12. THPT 2Mischa menepuk-nepuk pipinya yang merah alami tanpa blush on kendati menganggap pendengarannya salah. Ia kemudian tertawa begitu keras sampai Raiden dan Beyonce menatapnya datar. Tidak dengan Zico yang memasang ekspresi dingin. Ia sangat melihat keluarga bahagia itu, sementara dirinya selama ini hidup menderita. "Kau sedang bercanda, Mom?""Mom serius, Mischa! Zico saudaramu, kakakmu dan Freya!" jelas Beyonce lagi membuat Raiden tercengang dan Zico semakin muak. "Tidak, Mom! Sampai kapanpun, saudariku hanya Freya. Titik!" sahut Mischa dengan penolakannya yang ketus, lalu menunjuk Zico begitu tajam, "Dan kau, pergilah dari rumahku ini!""Tanpa kau suruh! Aku akan pergi dari sini, gadis ingusan!" balas Zico tak kalah galak. Tatapannya yang begitu dingin sama sekali tak membuat Mischa takut. "Jangan menyebutku gadis ingusan, brengsek!" Zico tak peduli lagi ocehan gadis itu. Sedangkan Mischa yang tampak tak terima, sedikit menundukkan tubuhnya ke bawah dengan tangan melepas
Penawaran Freya seperti bilah pedang yang menusuk menusuk Zico dari berbagai arah. Matanya membulat penuh seketika berbalik dengan sorot kemarahan membara. Tidak Freya yang tersenyum menunggu keputusan pria itu dengan tak sabar. "Dasar wanita sinting! Sebutkan berapa biaya yang harus aku ganti untuk mereparasi mobilmu?" tanya Zico sambil merogoh uang kontan di dompet yang baru ia ambil dari dalam mobil. Freya diam saja, namun begitu kecewa sebab ganti rugi yang diminta sebenarnya—hanyalah alibi mengetes pria itu semata. Karena sampai detik ini, Freya sangat penasaran. Kenapa Zico tiba-tiba berubah menghindarinya tanpa sebab? Setelah pria itu yang biasa selalu mengejar-ngejar! "1000 Euro, 5000, 100.000..." Zico masih terus menyebutkan nominal uang ganti rugi yang ia punya di dompet tanpa melihat Freya. Mendengar tawaran uang itu, dada Freya semakin sakit. Pelupuk mata Freya memenuh di saat helaan napasnya memberat, karena Zico belum peka dengan apa yang Freya inginkan. "Ayo sebutk
"Kanker hati?” ulang Zico lemas sembari mengarahkan pandangannya pada Aldrich yang terdiam menatap langit-langit kamar.Agatha juga seketika diam, begitupun William, Theresia dan perawat yang selama ini menjaga Aldrich. Namun mata Agatha teralih pada Aldrich demi meminta persetujuannya. Setelah melihat anggukannya, kemudian Agatha mendesahkan napas panjang dan menepuk bahu Zico. “Sejak kapan papa sakit ini, Bibi?" Zico bertanya dengan suara serak, menandakan bahwa ia begitu sedih melihat Aldrich menderita. Agatha menggeleng. Belum sanggup bicara, karena bulir air matanya terus berjatuhan. "Bibi Agatha, tolong katakan sesuatu. Kenapa papa juga tak dibawa ke rumah sakit?" tanya Zico resah. Aldrich memejamkan kelopak matanya yang memanas sesaat mendengar perhatian sang putra. Hatinya pedih mengingat belasan tahun ia menyia-nyiakan darah dagingnya sendiri. "Co... Kau ingat dulu sewaktu papamu dulu mengusirmu dari rumah lalu menyuruh Nyonya Halves membawamu pergi?" Agatha malah mengul
"Besok saja ya, Pa. Papa lagi sakit, aku tidak mau kondisi kesehatanmu semakin memburuk?" bujuk Zico. Ia tak ingin gara-gara nekat bertemu Beyonce, sakit papanya semakin parah. Dulu, sebelum kebenaran ini terkuak. Zico begitu membenci Aldrich, bahkan sama sekali tak peduli apa yang terjadi. Tetapi sekarang berbeda, Zico malah ingin melihat papanya itu kembali sehat dan berumur panjang supaya Zico bisa membahagiakannya. Ya, bersama keluarga Halves dan keluarga kecil William yang sudah dianggap Zico sebagai keluarganya sendiri."Co, Papa malah akan sakit jika tidak bisa melihat mamamu secara langsung. Papa harus bertemu dia, dan dia harus menjelaskan semua ini pada kita, harus Co!” desak Aldrich ta sabar. Bayangkan saja, selama belasan tahun istri yang sangat Aldrich cintai karena dikiranya meninggal ternyata masih hidup sampai sekarang. Mencengangkan, saat Beyonce punya keluarga baru. Ini seperti syok terapi bagi Aldrich yang tiba-tiba sembuh."Dia bukan mamaku, Pa! Semenjak wanita s
