Lagi-lagi hotel dalam keadaan sepi. Sepertinya para pegawai sengaja untuk berangkat lebih siang, dari jam semestinya. Tidak ada ciri-ciri pengunjung yang menggunakan lift atapun ruang gym.
Indira seperti sedang bekerja di bangunan kosong yang hanya dihuni beberapa hantu. Bahkan atasannya sendiri dikatakan bukan manusia. Melainkan hantu penasaran yang tengah mencari-cari alasan atas kematiannya.
"Kamar sebanyak ini, kalau akhirnya hotel ini akan ditutup pasti akan sangat sayang sekali."
Indira menyempatkan untuk meraba tembok dan pintu kamar hotel yang sedang kosong. Ya, sepanjang hidupnya mana pernah dia menginap di kamar hotel mewah seperti halnya hotel Lilac ini.
Tinggal di tempat kost yang sempit dan kumuh, membuatnya merasa sedih jika bangunan semegah ini harus terpaksa dikosongkan. Bahkan bisa saja sampai dirobohkan.
Tak! Tak! Tak!
Bunyi heels Indira begitu nyaring di telinga Satya. Tanda jika Indira sudah sampai di lorong menuju ruangannya.
Tanpa berbasa-basi, Satya pun langsung bergegas untuk menyusul Indira yang belum sampai pada meja kerjanya. Tentu saja hal itu membuat jantung Indira bekerja lebih cepat dari sebelumnya.
"ASTAGA!!!"
"Hei, kenapa kamu?! Seperti baru lihat hantu saja kamu!" amuk Satya.
Indira mengelus dada untuk mengembalikan detak jantungnya yang tak waras tadi. "Anda 'kan memang hantu, Pak!"
"Oh iya. Lupa."
"Huft! Lain kali jangan tiba-tiba muncul seperti itu, Pak. Tidak baik buat kesehatan jantung saya."
"Dih, kenapa juga aku harus peduli dengan kesehatan jantungmu?"
"Kalau jantung saya kenapa-kenapa, nanti saya tidak bisa berangkat kerja."
"Sesuka itu kamu bekerja di sini?" sindir Satya. "Ah, tentu saja suka ya. Kamu 'kan digaji 50 juta dalam satu bulan. Mengalahkan gaji manager di sini."
"Saya tidak berharap lebih, Pak. Karena pada akhirnya hotel ini pun akan segera ditutup."
Satya mengerutkan dahinya. Menatap Indira dengan tak suka. "Siapa yang bilang?"
"Semua orang pun akan tahu tentang kebenaran itu, Pak."
"Hotel ini tidak akan pernah ditutup! Lancang sekali kamu menentukan takdir pada perusahaanku!" bentak Satya pada Indira.
Sadar akan kesalahannya, Indira pun langsung membungkukkan badan sebagai bentuk permintaan maafnya pada atasannya. Mana tahu jika Satya akan marah besar seperti ini.
"Maaf, Pak."
Sepertinya, Indira harus lebih berhati-hati dalam lisannya. Memang benar jika Satya adalah hantu. Tetapi, Indira tidak dapat memungkiri bahwa Satya juga merupakan bosnya. Selagi posisi CEO di hotel & apartmen Lilac belum tergantikan.
"Sekarang, siapkan ruangan untuk melakukan rapat dengan para pegawai!" titah Satya kemudian.
"Rapat? Tetapi para pegawai belum pada berangkat, Pak."
"Itu perkara yang mudah. Biar aku yang menanganinya. Tugasmu cukup siapkan ruangan rapat saja."
"Ba-baik, Pak."
***
Sesuai perintah Satya, Indira sudah menyiapkan ruangan yang diminta Satya sebelumnya. Sementara Satya sendiri tidak ada yang tahu, di mana keberadaannya.
Selesai menyiapkan hal-hal yang diperlukan, Indira lalu dikejutkan dengan berdatangannya para pegawai hotel satu persatu memasuki ruang rapat.
"Oh?!"
