Tidak ada yang terima dengan keputusan sepihak dari 'hantu Satya' ini. Pasalnya, siapa saja yang berani untuk resign mereka akan dikenai denda seluruh gaji yang mereka dapatkan sewaktu bekerja di hotel Lilac, lalu dilipatgandakan.
Selain itu, Satya akan menjamin kehidupan mereka tidak akan mendapat kenyamanan dan ketenangan. Jangankan untuk mencari pekerjaan baru, sekadar memejamkan mata untuk tertidur pun tidak akan Satya biarkan semudah itu.
Benar, Satya tidak akan mau diinjak-injak lagi oleh pegawainya sendiri. Di sini, dialah yang berkuasa. Walaupun wujudnya tidak terlihat, tetapi dia memiliki Indira yang akan menjalankan semua tugasnya.
"Indira, coba kamu cek seluruh ruang kamar hotel dan apartemen. Ada siapa saja yang menetap di sana. Karena mereka juga yang menyebabkan rumor itu berkembang pesat."
"Rumor tersebar karena Anda yang terang-terangan unjuk diri, Pak."
"Tetapi aku tidak mengganggu mereka. Kenapa juga mereka harus menuliskan ulasan buruk dengan memberikan rate bintang satu!?" kesal Satya sembari menggebrak mejanya.
"Lalu, saya harus berbuat apa dengan para hantu di sini?"
"Usirlah!"
"Kalau begitu Anda juga harus pergi dari sini. Anda juga 'kan merupakan salah satu dari 'mereka', ups!" Indira langsung menutup bibirnya menggunakan jari telunjuk.
Satya hanya melirik Indira dengan datar. "Berani kamu buat mengusirku?"
Agar tidak membuat darah Satya naik, Indira dengan cepat menggelengkan kepala. "Tidak Pak, maaf."
"Yaudah, kamu jalankan tugas dariku sekarang juga!"
"Eum ..., sendirian, Pak?"
Satya menautkan jari-jari tangannya. Lalu memandang wanita yang berdiri di hadapannya itu, mulai dari atas sampai bawah.
"Iyalah, sendirian. Karena kamu bukan tipeku."
Tentu saja kalimat itu terdengar ambigu di telinga Indira. Apa yang dimaksud Satya, hingga melibatkan perkara tipenya segala?
"Maaf, Pak. Maksud Anda apa ya? Kenapa ada tipe Anda segala?"
"Hei, Indira. Tadi aku menyuruhmu untuk apa? Keliling dan mengecek semua kamar hotel, juga apartemen 'kan?"
Karena pernyataan Satya benar, Indira pun hanya mengangguk pelan. "Terus?"
"Sekarang aku akan bertanya padamu. Apa yang akan dilakukan dua orang, ketika berada di dalam kamar berduaan?"
"Memangnya Anda orang?"
Pertanyaan Indira benar-benar menohok, hingga sukses menusuk jantung Satya yang saat ini sudah berhenti berdetak. Tetap saja, rasa sakitnya dapat dirasakan Satya dengan baik.
"Em-itu-yaaa ...."
"Dari pada Anda gabut di dalam ruangan sendiri, alangkah baiknya jika Anda ikut keliling juga 'kan? Toh Anda juga tidak akan merasa kecapekan nantinya," potong Indira.
Yang dikatakan Indira memang benar. Jika Satya menyuruh Indira untuk berkeliling seluruh kamar yang ada di hotel ini, apa yang akan dilakukan Satya di ruangannya, sementara dia sendiri saja tidak memiliki kesibukan yang lainnya.
"Kamu ini, kenapa malah jadi mengatur bos sendiri?"
"Kalau Anda tidak mau ya sudah. Selamat bergabut ria," ucap Indira dengan sedikit memberikan senyuman terpaksa pada Satya.
Selanjutnya ia berbalik, hendak keluar dari ruangan Satya yang sesak. Untuk apa berlama-lama di dalam sana, jika Satya sendiri sudah memberikan tugas pada Indira.
