Kalila terdiam di kursinya dengan wajahnya yang terlihat gugup. Ya, memang begitulah perasaan setiap mahasiswa tingkat akhir saat menunggu hasil keputusan tugas akhir mereka. Seketika Kalila terbelalak terkejut saat melihat Janu sudah di hadapannya dengan menggenggam bouquet bunga.
“Hei, Sayang. Gimana sidangnya? Ini bouquet buat kamu.” Ucap Janu mengejutkan Kalila sembari memberikan bouquet bunga ke hadapan Kalila yang terlihat semakin gugup.
“Mas, kenapa tiba-tiba ada disini?!” Tanya Kalila dengan meninggikan suaranya
Kalila tidak suka jika terus-terusan di beri kejutan oleh Janu. Lagipula, Kalila adalah tipe yang memang sangat tidak suka dengan kejutan. Apalagi kejutan saat itu, akan sangat malu jika hasil sidang Kalila nantinya tidak sesuai harapan sementara Janu sudah terlihat menaruh harapan bahwa Kalila akan lulus.
“Loh, kan kamu sidang hari ini. Jadi, aku bawain kamu bunga deh.” Jawab Janu dengan santai
Kalila mengacak-acak rambutnya dan menatap Janu dengan tatapan frustrasi “Mas… Hasil sidang aku belum keluar. Kalo aku gak lulus gimana?” Jelas Kalila sembari mendengus kasar.
“Tenang aja, Lila. Ka—”
“Kalila Zetana.” Seorang laki-laki memanggil nama Kalila dari ruangan sidang dan seketika memotong pembicaraan Janu.
Kalila bergegas berdiri dari duduknya dan langsung menghadapi laki-laki itu “I-iya, Pak?”
“Silahkan masuk. Dosen sudah ada di ruangan untuk memberikan keputusan hasil sidang skripsi kamu.”
“Baik, Pak.” Kalila pun bergegas masuk ke dalam ruangan. Namun langkah Kalila terhenti tepat di pintu masuk ruangan saat Janu menggenggam tangannya dengan memutar balikkan tubuh Kalila.
Janu melempar senyum ke hadapan Kalila dan mengusap pipi wanita itu “Kamu pasti lulus. Jangan gugup. Everything will be okay.”
***
Janu sedari tadi menunggu Kalila dengan perasaan khawatir. Dia bisa saja menyemangati Kalila dan berusaha menenangkannya. Namun, di satu sisi Janu pun merasa khawatir terhadap hasil skripsi Kalila. Bukan, Janu bukan khawatir akan hasilnya, yang lebih Janu khawatirkan adalah respon Kalila saat hasilnya tidak sesuai dengan harapan wanita itu. Janu tidak ingin Kalila kecewa dengan dirinya sendiri.
Cklek!
Pintu ruangan sidang pun di buka oleh Kalila dengan eskpresi wajahnya yang murung dan terlihat kecewa.
“Lila… Gimana? Kamu lulus, kan?” Tanya Janu menghampiri Kalila.
Kalila menunduk dan tidak menjawab pertanyaan Janu, dia pun melangkahkan kaki perlahan dan meninggalkan Janu yang masih mematung di tempatnya.
Janu menghela napas dan bingung dengan Kalila. Apa jangan-jangan Kalila gak lulus? Batin Janu
Janu pun bergegas mengejar Kalila yang sudah terlihat menjauh dari tempatnya “Lila… Kenapa kamu menghindar? Kamu lulus, kan?”
“Kalo aku gak lulus gimana, Mas?” Tanya Kalila dengan memanyunkan bibirnya.
Janu menangkupkan wajah Kalila dan menatapnya dengan tatapan tulus “Kamu gak lulus? It’s okay, Lila. Jangan pernah takut untuk gagal. Orang sukses itu pasti pernah mengalami yang namanya kegagalan. Jangan down, ya. Nanti aku bakal ngebimbing kamu.” Jelas Janu
“Mas!! Siapa bilang aku gak lulus?” Ucap Kalila dengan mengernyitkan dahinya dan meninggikan nada suaranya
“Maksudnya?”
