—4—
James mendatangi club tempatnya semalam bertemu dengan Lea, dia berniat memastikan kembali apa yang telah terjadi semalam.Suara berisik musik terdengar memekakan telinga, begitu mengganggu. James melihat ke sekeliling mencari sosok Lea, namun tak menemukannya.Hingga manager yang semalam seperti mengenalinya, menghampiri James."Apa kau mencari seseorang, Sir?""Ah ya... Aku mencari Lea," jawab James."Kau yang semalam diantarkan oleh Lea?" tanya balik manager bertubuh gempal tersebut."Iya, apa dia ada?""Tentu... Ikuti aku," ujar si manager berjalan lebih dulu menuju ke sebuah ruangan yang lebih tenang untuk bicara.“Permisi, Sir. Tamu ini ingin menemui Lea,” ujar manager tersebut kepada seseorang yang berada di balik kursi. Pria yang duduk itu ternyata adalah pemilik club tempat Lea bekerja.Pria yang berasal dari Inggris bernama lengkap Jonathan Walz. Sahabat yang sudah dianggap Lea seperti kakaknya sendiri.Jonathan yang akrab dipanggil Joe oleh Leanor itu berdiri dari duduknya dan menyuruh managernya untuk pergi dan menutup pintu ruangannya."Bug!" satu bogem mendarat di wajah tampan James. Setelah Jonathan berada di hadapannya.."What the he—""Apa yang kau lakukan padanya hingga dia sakit dan tak masuk hari ini?" tanya Joe setelah melayangkan tinjunya.James menghapus darah yang keluar dari sudut bibirnya."Bagaimana bisa dia tak masuk, sore tadi aku bertemu dengannya. Dia berniat berobat, namun diurungkannya karena aku dokternya," jelas James."Apa yang kau lakukan padanya semalam?""Justru itu yang ingin ku pastikan, semalam... Aku tak mengingatnya dengan benar dan dia tak bicara tak jelas padaku," ujar James."Apa kau melakukan itu?" tanya Joe."Aku... Sungguh tak mengingatnya... Tapi sepertinya iya. Mengingat dia yang sempat berucap tanpa sadar sore tadi," jawab James."Berengsek!! Beraninya kau menyentuh dia! Kau!" Joe meradang dia menarik kejah baju James dan berniat memukulnya lagi, namun James menahan dan menangkisnya."Sebenarnya kau ini siapanya? Kenapa kau begitu peduli padanya?" tanya James kesal. Niatnya ingin memastikan malah mendapat pukulan."Kau tak perlu tau siapa aku! Jika dia sampai hamil kau harus bertanggung jawab atau aku dan orangku akan mengejarmu!" ancam Joe."Aku ke sini untuk mencari tau semua itu! Tapi dia menghindar! Jangan mengancamku, karena aku tak pernah takut." James menepis tangan Joe dan hendak beranjak dari tempat itu."Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri semenjak dia menjadi yatim piatu dan tulang punggung keluarganya," ungkap Joe, membuat James menghentikan langkahnya."Adiknya harus berobat, dia memaksaku untuk mempekerjakannya di sini. Aku sudah melarangnya karena aku takut dia... Hah! Kau sungguh melakukan hal yang salah dude! Jika semalam kau melakukannya karena mabuk, aku bisa memaklumi, tapi ku harap kau berhenti sampai di sini," ujar Joe."Apa maksudmu?""Jangan mencarinya lagi, jangan membuat hidupnya semakin sulit, jangan menyentuhnya lagi! Intinya, aku ingin kau melupakan semua yang semalam terjadi dan jauhi dia," tukas Joe."Aku... tak bisa berjanji, aku juga tak ingin berurusan denganmu dan dia lebih jauh. Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja dan tak akan mendatangiku kelak. Karena aku hanya ingin hidup tenang dengan wanita yang ku cintai," ujar James keluar dari ruangan tersebut.Dia berniat kembali ke apartemen, namun dia mengingat bahwa Keyla sedang di rumah sakit. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.