Semestinya Indira tidak perlu merasa sekaget itu, namun melihat kostum yang mereka kenakan, Indira jadi bingung sendiri. Bukan hanya Indira saja yang merasa kebingungan. Pegawai yang saat ini sudah duduk di bangku pun, ikut merasakan keanehan pada diri mereka masing-masing.
"Hei, kenapa kita tiba-tiba bisa ada di sini?"
"Tidak tahu. Seingatku tadi aku baru saja mau pergi mandi. Nih, aku saja sampai membawa handuk ke sini."
"Aku juga tadi masih enak-enak sarapan di warung depan. Tiba-tiba ada angin kencang, terus tahu-tahu udah sampai di sini."
"Kalian masih dikatakan wajar! Sementara aku?! Aku baru saja sampai di Yogyakarta, terus sekarang udah ada di Jakarta lagi? Dalam waktu sekejap? Apa itu mungkin dikatakan sebagai hal yang wajar?"
"Hah?"
"Ih, sumpah-sumpah! Aku merinding parah ini! Rasanya bercampur kayak pengin BAB sama pas pertama haid!"
Semula, Indira tidak memiliki pikiran apa-apa terhadap mereka. Sampai pada akhirnya sosok Satya sudah berdiri di sebelahnya dengan posisi berkacak pinggang.
"Baiklah, ini sudah lengkap. Ayo kita langsung mulai rapat pagi ini."
"Em ..., Pak?"
"Ya, ada apa?"
Indira menunjuk ke arah para pegawai hotel yang beragam kostumnya. "Apa yang sudah Anda lakukan pada mereka, Pak?"
"Apa lagi? Tentu saja untuk membawa mereka datang ke tempat kerja, dengan tepat waktu."
"Caranya?" tanya Indira yang dibumbui rasa penasaran yang menggebu.
"Jadi hantu dulu, baru kamu akan mengerti," ucap Satya dengan santai. "Sekarang, kamu gantikan aku untuk berbicara di podium."
"Saya?" Indira menunjuk dirinya sendiri.
Satya pun tak keberatan untuk mengulangi kalimatnya, "Iya, kamu wakilkan aku untuk berbicara di podium. Ulangi kalimat yang akan aku sampaikan pada mereka."
"Ah, baiklah."
Indira pun menaiki podium, sesuai perintah dari Satya. Begitu juga dengan para pegawai yang mulai mengheningkan ruangan, karena melihat Indira sedang berdiri di podium yang seharusnya ditempati Satya.
"Apa kalian semua ingin aku pecat!?" ucap Satya dengan nada tegas.
"Hah?"
"Cepat kamu katakan itu pada mereka."
"Tapi, Pak ..., masa saya harus mengatakan hal itu pada pegawai di sini? Sementara saya saja masih pegawai baru di sini."
"Hei, Indira. Kamu itu aku suruh buat mewakili aku berbicara. Dan kamu bekerja di hotel ini juga untuk bisa mendampingiku menyampaikan segala hal pada pegawai di sini. Jadi, cepat katakan hal itu pada mereka!"
Benar juga. Pekerjaan Indira yang sesungguhnya adalah untuk mendampingi Satya melakukan apapun yang berkaitan dengan perusahaan. Termasuk pagi ini. Juga seterusnya.
Sebelum memulai berbicara, Indira menghembuskan napasnya dalam-dalam. "A-apa kalian semua ingin aku pecat?"
"Kurang tegas."
"Pak ...."
Satya membuat postur tubuh menyilangkan tangan di dada. Seolah tidak ingin dibantah dan harus dijalankan perintahnya.
Mau tidak mau, Indira hanya bisa menurut saja. Toh ia bekerja untuk perusahaan Satya. Bukan dengan para pegawai di hotel ini.
"Apa kalian semua ingin aku pecat?!!"
"Nice," puji Satya.
"Hei, apa-apaan kamu ini? Memangnya kamu siapa bisa seenaknya memecat kita?!" sahut salah satu pegawai.
"Katakan, jika kamu sedang menirukan ucapanku."