Berkeliling dan mengecek para hantu, di seluruh kamar hotel? Manusia normal manapun, pasti akan merasa kesal bila mendapat tugas yang tidak masuk akal semacam itu.
'Tidak apa-apa, Indira. Demi 50 juta dalam sebulan.'
Di sepanjang jalan, Indira mengelus dada dengan mengembuskan napas dalam-dalam. Setelah keluar dari ruangan Satya, siap-siap saja untuk mendapatkan rasa encok, nyeri di bagian betis sampai ke paha, juga migren karena harus menatap puluhan, atau bahkan sampai ratusan hantu nantinya.
"Dasar, mata duitan," cibir Satya kemudian langsung melayang, menyusul Indira.
"Astaga!" kejut Indira, mengetahui Satya yang tiba-tiba ikut berjalan di sebelahnya. "Ngapain Anda di sini?"
"Menjalankan rasa ibaku."
"Iba ke siapa?"
"Siapa saja yang merasa."
"Dih."
"Hei, Indira. Apa itu sepatu busukmu yang kemarin?" Satya melirik kaki Indira yang sedang mengeluarkan suara berisik.
"Ini bukan sepatu busuk."
"Lalu, apa namanya jika bukan sepatu busuk? Udah usang, menimbulkan suara berisik pula."
"Kenapa Anda harus berkomentar tentang sepatu saya?" sungut Indira walau terdengar halus.
"Karena aku merasa terganggu dengan kebisingan sepatumu itu!"
"Jangan didengar lah."
"Hei, Indira. Kenapa sifatmu begini?" Satya melayang di depan Indira.
"Sifat yang mana?"
"Sifat pembangkang. Ingat ya, aku ini atasanmu di sini."
Indira memutar bola matanya, kemudian berjalan serong melewati tubuh transparan Satya. "Itu, sepertinya ada yang bersembunyi di balik tembok."
Mendapat arahan dari Indira, Satya pun ikut berbalik dan melayang cepat, mendahului langkah Indira. Tidak peduli dengan suara heels-nya, Indira pun bergegas mempercepat langkahnya.
"Hei, habis ngapain kamu?!"
Satya menghalangi jalan sosok hantu yang baru saja mengintip dirinya bersama Indira di lorong. Entah dia adalah salah satu pengganggu di hotel ini, ataukah dia hanya sekadar mampir saja.
"Kenapa diam saja? Kamu tidak dengar aku sedang mengajakmu bicara?!"
"Pak!" panggil Indira yang membuat Satya jadi melepaskan hantu itu.
"HEI, JANGAN PERGI KAMU!!!"
Satya ingin mengejar hantu itu. Tetapi Indira langsung mencegahnya dengan menahan lengan Satya. Entah hal itu dapat berefek pada Satya atau tidak.
"Hei, Indira! Apa-apaan kamu ini?!" Satya langsung menepis tangan Indira di lengannya.
"Ada yang lebih penting daripada mengejar hantu itu!"
"Apa? Ada apa memangnya??"
"Pak, se-sepertinya ada yang bunuh diri dari atap hotel!" terang Indira dengan tangan yang gemetar.
"A-apa? Bunuh diri?!"
Indira mengangguk seadanya. "I-iya, Pak! Ta-tadi saya melihatnya dari jendela di lorong!"
"Baiklah, aku akan turun ke bawah untuk memastikannya lebih dulu. Kamu segera susul aku di bawah!" pinta Satya sebelum menghilang.
"Iya, Pak."
***
Polisi menyebutkan, bahwa salah satu pegawai wanita yang melakukan bunuh diri dari atap gedung hotel Lilac ini, disebabkan karena adanya peraturan baru yang dibuat oleh Satya.
Saking ketakutannya, pegawai wanita tersebut sampai memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di tempat kerja. Siapa yang mau disalahkan dalam kasus kali ini?
Toh, Satya sendiri sudah tidak dapat diinterogasi, apalagi dihakimi oleh hukum. Pihak polisi pun hanya dapat menanyai beberapa pegawai hotel yang dekat dengan si pelaku bunuh diri.