-"Kau sudah selesai Jamie?" tanya Keyla begitu James tiba di ruangannya."Ya... Maaf tadi aku mencari makanan dulu baru ke sini," ujar James berdusta."Tak apa, kau pasti lelah, istirahat lah Jamie," ujar Keyla tersenyum."Aku tak lelah, aku merindukanmu, apa kau sudah merasa lebih baik?" tanya James."Aku sudah lebih baik, mereka merawatku dengan baik," jawab Keyla.James mendekat dan duduk di pinggiran ranjang yang Keyla tempati, dia mengusap pipi Keyla dan mengelusnya, lalu dia mendekat dan mencium bibir Keyla sekilas namun tersirat rasa bersalah."Apa ada masalah Jamie? Kau terlihat lelah, apa kau sakit?" tanya Keyla khawatir, sambil mengusap rahang James."Aku... Baik-baik saja, aku hanya merindukanmu. Maksudku... Sebelum ini terjadi, kita sedang bertengkar, dan sekarang kau harus... Sudahlah, aku cukup senang kau bisa kuat sampai sejauh ini. Apa kau yakin padaku bahwa aku bisa membahagiakanmu? Aku...." James menggantung perkataannya, Keyla menunggu lanjutannya."Aku hanya ingin kau bahagia dan berhenti memikirkan Xander, jangan merasa bersalah padaku karena aku selalu mengalah. Aku ingin kau juga memiliki perasaan yang sama padaku bukan rasa kasihan padaku," ujar James, dia sendiri tak tahu dengan apa yang dia bicarakan. Pikirannya terbagi dua, dia ingin menyelesaikan masalahnya dengan Lea tanpa diketahui oleh Keyla. Karena mendapatkan Keyla adalah hal yang sejak lama dinantikan, dan dia tak ingin semuanya berantakan."Aku tau kau pasti akan merasa seperti itu... Tapi apa kau tau, semalam saat kau pergi? aku takut, sangat takut kehilanganmu. Hingga aku berpikir ingin membuatmu bahagia dengan menjadi lebih baik, aku ingin kau merasakan perasaan sayangku padamu sudah ada sejak lama tanpa aku sadari." James memeluk Keyla, kepalanya semakin sakit karena sungguh merasa bersalah atas apa yang telah dia lakukan malam itu bersama Lea."Aku akan di sisimu selalu Key, itu janjiku, sekarang kau tidurlah." James melepas pelukannya dan kembali mencium bibir Keyla dengan perlahan dan lembut."Mandilah... Kau terlihat lelah sekali," ujar Keyla."Baiklah." James beranjak dari ranjang Keyla dan menuju kamar mandi yang tersedia dalam ruangan itu juga.***Lea menarik Aleandra untuk pulang dari rumah sakit tersebut, membiarkan dirinya yang masih merasa tak sehat untuk langsung tidur tanpa bicara apapun pada Adiknya.Aleandra bingung dengan sikap kakaknya yang tiba-tiba mendiamkannya, dan sempat membentaknya saat tadi menanyakan dirinya yang sudah diperiksa keadaannya atau belum."Ka... Kau sudah tidur? Aku membawakan kau makanan dan obat, tak apa jika kau tak ingin diperiksa oleh dokter yang bernama James tadi. Tapi... Setidaknya kau harus minum obat penurun panas ini," ujar Aleandra di depan pintu kamar Lea. Namun tak ada jawaban lagi. Membuat Aleandra semakin merasa bersalah.Tak lama suara bel pintu berbunyi. Aleandrs beralih dan meletakkan senampan makanan dan obat di meja lalu beranjak ke pintu apartemen dan membukakan pintu untuk tamu yang datang."Ka Joe?""Dimana kakakmu, Al?""Dia di kamar, bantu aku membujuknya untuk makan, dia marah denganku. Aku mengajaknya ke dokter yang bernama James aku tak tau apa masalahnya dengan dokter itu," jelas Aleandra."Kau bersiaplah, kita akan mengangkut kakakmu ke dokter lain tanpa bantahan darinya," ujar Joe memasuki kamar Lea.Dia memang sudah terbiasa dengan kakak beradik yang baru ditinggalkan oleh kedua orang tuanya itu.Karena dulu mereka bertetangga dan sangat mengenal keluarga Lea dan Ale, hingga Joe sudah menganggap mereka seperti adiknya."Lea... Ayo kita ke dokter," ujar Joe berdiri di hadapan Lea.Namun kembali tak ada jawaban apapun, Lea terlihat menahan sakit dengan mata terpejam.Joe duduk di pinggiran ranjang Lea berniat memeriksakan suhu tubuh Lea dengan menempelkan punggung tangannya ke kening Lea."Ya ampun! Lea apa kau habis memakan api? Suhu tubuhmu sangat panas dan kau hanya diam?" pekik Joe tanpa menunggu jawaban Lea, dia mengangkat Lea untuk ke rumah sakit terdekat."Kau sudah siap Al?" tanya Joe mendapati Ale yang baru saja ingin menyusul ke kamar."Ya, ada apa dengan kakak?""Kita akan membawanya ke rumah sakit, ambil kunci mobilku di meja, kau bukakan pintunya nanti," ujar Joe dan berjalan lebih dulu membiarkan Ale menutup pintu apartemennya dan menyusulnya segera.