Indira mengangguk. "Di sini ..." Indira menunjuk ke samping, di mana Satya berdiri. "Ada pak Satya. Dia yang menyuruhku untuk menyampaikan kalimat tadi."
"A-apa? A-ada p-pak Satya?"
"Iya. Pak Satya ada di ruangan ini, tepatnya di sebelah saya."
Selepas Indira memberitahukan kehadiran Satya di ruang rapat, para pegawai wanita yang semula duduk dengan tenang, mendadak pingsan berjamaah satu persatu.
"Oh? Pak, bagaimana ini?!" gugup Indira, menyaksikan beberapa orang yang jatuh terkapar di lantai.
"Biarkan saja. Sekarang, kamu lanjutkan apa yang ingin aku sampaikan pada mereka."
"Em, ba-baiklah."
"Katakan lagi, jika sampai ada yang ketahuan resign dari hotel ini, maka jangan harap untuk dapat hidup dengan tenang di luar sana."
"Anda sedang mengancam mereka?" tanya Indira sembari menatap Satya dengan tak percaya.
Memang benar, hantu tidak dapat menyelakai orang ataupun membunuhnya. Tetapi, setelah melihat apa yang baru saja dilakukan Satya untuk menggiring para pegawainya ke hotel dalam waktu singkat, tentu Indira mencemaskan hal lain yang akan dilakukan hantu Satya ini.
"Iya. Aku sedang mengancam mereka. Kenapa? Apa kamu keberatan? Dan oh, kalimat itu juga berlaku untukmu."
"Saya hanya menjadi pegawai magang selama 3 bulan di sini."
"Di sini, siapa yang berhak menentukan hal itu? Lagipula, kamu sudah terjun dari tebing. Kenapa tidak sekalian untuk menyelam lebih dalam lagi?"
Indira hanya dapat ternganga, bahkan sampai Satya melayang dan menggerakkan tangan Indira untuk menekan cap tandatangannya di beberapa kertas yang berisi tentang peraturan baru selama bekerja di hotelnya.
Rapat pun berakhir di pagi yang singkat ini. Melihat para pegawai yang serempak tumbang dan mulai berteriak histeris saking takutnya dengan sosok Satya, tidak ada pilihan lain untuk menunda rapat di lain waktu berikutnya.
"Sekarang, kamu bawakan air untuk membangunkan mereka!" suruh Satya, sebelum menghilang dari pandangan Indira.
"Ya Tuhan ..., kenapa aku harus berurusan dengan hantu bernama Satya itu?"
***
Bersambung...
Tidak ada yang terima dengan keputusan sepihak dari 'hantu Satya' ini. Pasalnya, siapa saja yang berani untuk resign mereka akan dikenai denda seluruh gaji yang mereka dapatkan sewaktu bekerja di hotel Lilac, lalu dilipatgandakan.Selain itu, Satya akan menjamin kehidupan mereka tidak akan mendapat kenyamanan dan ketenangan. Jangankan untuk mencari pekerjaan baru, sekadar memejamkan mata untuk tertidur pun tidak akan Satya biarkan semudah itu.Benar, Satya tidak akan mau diinjak-injak lagi oleh pegawainya sendiri. Di sini, dialah yang berkuasa. Walaupun wujudnya tidak terlihat, tetapi dia memiliki Indira yang akan menjalankan semua tugasnya."Indira, coba kamu cek seluruh ruang kamar hotel dan apartemen. Ada siapa saja yang menetap di sana. Karena mereka juga yang menyebabkan rumor itu berkembang
Ruangan gelap dan sunyi, seakan menjadi tempat paling nyaman bagi Satya. Meskipun namanya tengah menjadi obrolan publik, Satya tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan tentang kasus yang sedang menimpanya saat ini.Pemberitaan yang tidak benar itu, kini sudah menjalar sampai ke penjuru negeri. Nama Satya pun menjadi tercoreng. Bukan hanya perkara dirinya yang menjadi hantu kejam, melainkan tindakannya sebelum meninggal pun menjadi sorotan."Hei, kenapa kau hanya berdiam diri di sini?"Satya hanya melirik sekilas ke arah pintu ruangannya. Ada salah satu hantu anak kecil yang berdiri di sana. Dia tengah berkacak pinggang sembari melotot ke arah Satya."Kenapa kamu datang ke sini? Pergi sana! Jangan ganggu aku!" usir Satya."Aku ke sini karena aku tahu jika dirimu tidak bersalah."Satya menyeringai kecil. "Lalu, apa yang akan dilakukan para hantu jika mereka ti