“Aku lulus dengan hasil yang memuaskan, Mas!! Aku dapet nilai A” Teriak Kalila yang langsung memeluk Janu
“Lilaaaa!!!” Seru Janu dan melepaskan tubuh Kalila yang tengah memeluk tubuhnya. Janu pun menangkupkan kedua tangannya di pipi Kalila “Jadi kamu ngerjain aku?” Tanya Janu membelalakkan matanya dan Kalila pun hanya mengangguk
“Bener-bener, ya, kamu.” Ucap Janu menghela napas dalam dan kembali membawa tubuh Kalila ke dalam pelukannya “I’m so happy for you, Lil.”
***
Janu dan Kalila tiba di salah satu tempat clubbing untuk merayakan kelulusan Kalila. Kalila terlihat memakai dress berwarna merah yang di belikan oleh Janu. Dress itu terlihat sangat cantik di padukan dengan lekukan tubuh Kalila yang sangat seksi. Ditambah lagi bibir penuh Kalila yang di olesi lipstick merah pun menjadikan dia wanita yang tampak sangat sensual.
Janu menggandeng tangan Kalila seakan tidak ingin melepaskan tangan wanita itu. Dia pun terlihat bahagia sekali menunjukkan kepada dunia bahwa Kalila adalah wanitanya.
Langkah kaki Kalila terhenti saat dia dan Janu ingin memasuki club. Sebuah tempat dengan dentuman musik yang sangat keras dan suasananya yang sesak membuat Kalila tidak nyaman dengan suasana itu.
“Kenapa, sayang?” Tanya Janu menatap Kalila dengan tatapan Janu yang sedari tadi masih terpesona dengan wanita itu.
“Aku belum pernah masuk ke tempat kaya gini, Mas. Kita ke café aja yuk.” Ucap Kalila sembari memanyunkan bibirnya seperti anak kecil.
“Gapapa, sayang. Ada aku. Lagian temen-temen aku juga udah nungguin kamu.” Ucap Janu membujuk
Kalila pun akhirnya menyetujui Janu. Lagipula, dia juga sudah percaya sepenuhnya dengan Janu.
Sesampainya di dalam club, Kalila di sambut hangat oleh teman-teman Janu. Dia pun di ajak berbincang oleh teman Janu saat Janu terlihat harus menemui rekan kerjanya yang kebetulan ada di tempat itu.
“Mau minum, gak?” Tanya Doni yang tengah berdiri di hadapan Kalila sembari memberikan minuman alkohol kepadanya.
“Ng-nggak. Aku gak minum.” Jelas Kalila dan dia pun memberikan jarak agar tidak terlalu dekat dengan Doni.
Pacar Doni, Reva, yang duduk tepat disamping Kalila pun tertawa terbahak-bahak saat mendengar jawaban dari Kalila “Hahaha, ayolah!! Pacar Janu tuh pasti selalu minum.”
Deg!
Hati Kalila bergemuruh saat mendengar pernyataan dari Reva. Pernyataan yang seakan membuat dirinya di bandingkan dengan masa lalu kekasihnya itu.
Tiba-tiba terpikir pula oleh Kalila bahwa dia bukanlah orang yang tepat untuk Janu. Kebiasaan Janu sangat berbanding terbalik dengan Kalila yang berasal dari keluarga yang penuh dengan norma dan aturan adat.
Apa memang Bang Adam mengkhawatirkan hal ini? Batin Kalila.
Disisi lain, Janu yang berbincang dengan rekan kerjanya pun tiba-tiba melihat Kalila dari jarak jauh ditawarkan minuman beralkohol oleh Doni. Sontak, hal itu membuat Janu khawatir karena dia sudah berniat untuk tidak menjerumuskan Kalila dengan dunianya.
Janu terlihat memutuskan percakapan dengan rekan kerjanya dan langsung menyusuli Kalila.
“Jangan pernah ganggu Kalila. Dia wanita yang berbeda dari yang lain.” Tegas Janu sembari mengambil minuman beralkohol yang ada di tangan Doni saat Doni masih saja membujuk Kalila
Janu menoleh ke sampingnya dan menatap Kalila sembari mengusap pipi wanita itu “Sayang, kamu mau minum apa?”