***Setelah mandi, James merasa lebih segar dari sebelumnya, dia berniat membacakan sebuah novel untuk Keyla yang masih menunggunya."Baiklah, kali ini cerita apa yang ingin aku bacakan?" tanya James mendekati Keyla yang sudah siap dengan novel di tangannya."Aku tak bisa berpaling dari kisah romantis Jamie, jangan bosan dengan kisah yang akan kau bacakan ini," ujar Keyla menunjukan cover novel tersebut."Aku Akan—""Tok, tok, tok...." ucapan James terhenti dengan suara ketukan pintu kamar rawat Keyla.James berjalan menuju pintu dan membukanya. Seorang perawat terlihat panik."Ah... Syukulah dokter belum tidur, maaf mengganggumu dok, ini darurat. Ada pasien dengan demam tinggi, dokter Albert hari ini yang berjaga, sedang mengurus pasiennya," ujar perawat tersebut."Baiklah aku akan ke sana, tunggu sebentar," ujar James. Lalu dia berbalik ke Keyla."Lakukan tugasmu Jamie, aku akan tidur jika sudah mengantuk," ujar Keyla tersenyum. James mendekat dan mencium kening Keyla."Maaf Key, kau tidurlah dulu." Keyla mengangguk mengerti, lalu James beranjak dari ruang rawat Keyla menuju tempat pasien tersebut menunggunya untuk ditangani.***Tak ada pilihan lain. Rumah sakit terdekat dari apartemen Lea adalah tempat di mana James praktek, seolah ini adalah takdir bahwa mereka akan kembali bertemu."Jika dia sadar, dia akan marah. Dia tidak menyukai rumah sakit ini,” ujar Aleandra memberitahukan pada Joe. Pasalnya tadi sore dia dan Lea sudah pergi ke sini."Kakakmu yang keras kepala akan diam jika aku yang membawanya. Selain rumah sakit ini, jarak rumah sakit lain akan memakan waktu satu jam untuk tiba di sana," jelas Joe."Tapi—""Sudah! Kau tenang saja, aku yang akan bertanggung jawab jika dia memarahimu," ujar Joe.Tak lama James datang dengan seragam putih khas seorang dokter yang akan praktek. "Di mana pasiennya?" James menuju ruang UGD tanpa menoleh ke arah Joe dan Aleandra yang menunggu di luar. Dia tak bisa santai jika ada seorang pasien yang membutuhkan uluran tangannya."Kemari dok, kami sudah menginfusnya karena adiknya bilang dia belum makan dari siang dan suhu tubuhnya sangat tinggi. Pasien ini sudah tak sadarkan diri," jawab perawat tersebut. Mereka memasuki UGD dan perawat itu membuka tirai penutup pasien. James kembali dikejutkan dengan wajah pucat pasi Lea. Dia mendekat dan mengecek suhu tubuhnya.James meminta perawat tersebut untuk menyiapkan obat suntik penurun panas, sementara dia berusaha membangunkan Lea. Tidak lama kemudian suster memberikan obat yang siap untuk dia suntikan. Setelah beberapa saat akhirnya Lea terbangun walau keadaannya masih sangat lemah."Akhirnya kau sadar. Apa yang kau rasakan Lea?" tanya James kembali memeriksa keadaan Lea."Kepalaku sangat sakit dan aku merasa kedinginan. Kenapa aku berada di sini?""Sejak kapan kau merasa seperti itu?""Semalam. Kenapa aku di sini? Di mana adikku?""Kau bisa kehilangan nyawamu jika adikmu tak membawamu ke sini. Jangan memikirkan hal lain, kau harus istirahat. Aku akan memanggilkannya," ujar James."Tunggu!" panggil Lea menahan lengan James.James berhenti dan menatap tangannya yang ditahan oleh Lea."Tolong... jangan katakan apapun padanya tentang kejadian malam itu," pinta Lea dengan suara lemah. James menggenggam tangan Lea dan meletakannya di atas perut Lea, masih sambil menggenggamnya."Kau tenang saja, pikirkan kesembuhanmu lebih dulu. Jangan memikirkan