Peringatan! Cerita ini hanyalah sebuah fiksi, bukan berdasarkan pada kenyataan yang ada. Melainkan murni khayalan dari penulis semata. Dan tidak ada kaitannya dengan organisasi, ras, budaya, kepercayaan agama, latar tempat, nama tokoh, dll, yang ada di kehidupan nyata. *** Sudah hampir satu bulan, semua orang menjadi ketakutan dan berniat ingin kabur dari hotel. Rumor mengenai ruangan mendiang atasannya—Satya Gusmananda, tak lagi menjadi buah bibir semata. Semua orang percaya bahwa CEO-nya itu masih tetap tinggal di dalam ruangannya. Ia tidak ingin ada penggantinya. Setiap kali ada seseorang yang masuk, hendak menduduki bangku kebesarannya, selalu saja gagal. Entah bangku yang tiba-tiba terbalik sendiri. Kertas-kertas yang melayang di udara. Atau pintu ruangan yang dengan sengaja terkunci rapat dari dalam. Dialah 'hantu' yan
'Apa lagi sekarang? Mencari pegawai baru? Dengan gaji sebanyak itu?' Tubuhnya sedikit transparan. Ia tengah melihat ke seberang jalan. Membaca tulisan berukuran besar, dengan iming-iming gaji yang fantastik. Satya Gusmananda. Pemilik tubuh transparan itu. Sudah tidak menjadi hal baru baginya untuk melompat dari ketinggian, mencapai apa yang ingin dituju. Apalagi setelah dia mendengar, bahwa ada satu pelamar yang datang ke hotel untuk memberikan berkas-berkas yang dimiliki si pelamar. 'Lulusan SMA? Pengalaman bekerja ....' Selesai sudah. Satya sudah tidak tertarik dengan membaca daftar riwayat hidup calon pegawai di hotelnya. Apa yang akan ia peroleh, dari seseorang yang tidak memiliki wawasan luas itu? *** Sepanjang perjalanan, Satya tak henti-hentinya untuk menatap wanita yang duduk di sebelahnya saat ini. Indira. Ya, Satya
Satya sedang memandangi Indira yang tengah duduk di luar ruangannya. Dengan menautkan jemarinya, ia tengah mencoba untuk mencari cara lain untuk membuktikan kebenarannya.Apa Indira benar bisa melihatnya, atau tidak.'Sangat suka sekali dia dengan pekerjaannya yang hanya duduk-duduk santai, namun digaji sampai 50 juta!'Satya melayang. Menembus pintu ruangannya dan duduk di atas meja kerja Indira. Sangat rapi. Ada beberapa tanaman hias, juga bingkai foto dirinya bersama keluarganya.Satya tidak peduli jika pantatnya itu akan membuat semua benda itu jatuh. Toh dirinya tak terlihat. Juga tubuhnya yang transparan. Jadi, ia bisa menembus segala bentuk benda yang diinginkannya, tanpa melakukan komat-kamit lebih dulu.'Apa yang sedang ia lakukan?' Satya mengintip layar komputer yang sedang dipelototi Indira.Karena merasa kesal, Satya langsung mematikan komputer In