“Air mineral aja, Mas.” Ucap Kalila dengan tatapan kagum saat melihat Janu mengkhawatirkannya seperti itu. Janu pun mengangguk sembari melemparkan senyum kepada Kalila.
Sementara Doni menertawakan Janu terbahak-bahak dan keheranan atas sikap yang di berikan Janu kepada Kalila “Sejak kapan lo bersikap kaya gini sama cewe?” Bisik Doni kepada Janu, namun masih saja tetap menertawai laki-laki itu. Janu tidak menjawab pertanyaan Doni dan dia pun langsung meneguk minuman yang dia ambil dari tangan Doni tadi.
Jelas saja Doni dan teman-teman Janu yang lain keheranan melihat perubahannya seperti ini. Bagaimana tidak, Janu adalah laki-laki yang tidak pernah peduli dengan wanita yang pernah dia kencani. Hal itu karena dia memandang fisik wanita hanya untuk kepuasan semata.
Hal itu pula yang selama ini ditakuti oleh Adam. Tidak bisa di pungkiri, Adam mengakui bahwa dia memiliki adik yang sangat cantik. Kecantikan yang memang menjadi incaran Janu dan teman-temannya.
Sudah kesekian kalinya Janu mengajak Kalila untuk pergi ke tempat clubbing sehingga membuat Kalila menjadi terbiasa dengan tempat seperti itu. Awalnya canggung namun semakin hari Kalila terlihat menikmatinya. Dia juga tampak sangat menikmati dance floor bersama Janu dan juga teman-teman yang lain.Walaupun Kalila sampai saat ini belum menyentuh minuman itu, namun tetap saja Janu sudah ingkar untuk menjaga Kalila. Janu terlihat tidak sadarkan diri karena terlalu banyak meneguk minuman beralkohol. Justru Kalila yang malah menjaga Janu dan mengantarnya kembali ke rumah ditemani oleh Reva dan Doni.Kalila merangkul tubuh Janu dan membaringkannya ke ranjang. Dia pun membuka sepatu Janu dan menyelimuti tubuh Janu yang sudah tidak sadar itu.“Lila, jangan pergi.” Seketika Janu menggenggam tangan Kalila namun matanya masih tertutup. Janu pun membuka matanya perlahan dan bergegas duduk. Dia tampak meraih tubuh Kalila dalam keadaan mabu
Pagi itu, Kalila di sibukkan dengan menjadi moderator di acara kampusnya dengan Janu yang menjadi pembicara. Ya, rutinitas yang membawakan takdir Kalila dan Janu bersatu.Menjadi moderator di pagi itu suasananya pasti sangat berbeda bagi Kalila. Dimana waktu itu Janu dan Kalila hanya manusia yang saling bertegur sapa tanpa adanya ikatan cinta di dalam diri mereka.Janu menatap Kalila terus-terusan dari sudut panggung dengan beberapa dekan fakultas dan juga rektor yang duduk di dekatnya. Menurutnya, dia adalah laki-laki yang beruntung bisa mendapatkan wanita cerdas, cantik, dan pekerja keras seperti itu. Sementara Kalila tengah memberikan kata sambutan kepada peserta yang mengikuti seminar dengan kemampuan komunikasinya yang tidak diragukan lagi.“Baiklah, saat ini kita kedatangan pembicara hebat loh. Pengusaha muda sukses dan udah buka beberapa cabang usahanya di Indonesia. Mau tau kan gimana perjalanannya beliau? Kita langsung saja memberikan waktu kepada
“Kamu kenapa, Lila? Kok senyum-senyum sendiri?” Tanya Widia menginterogasi Kalila saat dia mendapati Kalila tengah membersihkan dapur.“Eh… I-ibu.” Ucap Kalila gugup dan terkejut disaat bersamaan “Hmm--- Nggak, kok, Bu. Cuma inget obrolan aku sama temen aja.” Jelas Kalila sembari memberikan senyuman lebar kepada Widia.Widia menepuk bahu Kalila sembari tertawa kecil “Kamu gak bisa bohongi ibu, Nak. Kamu pasti lagi inget Janu, ya?”“Ha? Nggak, Bu.” Ucap Kalila panik sementara Widia masih saja terus menggodanya.“Sssttt… Ibu jangan bahas Mas Janu. Nanti ketahuan Bapak sama Bang Adam.” Ucap Kalila sembari meletakkan jari telunjuknya di bibir.“Suka banget ngalihin kamu.” Ucap Widia terkekeh melihat Kalila masih saja tidak mau mengaku.Widia merasa bahagia melihat Kalila yang pada akhirnya bisa membuka hatinya kepada seorang pria. Widia mengenal per