Opini setiap pegawai pun berbeda-beda. Kebanyakan dari mereka mengatakan, bahwa mungkin saja Rani (pegawai hotel yang melakukan bunuh diri) depresi, akibat dirinya tengah mengandung anak dari pemilik hotel.
Ya, Satya. Sebelum Satya mengalami kecelakaan dan dinyatakan meninggal dunia, Satya memang sempat mengajak Rani untuk tidur bersama di salah satu kamar hotel.
Dalam laporan otopsi pun menyebutkan, bahwa Rani memang tengah dalam keadaan mengandung. Kandungannya baru memasuki usia 2 bulan. Dan kematian Satya baru terjadi, sebulan yang lalu.
"Itu bukan aku."
Ketika Indira sedang berkemas, tiba-tiba saja Satya berbicara di belakangnya. Ya, Indira baru saja meletakkan surat resign di meja Satya.
Indira tidak ingin membantu orang, ah, maksudnya hantu, yang telah melakukan kejahatan sekeji itu. Dengan kata lain, Satya telah mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Sementara orang tersebut sedang mengandung keturunannya.
"Jangan mengajakku bicara. Karena kita sudah tidak ada hubungan pekerjaan lagi."
"Hanya kamu yang dapat kuajak bicara saat ini. Hanya kamu yang dapat melihatku dalam wujud transparan ini. Lalu, mau ke siapa lagi aku harus mengadu?"
"Maaf. Aku bukan tempat untuk para hantu bisa mengadu padaku. Lebih baik kamu cari orang indigo yang lainnya saja. Jangan padaku!"
"Ingat ketika kemarin aku turun ke bawah lebih dulu untuk memastikan keadaannya?" Satya tidak peduli jika pertanyaannya tidak dijawab oleh Indira.
Sesuai dugaan Satya, Indira hanya diam dan terus mengepak barang-barangnya ke dalam kardus. Satya tidak berhenti sampai di sana. Ia terus berusaha untuk menjelaskan sesuatu yang ia ketahui pada Indira.
"Rani tidak melakukan bunuh diri itu, Indira. Ada seseorang yang mendorongnya dari atap gedung.
"Dan aku berani bersumpah atas kematianku, bahwa aku tidak pernah mengajaknya tidur bersama!"
Indira menoleh ke belakang. "Siapa yang akan percaya dengan perkataan seorang player?"
***
Bersambung...
Ruangan gelap dan sunyi, seakan menjadi tempat paling nyaman bagi Satya. Meskipun namanya tengah menjadi obrolan publik, Satya tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan tentang kasus yang sedang menimpanya saat ini.Pemberitaan yang tidak benar itu, kini sudah menjalar sampai ke penjuru negeri. Nama Satya pun menjadi tercoreng. Bukan hanya perkara dirinya yang menjadi hantu kejam, melainkan tindakannya sebelum meninggal pun menjadi sorotan."Hei, kenapa kau hanya berdiam diri di sini?"Satya hanya melirik sekilas ke arah pintu ruangannya. Ada salah satu hantu anak kecil yang berdiri di sana. Dia tengah berkacak pinggang sembari melotot ke arah Satya."Kenapa kamu datang ke sini? Pergi sana! Jangan ganggu aku!" usir Satya."Aku ke sini karena aku tahu jika dirimu tidak bersalah."Satya menyeringai kecil. "Lalu, apa yang akan dilakukan para hantu jika mereka ti
Peringatan! Cerita ini hanyalah sebuah fiksi, bukan berdasarkan pada kenyataan yang ada. Melainkan murni khayalan dari penulis semata. Dan tidak ada kaitannya dengan organisasi, ras, budaya, kepercayaan agama, latar tempat, nama tokoh, dll, yang ada di kehidupan nyata. *** Sudah hampir satu bulan, semua orang menjadi ketakutan dan berniat ingin kabur dari hotel. Rumor mengenai ruangan mendiang atasannya—Satya Gusmananda, tak lagi menjadi buah bibir semata. Semua orang percaya bahwa CEO-nya itu masih tetap tinggal di dalam ruangannya. Ia tidak ingin ada penggantinya. Setiap kali ada seseorang yang masuk, hendak menduduki bangku kebesarannya, selalu saja gagal. Entah bangku yang tiba-tiba terbalik sendiri. Kertas-kertas yang melayang di udara. Atau pintu ruangan yang dengan sengaja terkunci rapat dari dalam. Dialah 'hantu' yan