masalah biaya, aku yang akan menanggungnya. Aku akan katakan pada adikmu bahwa aku akan menepati janjiku pagi tadi," ujar James. Entah dorongan apa yang membuatnya harus mencium kening Lea, membuat Lea merasakan perasaan yang aneh."Istirahatlah." James beranjak keluar dari ruang UGD."Dok, bagaimana keadaan kakakku?" tanya Aleandra.James melirik Joe yang berdiri di belakang Aleandra. "Kakakmu sudah sadar. Aku akan menyuruh perawat memindahkannya ke kamar inap. Untung kau membawanya ke sini sebelum terlambat. Aku sudah meminta perawat mengambil sampel darahnya untuk memeriksa keadaannya. Setelah hasil laboratorium keluar kita akan tau," jelas James."Syukurlah," ujar Aleandra."Untuk masalah biayanya kau tak perlu mencemaskannya. Aku yang akan menanggungnya. Aku akan menepati janjiku tadi pagi karena membuatmu mengantri makanan lagi," ujar lagi James membuat Aleandra semakin bersyukur."Apa aku boleh menemui dia sekarang?" tanya lagi Aleandra sebelum James beranjak."Ya, silahkan," jawab James. Kemudian Aleandra masuk ke dalam UGD.Dia menatap Joe yang juga menatapnya tajam. Dia berniat mengabaikan Joe yang seolah menyalahkannya."Aku rasa kita perlu bicara dokter James Savier!" seru Joe menghentikan langkah James. James berbalik mendekat padanya."Tak ada yang perlu kita bicarakan Sir, kau bahkan bukan keluarganya. Aku yang akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu padanya. Jadi hentikan tatapanmu yang mengintimidasiku seolah semua ini terjadi karenaku," bisik James yang kemudian dia langsung pergi dari hadapan Joe.Kau dokter bodoh yang tak tahu apa yang telah kau lakukan. Aku tak akan diam melihatmu mempermainkan orang yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri. batin Joe menatap sinis punggung James yang tampak menunjukkan kesombongan.**—5—Tiga hari kemudian keadaan Lea maupun Keyla sudah berangsur pulih. James rajin bolak-balik ke ruang rawat inap Keyla dan Lea secara bergantian. Tak ayal menimbulkan gosip yang menuduh Lea sebagai selingkuhan James."Berhenti menghampiriku seperti ini. Aku lelah menjawab semua pertanyaan setiap suster yang datang.""Abaikan saja, mereka memang seperti itu. Sewaktu Keyla baru kuperkenalkan, mereka juga membicarakannya. Maka dari itu aku tak mengizinkan dia untuk menjadi perawat di sini." James berkata seolah mereka memiliki hubungan."Itu jelas berbeda! Aku sungguh tak bisa mendengar orang membicarakan hal yang tidak benar di hadapanku.""Kalau begitu bagaimana jika kita buat semuanya benar?" tanya James yang tiba-tiba mendekatkan wajahnya pada wajah Lea.Lea terdiam. Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di bibir Lea, membuat jantungnya berdetak tak menentu. Dia buru-buru menutup mulutnya dengan satu tangannya."Apa yang kau lakuk
Leanor tertidur dengan lelap setelah dia lelah menangis dipelukan James.James bingung. Saat dia menciumnya, Lea malah menangis dan terduduk lalu semakin menangis dengan kencang.James hanya memeluknya dan membiarkan Lea menangis hingga terlelap. Dia membiarkan semua beban dipundak Lea hilang walau sesaat.James membawa Lea menuju kamar, lalu membaringkannya di atas ranjang. Dia berbaring di sampingnya, meratapi wajah lelah Lea. Dia mengusap pipi Lea dengan lembut kemudian mendekatkan wajahnya untuk mencium kening Lea. Semua dia lakukan tanpa sadar. Dia hanya melakukan apa yang hatinya inginkan hingga akhirnya dia ikut terlelap. Kebetulan dia sendiri kurang tidur selama Keyla dirawat.Sore hari saat Lea terbangun. James ikut terbangun akibat gerakan Lea dalam pelukannya."Ada apa?" tanya James masih tak melepaskan pelukannya."Aku ingin mandi.”"Memangnya kau ingin ke mana?""Aku harus bekerja!""Tidurlah. Aku akan pesankan makanan," ucap James.