Mentari pagi tampak memantulkan cahayanya di jendela kamar Kalila sehingga membuat wanita itu terbangun. Namun, Kalila tampak tidak sedang baik-baik saja.Kalila merasa mual dan pusing dengan wajahnya yang juga terlihat pucat. Seketika dia berlari kecil ke kamar mandi akibat mual yang semakin menjadi-jadi."Kamu kenapa, Nak?" Tanya Widia yang tengah memasak di dapur saat mendengar Kalila mual dari dalam kamar mandi yang jaraknya sangat dekat dengan dapur mereka."Aku gak enak badan, Bu." Teriak Kalila dari dalam kamar mandiKalila merasa mual yang dia rasakan itu tidak wajar. Mengingat hubungannya dengan Janu yang sudah kelewat batas dan sudah beberapa kali melakukan hubungan yang tidak wajar itu, Kalila bergegas ke puskesmas yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya untuk memastikan apakah dia sedang mengandung anak Janu atau tidak.Beberapa menit setelah Kalila menunggu di ruang tunggu puskesmas, dokter yang memeriksa Kalila pun menyatakan
"Assalamualaikum." Arwan memberikan salam sembari memasuki rumah dengan wajah yang terlihat sangat lelah."Walaikumsalam… Eh bapak udah balik. Gimana kerjaan?" Tanya Widia menghampiri Arwan sembari mengambil tas yang tengah di pegang olehnya."Ya begitu lah, Bu. Hari ini kerjaannya lumayan banyak.” Jawab Arwan menghela napas dalam “Oh iya. Anak-anak dimana? Adam udah balik koas? Kalila juga udah balik dari tempat magang belum? Terus Rangga?” Tanya Arwan kepada Widia yang selalu menjadi rutinitasnya saat kembali bekerja.“Mereka lagi di ruang makan, Pak. Lagi siapin makan malam. Kita ke ruang makan yuk. Kasian anak-anak juga udah pada nungguin.” Jawab Widia.Saat semua keluarga Arwan tengah asik menyantap makanan, seketika Kalila merasakan mual dan langsung bergegas menuju ke kamar mandi. Sontak jantung Widia berdegup kencang melihat reaksi Kalila seperti itu di hadapan keluarga."Kamu kenapa, Lil?" Tanya Arwan s
Kalila berjalan perlahan dengan menangis terisak-isak. Dia memegangi kopernya sembari menangis setelah Arwan mengusirnya dari rumah. Dia tak tahu harus pergi kemana lagi. Dia ingin sekali pergi menemui Janu namun sepertinya laki-laki itu belum kembali dari Malaysia.Hujan pun tiba-tiba mengguyur kota Jakarta dan terpaksa Kalila harus berteduh di salah satu ruko yang sudah tutup. Kalila melihat arloji, dan waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tidak ada satu orang pun yang lewat dan berada di sana. Sementara hujan masih saja menampakkan wujud di hadapannya.Wanita malang itu benar-benar tidak tahu harus pergi kemana lagi. Bahkan Kalila tidak memegang uang sepeser pun.Kalila menatap hujan dengan pikiran kosong sembari memegang perutnya. Sementara itu, tampak dua orang laki-laki berpakaian jaket kulit, memakai kalung, dan memakai celana jeans sobek tengah mendekat kehadapan Kalila. Dari penampilannya, sudah di pastikan mereka adalah seorang preman