'Apa lagi sekarang? Mencari pegawai baru? Dengan gaji sebanyak itu?' Tubuhnya sedikit transparan. Ia tengah melihat ke seberang jalan. Membaca tulisan berukuran besar, dengan iming-iming gaji yang fantastik. Satya Gusmananda. Pemilik tubuh transparan itu. Sudah tidak menjadi hal baru baginya untuk melompat dari ketinggian, mencapai apa yang ingin dituju. Apalagi setelah dia mendengar, bahwa ada satu pelamar yang datang ke hotel untuk memberikan berkas-berkas yang dimiliki si pelamar. 'Lulusan SMA? Pengalaman bekerja ....' Selesai sudah. Satya sudah tidak tertarik dengan membaca daftar riwayat hidup calon pegawai di hotelnya. Apa yang akan ia peroleh, dari seseorang yang tidak memiliki wawasan luas itu? *** Sepanjang perjalanan, Satya tak henti-hentinya untuk menatap wanita yang duduk di sebelahnya saat ini. Indira. Ya, Satya
Satya sedang memandangi Indira yang tengah duduk di luar ruangannya. Dengan menautkan jemarinya, ia tengah mencoba untuk mencari cara lain untuk membuktikan kebenarannya.Apa Indira benar bisa melihatnya, atau tidak.'Sangat suka sekali dia dengan pekerjaannya yang hanya duduk-duduk santai, namun digaji sampai 50 juta!'Satya melayang. Menembus pintu ruangannya dan duduk di atas meja kerja Indira. Sangat rapi. Ada beberapa tanaman hias, juga bingkai foto dirinya bersama keluarganya.Satya tidak peduli jika pantatnya itu akan membuat semua benda itu jatuh. Toh dirinya tak terlihat. Juga tubuhnya yang transparan. Jadi, ia bisa menembus segala bentuk benda yang diinginkannya, tanpa melakukan komat-kamit lebih dulu.'Apa yang sedang ia lakukan?' Satya mengintip layar komputer yang sedang dipelototi Indira.Karena merasa kesal, Satya langsung mematikan komputer In
Karena Indira sudah mengakui bahwa ia memang bisa melihat Satya, maka tidak ada alasan lain untuknya dapat menghindari sosok Satya yang telah resmi menjadi bosnya.Siapa sangka, pada akhirnya Indira akan bekerja di bawah naungan hantu yang selalu ingin ia hindari sepanjang hidupnya. Tidak ada hal baik selama Indira berdekatan, atau berhubungan baik dengan para hantu.Yang ada dirinya akan dijauhi, dibenci, dan dicemooh banyak orang. Keluarganya saja enggan untuk mengakui bahwa ia termasuk dalam silsilah keluarga. Apalagi orang lain.Indira tidak pernah memiliki seorang teman yang dapat dikatakan sangat dekat dengannya. Awalnya mungkin masih baik-baik saja, tetapi setelah tahu Indira sering bersikap aneh dan berbicara sendiri, semuanya lalu memilih untuk meninggalkannya.Tak hanya itu, Indira bahkan sampai mendapatkan julukan sebagai 'pawang hantu' saat ia masih sekolah dulu.Dan