Karena Indira sudah mengakui bahwa ia memang bisa melihat Satya, maka tidak ada alasan lain untuknya dapat menghindari sosok Satya yang telah resmi menjadi bosnya.Siapa sangka, pada akhirnya Indira akan bekerja di bawah naungan hantu yang selalu ingin ia hindari sepanjang hidupnya. Tidak ada hal baik selama Indira berdekatan, atau berhubungan baik dengan para hantu.Yang ada dirinya akan dijauhi, dibenci, dan dicemooh banyak orang. Keluarganya saja enggan untuk mengakui bahwa ia termasuk dalam silsilah keluarga. Apalagi orang lain.Indira tidak pernah memiliki seorang teman yang dapat dikatakan sangat dekat dengannya. Awalnya mungkin masih baik-baik saja, tetapi setelah tahu Indira sering bersikap aneh dan berbicara sendiri, semuanya lalu memilih untuk meninggalkannya.Tak hanya itu, Indira bahkan sampai mendapatkan julukan sebagai 'pawang hantu' saat ia masih sekolah dulu.Dan
Ruangan gelap dan sunyi, seakan menjadi tempat paling nyaman bagi Satya. Meskipun namanya tengah menjadi obrolan publik, Satya tidak perlu lagi pusing-pusing memikirkan tentang kasus yang sedang menimpanya saat ini.Pemberitaan yang tidak benar itu, kini sudah menjalar sampai ke penjuru negeri. Nama Satya pun menjadi tercoreng. Bukan hanya perkara dirinya yang menjadi hantu kejam, melainkan tindakannya sebelum meninggal pun menjadi sorotan."Hei, kenapa kau hanya berdiam diri di sini?"Satya hanya melirik sekilas ke arah pintu ruangannya. Ada salah satu hantu anak kecil yang berdiri di sana. Dia tengah berkacak pinggang sembari melotot ke arah Satya."Kenapa kamu datang ke sini? Pergi sana! Jangan ganggu aku!" usir Satya."Aku ke sini karena aku tahu jika dirimu tidak bersalah."Satya menyeringai kecil. "Lalu, apa yang akan dilakukan para hantu jika mereka ti
Tidak ada yang terima dengan keputusan sepihak dari 'hantu Satya' ini. Pasalnya, siapa saja yang berani untuk resign mereka akan dikenai denda seluruh gaji yang mereka dapatkan sewaktu bekerja di hotel Lilac, lalu dilipatgandakan.Selain itu, Satya akan menjamin kehidupan mereka tidak akan mendapat kenyamanan dan ketenangan. Jangankan untuk mencari pekerjaan baru, sekadar memejamkan mata untuk tertidur pun tidak akan Satya biarkan semudah itu.Benar, Satya tidak akan mau diinjak-injak lagi oleh pegawainya sendiri. Di sini, dialah yang berkuasa. Walaupun wujudnya tidak terlihat, tetapi dia memiliki Indira yang akan menjalankan semua tugasnya."Indira, coba kamu cek seluruh ruang kamar hotel dan apartemen. Ada siapa saja yang menetap di sana. Karena mereka juga yang menyebabkan rumor itu berkembang
Lagi-lagi hotel dalam keadaan sepi. Sepertinya para pegawai sengaja untuk berangkat lebih siang, dari jam semestinya. Tidak ada ciri-ciri pengunjung yang menggunakan lift atapun ruang gym.Indira seperti sedang bekerja di bangunan kosong yang hanya dihuni beberapa hantu. Bahkan atasannya sendiri dikatakan bukan manusia. Melainkan hantu penasaran yang tengah mencari-cari alasan atas kematiannya."Kamar sebanyak ini, kalau akhirnya hotel ini akan ditutup pasti akan sangat sayang sekali."Indira menyempatkan untuk meraba tembok dan pintu kamar hotel yang sedang kosong. Ya, sepanjang hidupnya mana pernah dia menginap di kamar hotel mewah seperti halnya hotel Lilac ini.Tinggal di tempat kost yang sempit dan kumuh, membuatnya merasa sedih jika bangunan semegah ini harus terpaksa dikosongkan. Bahkan bisa saja sampai dirobohkan.Tak! Tak! Tak!Bunyi heels Indira beg