—7—Lea sedang berbicara dengan Joe mengenai Aleandra yang sekarang dirawat di rumah sakit tepatnya beberapa hari yang lalu. Lea menceritakan semua yang terjadi padanya dan James. Joe sangat marah dan berniat meminta tolongpara godfatheruntuk membantunya menghancurkan James. Namun Lea melarangnya karena James berniat membantu Aleandra untuk sembuh."Jadi kau akan menerima tawarannya yang memintamu untuk...""Aku hanya ingin memintamu membantuku untuk menghindar dari dia Joe, namun tetap memantau pengobatan Ale," potong Lea."Itu tak mungkin bisa, Lea. Dia tak bodoh. Dia pasti akan memperlambat pengobatan Ale jika kau menghilang.”"Jadi aku harus bagaimana menurutmu?""Aku akan meminta bantuan untuk meminjamkan uang pada salah satu pelangganmu,” pikir Joe."Aku yakin orang yang kau mintai tolong pasti akan meminta Lea untuk melayaninya di ranjang!"Lea dan Joe seketika terkejut mendengar suara James berada di pin
Satu minggu kemudian.Malam sebelum Lea pergi menyusul Aleandra untuk operasi, James menghampirinya. Memberikan penjelasan tentang kemungkinan yang akan terjadi pada adiknya setelah operasi terjadi. Lea yang awalnya merasa optimis menjadi sedikit pesimis dengan kemungkinan sembuh total hanya lima puluh pesen."Apa kau siap untuk menerima hasil akhirnya nanti? Walau 80% aku yakin dia akan sembuh meski masih harus melakukan pengobatan terapi." Jelas James menutup laptopnya.Lea terdiam. Dia menatap laptop yang tertutup dengan pandangan kosong. James mendekat lalu mengusap bahu Lea, memberi kekuatan untuknya tetap optimis."Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Aku sangat yakin Aleandra akan sembuh total. Dia tak akan menggunakan kursi roda ataupun tongkat. Dia akan tetap berjalan dengan kedua kakinya.”Lea menyandarkan kepalanya pada dada bidang James, merasakan takut kehilangan yang begitu kuat."Hanya dia yang aku miliki saat ini James. Dia lebih berharga
Selama tiga minggu, James disibukkan dengan persiapan pernikahannya dengan Keyla. Begitu juga dengan Lea yang sibuk mengurus pengobatan Aleandra.James memohon maaf pada Keyla setelah malam itu. Dia berjanji tak akan pergi lagi di tengah malam dan tak akan membuat Keyla bersedih lagi.Sementara Lea kembali ke Apartemen dengan Aleandra yang telah selesai operasi, namun masih harus dirawat inap di rumah sakit tempat James praktek."Kau istirahatlah Lea, wajahmu pucat. Kau pasti kelelahan karena mengurus Ale di sana.” Joe mengantarkan Lea ke apartemennya namun, hanya sampai tempat parkir."Ya, terima kasih Joe sudah membantuku.”"Kau dan Ale sudah aku anggap seperti adikku, jadi jangan berkata seperti itu.”"Baiklah. Kau langsung kekelab?" tanya Lea."Iya. Kau istirahat saja. Jika tak membaik, hubungi aku. Kita ke rumah sakit.""Dia tak perlu ke rumah sakit! Aku yang akan merawatnya!” sela James yang tiba-tiba berada di samping Lea. Dia mengambil
James segera ke ruangan Lea saat tahu dari seorang perawat bahwa Lea dirawat sejak semalam. Dia memasuki ruang rawat Lea yang sepi. Hanya ada wanita itu di sana, sedang berdiri menatap keluar jendela.James mendekat dan memeluk Lea dari belakang, menghirup aroma lavender yang masih terasa sejak semalam."Apa yang terjadi padamu? Kemarin aku melihat Joe datang ke apartemen. Apa kau sakit?" tanya James.Lea buru-buru melepaskan pelukan James dan kembali ke ranjangnya."Aku hanya kelelahan. Untuk apa kau ke sini?" tanya Lea."Aku ingin melihat keadaanmu.""Jangan pedulikan aku lagi, James. Berhenti mengkhianati Keyla. Dia tak pantas kau perlakukan seperti ini. Aku tak ingin menjadi wanita yang menyakiti hati sesama wanita."James menatap Lea, wanita yang terlalu baik untuk dia permainkan. Membuatnya semakin menyesali semua yang terjadi antara dirinya dan wanita yang memiliki iris berwarna hazel itu."Baiklah, aku akan kembali ke r