Lagi-lagi hotel dalam keadaan sepi. Sepertinya para pegawai sengaja untuk berangkat lebih siang, dari jam semestinya. Tidak ada ciri-ciri pengunjung yang menggunakan lift atapun ruang gym.Indira seperti sedang bekerja di bangunan kosong yang hanya dihuni beberapa hantu. Bahkan atasannya sendiri dikatakan bukan manusia. Melainkan hantu penasaran yang tengah mencari-cari alasan atas kematiannya."Kamar sebanyak ini, kalau akhirnya hotel ini akan ditutup pasti akan sangat sayang sekali."Indira menyempatkan untuk meraba tembok dan pintu kamar hotel yang sedang kosong. Ya, sepanjang hidupnya mana pernah dia menginap di kamar hotel mewah seperti halnya hotel Lilac ini.Tinggal di tempat kost yang sempit dan kumuh, membuatnya merasa sedih jika bangunan semegah ini harus terpaksa dikosongkan. Bahkan bisa saja sampai dirobohkan.Tak! Tak! Tak!Bunyi heels Indira beg
Ruangan gelap dan sunyi, seakan menjadi tempat paling nyaman bagi Satya. Meskipun namanya tengah menjadi obrolan publik, Satya tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan tentang kasus yang sedang menimpanya saat ini.Pemberitaan yang tidak benar itu, kini sudah menjalar sampai ke penjuru negeri. Nama Satya pun menjadi tercoreng. Bukan hanya perkara dirinya yang menjadi hantu kejam, melainkan tindakannya sebelum meninggal pun menjadi sorotan."Hei, kenapa kau hanya berdiam diri di sini?"Satya hanya melirik sekilas ke arah pintu ruangannya. Ada salah satu hantu anak kecil yang berdiri di sana. Dia tengah berkacak pinggang sembari melotot ke arah Satya."Kenapa kamu datang ke sini? Pergi sana! Jangan ganggu aku!" usir Satya."Aku ke sini karena aku tahu jika dirimu tidak bersalah."Satya menyeringai kecil. "Lalu, apa yang akan dilakukan para hantu jika mereka ti
Tidak ada yang terima dengan keputusan sepihak dari 'hantu Satya' ini. Pasalnya, siapa saja yang berani untuk resign mereka akan dikenai denda seluruh gaji yang mereka dapatkan sewaktu bekerja di hotel Lilac, lalu dilipatgandakan.Selain itu, Satya akan menjamin kehidupan mereka tidak akan mendapat kenyamanan dan ketenangan. Jangankan untuk mencari pekerjaan baru, sekadar memejamkan mata untuk tertidur pun tidak akan Satya biarkan semudah itu.Benar, Satya tidak akan mau diinjak-injak lagi oleh pegawainya sendiri. Di sini, dialah yang berkuasa. Walaupun wujudnya tidak terlihat, tetapi dia memiliki Indira yang akan menjalankan semua tugasnya."Indira, coba kamu cek seluruh ruang kamar hotel dan apartemen. Ada siapa saja yang menetap di sana. Karena mereka juga yang menyebabkan rumor itu berkembang
Lagi-lagi hotel dalam keadaan sepi. Sepertinya para pegawai sengaja untuk berangkat lebih siang, dari jam semestinya. Tidak ada ciri-ciri pengunjung yang menggunakan lift atapun ruang gym.Indira seperti sedang bekerja di bangunan kosong yang hanya dihuni beberapa hantu. Bahkan atasannya sendiri dikatakan bukan manusia. Melainkan hantu penasaran yang tengah mencari-cari alasan atas kematiannya."Kamar sebanyak ini, kalau akhirnya hotel ini akan ditutup pasti akan sangat sayang sekali."Indira menyempatkan untuk meraba tembok dan pintu kamar hotel yang sedang kosong. Ya, sepanjang hidupnya mana pernah dia menginap di kamar hotel mewah seperti halnya hotel Lilac ini.Tinggal di tempat kost yang sempit dan kumuh, membuatnya merasa sedih jika bangunan semegah ini harus terpaksa dikosongkan. Bahkan bisa saja sampai dirobohkan.Tak! Tak! Tak!Bunyi heels Indira beg