Karena Indira sudah mengakui bahwa ia memang bisa melihat Satya, maka tidak ada alasan lain untuknya dapat menghindari sosok Satya yang telah resmi menjadi bosnya.Siapa sangka, pada akhirnya Indira akan bekerja di bawah naungan hantu yang selalu ingin ia hindari sepanjang hidupnya. Tidak ada hal baik selama Indira berdekatan, atau berhubungan baik dengan para hantu.Yang ada dirinya akan dijauhi, dibenci, dan dicemooh banyak orang. Keluarganya saja enggan untuk mengakui bahwa ia termasuk dalam silsilah keluarga. Apalagi orang lain.Indira tidak pernah memiliki seorang teman yang dapat dikatakan sangat dekat dengannya. Awalnya mungkin masih baik-baik saja, tetapi setelah tahu Indira sering bersikap aneh dan berbicara sendiri, semuanya lalu memilih untuk meninggalkannya.Tak hanya itu, Indira bahkan sampai mendapatkan julukan sebagai 'pawang hantu' saat ia masih sekolah dulu.Dan
Satya sedang memandangi Indira yang tengah duduk di luar ruangannya. Dengan menautkan jemarinya, ia tengah mencoba untuk mencari cara lain untuk membuktikan kebenarannya.Apa Indira benar bisa melihatnya, atau tidak.'Sangat suka sekali dia dengan pekerjaannya yang hanya duduk-duduk santai, namun digaji sampai 50 juta!'Satya melayang. Menembus pintu ruangannya dan duduk di atas meja kerja Indira. Sangat rapi. Ada beberapa tanaman hias, juga bingkai foto dirinya bersama keluarganya.Satya tidak peduli jika pantatnya itu akan membuat semua benda itu jatuh. Toh dirinya tak terlihat. Juga tubuhnya yang transparan. Jadi, ia bisa menembus segala bentuk benda yang diinginkannya, tanpa melakukan komat-kamit lebih dulu.'Apa yang sedang ia lakukan?' Satya mengintip layar komputer yang sedang dipelototi Indira.Karena merasa kesal, Satya langsung mematikan komputer In
'Apa lagi sekarang? Mencari pegawai baru? Dengan gaji sebanyak itu?' Tubuhnya sedikit transparan. Ia tengah melihat ke seberang jalan. Membaca tulisan berukuran besar, dengan iming-iming gaji yang fantastik. Satya Gusmananda. Pemilik tubuh transparan itu. Sudah tidak menjadi hal baru baginya untuk melompat dari ketinggian, mencapai apa yang ingin dituju. Apalagi setelah dia mendengar, bahwa ada satu pelamar yang datang ke hotel untuk memberikan berkas-berkas yang dimiliki si pelamar. 'Lulusan SMA? Pengalaman bekerja ....' Selesai sudah. Satya sudah tidak tertarik dengan membaca daftar riwayat hidup calon pegawai di hotelnya. Apa yang akan ia peroleh, dari seseorang yang tidak memiliki wawasan luas itu? *** Sepanjang perjalanan, Satya tak henti-hentinya untuk menatap wanita yang duduk di sebelahnya saat ini. Indira. Ya, Satya
Peringatan! Cerita ini hanyalah sebuah fiksi, bukan berdasarkan pada kenyataan yang ada. Melainkan murni khayalan dari penulis semata. Dan tidak ada kaitannya dengan organisasi, ras, budaya, kepercayaan agama, latar tempat, nama tokoh, dll, yang ada di kehidupan nyata. *** Sudah hampir satu bulan, semua orang menjadi ketakutan dan berniat ingin kabur dari hotel. Rumor mengenai ruangan mendiang atasannya—Satya Gusmananda, tak lagi menjadi buah bibir semata. Semua orang percaya bahwa CEO-nya itu masih tetap tinggal di dalam ruangannya. Ia tidak ingin ada penggantinya. Setiap kali ada seseorang yang masuk, hendak menduduki bangku kebesarannya, selalu saja gagal. Entah bangku yang tiba-tiba terbalik sendiri. Kertas-kertas yang melayang di udara. Atau pintu ruangan yang dengan sengaja terkunci rapat dari dalam. Dialah 'hantu' yan