Sesuatu yang dipaksakan tak akan berakhir indah. Maka dari itu Lea memilih mengalah dan membiarkan James menikahi Keyla. Dia menguatkan hati dan memberanikan diri menghadiri acara penikahan tersebut. Dengan niat lain yang akan membuat seorang James menyesali keputusannya. Dan dia sudah bertekad untuk tidak menangis ataupun menyesal kemudian hari dengan keputusannya saat ini. Karena sedari awal semua ini sudah salah. Dia tak bisa menolak lebih tegas. Dia yang memilih menuruti hatinya dengan mencintai seseorang yang telah memiliki cinta lain. Dan semua ini adalah konsekuensinya. Dia harus rela tersakiti dan kehilangan cinta itu sebelum dapat dia raih. Walau buah cinta telah tertanam dalam rahimnya, namun cinta seorang James tak bisa berubah secepat membalikan telapak tangan. Maka dia memilih mengalah, menyerah pada kenyataan pahit dan membiarkan takdir yang membawanya entah ke mana."Lea, kau yakin ingin menyaksikan pernikahannya?" tanya Joe untuk sekian kalinya.Mereka
James terduduk lemas di lantai setelah melihat surat dari Lea. Dia tanpa sadar meneteskan air matanya. Keyla yang memang sengaja belum tertidur, mengintip dari balik bulu matanya, melihat Jamesnya yang terlihat frustrasi.Seandainya kau jujur, aku akan menenangkanmu, Jamie. Aku juga tak akan menahanmu jika kau ingin pergi kepadanya. Aku hanya ingin kau jujur. Apakah sulit untuk mengatakan yang sebenarnya padaku? Selama ini aku selalu berkata jujur tentang hatiku yang dulu masih mencintai Alexander, walau aku tahu kejujuranku menyakitimu. Begitu juga sekarang. Aku tahu kau tak ingin membuatku terluka. Tapi percayalah, aku akan lebih terluka jika aku mengetahuinya dari orang lain.batin Keyla. Dia mencoba memejamkan matanya untuk tidur walau sulit.James bangkit dari duduknya, mencoba untuk tetap tenang dan telihat biasa saja walau hati dan pikirannya sungguh tak tenang memikirkan ke mana perginya Lea. Dia berjalan menuju kamar mandi, mengguyur tubuhnya den
Bunyi bel pintu rumah kediaman Mrs.Walz terdengar, menandakan ada orang yang datang larut malam. Para pelayan sudah tertidur. James yang hendak mengambil air minum langsung berbelok arah untuk membukakan pintu. Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya, menampilkan Joe dan Natasha yang berdiri dengan Natasha yang terlihat lelah dan bergelayut pada lengan Joe."Selamat datang di rumah ibumu, Joe!" tukas James sinis. Joe hanya diam menanggapi penyambutan dengan nada yang tak enak dia dengar."Masuklah dulu Nath," pinta Joe pada Natasha yang menurut lalu melewati James yang terlihat meminta penjelasan yang masuk akal untuk semua yang telah terjadi.Sementara Natasha masuk, James keluar lalu menutup pintu rumah.Satu pukulan langsung James layangkan pada wajah Joe."Itu untuk kekacauan yang kau buat pagi ini!"James hendak melayangkan pukulan lagi, namun Joe menahannya dan membalasnya.Satu pukulan mengenai pipi kiri James."Itu un