"Jadi, dulu mama di rawat dengan orang asing sampai kamu lahiran, Radit." Jelas Janu kepada Radit sembari membuka kacamatanya untuk menghapus air mata yang sudah tergenang sedaritadi di pelupuk mata Janu."Jadi, aku hasil anak hamil diluar nikah? Dan Papa pernah gak menginginkan aku di dunia ini?" Tanya Radit dengan tatapan nanar"Papa minta maaf. Papa--""Dan waktu itu Papa dan Mama gak cerai melainkan belum pernah menikah?” Tanya Radit kesal dan memotong pembicaraan Janu."Mas---" Ucap Dila perlahan kepada Radit sembari meletakkan tangannya di bahu Radit.Radit melepaskan tangan Dila dari bahunya dan langsung bergegas berdiri "Maaf, Pa. Aku mau keluar dulu. Aku masih susah untuk mencerna setiap kejadian ini.” Jelas Radit yang langsung pergi meninggalkan Janu, Dila, dan dokter Adrian.Adrian menghela napas setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan Kalila, pasiennya. Mengalami hal seperti itu wajar saja jika Kalila me
Wajah lelah diiringi dengan keringat membasahi wajah Kalila saat dia sedang berjalan kembali ke rumah Sisca dari kantor magangnya. Sebelum kembali kerumah, Kalila mencoba mengunjungi rumah Janu, berharap Janu sudah kembali dari Malaysia.Kalila melihat Janu dengan Ibu dan ayahnya tengah keluar dari rumah mereka, disusul dengan seorang laki-laki dan wanita yang tampak seumuran dengan ayah dan Ibu Janu."Wah! selamat Janu. Saya salut dengan kamu, masih muda tapi sudah membuka cabang bisnis di luar negeri." Ucap laki-laki yang tampak berhadapan dengan Janu"Haha terima kasih banyak, Pak." Jawab Janu dengan wajah yang sangat bahagia."Sudah mapan begini sudah bisa menikah ya Janu." Ucap wanita yang kemungkinan besar adalah istri dari laki-laki yang memberikan ucapan selamat kepada Janu.Kalila pun mencoba mendekat dan menghampiri Janu dan keluarganya. Lagipula, Janu pernah mengatakan bahwa dia akan mengenalkan Kalila dengan orangtuanya."Iya bet
Kehilangan pasangan hidup untuk selamanya bukanlah hal yang mudah. Hal itu pula yang saat ini di rasakan oleh Janu. Saat ini, kehilangan Kalila adalah suatu hal yang paling tidak mungkin untuk di cari.Sudah beberapa hari dari kepergian Kalila, Janu tidak pernah melahap makanannya. Hanya satu sampai dua sendok saja untuk menahan lapar.Setiap harinya, Janu selalu menghabiskan waktu di kamar dengan memandangi foto Kalila dan juga album kenangan yang mereka ciptakan bersama.“Pa, makan dulu. Nanti Papa sakit.”“Papa cuma butuh Kalila.”“Pa, jangan kaya gini. Ikhlasin Mama. Mama udah nulis di surat itu kalo Papa harus ikhlasin Mama.” Tegas Radit kepada Janu.“Mama kalian cantik banget, ya. Selain itu dia wanita yang kuat, tulus, sabar. Papa beruntung punya Kalila di hidup Papa.” Ucap Janu tanpa merespon pernyataan Radit sembari mengusap foto Kalila.“Iya, Pa. Kita paham. Papa makan du
“Lila… Makan dulu, yuk. Aku coba buatin kamu sup ayam.”“Kalila… kamu kecapean ya? Mau makan nanti aja?” Tanya Janu sembari mengusap kepala Kalila. Namun Kalila belum juga bangun dari tidurnya.“Lila…” Ucap Janu lembut. Janu merasa aneh dengan tubuh Kalila yang sedari tadi tidak merespon apa pun, wajahnya pucat serta tubuhnya terasa sangat dingin.“Kalila….”“Dokter Adrian, Kalila kenapa???” Teriak Janu dan sontak dokter Adrian dan suster pun bergegas menuju ke kamar Kalila diikuti dengan Radit dan Dila“Sebentar, Pak.” Ucap Adrian dan langsung memeriksa Kalila.Dokter Adrian menghela napas, dia menatap Janu dengan tatapan iba, seakan tidak tega untuk memberitahu kebenaran kepada pria yang berumur tujuh puluh tahun itu. “Pak Janu…” Ucap Dokter Adrian dengan bersusah payah menelan ludahnya “Ibu Kalila sudah pergi mening