Karena Indira sudah mengakui bahwa ia memang bisa melihat Satya, maka tidak ada alasan lain untuknya dapat menghindari sosok Satya yang telah resmi menjadi bosnya.Siapa sangka, pada akhirnya Indira akan bekerja di bawah naungan hantu yang selalu ingin ia hindari sepanjang hidupnya. Tidak ada hal baik selama Indira berdekatan, atau berhubungan baik dengan para hantu.Yang ada dirinya akan dijauhi, dibenci, dan dicemooh banyak orang. Keluarganya saja enggan untuk mengakui bahwa ia termasuk dalam silsilah keluarga. Apalagi orang lain.Indira tidak pernah memiliki seorang teman yang dapat dikatakan sangat dekat dengannya. Awalnya mungkin masih baik-baik saja, tetapi setelah tahu Indira sering bersikap aneh dan berbicara sendiri, semuanya lalu memilih untuk meninggalkannya.Tak hanya itu, Indira bahkan sampai mendapatkan julukan sebagai 'pawang hantu' saat ia masih sekolah dulu.Dan
Satya sedang memandangi Indira yang tengah duduk di luar ruangannya. Dengan menautkan jemarinya, ia tengah mencoba untuk mencari cara lain untuk membuktikan kebenarannya.Apa Indira benar bisa melihatnya, atau tidak.'Sangat suka sekali dia dengan pekerjaannya yang hanya duduk-duduk santai, namun digaji sampai 50 juta!'Satya melayang. Menembus pintu ruangannya dan duduk di atas meja kerja Indira. Sangat rapi. Ada beberapa tanaman hias, juga bingkai foto dirinya bersama keluarganya.Satya tidak peduli jika pantatnya itu akan membuat semua benda itu jatuh. Toh dirinya tak terlihat. Juga tubuhnya yang transparan. Jadi, ia bisa menembus segala bentuk benda yang diinginkannya, tanpa melakukan komat-kamit lebih dulu.'Apa yang sedang ia lakukan?' Satya mengintip layar komputer yang sedang dipelototi Indira.Karena merasa kesal, Satya langsung mematikan komputer In
'Apa lagi sekarang? Mencari pegawai baru? Dengan gaji sebanyak itu?' Tubuhnya sedikit transparan. Ia tengah melihat ke seberang jalan. Membaca tulisan berukuran besar, dengan iming-iming gaji yang fantastik. Satya Gusmananda. Pemilik tubuh transparan itu. Sudah tidak menjadi hal baru baginya untuk melompat dari ketinggian, mencapai apa yang ingin dituju. Apalagi setelah dia mendengar, bahwa ada satu pelamar yang datang ke hotel untuk memberikan berkas-berkas yang dimiliki si pelamar. 'Lulusan SMA? Pengalaman bekerja ....' Selesai sudah. Satya sudah tidak tertarik dengan membaca daftar riwayat hidup calon pegawai di hotelnya. Apa yang akan ia peroleh, dari seseorang yang tidak memiliki wawasan luas itu? *** Sepanjang perjalanan, Satya tak henti-hentinya untuk menatap wanita yang duduk di sebelahnya saat ini. Indira. Ya, Satya
Peringatan! Cerita ini hanyalah sebuah fiksi, bukan berdasarkan pada kenyataan yang ada. Melainkan murni khayalan dari penulis semata. Dan tidak ada kaitannya dengan organisasi, ras, budaya, kepercayaan agama, latar tempat, nama tokoh, dll, yang ada di kehidupan nyata. *** Sudah hampir satu bulan, semua orang menjadi ketakutan dan berniat ingin kabur dari hotel. Rumor mengenai ruangan mendiang atasannya—Satya Gusmananda, tak lagi menjadi buah bibir semata. Semua orang percaya bahwa CEO-nya itu masih tetap tinggal di dalam ruangannya. Ia tidak ingin ada penggantinya. Setiap kali ada seseorang yang masuk, hendak menduduki bangku kebesarannya, selalu saja gagal. Entah bangku yang tiba-tiba terbalik sendiri. Kertas-kertas yang melayang di udara. Atau pintu ruangan yang dengan sengaja terkunci rapat dari dalam. Dialah 'hantu' yan