Mempelai wanita masih menundukkan kepalanya, membuat beberapa tamu penasaran sampai mereka harus sedikit membungkukkan dirinya berusaha untuk mengintip seberapa cantik mempelai tersebut. Terutama orang Rusia yang menjadi musuh dari Joe. Dia penasaran karena sebelum acara di mulai Natasha meminta izin ke toilet dan sampai sekarang dia belum juga kembali. Orang itu sempat berpikir bahwa mempelai tersebut adalah Natasha.Akibat terlalu sibuk memperhatikan sang mempelai wanita, para tamu tak menyadari bahwa mempelai pria telah berganti. Saat ini James yang berada di atas altar dengan wajah serius, membuat semua yang melihat menjadi terkejut terutama para mafia bisnis. Tak berapa lama mereka mendapat kabar dari beberapa anak buahnya bahwa Joe telah membawa Natasha pergi menggunakan helikopter yang dikira akan digunakan untuk kepergian kedua pengantin saat acara selesai.Mereka berhambur keluar dari dalam gereja, termasuk James yang sudah siap membawa pergi Lea. Zach dan Ale
Pagi hari Zach sudah mengedor-gedor pintu kamar James dengan tidak sabar. Masalahnya waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi dan kemarin Aleandra memintanya untuk memberikan amplop itu sekarang."Hei! Bangunlah dokter brengsek!" teriak Zach kencang. Sedetik kemudian pintu terbuka, menampilkan diri James yang terlihat kacau."Ada apa bocah sialan?! Kau sungguh mencari mati, hah?!" bentak James kesal. Pasalnya sejak semalam dia menjelajahi dunia internet mencari tahu semua yang berhubungan dengan Joe dan Lea. Tetapi seperti ada yang menutupi semua jejak Joe, karena seberapa dalam James mencarinya yang dia hasilkan tetap nihil."Kau akan berterima kasih padaku jika kau tahu apa isi amplop yang diberikan bajingan licik itu!" ucap Zach sambil melemparkan amplop tersebut pada James dan dia masuk ke dalam kamar tanpa permisi.James meraih amplop tersebut kemudian masuk dan menutup pintu kamarnya. Dia duduk di sofa dan mulai membuka amplop tersebut. Sementara Zac
Beberapa hari kemudian…Lea dengan terpaksa harus ikut Joe ke London untuk melangsungkan pernikahan.Sementara James, dia tetap menyusul dan menunggu kabar dari Lea tentang ibu Joe yang dia harap bisa membantunya untuk membatalkan pernikahan keduanya.Sudah tiga hari dia berada di London tetap tak ada kabar baik dari Lea. Bahkan kabar keberadaan wanita itu saja tak terdengar. James yang bersama Zach mencoba mencari tahu semua kabar bahkan Aleandra juga sulit untuk dia hubungi.Akibatnya, kedua pria yang kebingungan itu akhirnya menebak-nebak. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Lea dan Aleandra.Saat siang hari James dan Zach memutuskan untuk makan siang di sebuah kafe. Mereka harus mengisi perut untuk mencari kedua wanita yang mereka cintai. Ada banyak kafe di sana, namun entah kenapa James memilih kafe ini. Sebuah kafe dengan dinding kaca yang menampilkan keadaan di luar hingga ke seberang jalan yang terdapat sebuahbridal. Dia
James hendak ke kamarnya setelah menenangkan pikirannya dari setiap ucapan Joe yang membuatnya tak bisa berpikir harus bagaimana lagi."Dasar, sialan! Beraninya dia mengancamku! Oh, astaga... apa lagi yang harus aku perbuat untuk merebutmu kembali, Lea?" James berujar sambil memejamkan matanya. Dia berbaring di atas ranjangnya.Apa lagi yang harus aku lakukan, Lea? Aku sudah kehabisan akal untuk menghentikannya.batin James. Dia menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya mundur ke belakang mengingat kejadian awal saat bertemu dengan Lea.Dia kembali mengingat bagaimana dirinya yang hancur karena Keyla dan kembali bertemu dengan Lea di sebuah bar dan malam itu terjadi. Malam ketika dia merebut kesucian Lea. James meneteskan air matanya ketika mengingat kelakuan brengseknya saat itu. Seharusnya dia tak mendapatkan cinta Lea jika mengingat bagaimana keadaan membuat wanita itu menjadi kesulitan dan sekarang membuatnya serba salah."Lea, apakah k