Tidak terasa sudah beberapa tahun Kalila dan Janu menjadi suami istri sah dan juga tinggal di rumah Janu yang megah itu. Hingga saat ini, anak mereka yang kedua, yaitu Dila. Harus pergi meninggalkan Indonesia untuk melanjutkan gelar sarjananya di London, mengikuti jejak Radit.“Ma, Pa… Dila pergi dulu, ya.” Ucap Dila sembari memeluk Janu dan juga Kalila.“Hati-hati, ya, sayang. Titip salam sama Mas kamu.” Jelas Kalila yang selalu saja mengingat Radit. Dila pun pergi ke bandara dengan sopir pribadinya yang sudah menunggu di halaman rumah.Janu menghela napas saat mobil yang mengantar Dila sudah tidak lagi terlihat dari halaman rumah mereka “Aku seneng banget bisa lihat perkembangan anak kita sama-sama yang bahkan udah merantau sekarang. Makasi ya sayang udah mau ngerawat dan ngejaga anak kita khususnya Radit.” Jelas Janu sembari merangkul Kalila dengan mata Kalila yang tampak sembab akibat melepas anak perempuannya untuk
“Aku benci kamu, Mas Janu. Pergi dari sini!!!” Teriak Kalila kepada Janu sementara Radit menahan tubuh Kalila yang sedari tadi ingin memukuli Ayahnya.“Lila, aku sayang kamu. Kita udah baikan, sayang. Aku gak pernah tinggalin kamu lagi.” Lagi-lagi, Janu tidak pernah menyerah menyebutkan kalimat itu.Dila mendekati Kalila dan Radit yang tengah susah payah menahan tubuh Kalila.“Kamu siapa?” Kalila melontarkan pertanyaan itu kepada Dila dan sontak hal itu membuat Dila terbelalak terkejut.“Aku Dila, Ma. Anak Mama.” Ucap Dila sembari mencoba menyentuh tangan Kalila.“Nggak!” Seru Kalila sembari menghempaskan tangan Dila kasar “Anak aku Cuma Radit. Kamu pasti orang suruhan Mas Janu buat ambil Radit dari aku, ‘kan?”Dila menatap Kalila dengan tatapan kecewa, bagaimana bisa Kalila hanya mengingat Radit? Apakah dari dulu Radit memang selalu jadi anak kesayangan Kalila? Di
Kalila akhirnya menikah dengan Janu, namun bukan pernikahan seperti ini yang di impikannya dulu. Dia memimpikan pernikahan dimana keluarganya masih ada di sampingnya. Satu-satunya keluarga yang dia punya saat ini hanyalah Rangga, Adiknya.Pernikahan Janu dan Kalila di adakan di rumah orangtua Janu, rumah Rostiana dan juga peninggalan Gunadhya. Pernikahan yang di gelar pun tampak sederhana dan hanya beberapa kerabat terdekat saja yang hadir dalam acara pernikahan itu, seperti permintaan Kalila. Bertolak belakang dengan Janu yang menginginkan pernikahan yang mewah. Namun, apa pun itu, dia menurunkan egonya, yang terpenting dia bisa hidup bersama Kalila.“Hei, kak. Kenalin ini pacar aku. Namanya Mentari.” Ucap Rangga yang sudah berada di hadapan Kalila dengan menggenggam tangan MentariKalila pun terbelalak terkejut melihat adiknya itu menggandeng tangan seorang wanita di hadapannya “Loh… Bukannya---” Seketika pembicaraan Kalila