Tatapan penuh rindu membias penuh di mata Aldrich menatap wajah wanita yang tak pernah dilupakannya seumur hidup. Senyum, tangis dan tawanya adalah kekuatan baginya untuk bangun saat ini dibantu sang putra yang berbalik menatap benci pada sosok Ibu yang pernah mengandungnya selama sembilan bulan. “Bey, apakah ini benar kau?” tanya Aldrich mendekat, sedangkan Zico membuang muka karena terdapat Raiden di sisi Beyonce dan Freya yang digandeng Mischa. Kaki Beyonce hampir melangkah ke arah Aldrich. Namun, berbagai kilasan yang membayangi kepala tentang foto-foto vulgar antara Veneta dan Aldrich membuat Beyonce tergemap di tempat. Aldrich tercengang, begitupun Zico melihat itu yang menahan amarah dengan mengepalkan kuat tangannya. “Beyonce, aku ingin bicara. Kenapa kau pergi setelah lama kita tidak pernah bertemu? Tolong, temui aku sekali saja?” pinta Aldrich yang berteriak. Pelupuk mata Zico memenuh, dadanya panas mendengar teriakan sang papa yang tak digubris karena Beyonce malah perg
“Co, biarkan aku menciummu!”“Freya, jangan gila!” Zico berusaha menyingkirkan jari lentik bercat kuku salem wanita ini dari rahangnya. Telapak tangan Freya yang halus membelai kulitnya, membuat seluruh bulu di tubuh Zico meremang. Zico harus benar-benar bisa menahan godaan dahsyat Freya. Walau sebenarnya bisa saja Zico berbuat kasar. Tetapi jauh di dalam lubuk hati Zico, ada rasa tak tega menyakiti wanita yang pernah mendiami hatinya ini. “Tidak, aku tergila-gila padamu, Co? Aku sangat mencintaimu!” Freya memaksa kembali melumat bibir Zico penuh damba. “Freya…” Zico menggeleng. Dengan sekali tangkup Freya berhasil melahap bibir Zico. “Co… Mmmph.”Freya menenggelamkan seluruh bibirnya di dalam buai mulut Zico yang hangat. Rasa anggur bercampur manis tembakau, membuat Freya menggila. Isapannya begitu kuat dan terlihat lebih dominan.Benar-benar gila! Seumur-umur Zico baru kali ini diperkosa wanita. Mulanya Zico tak ingin membalas ciuman Freya dan membiarkan Freya lebih dominan.B
Kelopak mata Freya memberat saat terbuka, manakala pendar matahari menyerobot dari sela netranya di tengah hari dari jendela kaca kamar apartemen itu yang kelambunya tersibak angin AC. Remuk seluruh tubuhnya tak bisa diukur. Bibir Freya yang kering memucat terbuka dengan desisan tak biasa begitu pangkal pahanya terasa ngilu dan perih. “Arkh!” rintihnya lagi. Freya kesulitan bangun, setelah mendapati kedua tangannya terbelenggu borgol di sisi tiang ranjang seorang diri. Kamarnya sangat berantakan, tubuh telanjang Freya hanya beralaskan selimut melorot ke bawah dada ketika Freya memaksa duduk. “Co… Lepaskan aku,” pinta Freya dengan suara lemah di keheningan kamar itu, dipadu bunyi gemerincing besi tertarik-tarik. Sayangnya, permintaan memelas Freya hanya didengarkan oleh desauan angin membisu. Zico tak ada di sana dan pergi entah ke mana meninggalkannya begitu saja setelah membuatnya tersiksa.Lima menit Freya terus memaksakan diri terlepas dari belenggu. Hingga akhirnya Freya m
"Hai, Co. Mari ikut kami bergabung di sini?" ajak Kevin yang duduk di sofa ruang tamu bersama Yoel, saat melihat Zico baru saja masuk dari luar. Zico yang malas hanya menatap mereka sekilas dan menggelengkan kepala, kemudian berlalu tanpa mengatakan apapun. Hingga Kevin dan Yoel bersitatap heran, sebenarnya apa yang terjadi dengan sepupunya itu? Kevin menyusul Zico yang baru akan menginjakkan kaki di anakan tangga. Tetapi Zico sama sekali tak terpengaruh dengan panggilannya. Tidak menemukan cara lain mengajak Zico bicara, lantas Kevin terpaksa menghadang. "Ada apa denganmu?" tanya Kevin yang bersedekap itu menatap Zico penuh curiga. "Kev, aku sedang tidak ingin diganggu. Minggirlah!" suruh Zico sambil mengendurkan dasi. Tidak puas dengan jawaban itu, Kevin kembali berkata, "Kau terlihat aneh sekali. Belakangan ini juga aku jarang melihatmu bergabung bersama kita di kelab malam." "Hanya berlibur sesekali karena bosan saja kau buat masalah?" sahut Zico dengan sorot dingin