"... Banyak hal melemahkan kekuatan, meyakinkan jika itu bukan jalan juang kita lagi ..."
~ Aru ~
- EMPAT JAM EBELUMNYA -
Andre terlihat bosan dengan tontonan televisi. Dia berulang kali mengganti canelnya tapi masih belum menemukan tontonan yang cocok, versinya.
"Ndre kok sepi, pada kemana?"
"Tiaaa, biasalah pacaran. Barusan aja turun. Kau tidak bertemu dengannya?"
Aku menggeleng.
"Quin?"
"Di kamar sepertinya. Kau sudah rindu padanya, Mas?" tanyanya jail.
"Aru, bergabunglah denganku" Quin mengajak ku bermain gitar.
"Baiklah"
"Susah jadi jomblo. Sendirian terus" keluh Andre sok terganggu.
"Tapi itu bukan salahku, kan?" bisikku.
"Kau bisa gabung klo mau"
"TIDAK! Ini waktu kita Quin" protesku pada Quin. Andre terdiam pasyerah.
"Selamat menikmati waktu sendirim
"... Dia tak baik sekalipun terlihat baik ... " ~ Ara ~ Aku meninggalkan mereka cukup lama. Daripada membuang waktu melihat kemesraan mereka yang menyiksa dan unfaedah, aku lebih memilih menghibur diri dengan berjalan melihat beberapa toko yang menarik mata. Sudah cukup mereka merusak suasana hatiku, aku tak ingin terpengaruh oleh kedekatan mereka. Jadi aku hanya duduk di depan toko tadi, berharap salah satunya merasa kehilangan dan mencariku. Tapi tak satupun dari mereka yang peduli dan mencariku. "MENYEBALKAN!" "Cemburu, huh?" "Aru??" Aku menoleh pada suara dibelakangku yang membuatku panik tapi juga merasa senang. Akhirnya dia datang mencariku. "Tidak!" aku berbalik, menyelamatkan muka maluku darinya. "Lalu kenapa melarikan diri?" "Aku tidak lari. AKU hanya− " "Tidak suka pertunjukanku?" "Nope. Ak
"... Sometimes being secret is fine ... " ~ Masih Ara ~ Ponsel Quin berbunyi. Sebuah panggilan video dari Zein masuk saat kami sedang sarapan pagi. Mereka sejak pagi sudah ramai di dapur, memasak dengan suara bising sambil bernyanyi. Dan itu jelas mengganggu waktu hening pagiku yang biasanya kugunakan untuk tidur lagi. Namun pagi tadi berbeda, aku harus bergabung dengan mereka suka tidak suka, untuk mengawasi tingkah mereka. "Good morning guys?" sapa Zein. "Morning" jawab Quin ramah. "Kenapa kau menghubungi Quin? Bukan menghubungiku saja, bro?" "Bosanlah dengan mu. Sekali-kali aku juga pengen menelfon temanku yang cantik. Aku lihat ada yang makan-makan enak semalam tapi ngak ngajakin aku" Zein mulai melempar candaannya, "Hey couple. Kapan traktirannya sampai padaku juga?" senyum terkembang dari keduanya yang
"... Ada percik cinta diantara mereka... " ~ Ara ~ Kami semua terjebak di rumah seharian ini, karena gerimis sejak pagi belum juga berhenti dan mobil yang kusewa sudah dikembalikan. Alhasil kami tak kemana-mana seharian ini, hanya di rumah, nobar film dan sekarang di kamar lagi. "Ra, thank you. Aku sudah mengkopi semuanya" Aku menerima kameraku kembali. "Aku malah belum melihatnya" "Oh ya? Ah, Aku tinggal mandi dulu yah" Aku mengangguk. Lalu memeriksa hasil foto-foto juga video rekaman kemarin. Mereka berdua sangat baik bernyanyi. Aku jadi penasaran seperti apa band mereka dulu. Aku penasaran bagaimana Aru dulu diatas panggung, apakah sama seceria ini juga? Ataukah dulu justru dia lebih bahagia? Tapi aku bisa melihat bagaimana Aru menikmati pertunjukan sederhana ini, jika dibandingkan dengan saat ia hanya ber
"... Romantisme tak harus datang dari bunga atau indahnya cahaya lilin... "~ Masih Saja Ara ~Kami berempat duduk dibawah dengan sebuah botol ditengahnya. Aru memberi peraturannya."Jadi siapapun yang ditunjuk oleh botol akan melakukan dare ataupun truth. Tapi tantangannya ialah ia tak akan memilih sendiri, melainkan dipilihkan oleh siapapun dintara kami. Paham?"Semua mengangguk paham."Kita mulai ya?" ujarnya kemudian, dan langsung memutar botol.Botol menunjuk pada Andre. Dia yang belum siap jadi memprotes."Yahhh, kenapa aku yang kena duluan""Siapa yang mau memberi tantangan?" tanya Aru, tapi karena tak satupun yang menjawab akhirnya dia melakukannya,"Aku saja. Andre... mmmh""Jangan sulit-sulit. Aku belum berpengalaman dalam permainan ini" "Permainan ini tidak butuh pengalaman ataupun skill, boca