Lea terdiam dan terpaku mendengar ucapan Joe. Dia menatap punggung Joe yang terlihat semakin menjauh."Joe, kurasa kita harus bicara.”Mendengar kalimat itu Joe berbalik badan dan kembali mendekat kepada Lea."Akhirnya kau memintanya juga. Baiklah. Di mana? Tidak mungkin di tempatmu.”"Kita ke atap saja," usul Lea.Joe mengangguk dan mempersilahkan Lea untuk jalan lebih dulu. Saat berada di atap, cuaca di luar cukup mendung, dan angin berhembus cukup kencang. Joe memberikan jaketnya kepada Lea dan mengusap bahu wanita itu setelah memakaikan jaketnya."Kau yakin ingin bicara di sini?" tanya Joe.Lea hanya mengangguk sambil membenarkan rambutnya yang beterbangan karena hembusan angin."Baiklah, katakan apa yang ingin kau bicarakan.”"Begini Joe... sebenarnya aku..." Manik mata hazel Lea menatap Joe yang terlihat sabar menunggu kelanjutan dari perkataan Lea. Dia menghela napas, merasa sulit untuk mengataka
Lea sudah menyiapkan beberapa makanan yang akhirnya dia beli di restoran siap antar. Dia beralasan pada Joe bahwa dia sedang kurang sehat namun kenyataannya dia bahkan tak bisa berhenti menangis setelah James pergi walau hanya untuk menjemput Jason."Kau sudah ke dokter?" tanya Joe memeriksakan suhu tubuh Lea dengan punggung tangannya.Lea hanya menggeleng. James menatapnya tajam, dia tak bisa melihat kontak fisik antara Lea dan Joe walau itu hanya untuk memeriksa keadaan Lea."Jika kalian lupa, aku adalah seorang dokter!" ujar James memindahkan Jason dari pangkuannya untuk duduk dengan Aleandra. "Biar aku yang memeriksanya!"James menyingkirkan tangan Joe cukup kasar. Dia mengalihkan tatapan tajamnya dari Joe berpindah kepada Lea yang menunduk. "Seharusnya kau jangan terlalu lama berendam! Sudah kukatakan untuk segera menyelesaikan mandimu bukan?!" James dengan sengaja membicarakan masalah mandi. Padahal jelas Lea menyelesaikan mandinya dengan cepat dan
Satu minggu kemudianLea sedang berbelanja bahan makanan untuk menyambut kembalinya Joe dan Aleandra. Entah ada masalah apa hingga membuat Joe harus kembali ke Australia lebih cepat dari rencananya.James yang memang mengetahui rencana Joe yang akan membawa Lea pergi ke London terlihat gelisah. Dua hari setelah Joe mengabarkan akan kembali, James berniat ingin membawa Lea dan Jason ke Indonesia untuk tinggal di rumah yang dulu dia tempati. Sayangnya Lea menolak. Hari ini James masih berusaha untuk membawanya pergi."Aku memang membiarkanmu untuk melakukan apapun, James. Tapi bukan untuk menggunakan cara licik dengan membawaku dan Jason pergi," tolak Lea sambil mendorong troli belanjaannya. James segera mengikutinya."Aku sungguh tak mengerti dengan pikiranmu, Lea! Selama seminggu ini kita bersama, kita sudah seperti keluarga kecil yang bahagia. Mengurus Jason, mendaftarkan dia sekolah dan mengajaknya bermain. Bahkan kita…" James sengaja menjeda kal
Lea bergerak gelisah setelah James mengecupnya dan beranjak. Belum sempat James keluar kamar dia memanggilnya, "Jamie?”James berbalik dan tersenyum mendengar Lea memanggilnya dengan sebutan'Jamie'yang sangat memanjakan telinga saat seorang yang dia cintai memanggilnya seperti itu."Ya?” jawab James saat menoleh.Lea beranjak dari ranjang setelah mengecup Jason. Dia mengiring James untuk keluar dari kamar. Mereka duduk di ruang makan setelah James mengambilkan minum untuk Lea yang terlihat pucat seperti habis bermimpi buruk."Ada apa? Kau bermimpi buruk?" tanya James sambil mengusap punggung Lea. Wanita itu mendongak dan seketika memeluk James.Pertanyaan James membuat wanita itu menangis. James mengeratkan pelukannya."Aku takut. Mimpiku tadi sangat mengerikan. Di saat seharusnya momen indah tercipta di sebuah acara pernikahan namun yang terjadi adalah sebuah pembunuhan," jelas Lea sedikit bergetar."