Ruangan sidang pengadilan, sebuah ruangan dimana setiap orang selalu mengadu nasib atas permasalahan yang di hadapi dan juga nasib mereka yang berada pada keputusan hakim yang selalu memutuskan setiap perkara yang mereka miliki.Ya, Kalila sedari tadi tengah memperhatikan penjelasan Rangga yang sedang menyelesaikan kasus kliennya. Mereka berdua terlihat sangat professional tanpa memandang latar belakang sebagai keluarga.Setelah persidangan selesai, Kalila dan Rangga pun bertemu di salah satu restaurant untuk makan siang bersama seperti yang sudah mereka janjikan."Kakak yakin balikan sama Mas Janu?" Tanya Rangga saat dia tengah mengunyah nasi ayam."Iya. Aku balik demi Radit." Ucap Kalila namun tatapannya kosong.Rangga bukanlah anak kemarin sore yang bisa di bodoh-bodohi dan di bohongi seperti itu. Apalagi, tuntutan pekerjaan Rangga yang sudah menggeluti dunia hukum dan bertemu banyak kasus akan sangat mudah sekali melihat hati Kalila ba
Telihat Rostiana dan Janu sudah berada di dalam rumah Kalila dan mengatakan bahwa Janu akan menikahinya."Aku gak bisa. Aku tau kalian kesini bukan untuk aku, tapi mau ngerebut Radit, kan?" Tanya Kalila dengan raut wajah yang tampak kesal."Yaampun nggak, Lila. Nggak sama sekali. Aku dari dulu memang bener-bener cari kamu."Janu pun menghampiri Kalila dan menangkup pipinya "Aku sayang sama kamu, aku juga pengen hidup sama Radit, anak aku satu-satunya.""Aku—""Radit anak Om Janu?" Tanya Radit yang tiba-tiba sudah berada di ruang tamu.Kalila terkejut saat melihat Radit dengan tatapan polosnya yang masih melihat Janu menangkup pipi Kalila "Sayang, kamu ngapain kesini?" Tanya Kalila menghampiri Radit dan melepaskan tangan Janu dari pipinya."Mama, Radit anak Om Janu?" Tanya Radit memastikanKalila menghela napas dan meyakinkan Radit bahwa Janu bukan ayahnya "Bukan, sayang.""Tapi tadi—""Kamu anak Papa s
Rangga terlihat tengah melangkahkan kaki menuju ke rumah Kalila. Seketika langkah kakinya terhenti dan menatap laki-laki yang ada di halaman rumah Kalila dengan tatapan murka. Rangga menggenggam tangannya dengan kuat saat melihat Janu, laki-laki yang sudah membuat Kalila menderita selama ini."Bajingan lo. Dasar laki-laki gak bertanggung jawab!!!" Ucap Rangga dan langsung memukul wajah Janu sampai tubuhnya terhempas"Ngapain lo disini?!" Tanya Rangga murka sembari memukul wajah Janu berkali-kali."Aku mau liat Kalila dan anak aku."Rangga menarik kerah baju Janu dan menatapnya seakan ingin membunuh Janu detik itu juga "Oh lo mau enaknya aja? Kak Kalila berjuang dengan susah payah sendirian dan lo sekarang mau balik gitu aja saat kehidupan Kak Kalila udah membaik?”"Aku tau semuanya. Aku gak tau Kalila gak jadi menggugurkan kandungannya. Aku akan tebus semua kesalahan aku dulu.""Gak perlu! Lo gak pernah menginginkan Radit. Pergi lo dar
"Sudah mapan begini sudah bisa menikah ya, Janu." "Iya betul sekali itu. Mungkin Janu bisa di jodohkan dengan anaknya Mas. Bagaimana kabar dia sekarang?”Deg! Sontak pernyataan yang terlontar dari Ibu Janu membuat Kalila menghentikan langkahnya.Mendengar perjodohan itu hati Kalila benar-benar hancur. Bahkan raut wajah Janu terlihat sangat bahagia. Rasanya dia tak memiliki beban sedikit pun atas anak yang di kandung Kalila.“Hahaha, boleh tuh. Biar mempererat tali silaturahmi kita. Bagaimana Janu?”“Hahaha saya ngikut aja, Pak.”“Wah! Janu kayanya udah setuju, nih. Bentar lagi kita jadi besan, Mas!” Seru Ibu Janu dengan wajah suka citanya. Saat rekan kerja Gunadhya bersama istrinya kembali, seketika dia pun menanyakan respon dari Janu mengenai perjodohan yang baru saja di perbincangkan.“Janu…