dari depan pintu, yang membuat semua kepala menatap ke sumber suara.“Biar aku yang lihat,” ucap Gavin, yang mulai berdiri dari tempat duduk.Dia mengintip dari celah kunci, dan mendapati Fabiana lah yang ada di depan sana. Melihat itu, Gavin menoleh ke balik tubuh, dan menangkap tatapan Rey yang bertanya.“Fabiana yang mengetuk,” ucapnya, menarik perhatian beberapa kepala. “Apa yang ha