"... Dia menyakitiku teramat baik, menikmati tiap tikamannya ... " ~ Masih Saja Ara ~ "Kita lanjutkan permainannya?" seseorang berkata begitu, dan aku tidak terlalu perduli. 'El Río' masih mengganjal pikiranku. SUNGAI?? "WHATTT???" aku mengingatnya. "Araaa" seseorang menunjukku. "NO WAY!" ujarku dalam keterkejutan. "NO WAY? Kau tak bisa menolak. Ini giliranmu, Ra" Aku melihat banyak foto dengan background sungai tadi. Foto-foto Quin di kapal. Dan fotonya yang terpana pada Aru cukup untukku menyimpulkan, dia tidak menyimpan Aru sebagai teman dalam hatinya. Itu terlalu jelas. Lantas hal romantis seperti apa yang sudah Aru lakukan hingga membuatnya terpesona begitu? Hal romantis seperti apa yang tak terlalu mahal, tapi bernilai tak terhingga? Apa itu? APA?? "ARRRAAAA!" "Huh?" aku tersadar.
"... Menyalakan fiksi dalam kepala orang yang cemburu itu hal buruk ... "~ Ara Lagi ~"Bagaimana?"Andre keluar memperlihatkan sarung yang dia kenakan. Aru tersenyum dan memberi kode ok. Quin juga keluar dengan daster tidurku yang jarang ku pakai. Aru menertawai-nya."Kenapa? Jelek ya?" protes Quin."Tidak. Stunning kok!""Then let's go!""Tidak... tidak. Siapa bilang kami akan ikut? Hanya kalian berdua yang pergi""Huh, curang!" keluh Andre"Kalian mau apa?""Bebas. Dessert-nya aku mau ice cream matcha. Untuk Ara rasaa... mau apa?""Rasa... ""Rasa sayange, rasa sayang sayange..." Aru menyela dengan tingkah kocaknya."Plis-lah serius!" tegur Quin malas."Rasa strawberry cincau. Kau suka itu kan? IYA. ITU AJA UDAH!""Oke. Matcha dan strawberry cincau" rekap Andre mengingat."Quin
"... Aku akan menikah ..." ~ Aru ~ "Ngak kesini?" Ara mengirim pesan. Aku akan membalas 'tidak' sebenarnya, sebelum pesan susulannya yang ke dua datang dan merubah pikiranku. "Aku sendirian, btw" Kata sendirian di pesan itu mengganggu pikiranku. Seperti medan magnet yang menarik kuat, aku tak bisa menghindar. Tapi tak ingin ini terlalu mudah baginya. "Tasya?" "Kencan" "Aku agak lelah. Kau saja yang kesini" aku masih jual mahal. "Zein di rumah?" "Ya" "Klo gitu, kau saja yang kesini" "Why?" "Ngak enak sama Zein" "Nonsense" "Kau saja yang kesini. Aku masak buat kamu juga, nih. You're invited" "Aku makan disini aja yah" "Aru, please! 🙏 Sayang klo dibuang. Aku dah masak lho ini. Hargai dong!" "Tapi aku dah sama kamu terus lho dari ke
"... Kau mau menikah dengan ku ... "~ Ara ~Aru menghindaiku lagi. dan aku tak bisa menghubunginya selama beberapa hari ini, sejak percakapan terakhir waktu itu. Itulah kenapa kini aku ke tempat Zein, menekan bel rumahnya berulang kali, tapi tak seorangpun membukakan pintu.Apartementnya sepi, seperti tak ada penghuni. Akupun sudah puluhan kali menghubungi Aru, tersambung tapi tak pernah diangkat juga. Dia membuatku cemas, terlebih karena tak ada aktivitas di dalam apartemen ini. Cepat aku memberanikan diri beralih ke nomer sahabatnya. Menghubunginya."Ohh, hallo Miss Ara. Kenapa kau menghubungiku? Ahh, biar kutebak. Kau pasti sedang BERTENGKAR dengan sahabatku, lalu dia menghilang begitu saja dari tempatmu. Jadi kau pasti menghubungiku hanya untuk bertanya dimana keberadaan Aru, kan?""Kurasa memang begitu. Kau tahu dimana dia?""Lain kali kau pake aplikasi cari orang saja, jangan melulu bertanya padak